Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : Jurnal Sejarah dan Budaya

KEBHINEKAAN: SEBUAH RETORIKA? Dewa Agung Gede Agung
Sejarah dan Budaya : Jurnal Sejarah, Budaya, dan Pengajarannya Vol 12, No 1 (2018)
Publisher : Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (599.645 KB)

Abstract

Secara nasional maupun lokal, keragaman tidak bisa dihindari, baik keragaman agama, budaya, etnis dan sebagainya. Keragaman merupakan keniscayaan dalam sebuah masyarakat post-kolonial seiring dengan meningkatnya intensitas komunikasi global. Semua orang sadar akan semua itu, karena sudah terdapat pada lambang negara yang bertuliskan “Bhineka Tunggal Ika”. Istilah ini bukan saja diposisikan sebagai jargon politik sebagai satu nation, tetapi seharusnya menjadi pedoman yang merupakan hasil renungan pendiri bangsa berdasarkan kondisi objektif dari negara Indonesia. Peningkatan tensi konflik semboyan Bhineka Tunggal Ika yang bernuansa SARA baik yang bersifat manifest maupun latten, membuktikan belum dihayati dan diaplikasikannya makna dari istilah tersebut, artinya baru dalam tatanan “retorika”. Perilaku kebhinekaan tidak perlu diretorikakan dengan bahasa yang indah, karena seseorang bisa berkata-kata bijak, tetapi belum tentu bisa berperilaku bijak. Nationally and locally, diversity can not be avoided, whether the diversity of religious, cultural, ethnic and so forth. Diversity is a necessity in a post-colonial society as the intensity of global communications increases. Everyone is aware of it all, because it already exists on the state symbol that reads "Bihneka Tunggal Ika". This term is not only positioned as a political jargon as a nation, but should be a guide which is the result of the founders' reflection based on the objective condition of the Indonesian state. Increasing the tension of conflicts of the Bhineka Tunggal Ika (Unity in Diversity) slogan, both manifest and latten, proves that they have not yet appreciated and applied the meaning of the term, meaning new in the "rhetorical" order. Behavior diversity does not need to be re-fabricated in a beautiful language, because one can speak wisely, but not necessarily be able to behave wisely. DOI: http://dx.doi.org/10.17977/um020v12i12017p19
Pemahaman Awal Terhadap Anatomi Teori Sosial Dalam Perspektif Struktural Fungsional Dan Struktural Konflik Dewa Agung Gede Agung
Sejarah dan Budaya : Jurnal Sejarah, Budaya, dan Pengajarannya Vol 9, No 2 (2015)
Publisher : Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (626.862 KB) | DOI: 10.17977/um020v9i22015p162-170

Abstract

KERAGAMAN KEBERAGAMAAN (SEBUAH KODRATI KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA BERDASARKAN PANCASILA) Dewa Agung Gede Agung
Sejarah dan Budaya : Jurnal Sejarah, Budaya, dan Pengajarannya Vol 11, No 2 (2017)
Publisher : Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (421.418 KB)

Abstract

Abstrak: Kehadiran berbagai agama di Indonesia merefleksikan agar umat beragama tidak saling menganiaya orang lain. Akan tetapi, agama yang mengajarkan perdamaian tidak jarang dijadikan legitimasi untuk mengganggu, memusuhi, dan memusnahkan umat lain. Di Indonesia, konflik antar umat beragama telah menjadi rahasia umum, dalam kondisi seperti ini ajaran agama dapat dijadikan sebagai alat pembenar bagi pemeluknya untuk melakukan tindakan permusuhan dan pembunuhan terhadap pemeluk agama lain. Kenyataan ini sangat bertentangan dengan esensi ajaran agama itu sendiri yang selalu mengajarkan cinta kasih dan perdamaian.Masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk dengan pemeluk agama yang beragam. Belum lagi perbedaan suku dan ras, bisa jadi faktor ini juga berpotensi memperkeruh suasana konflik agama. Namun demikian, kemungkinan diatas bisa jadi tidak terbukti apabila masyarakat dan bangsa Indonesia mampu menumbuhkan sikap empati terhadap perbedaan tersebut.Kata-kata Kunci: bangsa dan negara, empati, empat konsensus dasarAbstract: The presence of religions in Indonesia reflects that the religious people do not violate each other. However, religion teaching peace is become a legitimation to disturb, to hate, and to genocide the other religious people. In Indonesia, a conflict between religions have been a public secret, in this condition the teaching of religion could be a tool to right and to legitimate the killing of other religions. This fact is contradicted with the essence of the religion’s teaching that is to teach love other people and peace. Indonesian society is a multicultural society with various religions. Nevertheless, the related explanation will not affect if society could grow the character of emphaty to any difference.   Keywords: nation and state, emphaty, four basic consencus