Claim Missing Document
Check
Articles

Found 29 Documents
Search

Pengawasan Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah Dan Perdagangan Terhadap Peredaran Mainan Anak Yang Tidak Mempunyai Standar Nasional Indonesia Di Kota Banda Aceh Nadiya Zuhra; Yanis Rinaldi
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 2, No 3: Agustus 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penulisan artikel ini untuk menjelaskan pelaksanaan pengawasan yang dilakukan Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah dan Perdagangan terhadap mainan anak yang tidak mempunyai SNI di Kota Banda Aceh, faktor penyebab banyaknya mainan anak yang tidak memiliki SNI beredar di Kota Banda Aceh, dan upaya yang telah dilakukan oleh Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah dan Perdagangan dalam mengatasi kendala pelaksanaan pengawasan peredaran mainan anak yang tidak mempunyai SNI di Kota Banda Aceh. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui penelitian kepustakaan untuk memperoleh data sekunder dengan cara mempelajari peraturan perundang-undangan, buku-buku, bahan internet dan hasil karya ilmiah lain yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini serta penelitian lapangan yang dilakukan untuk memperoleh data primer dengan mewawancarai responden dan informan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pelaksanaan pengawasan Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah dan Perdagangan Kota Banda Aceh terhadap peredaran mainan anak yang tidak mempunyai SNI tidak berjalan sebagaimana yang telah diamanatkan oleh perundang-undangan. Hal ini karena penjual mainan anak belum mengetahui pemberlakuan SNI wajib mainan anak, kurangnya kesadaran masyarakat sebagai konsumen mainan anak, kurangnya sosialisasi oleh Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah dan Perdagangan Kota Banda Aceh terkait pemberlakuan SNI wajib mainan anak, kurangnya jumlah petugas pengawas standar produk dan kurangnya dana operasional. Upaya yang dilakukan oleh Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah dan Perdagangan dalam menghadapi kendala pelaksanaan pengawasan peredaran mainan anak antara lain melakukan pembinaan dan pemeriksaan terhadap pelaku usaha mainan anak, memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang bahaya mainan anak yang tidak memiliki SNI. Diharapkan kepada Kepala Seksi Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah dan Perdagangan Kota Banda Aceh, agar dapat meningkatkan pengawasan barang yang beredar, melakukan sosialisasi kepada penjual mainan anak serta mengusulkan anggaran yang sesuai untuk bidang pengawasan barang beredar, serta menambah Petugas Pengawas Standar Produk untuk menanggulangi masalah terbatasnya petugas yang ada di Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah dan Perdagangan Kota Banda Aceh.
PERANAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DALAM MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI ACEH Yanis Rinaldi; Irvianty Irvianty
Bina Hukum Lingkungan Vol 6, No 1 (2021): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24970/bhl.v6i1.255

Abstract

ABSTRAKKLHS disusun untuk memastikan berbagai akibat atas lingkungan diperhitungkan dan diintegrasikan dalam proses pembuatan keputusan, bersamaan dengan pertimbangan aspek sosial, ekonomi dan politik. Tujuan penelitian untuk mengkaji isu-isu strategis KLHS dan mengkaji integrasi prinsip pembangunan berkelanjutan dalam Kebijakan, Rencana, dan Program RPJM Aceh 2017-2022. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan. Hasil penelitian menunjukkan, isu-isu strategis KLHS menjadi prioritas pembangunan berkelanjutan. RPJMA telah mengintegrasikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan ke dalam 5 (lima) KRP, yakni: pengembangan pertanian dan perkebunan, pertambangan dan energi, pengembangan industri dan agroindustri, tata ruang dan pembangunan ekonomi, serta pembangunan jalan dan jembatan.Kata kunci: peranan; KLHS; pembangunan berkelanjutanABSTRACTStrategic Environmental Assessment (SEA) is structured to ensure that various environmental consequences are taken into account and integrated in the decision-making process, along with social, economic and political considerations. The research objective is to examine strategic issues of SEA and to examine the integration of sustainable development principles in the Aceh Mid-Term Development Plan 2017-2022 Policies, Plans and Programs (KRP- RPJMA). This type of research is normative legal research with a statutory regulatory approach. The research results show that strategic issues of SEA are priorities for sustainable development. The RPJMA has integrated the principles of sustainable development into five KRPs, namely: agricultural and plantation development, mining and energy, industrial and agro-industrial development, spatial planning and economic development, as well as road and bridge construction.Keywords: role; SEA; sustainable development
Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam Pembuatan Akta untuk Menghindari Pajak Ardanto Nugroho; Yanis Rinaldi; Efendi Efendi
DIVERSI : Jurnal Hukum Vol 7 No 2 (2021): Diversi Jurnal Hukum
Publisher : UNIVERSITAS ISLAM KADIRI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32503/diversi.v7i2.1819

Abstract

Penelitian ini membahas tentang tindakan pemecahan bidang tanah dalam proses penerbitan Akta Jual Beli tanah oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah yang bertentangan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Besar. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah yang melakukan pemecahan bidang tanah untuk menghindari pembayaran pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dan Pajak Penghasilan. Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Pejabat Pembuat Akta Tanah yang melakukan pemecahan bidang tanah untuk menghindari pajak peralihan tanah tersebut dapat dimintai pertangungjawaban secara administrasi dan secara perdata karena telah melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan. Pejabat Pembuat Akta Tanah harus memiliki integritas moral yang tinggi, tidak menyalahgunakan wewenangnya, dan juga tidak merugikan pihak lain, termasuk Direktorat Jenderal Pajak.
Status Tanah Yang Diperoleh Oleh Badan Hukum Melalui Jual Beli Tanah Milik Adat Di Hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (Ppat) Eru Fadhillah; Ilyas Ismail; Yanis Rinaldi
DE LEGA LATA: JURNAL ILMU HUKUM Vol 6, No 1 (2021): Januari-Juni
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (524.039 KB) | DOI: 10.30596/dll.v6i1.5215

Abstract

Pasal 26 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria melarang setiap perbuatan peralihan Hak dengan status hak milik atau milik adat kepada selain dari subjek hukum pada Pasal 21 UUPA dan Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 tentang penunjukan badan-badan hukum yang dapat memilik hak milik atas tanah. Namun, dalam praktiknya terdapat subjek hukum selain yang diatur Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 yang tetap melaksanakan peralihan tanah milik adat di hadapan PPAT di Kabupaten Nagan Raya. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan status tanah apa yang diperoleh oleh badan hukum selain dari Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 melalui jual beli tanah milik adat. Penelitian ini menggunakan metode penelitian Yuridis Normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Data utama penelitian adalah data sekunder yang didukung data primer. Data yang terkumpul kemudian diolah dan dianalisis dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan, status tanah yang diperoleh oleh badan hukum selain dari ketentuan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 dan Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963, yang perolehannya melalui Jual beli tanah milik adat di hadapan PPAT adalah tetap berstatus tanah Negara
AUTHORITY AND RESPONSIBILITY OF NOTARY IN THE RETENTION OF DOCUMENTS OF PARTIES OTHER THAN NOTARY PROTOCOL IN THE IMPLEMENTATION OF ITS OFFICE T. Zikri Yutami Hamda; Yanis Rinaldi; Teuku Abdurrahman
JCH (Jurnal Cendekia Hukum) Vol 6, No 2 (2021): JCH (JURNAL CENDEKIA HUKUM)
Publisher : STIH Putri Maharaja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33760/jch.v6i2.299

Abstract

Article 1 number 1 Law 2 of 2014 Concerning on Notary Profession (UUJN) reads that the notary has the authority to make an authentic deed, the article is the main principle of notary duty, after the completion of the signatory of the deed, ends the notary duty at the contractual stage. But the reality is that at the post-contractual stage there are notaries that serve the storage of documents of parties other than notary protocols. This custom affects notary independence in the event of legal problems. Research Method is normative legal research using primary and secondary legal materials. The approach used is a statutory approach and an institutional approach to then conducted in-depth analysis. The results showed the storage of documents of parties other than notary protocols posed a legal risk, moral risk and not accepted by the MPD, the storage of such documents contrary to Article 1, Article 16 Verse (1), Article 53 UUJN for placing themselves as recipients of the document storage and services outside UUJN, Article 1868 and 1338 of the Civil Code limiting notaries to act in accordance with UUJN, the storage of such documents at risk of defavoring dignity and violating the notary code of conduct.
Pertanggungjawaban Pidana Perusakan Barang Yang Dilakukan Bersama-Sama Syahruman Tajalla; Yanis Rinaldi
Syiah Kuala Law Journal Vol 2, No 1: April 2018
Publisher : Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (346.148 KB) | DOI: 10.24815/sklj.v2i1.10575

Abstract

Pasal 406 ayat (1) KUHP menyatakan bahwa orang yang merusak properti orang lain dipidana penjara maksimal dua tahun delapan bulan atau denda maksimal Rp 4.500,-. Tidak dapat dikatakan adil jika perusakan terhadap properti orang lain dipidana dengan pidana penjara dan denda saja tanpa adanya pemulihan terhadap properti tersebut (ganti kerugian). Ketiadaan perbedaan pidana antara orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau turut melakukan perbuatan pidana berdasarkan Pasal 55 KUHP, tidak dapat dikatakan adil karena perbuatan dan akibat yang ditimbulkan berbeda-beda antara satu orang dengan orang lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pertanggungjawaban pidana atas perusakan barang yang dilakukan bersama-sama berdasarkan konsep keadilan. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Data yang digunakan terdiri bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk mencapai keadilan, pidana terhadap pelaku perusakan barang adalah ganti kerugian untuk korban. Dalam tindak pidana perusakan barang secara bersama-sama, maka seharusnya masing-masing orang bertanggung jawab sesuai akibat dan perbuatannya.Article 406 paragraph (1) of the Criminal Code states that the person who damages the property of another person shall be sentenced to a maximum of two years and eight months imprisonment or a maximum fine of Rp 4.500. It can not be said to be fair if the destruction of another person's property is punishable by imprisonment and fine only in the absence of a recovery of the property (compensation). The absence of punishment difference between the perpetrator, person who ordered or involved under Article 55 of the Criminal Code, can not be said to be fair because the actions and consequences inflicted vary from one person to another. This study aims to explain the criminal liability for the destruction of goods carried out jointly based on the concept of justice. This type of research is normative legal research. The data used consist of primary, secondary and tertiary law materials. The results show that to achieve justice, the punishment to the perpetrator of the destruction of goods is a compensation to the victim. In the criminal act of destruction of goods carried out jointly, then each person should be responsible according to the consequences and actions.
Implikasi Yuridis Pengaturan Batas Desa di Aceh Syahzevianda Syahzevianda; Yanis Rinaldi; Teuku Muttaqin Mansur
Syiah Kuala Law Journal Vol 3, No 3: Desember 2019
Publisher : Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (425.749 KB) | DOI: 10.24815/sklj.v3i3.12580

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaturan tentang batas wilayah desa yang berlaku di Aceh sebagai salah satu daerah otonomi khusus yang menjalankan fungsi pemerintahan di Daerah. Penelitian ini akan menganalisa secara aspek yuridis antara regulasi pelaksanaan penetapan batas wilayah desa secara nasional terkait dengan Pelaksanaan pemerintahan yang bersifat khusus di Aceh. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan pendekatan penelitian perundang-undangan, pendekatan sejarah dan pendekatan konsep. Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer berupa perundang-undangan yang dianalisa secara preskriptif kualitatif melalui asas-asas hukum dan teori-teori yang berkaitan dengan perundang-undangan dan desentralisasi asimetris. Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian dapat disimpulkan bahwa: pengaturan kebijakan dibidang batas wilayah desa berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 45 Tahun 2016 yang merupakan perintah dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang bersifat khusus dibidang pengaturan kebijakan terkait desa, pengaturan penegasan batas wilayah desa tidak mengakomodir kedudukan lembaga Mukim di Aceh.This study aims to analyze the regulation of village boundaries that apply in Aceh as one of the special autonomous regions that carry out the functions of government in the Region. This research will analyze the juridical aspects between the regulations on the implementation of national village boundary setting related to the implementation of special government in Aceh. This research is a normative juridical research, using a statutory research approach, historical approach and conceptual approach. The type of data in this study is secondary data consisting of primary legal material in the form of legislation which is analyzed qualitatively prescriptively through legal principles and theories relating to legislation and asymmetric decentralization. Based on the results and discussion in the study it can be concluded that: policy settings in the area of village boundaries based on Minister of Home Affairs Regulation No. 45 of 2016 which is an order of Law Number 6 of 2014 concerning Villages, are not in accordance with Law No. 11 of 2006 concerning The Aceh Government (UUPA) which is specifically in the field of village-related policy arrangements, the regulation of confirming village boundaries does not accommodate the position of the Mukim institution in Aceh.
Peranan Pemerintah Kabupaten Aceh Utara Dalam Pengelolaan Sampah Zulfikar Zulfikar; Yanis Rinaldi
Syiah Kuala Law Journal Vol 3, No 3: Desember 2019
Publisher : Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (492.09 KB) | DOI: 10.24815/sklj.v3i3.12621

Abstract

Sampah adalah benda atau zat sisa yang sudah tidak terpakai. Namun karena kurangnya pengertian masyarakat dan pemerintah, juga kurangnya biaya dan pendapatan sebagian besar masyarakat, maka masalah sampah ini menjadi terabaikan. Tujuan penelitian ialah peranan Pemerintah Kabupaten Aceh Utara belum melaksanakan pengelolaan sampah sesuai dengan fungsinya, kendala yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Aceh Utara dalam menyelesaikan Qanun tentang Pengelolaan Sampah, dan upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Utara agar pengelolaan sampah dapat mendukung pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Aceh Utara. Metode Penelitian yang digunakan adalah hukum empiris. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertama, Diakibatkan kinerja Pemerintah Kabupaten Aceh Utara terhadap pengelolaan sampah masih buruk dengan kondisi tidak baiknya kinerja dinas kebersihan dan proses pengelolaan sampah oleh pemerintahan Kabupaten Aceh Utara belum mampu memberikan pelayanan kebersihan yang baik di Aceh Utara serta kurangnya armada kendaraan truk pengangkut sampah yang menyebabkan masyarakat menumpuk sampah di TPS. Kedua, Upaya sosialisasi juga harus dilakukan oleh Pemerintah terhadap Qanun yang telah dibuat agar masyarakat tahu bagaimana proses jalannya qanun tersebut dan dilakukan studi banding dengan daerah lainnya agar proses pengelolaan dapat berjalan dengan baik. Ketiga, Upaya pemerintah terhadap bidang pengelolaan sampah wajib memprioritaskan kepastian hukum mengenai kejelasan tanggung jawab dan kewenangan pemerintah pusat, pemerintah daerah, peran masyarakat dan peran dunia usaha sehingga pengelolaan sampah dapat berjalan secara proporsional, efektif dan efisien. Disarankan agar hendaknya Pemerintah Kabupaten Aceh Utara harus lebih serius, dalam melakukan penambahan Anggaran terhadap Lingkungan Hidup dan pengelolaan sampah di Kabupaten Aceh Utara sehingga armada, biaya operasional, dan fasilitas dapat terpenuhi dengan baik.Garbage is objects or substances the remaining unused. However due to lack of understanding of society and Government, as well as the lack of cost and income of the majority of society, then the waste problem is being neglected. The purpose of the research is the role of the Government of North Aceh have yet to implement the waste management in accordance with its functions, constraints faced by the Government in resolving the North Aceh Regency Qanun about waste management, and the efforts done by the County Government North Aceh so that waste management can support sustainable development in North Aceh Regency. Research methods used are empirical laws. The results of this study showed that the Government's performance, firstly, the North Aceh District Government's performance on waste management is still poor with the poor condition of the performance of the cleaning service and the waste management process by the North Aceh Regency government has not been able to provide good cleaning services in North Aceh and the lack of a fleet of transport trucks garbage that causes the community to pile up garbage at the TPS. Second, the Government must also conduct socialization efforts on the Qanun that have been made so that the public knows how the qanun is going and a comparative study is carried out with other regions so that the management process can run well. Third, the Government's efforts in the field of waste management must prioritize legal certainty regarding the clarity of the responsibilities and authority of the central government, regional governments, the role of the community and the role of the business world so that waste management can run proportionally, effectively and efficiently. It is recommended that the North Aceh Regency Government should be more serious, in making additional Budget to the Environment and waste management in North Aceh Regency so that the fleet, operational costs, and facilities can be met properly.
Tanggung Jawab Notaris Yang Tidak Mendaftarkan dan Melaporkan Akta Wasiat Ke Daftar Pusat Wasiat Annisa Annisa; Yanis Rinaldi; Teuku Abdurahman
Syiah Kuala Law Journal Vol 3, No 1: April 2019
Publisher : Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (241.213 KB) | DOI: 10.24815/sklj.v3i1.11915

Abstract

Salah satu kewenangan Notaris adalah membuat akta wasiat yang juga harus diiringi dengan tanggung jawab untuk mendaftarkan dan melaporkan ke Daftar Pusat Wasiat. Notaris yang tidak membuat akta wasiat juga harus melaporkan laporan nihil pada waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya. Namun pada kenyataannya, masih banyak Notaris yang tidak menjalankan kewajibannya tersebut. Data tersebut berdasarkan laporan bulanan yang masuk ke dalam online sistem Pusat Wasiat Subdirektorat Harta Peninggalan Direktorat Perdata (2015) terdapat sekitar 4.000 (empat ribu) Notaris yang secara rutin melakukan laporan bulanan, padahal jumlah Notaris di seluruh Indonesia pada saat itu mencapai sekitar 15.000 (lima belas ribu). Penelitian ini menganalisis tanggung jawab Notaris yang tidak mendaftarkan dan melaporkan akta wasiat ke Daftar Pusat Wasiat. Metode Penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif atau yuridis.A job duty of a Notary public is to notarize a will. Notarial Acts of Notarizing a will should include registering and reporting the will to the Central Register of Wills. Even though a Notary public legalizes no will in a month, she or he still has to make a nil report in the first five days of the next month. However, in fact there were still Notaries who did not perform the duties. Based on the data of monthly reports in the online system of Central Register of Wills (2015), only 4000 out of 15000 Notaries in Indonesia regularly submitted their monthly reports. The objective of this research was to identify the liability of any notary who did not register and report the will. This normative legal research was conducted by means of a statute approach.
Pengawasan Terhadap Zakat Yang Dimasukkan Ke Dalam Pendapatan Asli Daerah di Aceh Muaffat Muaffat; Yanis Rinaldi; Adwani Adwani
Syiah Kuala Law Journal Vol 1, No 1: April 2017 (Print Version)
Publisher : Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (302.272 KB) | DOI: 10.24815/sklj.v1i1.12240

Abstract

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menjelaskan lembaga yang berwenang dalam melakukan pengawasan penyaluran zakat sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan untuk mengetahui dan menjelaskan mekanisme pengawasan terhadap penyaluran zakat yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah di Aceh. Hasil penelitian menjelaskan, lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap penyaluran zakat di Aceh adalah : Inspektorat, Dewan Pertimbangan Syariah dan Bidang Pengawasan pada Badan Pelaksana Baitul Mal Aceh. Lembaga-lembaga tersebut telah melakukan pengawasan sesuai dengan syariah dan peraturan perundangan-undangan. Mekanisme pengawasan penyaluran zakat tidak berbeda dengan sistem pengawasan keuangan daerah atau PAD lainnya. Karena zakat sebagai PAD khusus, pengawasan sistem syariah tetap berjalan.This research aims to know and explain an institution having power in conducting monitoring of the donation distribution that is one of the Regional’s Original Revenue and to know and explore and explain the monitoring mechanism on the distribution of it, which is originated from the revenue. The research shows that the institutions that are having authority to conduct monitoring towards zakat’s distribution in Aceh are Inspektorate, Sharia Consideration Board and Monitoring Division at the Executive Board of Baitul Mal Aceh. The institutions are conducting monitoring that has been inaccordance with sharia and existing laws. The monitoring mechanism is conducted towards the distribution of zakat is similarly to the monitoring system of regional finance monitoring orother kinds of original regional revenues. However, it is still monitored specificly, as zakat in Aceh might be said as specific original regional revenue, hence its sharia system should be kept running.