Julita Hendrartini
Departemen Ilmu Kesehatan Gigi Pencegahan Dan Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Published : 35 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search
Journal : Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia

Potret Masyarakat Sektor Informal di Indonesia: Mengenal Determinan Probabilitas Keikutsertaan Jaminan Kesehatan sebagai Upaya Perluasan Kepesertaan pada Skema Non PBI Mandiri Intiasari, Arih Diyaning; Trisnantoro, Laksono; Hendrartini, Julita
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 4, No 4 (2015)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jkki.v4i4.36122

Abstract

Latar Belakang: Perluasan kepesertaan jaminan kesehatan pada masyarakat sektor informal masih merupakan permasa- lahan nyata di berbagai negara. Karakteristik spesifik yang dimiliki oleh masyarakat sektor informal mempunyai potensi negatif dan positif yang harus bisa dikenali oleh pembuat kebijakan dalam rangka memberikan rekomendasi kebijakan yang paling tepat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan karakteristik masyarakat sektor informal terhadap kepemilikan jaminan kesehatan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam upaya perluasan cakupan kepesertaan Non PBI Mandiri dimasa yang akan datang. Metode Penelitian : Penelitian ini merupakan studi observasio- nal analitik dengan rancangan Cross sectional dengan pende- katan data kuantitatif yang digunakan berhasil mendapatkan sebanyak 349.491 responden masyarakat sektor informal di Indonesia. Untuk memberikan gambaran karakteristik masyara- kat sektor informal dalam kepemilikan Jaminan kesehatan digu- nakan analisis data univariat dan bivariat. Hasil : Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa faktor yang berhubungan dengan kepemilikian asuransi sukarela adalah umur (p<0,001), pendidikan (p<0,001), pekerjaan (p<0,001), status perkawinan (p=0,002), status dalam keluarga (p=0,035), tempat tinggal (p<0,001), status ekonomi (p<0,001), status tempat tinggal (p<0,001), kepemilikan obat tradisional (p<0,001) dan kepemilikan riwayat penyakit kronis (p<0,013). Sebanyak 95,4% responden tidak memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan Kesimpulan: Upaya perluasan cakupan kepesertaan Non PBI mandiri tidak hanya membutuhkan promosi kesehatan yang baik, akan tetapi juga harus diimbangi dengan kebijakan peme- rataan akses dan peningkatan kuantitas serta kualitas pelayan- an kesehatan. Upaya untuk mengkaji potensi pembiayaan kesehatan, utamanya melalui identifikasi revenue collection dan metode pengumpulan premi yang tepat bagi masyarakat sektor informal harus terus dilakukan.Background: The effort of extending of health insurance enrollment to the informal sector has risen to become an agenda in Man countries. The informal sector has a specific characteristic with positive and negative potential that should be recognized by all of the decision-makers in order to make appropriate policy. This research aims to analyze the informal sector characteris- tic regarding health insurance enrollment. The Renault may contribute to extending universal coverage in the enrollment of Non-PBI (voluntary scheme) on JKN in the coming years. Method: This study was observational analytic with a cross-sectional design. A quantitative approach was used to analyze 349.492 respondents from informal sector community in Indonesia. Univariate and bivariate data analysis was used to give information about the correlation between informal sector charac- teristic and health insurance enrollment. Result: Data analysis showed the variables correlate into health insurance enrollment are : Age (p<0,001), Education (p<0,001), jobs(p<0,001), marital status (p=0,002), role on family (p=0,035), place of resident (p<0,001), economic status (p<0,001), home status (p<0,001), traditional medication stock (p<0,001) and history of chronic illness (p<0,013). Many re- spondents ( 95,4% ) have no access to health care provider Conclusion: Effort on extending of non PBI (voluntary scheme) enrollment not only need a good health promotion but also balancing with policies in order to ensure many factors such as equity on health care access and increasing the quantity and quality of health care. There must be a policy analysis to explore health financing potential on informal sector communi- ty, especially to identify the appropriate and adequate me- thods on revenue collection and premium collection.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Rawat Inap Ulang Pasien Skizofrenia pada Era Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Jiwa Grhasia Pemda DIY Suri Herlina Pratiwi; Carla Raymondalexas Marchira; Julita Hendrartini
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 6, No 1 (2017)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (96.276 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v6i1.29005

Abstract

ABSTRACTBackground: The implementation of National Health Insurance (JKN) applies a quality and cost control system services aimed at improving the efficacy and effectivity of health insurance with managed care principle. Readmission is used as an indicator for effectivity and technical competence of a hospital. The increasing cases of readmission, specifically in schizophrenia patients, leads to an increase in health care costs in the hospital. The aim of this study is to know the determinant factors of readmission of schizophrenia patients.Methods: This study was a non-experimental research using a case control study plan. The study was conducted in Grhasia Mental Hospital. The samples were 53 groups of readmission and 53 group of non-readmission. The respondents were the schizophrenia patients and their caregivers. The data collecting used questionnaire and in-depth interview.Result: Bivariate analysis showed the incidence of readmission of schizophrenia patients to some risk factors as follows: (1) Marriage OR 2.822; CI95% 1.082 – 7.630; p-value 0.018; (2) Work OR 2.709; CI95% 1.063 – 7.106; p-value 0.021; (3) Medication Adherence OR 14.692; CI95% 5.245 – 42.221; p-value <0.001; (4) Caregiver Level of Knowledge OR 8.571; CI95% 2.213 – 47.927; p-value 0.0003. Multivariate analysis showed that risk factors affecting incidence of readmission of schizophrenic patients are medication adherence (OR13.556, CI95% 5.037 - 36.480; p-value <0.001) and caregiver level of knowledge (OR 7.175; CI95% 1.628 – 31.605; p-value 0.009).Conclusion: Determinant factors of the readmission of schizophrenia patients are the lack of medication adherence of the patients and caregiver’s lack of knowledge. Demographic factors (age, gender, marital status, education, and job) and ownership of health insurance are not statistically significant to the readmission of schizophrenia patients. Keywords: schizophrenia, readmission, medication adherence, caregiver level of knowledge, national health insurance ABSTRAKLatar Belakang: Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menerapkan sistem kendali mutu dan biaya pelayanan bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas jaminan kesehatan dengan prinsip managed care. Readmission sebagai dimensi mutu efektivitas dan kompetensi teknis rumah sakit. Meningkatnya kasus readmission pasien skizofrenia di rumah sakit meningkatkan biaya pelayanan kesehatan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi rawat inap ulang (readmission) pada pasien skizofrenia.Metode: Penelitian ini merupkan studi non eksperimental menggunakan rancangan case control study. Penelitian dilakukan di RSj Grhasia. Jumlah sampel 53 pasien kelompok readmission dan 53 pasien pada kelompok non readmission. Responden penelitian ini adalah pasien skizofrenia dan caregiver. Pengumpulan data dengan kuesioner dan wawancara mendalam.Hasil: Analisis bivariat menunjukkan kejadian readmission terhadap faktor resiko perkawinan diperoleh nilai OR 2,822, CI 95% 1,082-7,630, p-value 0,018; pekerjaan diperoleh nilai OR 2,709, CI 95% 1,063-7,106, p-value 0,021; kepatuhan minim obat diperoleh nilai OR 14,692, CI 95% 5,247-42,221, p-value <0,001; tingkat pengetahuan caregiver diperoleh nilai OR 8,571, CI 95% 2,213-47,927, p-value 0,0003. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor resiko yang berpengaruh terhadap kejadian readmission pasien skizofrenia adalah kepatuhan minum obat (OR 13,556, CI 95% 5,037-36,480, p-value <0,001) dan tingkat pengetahuan caregiver (OR 7,175, CI 95% 1,628- 31,605, p-value 0,009).Kesimpulan: Faktor-faktor yang mempengaruhi readmission pasien skizofrenia adalah kepatuhan minum obat dan tingkat pengetahuan caregiver. Faktor demografi (usia, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan dan pekerjaan) tidak bermakna secara statistik terhadap readmission pasien skizofrenia. Kata Kunci: skizofrenia, readmission, kepatuhan minum obat, pengetahuan caregiver, jaminan kesehatan.
Analisis Pola Pemanfaatan Jaminan Pembiayaan Kesehatan Era Jaminan Kesehatan Nasional Pada Peserta Non PBI Mandiri Di Wilayah Perdesaan Kabupaten Banyumas Arih Diyaning Intiasari; Julita Hendrartini; Laksono Trisnantoro
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 5, No 3 (2016)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (87.999 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v5i3.30649

Abstract

ABSTRACTBackground : There is a suspected tendency of adverse selection during the implementation of JKN typically among Non PBI members (voluntary member) impact on the high rate of claims for services, especially in the outpatient claims level in hospital. It is necessary to study the patterns of utilization of health financing among Non PBI participants to describe determinants that influence it. Policy recommendations for the improvement of public health financing for non-poor informal sector are expected to support the efforts toward the expansion of the universal health coverageMethod: This study design was cross-sectional in the period from June to December 2015. Data collection is using qualitative approach with in-depth interview guide. Informants are some 24 people comprising 12 Non PBI informant participants, 3 the registrar at the health center, 2 nurses in health centers, 3 the registrar at the private hospital and 4 people registrar in General HospitalResult: There are four patterns of usage by the participants of the Non PBI (Mandiri). The utilization pattern consists of: Utilization of health services appropriate tiered referral system, utilization of health insurance by their own preference of referral system, utilization of health insurance only for health care outpatient and inpatient hospital and utilization of health insurance only for inpatient health services in hospital Conclusion : There is a tendency for adverse selection and moral hazard on utilization of health financing by Non PBI members. Some referral practices are not in accordance with the procedure of tiered referral system due to several identified reasons either from the demand side and the supply side. Keyword : social health insurance, Adverse Selection ABSTRAKLatar Belakang: Adanya kecenderungan terhadap fenomena adverse selection pada skema Non PBI Mandiri berdampak kepada tingginya rasio klaim pelayanan terutama pada klaim rawat jalan tingkat lanjutan di FKTL. Perlu dilakukan kajian terhadap pola pemanfaatan jaminan pembiayaan kesehatan era JKN pada peserta Non PBI Mandiri untuk mengetahui gambaran determinan yang mempengaruhinya. Rekomendasi terhadap perbaikan kebijakan pembiayaan kesehatan masyarakat sektor informal non miskin diharapkan dapat mendukung upaya perluasan kepesertaan menuju kesehatan masyarakat semestaMetode: Penelitian ini menggunakan rancangan potong lintang pada periode Bulan Juni-Desember 2015. Pengambilan data menggunakan pendekatan kualitatif dengan panduan wawancara mendalam. Informan yang terlibat sejumlah 24 orang yang terdiri dari 12 informan peserta Non PBI Mandiri, 3 orang petugas pendaftaran di Puskesmas, 2 orang perawat di Puskesmas, 3 orang petugas pendaftaran di RS Swasta dan 4 orang petugas pendaftaran di RS UmumHasil : Identifikasi pada informan menemukan adanya 4 pola penggunaan jaminan pembiayaan kesehatan oleh peserta Non PBI Mandiri. Pola pemanfaatan tersebut terdiri dari : Pemanfaatan pelayanan kesehatan sesuai sistem rujukan berjenjang, Pemanfaatan jaminan kesehatan dengan sistem rujukan APS, Pemanfaatan jaminan kesehatan hanya untuk pelayanan kesehatan rawat jalan dan rawat inap di FKTL dan pemanfaatan jaminan kesehatan hanya untuk pelayanan kesehatan rawat inap di FKTLKesimpulan: Adanya kecenderungan adverse selection dan moral hazard teridentifikasi pada peserta skema Non PBI Mandiri. Pola pemanfaatan jaminan pembiayaan kesehatan yang tidak sesuai dengan prosedur sistem rujukan berjenjang disebabkan adanya beberapa hal yang dapat teridentifikasi baik dari sisi demand maupun sisi supply. Keyword : BPJS Non PBI Mandiri, Adverse Selection
Analisis Efisiensi Teknis Dana Kapitasi Puskesmas di Kabupaten Sleman Menggunakan Data Envelopment Analysis Mas’ud Mas’ud; Laksono Trisnantoro; Julita Hendrartini
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 5, No 3 (2016)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2797.982 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v5i3.30667

Abstract

ABSTRACTBackground. Presidential Decree No. 12/2013 states that BPJS Health  in  carrying  out  health  insurance,  using  a  capitation financing system  in health  care  first  level (primary). According to  Minister  Regulation  No.19  /  2014,  that  the  allocation  of capitation  funds used  for the  payment of  health care  services for  health  workers  and  non-health  workers  who  perform services  on  health  care  first  level.  While  the  operational services  allocated  for  drugs,  medical  devices,  and  medical consumable  material  and  other  health  care  operations. Necessary  to  study  the  use  of  the  funds  in  question  so  that the  operational  and  health  services  can  run  effectively, efficiently  in  order  to  determine  the  appropriate  policies  by local  government  and  center.Methods. This  type  of  study is  a mixed  analytic  methods.  In the  quantitative  data  analysis  method  Data  Envelopment Analysis (DEA)  and  qualitative  data to  explain the  quantitative data.  The  study  population  includes  all  government-owned health  centers in  Sleman (25  health  centers.  This  study  will look  at  the  efficiency  of  technical  management  puskesmas capitation  funds  for  the  implementation  of  individual  health efforts in Sleman district PHC in 2014.Results. Based  on  the  analysis with  DEA method,  only  3  of the  25  health  centers  health  centers (12%)  which has  been technically cost  efficiency  and  13 health  centers  (52%)  were technically  efficient  system. Tobit  regression  analysis  shows that there are four variables that significantly, variable utilization figure  (positive  direction),  reference  number  (positive direction),  the  ratio  of  non-medical  personnel  (negative direction),  and  capitation  funds (negative  direction).Conclusion and  Suggestions. In  general,  health  centers  in Sleman yet technically efficient in the management of capitation funds.  Policy-oriented  technical  efficiency  costs  will  affect the  value of  the  technical  efficiency of  the system.  Expected DHO  monitoring, evaluation  and improvement  of the  efficiency of  the management  of Puskesmas  capitation funds  intensively and  comprehensively  on  the  quality  of  the  performance  of health centers  as an  indicator.Keywords. Capitation Funding, Primary Health Care, Technical Efficiency, Data  Envelopment Analysis  (DEA).ABSTRAKLatar  Belakang. Perpres  No. 12/2013  menyebutkan  bahwa BPJS Kesehatan dalam menyelenggarakan jaminan kesehatan, menggunakan  sistem  pembiayaan  kapitasi  di  faskes  tingkat pertama  (primer).  Menurut  Permenkes  No.19/2014,  bahwa alokasi  dana  kapitasi  dipergunakan  untuk  pembayaran  jasa pelayanan  kesehatan bagi  tenaga kesehatan  dan  tenaga  non kesehatan  yang  melakukan  pelayanan  pada  FKTP  (60%). Sedangkan layanan  operasional  dialokasikan  untuk  obat,  alat kesehatan,  dan  bahan  medis  habis  pakai  dan  kegiatan operasional  pelayanan  kesehatan  lainnya.  Diperlukan  kajian penggunaan dana  yang  dimaksud  sehingga  operasional  dan layanan  kesehatan  dapat  berjalan  efektif,  efisien  guna menentukan  kebijakan yang  tepat oleh  pemdah dan  pusat.Metode. Jenis  Penelitian  ini  merupakan  analitik  dengan pendekatan mixed methods. Pada data kuantitatif menggunakan metode analisis Data Envelopment  Analysis (DEA) dan  data kualitatif menjelaskan data kuantitatif. Populasi penelitian meliputi seluruh puskesmas milik pemerintah di Kabupaten Sleman (25 puskesmas). Penelitian  ini akan melihat efisiensi  secara teknis pengelolaan  dana  kapitasi  puskesmas  terhadap penyelenggaraan  upaya kesehatan  perorangan  di  puskesmas Kabupaten  Sleman tahun  2014.Hasil. Berdasarkan hasil analisis dengan metode DEA, dari 25 puskesmas  hanya  3  puskesmas  (12%)  yang  telah  efisiensi secara  teknis  biaya  dan  13  puskesmas  (52%)  yang  efisien secara  teknis sistem.  Hasil  analisis  regresi tobit  menunjukkan terdapat  4 variabel  yang berpengaruh  secara signifikan,  yaitu variabel  angka  utilisasi  (arah  positif),  angka  rujukan  (arah positif),  rasio tenaga  non kesehatan(arah  negatif), dan  dana kapitasi (arah  negatif).Kesimpulan  dan  Saran. Secara  umum  puskesmas  di Kabupaten  Sleman  belum  efisien  secara  teknis  dalam pengelolaan dana  kapitasi. Kebijakan  yang berorientasi  kepada efisiensi teknis  biaya akan berpengaruh terhadap  nilai efisiensi teknis  sistem.  Diharapkan  Dinkes  melakukan  monitoring, evaluasi serta  peningkatan efisiensi  pengelolaan dana  kapitasi puskesmas secara  intensif dan  komprehensif  terhadap  mutu kinerja  puskesmas  sebagai  indikatornya.Kata Kunci. Dana Kapitasi, Puskesmas, Efisiensi Teknis, Data Envelopment Analysis (DEA).
Analisis Pembiayaan Kesehatan Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) di Kabupaten Nunukan Mustaqim Hariyadi; Julita Hendrartini; M.Arief Budiarto
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 4, No 3 (2015)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (225.527 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v4i3.36106

Abstract

Background: The role of regional government in decentralization period is very important to the health sector particularly in financing. This is because health is one of the sectors that was decentralized. Minimum service standard is the obligatory responsibility for the region that is the right of every citizen at a minimum level, and one of many basic services is Maternal and Child Health programs. Objectives: To asses the financing sufficiency for Maternal and Child Health Programs based on Minimum Service Standard cost calculation and the effectivity of financing for Maternal and Child Health programs to achieve program’s objectives and goals. Methods: This research is a descriptive study conducted in Nunukan in 2013 with quantitative data. Sufficiency analysis is done by calculating the cost of Maternal and Child Health program to the result of cost calculation based on Minimum Service Standard. Performance effectivity of the Maternal and Child Health Programs was analyzed by the achievement of Minimum Service Standard according to the national indicator target and Maternal Mortality and Infant Mortality to the target of RPJMN of 2010-2014. Results: The cost of Maternal and Child Health program that was available was Rp. 2.530.038.761, and the calculation result of the cost based on Minimum Service Standard at Rp. 3.707.719.364, thus there was fund deficit about Rp 1.177.680.603. The percentage of MCH programs financing by the central government was still hight that was about 75%. There are financing MCH programs for direct activities amounted to 74%, and indirect activities amounted to 26%. The financing performance of MCH program was not effective yet to achieve the target of national Minimum Service Standard indicator and maternal mortality was still high at 173 per 100.000 life birts and infant mortality at 14 per 1000 live births. Conclusion: The financing of MCH programs was not sufficient to perform activities in MCH programs, as there was fund deficit about Rp 1.177.680.603. There was high financing dependency to the central government at 75% because of the low regional government commitment to financing priority programs such as MCH programs. 
Potret Masyarakat Sektor Informal di Indonesia: Mengenal Determinan Probabilitas Keikutsertaan Jaminan Kesehatan sebagai Upaya Perluasan Kepesertaan pada Skema Non PBI Mandiri Arih Diyaning Intiasari; Laksono Trisnantoro; Julita Hendrartini
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 4, No 4 (2015)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (249.489 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v4i4.36121

Abstract

Latar Belakang: Perluasan kepesertaan jaminan kesehatan pada masyarakat sektor informal masih merupakan permasa- lahan nyata di berbagai negara. Karakteristik spesifik yang dimiliki oleh masyarakat sektor informal mempunyai potensi negatif dan positif yang harus bisa dikenali oleh pembuat kebijakan dalam rangka memberikan rekomendasi kebijakan yang paling tepat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan karakteristik masyarakat sektor informal terhadap kepemilikan jaminan kesehatan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam upaya perluasan cakupan kepesertaan Non PBI Mandiri dimasa yang akan datang. Metode Penelitian : Penelitian ini merupakan studi observasio- nal analitik dengan rancangan Cross sectional dengan pende- katan data kuantitatif yang digunakan berhasil mendapatkan sebanyak 349.491 responden masyarakat sektor informal di Indonesia. Untuk memberikan gambaran karakteristik masyara- kat sektor informal dalam kepemilikan Jaminan kesehatan digu- nakan analisis data univariat dan bivariat. Hasil : Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa faktor yang berhubungan dengan kepemilikian asuransi sukarela adalah umur (p<0,001), pendidikan (p<0,001), pekerjaan (p<0,001), status perkawinan (p=0,002), status dalam keluarga (p=0,035), tempat tinggal (p<0,001), status ekonomi (p<0,001), status tempat tinggal (p<0,001), kepemilikan obat tradisional (p<0,001) dan kepemilikan riwayat penyakit kronis (p<0,013). Sebanyak 95,4% responden tidak memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan Kesimpulan: Upaya perluasan cakupan kepesertaan Non PBI mandiri tidak hanya membutuhkan promosi kesehatan yang baik, akan tetapi juga harus diimbangi dengan kebijakan peme- rataan akses dan peningkatan kuantitas serta kualitas pelayan- an kesehatan. Upaya untuk mengkaji potensi pembiayaan kesehatan, utamanya melalui identifikasi revenue collection dan metode pengumpulan premi yang tepat bagi masyarakat sektor informal harus terus dilakukan.Background: The effort of extending of health insurance enrollment to the informal sector has risen to become an agenda in Man countries. The informal sector has a specific characteristic with positive and negative potential that should be recognized by all of the decision-makers in order to make appropriate policy. This research aims to analyze the informal sector characteris- tic regarding health insurance enrollment. The Renault may contribute to extending universal coverage in the enrollment of Non-PBI (voluntary scheme) on JKN in the coming years. Method: This study was observational analytic with a cross-sectional design. A quantitative approach was used to analyze 349.492 respondents from informal sector community in Indonesia. Univariate and bivariate data analysis was used to give information about the correlation between informal sector charac- teristic and health insurance enrollment. Result: Data analysis showed the variables correlate into health insurance enrollment are : Age (p<0,001), Education (p<0,001), jobs(p<0,001), marital status (p=0,002), role on family (p=0,035), place of resident (p<0,001), economic status (p<0,001), home status (p<0,001), traditional medication stock (p<0,001) and history of chronic illness (p<0,013). Many re- spondents ( 95,4% ) have no access to health care provider Conclusion: Effort on extending of non PBI (voluntary scheme) enrollment not only need a good health promotion but also balancing with policies in order to ensure many factors such as equity on health care access and increasing the quantity and quality of health care. There must be a policy analysis to explore health financing potential on informal sector communi- ty, especially to identify the appropriate and adequate me- thods on revenue collection and premium collection.
Analisis Pemanfaatan Dana Kapitasi Khusus di Kabupaten Nias Utara Karl Frizts Pasaribu; Julita Hendrartini; Firdaus Hafidz
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 8, No 3 (2019)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (199.071 KB) | DOI: 10.22146/jkki.47885

Abstract

ABSTRAKLatar Belakang: Permenkes No 90 Tahun 2015 mengatur tentang penetapan fasilitas kesehatan di daerah terpencil dan sangat terpencil. Permenkes No 52 Tahun 2016 menetapkan pembayaran kapitasi khusus untuk daerah terpencil dan sangat terpencil. Kapitasi khusus adalah dana kapitasi yang diperuntukkan bagi daerah terpencil dan kepulauan. Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2015 Tentang Daerah tertinggal menetapkan Kabupaten Nias Utara sebagai daerah tertinggal. SK Bupati Nias Utara Nomor 640.2/310/K/TAHUN/2016 menyatakan tujuh kecamatan di kabupaten Nias Utara sebagai daerah terpencil dan sangat terpencil, sehingga mulai Oktober 2017 menerima dana kapitasi khusus. Belum ada laporan atau penelitian mengenai pemanfaatan dana kapitasi khusus yang pernah dilakukan di Kabupaten Nias Utara.Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pemanfaatan dana kapitasi khusus di Kabupaten Nias Utara.Metode: Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif  kualitatif dengan metode penelitian studi kasus. Penelitian ini dilakukan di tujuh puskesmas penerima kapitasi khusus penerima kapitasi khusus dan Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Utara, Provinsi Sumatera Utara.Hasil: Dana kapitasi khusus dimanfaatkan sesuai peraturan bupati, 60% untuk pembayaran jasa pelayanan, 20% untuk bahan medis habis pakai, obat dan alat kesehatan, serta 20% untuk biaya operasional lainnya. Kendala pemanfaatan dana kapitasi khusus yaitu puskesmas terbentur regulasi pejabat pengadaan barang, kekurangan SDM puskesmas, pemahaman petugas belum baik tentang pemanfaatan dana kapitasi khusus. Dampak dana kapitasi khusus yaitu penguatan pelayanan kesehatan, peningkatan pendapatan petugas dan peningkatan semangat petugas.Kesimpulan: Dana kapitasi khusus dimanfaatkan sesuai dengan peraturan yang ada, meskipun persentasenya belum sesuai dengan regulasi. Regulasi dan pemahaman petugas yang belum baik menjadi kendala utama dalam memanfaatkan dana kapitasi khusus. Dana kapitasi khusus berdampak pada penguatan pelayanan kesehatan dan peningkatan semangat dan pendapatan petugas kesehatan.Kata Kunci: Daerah terpencil;Kapitasi khusus;Pemanfaatan dana
Analisis Case Mix Index FKRTL Kerja Sama BPJS Kesehatan di Provinsi Banten Tahun 2019 - 2022 Prihastutik, Yuli; Hendrartini, Julita
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 14, No 2 (2025): June
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jkki.103784

Abstract

Dalam rangka menjaga suistanibilitas JKN utamanya kecukupan dana JKN terhadap pembiayaan kesehatan bagi peserta JKN, maka kenaikan pembiayaan pelayanan kesehatan dengan sistem INA CBG yang terus meningkat dari tahun ke tahun tersebut harus dilakukan evaluasi dan monitoring secara berkala oleh seluruh ekosistem yang terlibat dalam JKN salah satunya adalah Rumah Sakit dan BPJS Kesehatan. Evaluasi tersebut salah satunya dapat dilakukan dengan Case Mix Index. Hasil analisa Case Mix Indeks tersebut sebagai evaluasi yang penting artinya bukan hanya bagi rumah sakit namun juga BPJS Kesehatan. Adapun hasil analisa Case Mix Indeks di Provinsi Banten Tahun 2019 – 2022 didapatkan hasil yaitu terdapat perbedaan signifikan antara kelas RS dimana RS dengan tingkatan lebih tinggi memiliki nilai CMI yang lebih tinggi dari pada kelas dibawahnya. Nilai CMI rawat jalan di provinsi Banten tahun 2019 - 2022 dipengaruhi signifikan oleh proporsi kunjungan pasien lanjut usia, segmen kepesertaan PBI , segmen kepesertaan Non PBI hak perawatan kelas tiga dan proporsi kunjungan pasien hak perawatan kelas satu. Sedangkan Nilai CMI rawat inap di provinsi Banten tahun 2019 - 2022 dipengaruhi signifikan oleh proporsi kunjungan pasien lanjut usia