Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

Piperin and piplartin as natural oral anticancer drug Berlian Bidarisugma; Mar'atus Sholikhah; Sarah Usman Balbeid; Anis Irmawati
Dental Journal (Majalah Kedokteran Gigi) Vol. 44 No. 4 (2011): December 2011
Publisher : Faculty of Dental Medicine, Universitas Airlangga https://fkg.unair.ac.id/en

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (413.308 KB) | DOI: 10.20473/j.djmkg.v44.i4.p215-219

Abstract

Background: Since the last few decades, oral cancer as pathology has become an attention in medicine and dentistry. The majority cases of oral cancer are affecting people with smoking habit and alcohol consumption. Many herbs contain substances which can stop cancer cells proliferation, such as Piper retrofractum/Retrofracti fructus, an herb plant from Piperaceae family which contains piperin and piplartin. Purpose: The purpose of this study was to examine the mechanism of piperin and pilplartin as natural oral anticancer drug. Reviews: Piperin and piplartin has function as antioxidant that can protect body cell from damage caused by free radicals. Piperin works synergistically with another bioactive substance like capsaicin and curcumin. Piperin increase the number of serum and life time of serum from a few nutrition substance like co-enzyme Q10 and beta-carotene. Beta-carotene can catch reactive O2 and peroxil radicals. The activity of anticancer piplartin related with obstruction of proliferation cell rate, observe form Ki67 reduction as antigen in nucleus that associated with G1, S, G2, and M phase in cell cycle. Comparing with piplartin, piperin is more potential to inhibit proliferation rate of Ki67, but piplartin’s antiproliferation mechanism will increase if supported by piperin. Conclusion: Piperin and piplartin contained in Javanese chili are potential for natural oral anticancer, by directly or indirectly suppress tumor cell development by increasing the number of immunity cells (immunomodulator), and by inhibiting cell proliferation with reduction of Ki67, nucleus antigen that associated with G1,S,G2, dan M phase of cell cycle.Latar belakang: Sejak beberapa dekade terakhir, patologi kanker rongga mulut telah banyak menjadi perhatian di bidang kedokteran dan kedokteran gigi. Risiko paling tinggi ditemukan pada penderita perokok dan peminum alkohol. Banyak tanaman herbal yang memiliki kandungan untuk menghambat pertumbuhan sel kanker atau antiproliferasi sel, seperti tanaman herbal yang berasal dari suku Piperaceae, salah satunya adalah cabe jawa (Piper retrofractum) yang mengandung piperin dan piplartin. Tujuan: artikel ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme kerja piperin dan pilplartin sebagai antikanker alami rongga mulut. Tinjauan pustaka: Piperin dan piplartin berfungsi sebagai antioksidan yang dapat melindungi sel tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas. Piperin bekerja secara sinergis dengan zat-zat bioaktif lainnya seperti capsaicin dan curcumin. Piperin meningkatkan jumlah serum dan umur serum dari beberapa substansi nutrisi seperti koenzim Q10 dan betakaroten. Betakaroten mampu menangkap oksigen reaktif dan radikal peroksil. Aktivitas antitumor piplartin berhubungan dengan penghambatan laju proliferasi sel, ditinjau dari reduksi Ki67 yaitu antigen pada inti sel yang berasosiasi dengan G1, S, G2, dan M pada siklus sintesa sel. Dalam mekanisme kerjanya piplartin akan lebih meningkat aktivitas antiproliferasinya jika disinergiskan dengan piperin. Kesimpulan: Piperin dan piplartin yang terkandung dalam cabe jawa berpotensi sebagai antikanker rongga mulut alami, dengan menekan perkembangan sel tumor baik secara langsung maupun tidak langsung melalui peningkatan sel imun (immunomodulator), dengan penghambatan laju proliferasi sel, ditinjau dari reduksi Ki67, yaitu antigen pada inti sel yang berasosiasi dengan G1, S, G2, dan M pada siklus sintesis sel.
Changes of the sweet taste sensitivity due to aerobic physical exercise Ni Luh Putu Ayu Wardhani; Anis Irmawati; Jenny Sunariani
Dental Journal (Majalah Kedokteran Gigi) Vol. 44 No. 1 (2011): March 2011
Publisher : Faculty of Dental Medicine, Universitas Airlangga https://fkg.unair.ac.id/en

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (110.006 KB) | DOI: 10.20473/j.djmkg.v44.i1.p35-38

Abstract

Background: Sweet taste is a pleasant sensation. Sweet taste is mostly consumed and fancied by many people. Physiologically, glucose is body's source of energy, but if over used it can be affected to the body's metabolism. This can be worsen if the person's not doing a healthy lifestyle. One way to implement a healthy lifestyle is by doing physical exercises. Purpose: The aim of this study was to determine changes in sensory sensitivity of sweet taste due to aerobic physical exercise. Methods: This study was conducted on subjects aged 20 to 30 years. The subjects did aerobic exercise using 80% load of MHR. The measurement sensitivity of the senses of the sweet taste was done for three times before the subject take aerobic physical exercise, four weeks after doing aerobic physical exercise, and eight weeks after doing aerobic physical exercise. Results: There was significant difference towards sensitivity of sweet taste sense before doing aerobic physical exercise, 4 week after doing the aerobic physical exercise, and 8 week after doing aerobic physical exercise. Conclusion: Aerobic physical exercise during eight weeks increase sweet taste sensitivity.Latar belakang: Rasa manis memberikan sensasi yang menyenangkan. Rasa manis merupakan jenis rasa yang paling banyak dikonsumsi dan disukai oleh sekelompok orang. Secara fisiologis, glukosa bisa berperan sebagai sumber energi, namun apabila dikonsumsi secara berlebihan dapat menimbulkan efek patologis. Hal ini dihubungkan dengan individu yang mempunyai gaya hidup yang tidak sehat. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk membiasakan gaya hidup sehat adalah dengan latihan fisik (olah raga). Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya perubahan sensitivitas indera kecap rasa manis setelah melakukan latihan fisik aerobik. Metode: Penelitian ini melibatkan subyek laki-laki, berusia 20–30 tahun. Subjek melakukan latihan fisik aerobik dengan intensitas sebesar 80% maximal heart rate. Sensitivitas indera kecap rasa manis diukur 3 kali, yaitu sebelum melakukan latihan fisik aerobik, dan 4 serta 8 minggu setelah latihan fisik aerobik. Hasil: Terdapat perbedaan yang signifikan pada sensitivitas indera kecap rasa manis sebelum 4 dan 8 minggu sesudah latihan fisik aerobik. Kesimpulan: Latihan fisik aerobik selama 8 minggu menyebabkan peningkatan sensitivitas indera kecap rasa manis.
The potency of Andrographis paniculata Nees extract to increase the viability of monocytes following exposure to Porphyromonas gingivalis Yani Corvianindya Rahayu; Didin Erma Indahyani; Sheila Dian Pradipta; Anis Irmawati
Dental Journal (Majalah Kedokteran Gigi) Vol. 52 No. 4 (2019): December 2019
Publisher : Faculty of Dental Medicine, Universitas Airlangga https://fkg.unair.ac.id/en

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/j.djmkg.v52.i4.p219-223

Abstract

Background: Periodontitis is a chronic infectious disease affecting the global population. In Indonesia, the prevalence of periodontal disease has reached 57.6% across all age groups. The bacterium considered as the orginator factor of periodontitis is Porphyromonas gingivalis (P. gingivalis). Herbal ingredients are currently being promoted as a form of treatment because of the minimal side effects they induce. Andrographis paniculata Nees (ApN) extract produces pharmacological effects, including ones immunomodulatory in character, rendering possible its application as a preparation for treating periodontitis. Purpose: The purpose of the study was to prove the potency of Andrographis paniculata Nees extract in increasing the viability of monocytes following exposure to P. gingivalis. Methods: The sample was divided into four groups, namely; Control negative (C-): monocytes in the medium, not exposed to P. gingivalis; Control positive (C+): monocytes in the medium, exposed to P. gingivalis; Treatment I (AP25): monocytes with 25% ApN extract, exposed to P. gingivalis; Treatment II (AP50): monocytes with 50% ApN extract, exposed with P. gingivalis. The monocytes were exposed to 100 uL P. gingivalis for 4.5 hours and stained with trypan blue. Observations were conducted using an inverted microscope at 200x magnification. The percentage of viable monocytes was calculated based on the ratio of the number of the cells which absorbed trypan blue staining to that which did not. Data was tested using a one-way ANOVA followed by an LSD test. Results: There were significant differences between the treatment groups in the number of viable monocytes (p=0.001) they contained. Monocyte viability was higher in the 25% ApN extract group than that exposed to 50% P. gingivalis. Conclusion: Andrographis paniculata Nees extract demonstrates the potency to increase monocyte viability following exposure to P. gingivalis.
Exercise as a method to reduce the risk of oral cancer: A narrative review Anis Irmawati; Lia Aulia Rachma; S. Sidarningsih; Muhammad Naufal Hatta; Ira Arundina; Mohammed Aljunaid
Dental Journal (Majalah Kedokteran Gigi) Vol. 55 No. 1 (2022): March 2022
Publisher : Faculty of Dental Medicine, Universitas Airlangga https://fkg.unair.ac.id/en

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/j.djmkg.v55.i1.p56-61

Abstract

Background: Cancer is a major cause of death worldwide. One of the most common forms of cancer is oral cancer, which can occur due to exposure to carcinogenic factors, such as tobacco cigarettes, alcohol, betel-nut chewing, ultraviolet rays or human papillomavirus infection. Physical exercise is known to have many benefits and can contribute to reducing the risk of cancer, minimising the side-effects of treatment and increasing the curative effect of cancer treatment. Purpose: This study aimed to explain the role of exercise as a method to reduce oral cancer risk. Reviews: Studies examining the impact of exercise on reducing oral cancer risk are currently limited due to a lack of research on this subject. However, according to several laboratory experimental research studies on Mus musculus test subjects, moderate-intensity exercise contributes to suppressing the proliferation and development of oral squamous epithelial cells, which can subsequently become cancer cells. Exercise can also increase intracellular proteins that can induce apoptosis in cells (e.g. wild protein p53, the ratio of Bax/Bcl-2, and caspase-3), and can also decrease p53 mutant expression and transformed cells that can trigger cancer. Exercise must be optimally performed to prevent or control cancer symptoms, although the exact duration and intensity of exercise required to reduce cancer risk in humans have not been established. Conclusion: Exercise plays a role in reducing oral cancer risk by inducing apoptosis and preventing the development of transformed cells that can lead to developing cancer.
Daya Antibakteri Ekstrak Jahe (Zingiber Officinale) Terhadap Porphyromonas Gingivalis Anis Irmawati; Rahmad Yuliantoro; Rashif Almas
Jurnal Pendidikan dan Konseling (JPDK) Vol. 4 No. 5 (2022): Jurnal Pendidikan dan Konseling
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jpdk.v4i5.6868

Abstract

Latar Belakang: Penyakit periodontal masih menjadi salah satu masalah utama dalam kesehatan gigi. Penyakit periodontal salah satunya disebabkan oleh bakteri Porphyromonas gingivalis. Oleh karena itu, perlu dicari bahan herbal yang mampu mengatasi masalah tersebut. Jahe (Zingiber officinale) merupakan tanaman yang telah lama digunAdd Contributorakan sebagai obat tradisional untuk mengobati batuk. Banyak penelitian membuktikan jahe memiliki sifat antibakteri, sehingga dapat menghambat dan membunuh bakteri seperti E.coli. Tujuan: Untuk mengetahui sifat antibakteri ekstrak jahe (Zingiber officinale) terhadap Porphyromonas gingivalis. Metode: Mengumpulkan dan menganalisis informasi dari jurnal, buku teks, dan literatur yang lebih valid. Review & Diskusi: Jahe (Zingiber officinale) merupakan salah satu tanaman herbal yang lebih berpotensi membunuh Porphyromonas gingivalis dibandingkan beberapa tanaman herbal lainnya, selain itu beberapa studi dengan metode difusi dan dilusi telah membuktikan hal tersebut. Daya antibakteri jahe berasal dari kandungan zat antibakteri seperti alkaloid, terpenoid, dan tanin. Senyawa antibakteri yang paling dominan adalah alkaloid. Kesimpulan: Ekstrak jahe dapat menghambat pertumbuhan dan membunuh Porphyromonas gingivalis. Kemampuan daya antibakterinya tergolong moderate-strong. Ekstrak jahe mengandung berbagai zat antibakteri seperti Alkaloid. tanin, dan terpenoid..
Proses Feeding Bayi Dengan Celah Candra Aditya Satria Utama Sukarno Putra; Maulana Hanif Ibrahim; Anis Irmawati; Tantiana Tantiana
Journals of Ners Community Vol 13 No 6 (2022): Journals of Ners Community
Publisher : Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Gresik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55129/jnerscommunity.v13i6.2430

Abstract

Celah bibir dan palatum merupakan malformasi kongenital yang melibatkan gangguan jaringan embriologis di atas bibir yang dapat berlanjut ke palatum durum dan/atau palatum mole. Celah bibir dan palatum dapat menimbulkan kesulitan makan dan menelan sehingga berpotensi terjadinya kekurangan nutrisi dan komplikasi pada saluran pernafasan. Hal tersebut dapat ditangani dengan pemberian alat bantu makan pada bayi dengan celah bibir atau palatum diharapkan akan mengoptimalkan nutrisi pada bayi. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui proses feeding pada bayi dengan celah. Cleft adalah celah atau ruang abnormal terjadi karena kelainan kongenital pada bibir atas, alveolus atau langit-langit. Cleft palate atau celah palatum adalah terpisahnya atap rongga mulut yang dapat menimbulkan beberapa masalah yaitu gangguan pada fungsi bicara, penelanan, pendengaran, keadaan malposisi gigi-geligi, fungsi pernafasan, perkembangan wajah dan gangguan psikologis dari orang tua pasien. Variasi cleft palate terbagi dalam bentuk, ukuran, dan perluasan celah pada cleft palate primer, sekunder, dan gabungan. Cleft lip adalah salah satu kelainan bawaan yang paling umum, dan manajemen memerlukan pendekatan interprofessional untuk mengatasi kelainan bentuk celah fisik bersama dengan masalah yang dihasilkan dalam berbicara dan menelan. Pembentukan bibir sumbing kemungkinan besar dipengaruhi oleh susunan genetik pasien tetapi multifaktorial. Malnutrisi ibu hamil serta paparan fenitoin, steroid, tembakau, alkohol, dan Accutane diketahui meningkatkan kemungkinan kelainan bentuk bibir sumbing. Apabila terdapat celah pada bayi, proses feeding akan sangat mempengaruhi tumbuh kembangnya. Proses feeding pada bayi dengan celah dapat dilakukan dengan cara menyusui secara langsung atau menggunakan puting buatan. Hal tersebut lebih efektif dibandingkan dengan menggunakan botol, karena celah tersebut akan menyulitkan bayi dalam menggigit botol tersebut. Cleft adalah celah atau ruang abnormal terjadi karena kelainan kongenital pada bibir atas, alveolus atau langit-langit. Proses feeding pada bayi dengan cleft perlu diperhatikan agar nutrisi yang diterima bayi tetap ideal.
A REVIEW: A ROLE OF CAPSAICIN TO REGULATING T2R AND TRPV1 AND ITS ASSOCIATION IN CANCER DEVELOPMENT Faruk Rokhman Ardi Putra; Anis Irmawati
Jurnal Biosains Pascasarjana Vol. 25 No. 2 (2023): JURNAL BIOSAINS PASCASARJANA
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/jbp.v25i2.2023.90-97

Abstract

Cancer is one of the leading causes of death in the world. It is estimated that this disease has caused 10 million deaths. The cause of the development of cells into cancer is still a mystery until we know that cancer is a disease that occurs due to an imbalance of molecular genes and cell receptors. Bitter taste receptors (T2R) are known to be expressed outside the taste buds and detect the perception of a bitter taste. These receptors are known to be involved in the mechanism of cancer cell development. Capsaicin is involved in a wide variety of genes that regulate the life cycle and growth of cancer cells. The activity of Capsaicin in inhibiting cell growth can be observed through various target genes, such as oncogene signaling pathways and tumor-suppressor genes. The systematics in this article is carried out using four electronic databases, namely Google Scholar, PubMed, ResearchGate, and NCBI. The keywords used are "capsaicin" combined with "T2R", "T2R8", "TAS2R", "TRPV1", "GPCRs" and also "Cancer", "Cancer cell line", "Mice", "Rat", "Man". Capsaicin affects the activity of normal cells and cancer cells through the TRPV 1 and T2r pathways. Through the TRPV1 pathway, Capsaicin increases intracellular calcium and disrupts the mitochondrial matrix. Via the T2r pathway, Capsaicin causes IP3, which increases intracellular calcium through endoplasmic reticulum stress.
Prevention of oral cross-infection by using povidone-iodine compared with other antiseptic agents for orally transmitted diseases: A Review Alqhtani, Alaa Saif; Mohammed, Abdulkarem Ali Ali; Al-ghazaly, Farouk; Alareqi, Ahmed; Irmawati, Anis
Health Dynamics Vol 1, No 5 (2024): May 2024
Publisher : Knowledge Dynamics

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33846/hd10506

Abstract

The oral cavity is a high-risk infective site, and highly contagious diseases like viral infections are confirmed to be transmitted through it. Oral rinses are a very important and one of the most important objective methods and topical essential strategies to decrease the spread and transmission of contagious diseases. There is a gap in the literature regarding a comprehensive comparison between povidone-iodine and other formulations in terms of their effectiveness in preventing oral cross-infection and transmission of orally transmitted diseases. The authors performed a comprehensive literature review utilizing Google Scholar, PubMed, and Science Direct to review relevant studies over the previous years on the effectiveness of povidone-iodine in preventing oral cross-infection and transmission of orally transmitted diseases by using these keywords: oral transmitted diseases, povidone-iodine, cross-infection, and antiseptic.  This article includes a comprehensive overview of the existing knowledge regarding the effectiveness of povidone-iodine compared with other antiseptic agents in preventing oral cross-infection and transmission of orally transmitted diseases. Povidone-iodine has shown effective antiseptic properties in the oral cavity without disrupting its natural balance. It is a valuable anti-septic preventive oral-transmitted disease for patients and healthcare providers, and there is no evidence to show the side effects over a long time. Povidone-iodine can be safely used as antisepsis for the oral cavity for the prevention of orally transmitted diseases as personal prophylaxis, and it's the most effective mouth rinse for viral infection in the oral cavity due to its fast action.
Proses Feeding Bayi Dengan Celah Aditya Satria Utama Sukarno Putra, Candra; Hanif Ibrahim, Maulana; Irmawati, Anis; Tantiana, Tantiana
Journals of Ners Community Vol 13 No 6 (2022): Journals of Ners Community
Publisher : Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Gresik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55129/jnerscommunity.v13i6.2430

Abstract

Celah bibir dan palatum merupakan malformasi kongenital yang melibatkan gangguan jaringan embriologis di atas bibir yang dapat berlanjut ke palatum durum dan/atau palatum mole. Celah bibir dan palatum dapat menimbulkan kesulitan makan dan menelan sehingga berpotensi terjadinya kekurangan nutrisi dan komplikasi pada saluran pernafasan. Hal tersebut dapat ditangani dengan pemberian alat bantu makan pada bayi dengan celah bibir atau palatum diharapkan akan mengoptimalkan nutrisi pada bayi. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui proses feeding pada bayi dengan celah. Cleft adalah celah atau ruang abnormal terjadi karena kelainan kongenital pada bibir atas, alveolus atau langit-langit. Cleft palate atau celah palatum adalah terpisahnya atap rongga mulut yang dapat menimbulkan beberapa masalah yaitu gangguan pada fungsi bicara, penelanan, pendengaran, keadaan malposisi gigi-geligi, fungsi pernafasan, perkembangan wajah dan gangguan psikologis dari orang tua pasien. Variasi cleft palate terbagi dalam bentuk, ukuran, dan perluasan celah pada cleft palate primer, sekunder, dan gabungan. Cleft lip adalah salah satu kelainan bawaan yang paling umum, dan manajemen memerlukan pendekatan interprofessional untuk mengatasi kelainan bentuk celah fisik bersama dengan masalah yang dihasilkan dalam berbicara dan menelan. Pembentukan bibir sumbing kemungkinan besar dipengaruhi oleh susunan genetik pasien tetapi multifaktorial. Malnutrisi ibu hamil serta paparan fenitoin, steroid, tembakau, alkohol, dan Accutane diketahui meningkatkan kemungkinan kelainan bentuk bibir sumbing. Apabila terdapat celah pada bayi, proses feeding akan sangat mempengaruhi tumbuh kembangnya. Proses feeding pada bayi dengan celah dapat dilakukan dengan cara menyusui secara langsung atau menggunakan puting buatan. Hal tersebut lebih efektif dibandingkan dengan menggunakan botol, karena celah tersebut akan menyulitkan bayi dalam menggigit botol tersebut. Cleft adalah celah atau ruang abnormal terjadi karena kelainan kongenital pada bibir atas, alveolus atau langit-langit. Proses feeding pada bayi dengan cleft perlu diperhatikan agar nutrisi yang diterima bayi tetap ideal.
Proses Feeding Bayi Dengan Celah Aditya Satria Utama Sukarno Putra, Candra; Hanif Ibrahim, Maulana; Irmawati, Anis; Tantiana, Tantiana
Journals of Ners Community Vol 13 No 6 (2022): Journals of Ners Community
Publisher : Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Gresik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55129/jnerscommunity.v13i6.2430

Abstract

Celah bibir dan palatum merupakan malformasi kongenital yang melibatkan gangguan jaringan embriologis di atas bibir yang dapat berlanjut ke palatum durum dan/atau palatum mole. Celah bibir dan palatum dapat menimbulkan kesulitan makan dan menelan sehingga berpotensi terjadinya kekurangan nutrisi dan komplikasi pada saluran pernafasan. Hal tersebut dapat ditangani dengan pemberian alat bantu makan pada bayi dengan celah bibir atau palatum diharapkan akan mengoptimalkan nutrisi pada bayi. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui proses feeding pada bayi dengan celah. Cleft adalah celah atau ruang abnormal terjadi karena kelainan kongenital pada bibir atas, alveolus atau langit-langit. Cleft palate atau celah palatum adalah terpisahnya atap rongga mulut yang dapat menimbulkan beberapa masalah yaitu gangguan pada fungsi bicara, penelanan, pendengaran, keadaan malposisi gigi-geligi, fungsi pernafasan, perkembangan wajah dan gangguan psikologis dari orang tua pasien. Variasi cleft palate terbagi dalam bentuk, ukuran, dan perluasan celah pada cleft palate primer, sekunder, dan gabungan. Cleft lip adalah salah satu kelainan bawaan yang paling umum, dan manajemen memerlukan pendekatan interprofessional untuk mengatasi kelainan bentuk celah fisik bersama dengan masalah yang dihasilkan dalam berbicara dan menelan. Pembentukan bibir sumbing kemungkinan besar dipengaruhi oleh susunan genetik pasien tetapi multifaktorial. Malnutrisi ibu hamil serta paparan fenitoin, steroid, tembakau, alkohol, dan Accutane diketahui meningkatkan kemungkinan kelainan bentuk bibir sumbing. Apabila terdapat celah pada bayi, proses feeding akan sangat mempengaruhi tumbuh kembangnya. Proses feeding pada bayi dengan celah dapat dilakukan dengan cara menyusui secara langsung atau menggunakan puting buatan. Hal tersebut lebih efektif dibandingkan dengan menggunakan botol, karena celah tersebut akan menyulitkan bayi dalam menggigit botol tersebut. Cleft adalah celah atau ruang abnormal terjadi karena kelainan kongenital pada bibir atas, alveolus atau langit-langit. Proses feeding pada bayi dengan cleft perlu diperhatikan agar nutrisi yang diterima bayi tetap ideal.