Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

ASURANSI SYARI’AH ANTARA AJARAN SYARA’ DAN PEMBENARAN BUDAYA Muslim, Nur Aziz
JURNAL KARSA (Terakreditasi No. 80/DIKTI/Kep/2012) Vol 20, No 2 (2013): Islam, Budaya dan Ekonomi
Publisher : STAIN PAMEKASAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak: Islam sebagai agama universal harus tampil elegan dalam mengurai permasalahan kehidupan manusia. Meskipun ia hadir sebagai blue print dari Tuhan, kehadirannya tidak bisa lepas dari budaya. Meskipun kehadiran budaya sebagai sesuatu yang berada di luar blue print Tuhan, keberadaan budaya kerap kali memengaruhi diundangkannya suatu ketentuan hukum Dalam masalah mu’âmalah (ekonomi syari’ah) misalnya, asuransi yang merupakan hasil karya manusia harus direspon secara positif karena tidak ada larangan terhadapnya dan ia sejalan dengan prinsip universal ajaran  Islam, yakni saling menolong, saling melindungi, dan saling menanggung. Karena itu, memasukkan asuransi sebagai entry dalam ensiklopedi Islam merupakan keharusan, karena dalam Islam adat juga dapat digunakan sebagai sumber hukum Islam. Pertimbangan ini dikuatkan dengan adanya kemaslahatan yang ada di dalam asuransi itu sendiri bagi umat Islam. Meskipun tidak bisa dipungkiri adanya tarik ulur tentang halal atau tidaknya asuransi masih mewarnai ijtihad para ulama yang mempunyai otoritas tentang masalah itu, namun seyogyanya yang perlu dipertimbangkan juga adalah adanya sentimen positif dari masyarakat tentang keberadaan asuransi syari’ah dengan pertumbuhannya dari tahun ketahun yang menunjukkan pertumbuhan yang sangat fantastis. Abstract: As a universal religion, Islam should appears elegantly in describing social problems. Islam as a norms are the blue print of God, however, its implementation is not free from the influence of culture, as the out sider of God blue print. Culture often influences the enactment of Islamic legal provision. In case of mu’âmalah (Islamic economy), insurance for instant, is a man made system of economy that should be regarded positively since there is no prohibition on it  and it is in accordance with the universal Islamic teaching; helping each other, guarding one another and taking risk together. Therefore, taking it as an entry in Islamic encyclopedia is a must since culture, in some cases, is regarded as a source of Islamic law. This attempt is conducted by considering the advantage of insurance for muslims even though there is still a dispute about such matter among ulama. However, the fact is there is a positive response from people about the existence sharia insurance which is proved by the fantastic development of such kind of insurance from year to year. Kata Kunci: Asuransi, budaya, syari’ah, âqilah
ASURANSI SYARI’AH ANTARA AJARAN SYARA’ DAN PEMBENARAN BUDAYA Muslim, Nur Aziz
KARSA: Journal of Social and Islamic Culture Islam, Budaya dan Ekonomi
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19105/karsa.v20i2.31

Abstract

Abstrak: Islam sebagai agama universal harus tampil elegan dalam mengurai permasalahan kehidupan manusia. Meskipun ia hadir sebagai blue print dari Tuhan, kehadirannya tidak bisa lepas dari budaya. Meskipun kehadiran budaya sebagai sesuatu yang berada di luar blue print Tuhan, keberadaan budaya kerap kali memengaruhi diundangkannya suatu ketentuan hukum Dalam masalah mu’âmalah (ekonomi syari’ah) misalnya, asuransi yang merupakan hasil karya manusia harus direspon secara positif karena tidak ada larangan terhadapnya dan ia sejalan dengan prinsip universal ajaran  Islam, yakni saling menolong, saling melindungi, dan saling menanggung. Karena itu, memasukkan asuransi sebagai entry dalam ensiklopedi Islam merupakan keharusan, karena dalam Islam adat juga dapat digunakan sebagai sumber hukum Islam. Pertimbangan ini dikuatkan dengan adanya kemaslahatan yang ada di dalam asuransi itu sendiri bagi umat Islam. Meskipun tidak bisa dipungkiri adanya tarik ulur tentang halal atau tidaknya asuransi masih mewarnai ijtihad para ulama yang mempunyai otoritas tentang masalah itu, namun seyogyanya yang perlu dipertimbangkan juga adalah adanya sentimen positif dari masyarakat tentang keberadaan asuransi syari’ah dengan pertumbuhannya dari tahun ketahun yang menunjukkan pertumbuhan yang sangat fantastis. Abstract: As a universal religion, Islam should appears elegantly in describing social problems. Islam as a norms are the blue print of God, however, its implementation is not free from the influence of culture, as the out sider of God blue print. Culture often influences the enactment of Islamic legal provision. In case of mu’âmalah (Islamic economy), insurance for instant, is a man made system of economy that should be regarded positively since there is no prohibition on it  and it is in accordance with the universal Islamic teaching; helping each other, guarding one another and taking risk together. Therefore, taking it as an entry in Islamic encyclopedia is a must since culture, in some cases, is regarded as a source of Islamic law. This attempt is conducted by considering the advantage of insurance for muslims even though there is still a dispute about such matter among ulama. However, the fact is there is a positive response from people about the existence sharia insurance which is proved by the fantastic development of such kind of insurance from year to year. Kata Kunci: Asuransi, budaya, syari’ah, âqilah
ASURANSI SYARI’AH ANTARA AJARAN SYARA’ DAN PEMBENARAN BUDAYA Nur Aziz Muslim
Karsa: Journal of Social and Islamic Culture Islam, Budaya dan Ekonomi
Publisher : Institut Agama Islam Negeri Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19105/karsa.v20i2.31

Abstract

Abstrak: Islam sebagai agama universal harus tampil elegan dalam mengurai permasalahan kehidupan manusia. Meskipun ia hadir sebagai blue print dari Tuhan, kehadirannya tidak bisa lepas dari budaya. Meskipun kehadiran budaya sebagai sesuatu yang berada di luar blue print Tuhan, keberadaan budaya kerap kali memengaruhi diundangkannya suatu ketentuan hukum Dalam masalah mu’âmalah (ekonomi syari’ah) misalnya, asuransi yang merupakan hasil karya manusia harus direspon secara positif karena tidak ada larangan terhadapnya dan ia sejalan dengan prinsip universal ajaran  Islam, yakni saling menolong, saling melindungi, dan saling menanggung. Karena itu, memasukkan asuransi sebagai entry dalam ensiklopedi Islam merupakan keharusan, karena dalam Islam adat juga dapat digunakan sebagai sumber hukum Islam. Pertimbangan ini dikuatkan dengan adanya kemaslahatan yang ada di dalam asuransi itu sendiri bagi umat Islam. Meskipun tidak bisa dipungkiri adanya tarik ulur tentang halal atau tidaknya asuransi masih mewarnai ijtihad para ulama yang mempunyai otoritas tentang masalah itu, namun seyogyanya yang perlu dipertimbangkan juga adalah adanya sentimen positif dari masyarakat tentang keberadaan asuransi syari’ah dengan pertumbuhannya dari tahun ketahun yang menunjukkan pertumbuhan yang sangat fantastis. Abstract: As a universal religion, Islam should appears elegantly in describing social problems. Islam as a norms are the blue print of God, however, its implementation is not free from the influence of culture, as the out sider of God blue print. Culture often influences the enactment of Islamic legal provision. In case of mu’âmalah (Islamic economy), insurance for instant, is a man made system of economy that should be regarded positively since there is no prohibition on it  and it is in accordance with the universal Islamic teaching; helping each other, guarding one another and taking risk together. Therefore, taking it as an entry in Islamic encyclopedia is a must since culture, in some cases, is regarded as a source of Islamic law. This attempt is conducted by considering the advantage of insurance for muslims even though there is still a dispute about such matter among ulama. However, the fact is there is a positive response from people about the existence sharia insurance which is proved by the fantastic development of such kind of insurance from year to year. Kata Kunci: Asuransi, budaya, syari’ah, âqilah
Asas Perjanjian Dalam Jual Beli Sistem Cimitan Mutia Izzatun Nurul Imamah; Nur Aziz Muslim; Ria Regita
Ekopedia: Jurnal Ilmiah Ekonomi Vol. 1 No. 2 (2025): April-Juni 2025
Publisher : Indo Publishing

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.63822/f8fj4v92

Abstract

Praktik jual beli dengan sistem cimitan merupakan salah satu bentuk transaksi tradisional yang masih eksis di pasar tradisional di Indonesia. Sistem ini memiliki karakteristik unik, karena dilakukan berdasarkan kepercayaan antara pembeli dan penjual, dan merupakan kebiasaan turun menurun. Artikel ini membahas bagaimana asas perjanjian khususnya asas keadilan, asas kebebasan berkontrak dan asas konsensualisme atau asas kerelaan, dan lain-lain dalam konteks jual beli sistem cimitan. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menganalisis sejauh mana jual beli sistem cimitan memenuhi asas-asas perjanjian, serta bertujuan memberikan pemahaman mengenai pentingnya kejelasan dan keadilan dalam transaksi muamalah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kualitatif dengan pendekatan empiris studi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem cimitan dalam praktiknya belum sepenuhnya memenuhi asas keadilan, namun demikian, jika dilakukan dengan transparasi, kerelaan kedua belah pihak, dan kesepakatan yang dituangkan secara jelas, maka jual beli sistem cimitan dapat dikatakan sah menurut hukum islam
Transformasi Asas Hukum Perjanjian Konvensional melalui Integrasi Nilai-Nilai Syariah Muhammad Haris Abdul Hakim; Nur Aziz Muslim; Aminatur Rosidah
Jejak digital: Jurnal Ilmiah Multidisiplin Vol. 1 No. 4 (2025): JULI
Publisher : INDO PUBLISHING

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.63822/sprg8r44

Abstract

Hukum perjanjian di Indonesia secara historis didasarkan pada prinsip-prinsip konvensional dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), seperti kebebasan berkontrak, konsensualisme, pacta sunt servanda, dan itikad baik. Namun, asas-asas tersebut sering kali belum sepenuhnya mencerminkan nilai-nilai normatif dan etis yang hidup dalam masyarakat Indonesia, khususnya nilai-nilai syariah seperti keadilan (‘adl), kejujuran (sidq), keterbukaan (bayan), kerelaan sejati (tarāḍīn), amanah, serta larangan unsur haram (riba, gharar, dan maisir). Artikel ini bertujuan untuk menganalisis upaya transformasi asas-asas hukum perjanjian konvensional melalui integrasi nilai-nilai syariah dalam rangka membangun sistem hukum nasional yang lebih adil, etis, dan religius. Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif-yuridis dengan metode analisis konseptual dan komparatif terhadap doktrin hukum, regulasi perundang-undangan nasional, serta literatur fikih muamalah klasik dan kontemporer. Hasil kajian menunjukkan bahwa integrasi nilai-nilai syariah tidak hanya memperkaya dan memperdalam makna asas-asas hukum perjanjian, tetapi juga menghadirkan koreksi moral yang signifikan terhadap praktik kontraktual yang berpotensi eksploitatif. Dengan demikian, integrasi ini merupakan langkah strategis dalam pengembangan hukum kontrak yang responsif terhadap keadilan substansial dan nilai-nilai religius dalam masyarakat pluralistik seperti Indonesia.
Relevansi Legalitas Akad Syariah dalam Mewujudkan Kepastian Hukum dan Keadilan Ekonomi Islam Bagus Setya Puji Saputra; Muhammad Habib Nasrullah; Nur Aziz Muslim; Muhammad Haris Abdul Hakim
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol. 1 No. 3 (2025): JULI-SEPTEMBER
Publisher : Indo Publishing

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.63822/qd375r30

Abstract

This study aims to examine the legality of contracts (akad) in sharia agreements using a normative-juridical approach and a conceptual review based on Islamic legal principles. The main focus lies on the position of akad as an essential element in establishing legal relationships between parties in sharia-based transactions. The analysis highlights the requirements for a valid akad, including its essential elements such as offer and acceptance (ijab qabul), legal subjects (contracting parties), contract objects, and compliance with sharia principles. The findings indicate that the validity of a contract in Islamic law is not solely based on mutual agreement but must also conform to values of justice, public interest (maslahah), and the prohibition of invalid elements such as gharar (uncertainty), maysir (gambling), and riba (usury). These results affirm that in Islamic economic practices, fulfilling the legal aspects of akad is fundamental to ensuring legal certainty and protecting the parties involved. The study recommends strengthening regulatory frameworks and fatwas that support contract practices aligned with maqashid shariah to enhance legal integrity within the sharia financial system.        
Perbandingan antara Dasar Hukum Perjanjian Syariah dan Konvensional Syahrin Novika Hidayati; Nur Aziz Muslim
Sujud: Jurnal Agama, Sosial dan Budaya Vol. 1 No. 3 (2025): JUNI-SEPTEMBER 2025
Publisher : Indo Publishing

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.63822/vmjbg658

Abstract

Artikel ini membahas terkait dengan dasar hukum perjanjian dengan membandingkan konsep-konsep yang ada dalam perspektif Syariah dan konvensional. Tujuan utama dari penulisan artikel ini adalah untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang perbedaan dan persamaan antara kedua sistem hukum tersebut dalam mengatur perjanjian, serta implikasinya terhadap praktik hukum di masyarakat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kajian literatur dengan mengumpulkan data dari berbagai sumber hukum primer dan sekunder, termasuk teks-teks hukum, buku, artikel, dan jurnal yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan Perjanjian syariah dan perjanjian konvensional memiliki perbedaan mendasar dari segi landasan hukum, prinsip, dan tujuan. Perjanjian konvensional didasarkan pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) dan hukum positif lainnya yang berlaku di Indonesia. Sementara itu, perjanjian syariah berlandaskan pada Al-Qur’an, Hadis, Ijma’, dan Qiyas, serta juga merujuk pada prinsip-prinsip fiqh muamalah.
Strategi Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Dalam Upaya Mengoptimalkan Potensi Human Capital Febrianti, Cindy; Muslim, Nur Aziz
Jurnal MBE Manajemen Bisnis, Equilibrium Vol 8 No 1 (2022): Jurnal Manajemen Dan Bisnis Equilibrium
Publisher : Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Ngurah Rai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47329/jurnal_mbe.v8i1.776

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan mengetahui strategi yang diterapkan oleh PT. Putra Jaya Nanas dalam memberdayakan sumber daya manusia yang dimiliki dalam upaya meningkatkan potensi human capital yang ada. Variabel penelitian difokuskan pada strategi yang diterapkan oleh perusahaan dalam memberdayakan sumber daya manusia yang dimiliki. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif, pengumpulan data diperoleh melalui pengamatan, wawancara, dan juga dokumentasi. Hasil analisis menunjukan bahwa dari beberapa strategi pemberdayaan yang sudah diimplementasikan oleh PT. Putra jaya nanas masih belum maksimal dalam mengoptimalkan potensi human capital karyawanya. Dari strategi yang sudah diimplementasikan keterbukaan komunikasi dan juga penciptaan ruang kompetisi dapat dikatakan sudah berjalan dengan baik, namun pada pelatihan karyawan masih memerlukan banyak perbaikan. Sedangkan dimensi yang sangat diperlukan namun belum dimiliki perusahaan adalah administrator sebagai fungsi HRD. Kata Kunci: Strategi, Pemberdayaan SDM, Human Capital
Reinterpreting Iddah for Career Women: Najmuddin Tufi’s Maqashid Sharia Approach Muslim, Nur Aziz; Taeali, Asman; Renaldi, Frisna Septian
Ulul Albab: Jurnal Studi dan Penelitian Hukum Islam Vol 8, No 1 (2024): Vol. 8, No 1, October 2024
Publisher : Universitas Islam Sultan Agung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30659/jua.v8i1.38887

Abstract

This study aims to reinterpret the concept of iddah (waiting period) for career women using a maqashid sharia approach based on Najmuddin Thufi’s thought. Iddah is an Islamic ruling intended to protect family and societal welfare, yet it presents challenges for modern career women. The traditional rules of iddah, which restrict activities outside the home, can impact women’s social and economic well-being, particularly for those who work. This research employs Najmuddin Thufi’s approach, which emphasizes public interest (maslahah), to explore whether the rules of iddah require adjustment for career women without compromising the fundamental objectives of Islamic law. Using a qualitative methodology with a library research approach, this study gathers data from literature on Islamic law, maqashid sharia and Najmuddin Thufi’s theory. The study finds that reconstructing iddah for career women is feasible by applying maqashid sharia principles, particularly through Thufi’s emphasis on maslahah. In the context of working women, traditional iddah rules—which limit activities outside the home—present challenges, especially concerning economic and social well-being. Based on the principle of maslahah, the iddah rule can be adapted without disregarding the core objectives of sharia, allowing career women to continue working during the waiting period as long as they uphold personal dignity and adhere to Islamic legal regulations. This approach offers a contextual and adaptive interpretation of Islamic law that aligns with modern developments while preserving the objectives of Sharia. The study concludes that iddah for career women can be reconstructed to bridge the gap between religious obligations and contemporary socio-economic needs.