Claim Missing Document
Check
Articles

Found 18 Documents
Search

Akibat Hukum Putusan Hakim yang Melanggar Hukum dalam Pemilikan Tanah Oleh Orang Asing (Studi Putusan No. 328/Pdt.G/2013/PN.Dps.) I Made Ariwangsa Wiryanatha; M. Arba; Widodo Dwi Putro
Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol 7, No 3 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (184.413 KB) | DOI: 10.29303/ius.v7i3.650

Abstract

Permasalahan yang diangkat dalam tulisan ini adalah mengenai aspek yuridis Hak Tanggungan terhadap Hak Milik atas tanah Indonesia yang obyeknya “dimiliki” oleh orang asing, serta mengenai akibat hukum putusan yang melanggar hukum dalam Putusan Pengadilan No. 328/Pdt.G/2013/PN.Dps. Adapun tujuan dan manfaat dari karya tulis ini secara praktis adalah sebagai salah satu bahan pembelajaran bagi praktisi hukum, terutama hakim, untuk mendalami penggunaan UUHT (Undang-Undang Hak Tanggungan) secara bertentangan dengan UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria). Penelitian ini dikemas sebagai penelitian hukum normatif dimana terjadi pertentangan antara putusan hakim dengan norma hukum dalam UUPA. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa UUHT digunakan sebagai alat dalam melanggar hukum agar orang asing dapat memiliki tanah di Indonesia secara tidak langsung dan bahwa putusan pengadilan kurang pertimbangan hukum dan bertentangan dengan hukum (UUPA) sehingga berakibat batal karena hukum.
CONFLICT BETWEEN LAW AND JUSTICE Widodo Dwi Putro
Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol 1, No 1 (2013): DIALEKTIKA KEPASTIAN HUKUM DAN KEADILAN
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12345/ius.v1i1.222

Abstract

The consequence of identifying justice with law is that seeking justice becomes constrained and it becomes limited only to the formulation of law. Although it is possible to approach justice from the ‘legal-formal’ aspect, justice cannot be reduced to law. Once justice is reduced to law, seeking justice outside the legal system ceases. The assumption that justice is identical to law is misleading, as justice is assumed to be inherent in the law itself. On the other hand, it is dangerous to make a distinct separation between law and justice. Law obtains its validity through its positive form, which is derived from the sovereign authority. The implication of this is that law is the law itself, altogether separate from justice, whereby an emphasis is placed only on its formal manifestation. However, law is not justice. Law is a calculable element, while justice is incalculable in concrete terms. Law is a tool for approaching justice. Therefore, law cannot possibly surpass justice, because assuming that law surpasses justice would be as stating that the tool colonizes its objective.  
ANALISIS HUKUM ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN MENJADI PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN (STUDY DI KABUPATEN BIMA) siti nurmi; Arba arba; Widodo Dwi Putro
Jurnal Dinamika Sosial Budaya Vol 22, No 1 (2020): Juni
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/jdsb.v22i2.2878

Abstract

This study aims to examine the legal analysis of the conversion of agricultural land into housing development in Kabupaten Bima. This research is structured as an empirical legal research based on the consideration that this research in problem analysis is carried out by combining secondary and primary legal materials obtained in the field. The approach used is the statute approach, conceptual approach, and the sociological approach to law. Based on the results of the study, it can be concluded that the mechanism for changing the function of agricultural land into housing development is divided into two mechanisms, namely through a location permit if the land requested is more than 10,000 m2 while the land use change permit is used if the land use is less than 10,000 m2. With the provision that a treatise is required for technical land considerations issued by the National Land Agency of Bima Regency and a decision from the regional spatial planning coordination team regarding recommendations for space utilization permits for housing development. The policy issued by the Bima regency government is to become a reference in the conversion of land functions in line with the main agrarian law regulations and regional regulations on the spatial plan for the Bima district.
Perlindungan Bagi Pembeli Beritikad Baik Dalam Sengketa Perdata Berobyek Tanah Widodo Dwi Putro; Ahmad Zuhairi; Khotibul Islam; Rina Khairani Pancaningrum
Jurnal Kompilasi Hukum Vol. 5 No. 2 (2020): Jurnal Kompilasi Hukum
Publisher : Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Problem yang banyak ditemui di masyarakat adalah salah satunya terkait sengketa perdata yang berobjek tanah. Masyarakat sering melakukan transaksi jual beli tanah namun tidak memperhatikan prinsip kehati-hatian (duty of care) sehingga di belakang hari menimbulkan sengketa tanah. Selain itu mayoritas kasus yang terjadi di Mahkamah Agung Republik Indonesia di Kamar Perdata adalah kasus tanah. Oleh karena itu tujuan dari penyuluhan ini adalah memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait dengan pembeli beritikad baik dalam transaksi tanah sehingga mereka mendapat perlindungan hukum jika terjadi sengketa di belakang hari, selain itu untuk mengurangi penumpukan kasus yang ada di pengadilan terkait dengan sengketa jual beli tanah. Metode yang dilakukan dalam penyuluhan ini adalah metode ceramah, diskusi dan pendampingan kepada masyarakat. Kegiatan ini dilakukan di Desa Kekeri, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat. Hasil dari penyuluhan ini adalah banyak masyarakat sangat membutuhkan pengetahuan terkait dengan pembeli beritikad baik dalam sengketa perdata berobyek tanah. Hal ini dibuktikan dari antusiasme masyarakat dalam mengikuti kegiatan penyuluhan dan berharap dapat pendampingan serta mendapatkan program-program penyuluhan hukum selanjutnya untuk meningkatkan pemahaman masyarakat sehingga tidak dirugikan dalam transaksi jual beli tanah.
MENIMBANG PRINSIP ”DUTY OF CARE”: ‘PEMBELI’ MELAWAN ‘PEMBELI’ DALAM SENGKETA JUAL BELI TANAH Widodo Dwi Putro; Ahmad Zuhairi
Jurnal Yudisial Vol 10, No 1 (2017): ABROGATIO LEGIS
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v10i1.133

Abstract

ABSTRAKSengketa jual beli tanah dalam perkara ini menyeret pihak penjual yang telah menjual objek yang sama kepada dua pembeli dalam dua kali transaksi. Pembeli kedua (penggugat) melayangkan gugatannya terhadap pembeli pertama (tergugat II). Posisi hukumnya dilematis. Kedua pembeli sama-sama merasa mempunyai hak atas tanah sengketa karena telah membeli objek yang sama dari penjual. Untuk membuktikan siapa pembeli yang berhak, hakim perlu mempertimbangkan asas "iktikad baik" (good faith), sebagai dasar untuk menentukan pembeli yang patut mendapat perlindungan hukum. Permasalahannya, kedua pembeli sama-sama mengklaim dirinya adalah pembeli yang beriktikad baik. Sehingga, untuk menilai siapa pembeli yang patut mendapat perlindungan hukum, hakim berpegangan pada prinsip duty of care, dengan mempertimbangkan siapa pembeli yang berhati-hati dan cermat memeriksa data yuridis dan data fisik sebelum dan saat jual beli dilakukan. Prinsip duty of care ini bersifat abstrak, maka metode penulisan yang digunakan, menelusuri dan mengkaji pendapat para ahli hukum perdata dan agraria untuk didialogkan dengan putusan-putusan hakim. Perkembangan putusan-putusan pengadilan mengenai pembeli beriktikad baik yang mengadopsi prinsip duty of care, seharusnya menjadi 'pegangan' para hakim dalam menangani kasus yang serupa, untuk menilai kapan pembeli dikategorikan sebagai pembeli beriktikad baik.Kata kunci: iktikad baik, perlindungan hukum, duty of care, data yuridis dan fisik.ABSTRACTThe dispute of land sale and purchase in this case drag the seller who had sold the same object to two buyers in two transactions. The second buyer (plaintiff) filed a lawsuit against the first buyer (defendant II). Its legal standing created a dilemma. Both buyers felt equally entitled to be the owner of the disputed land, which is the same object purchased from the seller. In providing evidence of the most eligible buyer, the judge should take into consideration the principle of "good faith" as the basis for determining the buyer deserving legal protection. The problem is that both buyers claimed that they were buyers of good faith. Therefore, to appraise which buyer deserving the legal protection, the judges adhered to principle of "duty of care" by taking into account which one of them was carefully and meticulously reading-through the juridical and physical data prior to and during the sale and purchase of the land was conducted. Given the abstract nature of the principle of "duty of care" the analysis method used in this discussion is exploring and studying the opinions of the experts of civil and agrarian law as to be juxtaposed with the decisions of the judges. The development of court decisions related to the issue of good faith buyers adopting the principle of "duty of care" should serve as a reference for the judges in handling similar cases to determine a good faith buyer.Keywords: good faith, legal protection, duty of care, juridical and physical data.
MENCARI KEBENARAN MATERIIL DALAM “HARD CASE” PENCURIAN TIGA BUAH KAKAO Widodo Dwi Putro
Jurnal Yudisial Vol 3, No 3 (2010): PERGULATAN NALAR DAN NURANI
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v3i3.209

Abstract

ABSTRACTLegal certainly and justice are two values that are often persevere in the formulation of the judge's decisions. This is more prominent, when judges face cases categorized as "hard cases" one of which is the decision of the case of three cocoa, which are analyzed in this paper. The authors appreciate this decision because the judges do not just read the rules and laws, but also use their conscience so that this decision really give justice to the convict. The author points out there are so many non-legal aspects that go behind the formulation of a written decision. The case looks simple on paper. For example, in this case we can really go through even further into the root causes of a more macro level, namely the existence of land conflicts in the area. In view of that, we can resolve that good judge's decision will be born from an intense struggle in search of material truth in every case.Keywords: hard case, clear case, legal reasoning. ABSTRAKKepastian hukum dan keadilan merupakan dua nilai yang selalu terformulasikan dalam putusan hakim. Hal itu akan semakin melekat pada saat hakim menghadapi kasus yang termasuk kategori "kasus sulit" seperti kasus Pencurian Kakao yang menjadi analisa dalam tulisan ini. Penulis sangat menghargai putusan ini karena tidak hanya merujuk pada hukum dan undang-undang, tetapi juga mengunakan pendekatan keadilan bagi terdakwa. Penulis mengambil hal penting bahwa ada aspek non hukum dibalik formulasi putusan yang tertulis. Kasus ini terlihat simpel karena menyangkut konflik area pertanahan sebagai akar masalah. Dalam kasus ini secara sederhana, kita dapat menyimpulkan bahwa putusan hakim yang baik akan lahir ketika adanya usaha secara intensif untuk mendapatkan kebenaran secara materiilKata kunci: kasus yang sulit, kasus yang jelas, alasan hukum
PERSELISIHAN SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE DENGAN MAZHAB SEJARAH DALAM KASUS ”MERARIK” Widodo Dwi Putro
Jurnal Yudisial Vol 6, No 1 (2013): MENAKAR RES JUDICATA
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v6i1.118

Abstract

ABSTRAKPada umumnya, perkawinan suku Sasak, didahului dengan proses membawa lari (merarik) calon istri. Jika keduanya saling menyukai dan tidak ada paksaan, tanpa meminta izin kepada kedua orangtua, si perempuan dibawa lari untuk dinikahi. Permasalahannya, jika orang tua keberatan dan perempuan yang dibawa lari di bawah umur, biasanya berujung pada meja hijau. Muncul perselisihan paradigma, jika pelaku merarik dijerat hukum pidana bukankah seolah-olah hukum adat tersebut identik dengan kejahatan dari kacamata hukum formal, padahal di sisi lain ia merupakan hukum yang hidup di masyarakat? Putusan hakim dalam kasus merarik tentu tidak “bebas-nilai”, disadari atau tidak, merupakan perselisihan paradigma, yakni sociological jurisprudence yang hendak merekayasa masyarakat menjadi lebih modernis dengan mazhab sejarah yang masih ingin mempertahankan tradisi dan kebiasaan lama.Kata kunci: merarik, perselisihan paradigma, sociological jurisprudence, mazhab sejarah.ABSTRACTIt is quite common the weeding processing in Sasak tribe is preceded with eloping, known as ‘merarik’. The eloping happens if and only if there is no coersion to the girl and both love with each other. The girl is taken away to be married without theparents’ permission. It is a problem if the parents objected and the girl eloped is still under age. This case usually end up in court. A conflict of paradigms occurs, if the man who did ‘merarik’ is brought to criminal justice. The customary law appears to be treated as a crime in formal law perspective, while in fact it is a law living in the society. The judge’s decision in “merarik” case is certainly not “value-free”. Realizing it or not, this is a conflict of paradigms, namely sociological jurisprudence aimed at engineering a more modernist society, and the history school of law which still strives to preserve the old traditions and customs. Keywords: merarik, paradigm conflict, sociological jurisprudence, the history school of law.
PERSELISIHAN HUKUM MODERN DAN HUKUM ADAT DALAM KASUS PENCURIAN SISA PANEN RANDU Widodo Dwi Putro
Jurnal Yudisial Vol 4, No 2 (2011): ANTINOMI PENEGAKAN HUKUM
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v4i2.190

Abstract

ABSTRACTModern law and customary law should be able to coexist in a pluralistic constellation of law in Indonesia. But in some cases, modern law deals vis a vis with customary law, and often customary law has to be in yield position. The contradiction has become fact in Batang, Central Java. The case of cotton harvest theft trialed in Batang District Court. Based on the fact, in this paper resolves that the enactment of modern law, often emphasized through legal positivism, tends to hurt the sense of social justice. Positive law or legal positivism not enough to describe fairnes dan justice. Then, jugde, when decides the case, doesn’t use legal positivism only. Keywords: customary law, modern law, legal positivism, social justice ABSTRAKHukum modern dan hukum adat dapat eksis bersama dalam konstelasi hukum Indonesia yang syarat dengan plurarisme. Namun, dalam beberapa kasus harus berhadapan dengan hukum adat seperti putusan atas pencurian batang randu di Batang. Kedua hukum tersebut memiliki tujuan yang sama yaitu keadilan yang jauh melampaui hukum sehingga keadilan tidak bisa sepenuhnya dipastikan dalam rumusan hukum. Hukum tanpa keadilan tidak layak lagi disebut hukum, tetapi keadilan tanpa hukum tetaplah keadilan, meskipun keadilan yang "defisit". Jadi, keadilan itu tidak terbatas, dalam arti ia tidak bisa dibatasi dalam definisi tertentu, atau direduksi pada hukum tertentu, atau diderivasi pada sesuatu yang dianggap pasti. Hukum positif, betapa pun lengkapnya, tetap saja terbatas, terutama akan terlihat jelas dalam "hard cases". Mengembalikan teks hukum pada satu-satunya makna, tidak hanya tidak mungkin, melainkan juga semakin menjauhkannya dari makna keadilan.Kata kunci: hukum adat, hukum modern, hukum positif, keadilan sosial
EKSISTENSI TATA RUANG DESA DALAM KERANGKA HUKUM PENGATURAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR Lalu Arif Saptari; Arba .; Widodo Dwi Putro
Jurnal Education and Development Vol 8 No 4 (2020): Vol.8.No.4.2020
Publisher : Institut Pendidikan Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (91.231 KB)

Abstract

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaturan perencanaan tata ruang desa sebagai panduan pembangunan desa berdasarkan peraturan perundangan dan bagaimana eksistensi penataan ruang wilayah yang berlaku di Desa dalam kerangka pengaturan perencanaan pembangunan di Kabupaten Lombok Timur. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah Perencanaan sebagai social reform. Dalam sistem ini, pemerintah sangat domian. Sifat perencanaan: centralized, for people, top-down, berjenjang, dan dengan politik terbatas. Perencanaan sebagai policy analysis. Dalam sistem ini, pemerintah stakeholders memutuskan permasalahan dan menyusun alternatif kebijakan. Sifat perencanaan ini decentralized, with people, scietific, dan dengan politik terbuka. Perencanaan sebagai social learning. Dalam sistem pemerintah bertindak sebagai fasilitator. Sifat perencanaan: learning by doing, decentralized, by people, bottom-up, dan dengan politik terbuka. Perencanaan sebagai social transformation. Perencanaan inimerupakan kristalisasi politik yang berdasarkan pada idiologi kolektivisme komunitarian.
PERANAN MULTIPIHAK DALAM KONFLIK AGRARIA DI REGISTER TANAH KEHUTANAN (RTK) - 15 SEKAROH LOMBOK TIMUR BERDASARKAN KAJIAN HUKUM AGRARIA Saufana Hardi; Arba .; Widodo Dwi Putro
Jurnal Education and Development Vol 9 No 4 (2021): Vol.9 No.4 2021
Publisher : Institut Pendidikan Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (444.263 KB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji permaslahan serta memahami peran multipihak dalam konflik agraria di Register Tanah Kehutanan (RTK) 15 Sekaroh Lombok Timur untuk menyelesaikan konflik agraria. Isu hukum yang dibahas dalam penelitian ini adalah: mengapa konflik agraria di kawasan hutan lindung Register Tanah Kehutanan 15 Sekaroh Lombok Timur masih belum dapat terselesaikan serta bagaimana peran multipihak dalam menyelesaikan permasalahan konflik di hutan lindung Register Tanah Kehutanan 15 Sekaroh Lombok Timur. Penelitian ini adalah penelitian hukum empiris dengan metode pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual Approach), pendekatan studi kasus (case approach­). Pendekatan empiris (empirical approach) dan pendekatan sosiologi (sociological approach). Tehnik pengumpulan bahan hukum dengan studi kepustakaan sedangkan pengumpulan data dilakukan dengan observasi dokumentasi dan wawancara mendalam. Analisa data dengan mengadakan sistemasisasi kemudian dilakukan penalaran logis dan sistematis dengan analisa deskrifif kualitatif dengan menarik kesimpulan secara deduktif. Berdasarkan hasil penelitian maka ditemuakan para pihak yang terlibat adalah 1) Masyarakat desa dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), 2) masyarakat dan Badan Pertanahan Nasional (BPN), 3) masyarakat petani pendatang, masyarakat lokal, PT. ESL, Pemerintah Daerah (Pemda) dan BPN, 4) calo tanah, petani dan investor, 5) KPHL Rinjani Timur, KTH Pink Lestari, masyarakat lokal dan PT. ESL, 6) masyarakat local dan PT. ESL, dan 7) gabungan pihak 1-6. Telah ditemukan bahwa penyelesaian secara hukum normatif telah dilaksankan dan menjadi ketetapan hukum. Namun langkah-langkah dari pendekatan hukum normatif ini masih belum dapat menyelesaikan masalah yang terdapat di kawasan hutan lindung Sekaroh. Oleh karena itu pendekatan sosiologis dapat diterapkan sebagai alternatif penyelesaian konflik agrarian dengan mengutamakan dan mendalami peranan masing-masing pihak yang terlibat dalam konflik ini yang didasarkan atas fakta dan aspirasi masyarakat.