Claim Missing Document
Check
Articles

Found 37 Documents
Search

Penambahan Tepung Pisang Uli Modifikasi Kaya Pati Resisten Pada Pembuatan Yoghurt Sinbiotik nFN Widaningrum; Sri Laksmi Suryaatmadja; Nur Richana; nFN Suliantari
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 10, No 1 (2013): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v10n1.2013.39-49

Abstract

Pisang uli kaya akan amilosa sehingga berpotensi kaya akan pati resisten tipe 3. Pati resisten tipe 3 (RS3) potensial sebagai sumber prebiotik berkaitan dengan fungsi fisiologisnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi mutu yoghurt sinbiotik yang dibuat dengan mensubstitusi susu skim dalam pembuatan yoghurt dengan tepung pisang uli modifikasi kaya pati resisten. Yoghurt sinbiotik dibuat dengan mensubstitusi 70% susu skim dengan tepung pisang uli modifikasi dan diberi penambahan probiotik Bifidobacterium bifidum atau L. plantarum BSL. Nilai pH produk yoghurt sinbiotik substitusi 70% TPUM dengan probiotik baik B. bifidum maupun L. plantarum BSL yang tidak dipasteurisasi umumnya menurun setelah 4 minggu penyimpanan, kecuali pada yoghurt kontrol. Hal yang berbeda terjadi pada pH produk yoghurt sinbiotik yang dipasteurisasi, dimana perlakuan pasteurisasi terlebih dahulu sebelum diberi penambahan probiotik menyebabkan pH yoghurt meningkat saat penyimpanan pada minggu ke-0 sampai minggu ke-4. Nilai total asam laktat tertitrasi yoghurt sinbiotik menunjukkan penurunan selama 4 minggu penyimpanan. Untuk total probiotik, yoghurt sinbiotik masih mengandung total probiotik 109 CFU/ml setelah penyimpanan refrigerator selama empat minggu. Yoghurt sinbiotik substitusi 70% TPUM dengan probiotik B. bifidum dan L. plantarum BSL dapat diterima dari sisi sensori oleh panelis dari segi aroma, warna, tekstur, konsistensi (keseragaman), dan rasa. Dilihat dari total probiotik pada penyimpanan selama 4 minggu, L. plantarum BSL masih memiliki jumlah yang cukup tinggi sehingga dapat direkomendasikan sebagai probiotik pada pembuatan pangan fungsional lainnya.
PRODUKSI PEKTIN BERMETOKSIL RENDAH DARI KULIT JERUK NIPIS (Citrus aurantifolia Swingle) SECARA SPONTAN MENGGUNAKAN PELARUT AMONIUM OKSALAT DAN ASAM Sri Usmiati; Djumali Mangunwidjaja; Erliza Noor; Nur Richana; Endang Prangdimurti
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 13, No 3 (2016): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v13n3.2016.125-135

Abstract

Pengembangan teknologi ekstraksi pektin bermetoksil rendah terus dieksplorasi karena tanaman sumber yang relatif terbatas. Tujuan penelitian adalah untuk memperoleh pektin bermetoksil rendah langsung dari ekstraksi kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle). Penelitian didahului oleh dua tahap penelitian pendahuluan menggunakan rancangan acak lengkap yang masing-masing bertujuan memperoleh suhu ekstraksi (tahap pertama) dan lama waktu ekstraksi (tahap kedua) terbaik untuk digunakan sebagai kondisi proses ekstraksi pada penelitian utama. Desain penelitian utama menggunakan rancangan acak lengkap pola faktorial dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah tipe pelarut (P): P1 (amonium oksalat+asam oksalat, asam sitrat) dan P2 (amonium oksalat+asam oksalat, asam klorida), dan faktor kedua pH (K): K1 (pH 1) dan K2 (pH 2), serta sebagai pembanding adalah menggunakan pelarut P0 [asam sitrat, asam klorida; pH 2,0]. Ekstraksi suksesif dua tahap menggunakan suhu 100oC dilakukan selama 45 menit dengan pelarut amonium oksalat+asam oksalat, dilanjutkan 10 menit menggunakan pelarut asam sitrat atau asam klorida. Parameter pengukuran meliputi rendemen, derajat esterifikasi (DE), kadar asam uronat, kadar metoksil, kadar air, kadar abu, serta berat ekivalen. Dari hasil penelitian diketahui bahwa interaksi tipe pelarut dan pH pada perlakuan P2K2 (amonium oksalat+asam oksalat, asam klorida) dapat langsung menghasilkan pektin bermetoksil rendah dari kulit jeruk nipis dengan nilai DE 45,77%, kadar metoksil 1,53% dan kadar abu 4,77%. Pelarut amonium oksalat+asam oksalat (t1) dan asam klorida (t2) (P2) pada kedua tingkat pH menghasilkan rendemen pektin 10,0%, kadar AUA 19,21%, dan nilai BE 1878,82. Kadar air pektin sebesar 7,91% dihasilkan dari tingkat pH 2 (K2) pada kedua tipe pelarut. Untuk memperoleh pektin bermetoksil rendah dari kulit jeruk nipis direkomendasikan menggunakan pelarut P2K2 (amonium oksalat+asam oksalat, asam klorida; pH 2) pada suhu ekstraksi 100oC.English Version AbstractSpontaneously production of low methoxyl pectin from peel of Citrus aurantifolia Swingle using solvent of ammonium oxalate and acidThe development of extraction technology of low methoxyl pectin/LMP continue to be explored caused by limited the plant source. The research objective was to obtain low methoxyl pectin directly from the pectin extraction of lime peel (Citrus aurantifolia Swingle). The study was preceeded by a twostage preliminary researches using a completely randomized design, each of which was to obtain the best temperature (first stage) and duration of extraction (second stage) to be used as a condition of extraction process in the primary research. The primary research used factorial completely randomized design with three replications. The first factor was solvent type (P): P1 (ammonium oxalate+oxalic acid), citric acid) and P2 (ammonium oxalate+oxalic acid, hydrochloric acid), and the second factor was pH (K): K1 (pH 1) and K2 (pH 2), as well as control was solvent P0 [citric acid (t1), hydrochloric acid (t2); pH 2.0]. Successive two-stage extraction on 100°C was done for 45 minutes using ammonium oxalate+oxalic acid followed by 10 minutes using citric acid or hydrochloric acid. Measurement parameters included yield, degree of esterification (DE), anhidrouronic acid/AUA levels, methoxyl content, moisture content, ash content, and equivalent weight. From the results of research, the interaction between solvent tipe and acidity level of P2K2 (ammonium oxalate+oxalic acid, hydrochloric acid; pH 2) could directly produce LMP from extraction of lime peel characterized by DE of 45.77%, methoxyl content of 1.53% and ash content of 4.77%. Effect of solvent of ammonium oxalate+oxalic acid, hydrochloric acid (P2) at both pH levels resulted pectin yield of 10.0%, AUA of 19.21%, and equivalent weight of 1878.82. The pectin moisture of 7.91% was produced from acidity of pH 2 (K2) on both type of solvent. To obtain LMP from peel of Citrus aurantifolia Swingle it was recommended to use the extraction solvent of P2K2 (ammonium oxalate+oxalic acid, hydrochloric acid; pH 2) on temperature of 100oC.
OPTIMASI WAKTU FERMENTASI PRODUKSI BIOETANOL DARI DEDAK SORGHUM MANIS (Sorghum Bicolor L) MELALUI PROSES ENZIMATIS Abdullah Bin Arif; Agus Budiyanto; Wahyu Diyono; Nur Richana
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 14, No 2 (2017): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v14n2.2017.67-78

Abstract

Salah satu energi baru terbarukan (EBT) yang potensial untuk dikembangkan adalah bioetanol. Bioetanol merupakan salah satu EBT yang banyak dipertimbangkan sebagai bahan bakar pengganti minyak bumi. Sorgum merupakan tanaman yang dapat dijadikan sebagai bahan baku untuk produksi bioetanol. Tujuan penelitian ini yaitu untuk memperoleh konsentrasi enzim terbaik saat hidrolisis dan waktu fermentasi yang optimum pada produksi bioetanol dari dedak sorgum manis. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor pada bulan Januari-Mei 2016. Bahan-bahan yang digunakan meliputi dedak sorgum manis, enzim amilase, enzim glukoamilase dan Saccharomyces cereviseae. Pada penelitian ini terdapat tiga tahapan kegiatan, yang meliputi: Karakterisasi bahan baku, optimasi hidrolisis enzimatis pada produksi gula dari dedak sorgum, optimasi pengaruh perlakuan penambahan konsentrasi enzim (α-amilase dan glukoamilase) dan lama fermentasi pada produksi bioetanol dari dedak sorgum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dedak sorgum manis dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol dengan waktu fermentasi optimum selama 48 jam dengan penambahan konsentrasi enzim α-amilase : glukoamilase (0,5 : 1,5) ml/kg dengan hasil rendemen sebanyak 20,88%.
Produksi Selulase Oleh Trichoderma viride Pada Media Tongkol Jagung Dan Fraksi Selulosanya Titi C. Sunarti; Nur Richana
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 4, No 2 (2007): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v4n2.2007.57-64

Abstract

Penggunaan enzim pendegradasi selulosa (selulase) untuk hidrolisis biomassa yang mengandung lignoselulosa, merupakan salah satu bagian dari proses produksi bioetanol. Penelitian ini mempelajari pemanfaatan tongkol jagung terdelignifikasi dan fraksi selulosanya sebagai substrat untuk produksi selulase oleh Trichoderma viride menggunakan kultivasi media padat dan media Andreoti yang dimodifikasi dari Mandels. Selulase yang dihasilkan dikarakterisasi dan digunakan untuk sakarifikasi selulosa menghasilkan gula sederhana dan selo-oligosakarida. Komposisi gula diamati melalui perubahan derajat polimerisasi dan nilai ekuivalen dekstrosa. Fraksi selo-oligosakarida yang larut air diidentifikasi dengan HPLC. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa fraksi selulosa merupakan bagian terbesar dari tongkol jagung yaitu sekitar 43%. Selulase dari tongkol jagung terdelignifikasi bekerja optimal pada pH 4,8 dan suhu 50°C,aktivitas spesifik FP-ase 2,178 U/mg dan CMC­ ase 0,110 U/mg; sedangkan selulase dari fraksi selulosa tongkol jagung bekerja optimal pada pH 5,0 dan suhu 40°C, aktivitas FP-ase 0,190 U/mg dan CMC-ase 0,078 U/mg. Hasil hidrolisis sebagian besar adalah selo-oligosakarida dengan DP 14,8-62,2 atau DE 1,61-6,77. Kromatogram memperlihatkan fraksi terlarutnya sebagian besar adalah glukosa. Selulase dari tongkol jagung terlihat lebih aktif pada selulosa amorf, sedangkan selulase dari fraksi selulosa aktif pada selulosa kristalin. Production Of Cellulases By Trichoderma Viride From Corn­ Cob And Its Cellulose Fraction MediaThe use of cellulose degrading enzyme (cellulases) for hydrolysis of ligno­ cellulosic biomassa is a part of bio-ethanol production process. In this experiment the delignified corn-cob and its cellulose fraction were used as substrates for cellulase production by Trichoderma viride using modified Andreoti medium from Mandels and solid-state cultivation system. The crude cellulases were characterized and applied for saccharification of cellulose to produce simple sugars and cello-oligosaccharides (COS's). The compositions of sugars were monitored by measuring the changes in degree of polymerization and dextrose equivalent. The soluble fractions of COS's were identified and determined by HPLC. The results showed that cellulose was the largest fraction of corn-cob flour (43%). The cellulase from delignified corn-cob had an optimum activity at pH 4.8 and temperature 50°C, with specific activities of 2.178 U/mg of FP-ase and 0.110 U/mg of CMC-ase, while for cellulase from cellulose fraction had an optimum activity at pH 5.0 and temperature 40°C with specific activities of 0.I 90 U/mg of FP-ase and 0.078 U/mg of CMC-ase. The main hydrolyzate products were COS's with chains length of DP 14.8-62.2, and DE 1.61-6.77. The chromatograms of COS's soluble fraction mainly contained glucose. The cellulase from deJignified corn-cobs was active in amorphous region of cellulose while cellulase from cellulose fraction was more active in crystalline region.
Seleksi dan Formulasi Media Pertumbuhan Bakteri Penghasil Xilanase Nur Richana; Tun Tedja Irawadi; Anwar Nur; Illah Sailah; Khaswar Syamsu
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 3, No 1 (2006): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v3n1.2006.41-49

Abstract

Seleksi bakreri penghasil xilanase dan formulasi media pertumbuhan bakteri penghasil xilanase telah dilakukan di laboratorium Bioproses, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pcrtanian. Seleksi isolat bakteri dilakukan terhadap lima isolat penghasil xilanase yaitu RXAI-5, RXAII-5, RXAIII-1, RXAIII-5 dan RXNI-3), dengan membandingkan hasil kultivasi meliputi biomasa, protein terlarut, akrivitas xilanase dan aktivitas spesifik. Formulasi media dilakukan dengan mengoptimasi konsentrasi peptone, ekstrak khamir sebagai sumbcr nitrogen dan oat spelt xylane sebagai sumber karbon. Analisis percobaan menggunakan rancangan acak faktorial, faktor (A) peptone terdiri atas empat taraf yaitu A1=0, A2=0,I; A3=0,3; A4=0,5% Faktor (B) ekstrak khamir terdiri alas tiga taraf (B1=0,1; B2=0,2; B3=0,3%) dan faktor (C) oat spelt xylene terdiri atas tiga taraf (C1=0,5; C2=0,75; C3=1,0%) dengan tiga kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat baktcri Bacillus pumilus RXAIII-5 dinyatakan sebagai isolat bakteri unggul diantara kelima isolat bakteri penghasil xilanase. Pada formulasi media ternyata protein terlarut tertinggi (0,596 g/l) pada media dengan komposisi 0,75% xilan, pepton 0,5%, ekstrak khamir 0.2%. Aktiviras xilanase dan aktivitas spesifik tertinggi berturut-turut adalah 186,37 u/ml dan 436,45 U/mg protein. Keduanya dicapai pada komposisi media yang sama yaitu pepton 0, 1 %, ekstrak khamir 0, I %, dan xilan 0,5%. Dcngan demikian komposisi tersebut merupakun komposisi mcdi a terpilih yang optimum. Isolat bakteri unggul bersifat alkali ini diharapkan dapar menghasilkan xilanase yang tahan pada pH tinggi sehingga dapat digunakan untuk proses pemutihan kertas yang ramah  lingkungan. Selection and Growth Medium-Formulation of Xylanase Producing BacteriumThis research was carried out in the bioprocess laboratory of Indonesian Center for Agricultural Postharvest Research and Development, Bogor. Selection of five isolates (RXAI-5, RXAII-5. RXAIII-1, RXAIII-5 and RXNI-3). xylanase producing bacteria Were based on comparative study of cultivation yield consists of biomass of bacterium cells, dissolved protein, xylanase activity and specific activity, Formulation of growth medium using peptone and yeast extract as nitrogen source and oat spclt xylan as carbon source. Design experiment used at formulation of growth medium was randomized factorial design. with factor A) peptone consist of four level, A 1=0. A2=0.1; A3=0.3; A4=0.5%, factor (8) yeast extract consist or third level (131=0.1, 132=0.2; 133=0.3%) and factor (C) oat spelt xylan consist of three level (CI=0.5; C2=0.7S; C3=1.0%), with three replication. Research result showed that Bacillus pumilus RXAIII-5 is the best bacterium isolate among five isolates of xylanase producing bacteria. In growth medium formulation showed that highest dissolved protein (0.596 g/l) was achieved in the medium containing 0.75% xylan, 0.5% pepton, and 0.2% yeast extract. The highest value of both of xylanase activity and specific activity are 186.37 u/ml and 436.45 U/ml respectivelly. In fact these were reached at similar growth medium composition of 0.1 % pepton, 0.1 % yeast extract, and 0.5% xylan, and consequently became the best of growth media formulation. The potential alcaliphilic bacterial isolate is expected to produce xylanase with high pH stability. The enzyme can be used as environmentaly safe agent for paper bleaching.
Penggunaan Tepung Dan Pasta Dari Beberapa Varietas Ubjalar Sebagai Bahan Baku Mi Nur Richana; nFN Widaningrum
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 6, No 1 (2009): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v6n1.2009.43-53

Abstract

Ubijalar dapat menjadi sumber makanan pokok alternatif bagi masyarakat Indonesia. Salah satu alternatif pengolahan ubi jalar adalah dengan mengolahnya menjadi mi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan teknologi pengolahan mi, tanpa terigu dari ubi jalar dalam upaya meningkatkan citra dan nilai tambah ubi jalar. Perlakuan yang diterapkan adalah bentuk olahan setengah jadi dari ubijalar yaitu bentuk tepung dan pasta ubi jalar, serta perlakuan varietas ubi jalar yaitu Kidal (kuning), Ayamurazaki (ungu), Sari (oranye), dan Jago (putih). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen untuk pasta lebih besar karen a masih mengandung air yang tinggi, namun demikian berdasarkan berat kering rendemen pasta (11,79-24,58%) tidak berbeda nyata dibanding tepung (14,47-21,26%). Sifat fungsional pati ubijalar yaitu rasio amilosa dan amilopektin berturut-turut adalah 19,76-24,0% dan 75,12-80,24%, viskositas puncak berkisar antara 72-348BU dan viskositas balik 110-130BU. Mi ubi jalar kering dengan bahan baku tepung ubi jalar dan tapioka (80:20), dan dari pasta ubi jalar dengan tapioka (70:30 tapioka) mempunyai komposisi kimia yang tidak berbeda. Kadar air mi kering yang dihasilkan berkisar 4,63-4,69%, abu 1,31-1,35%, lemak 0,96-1,12, protein 0,28-0,74%, serat 0,58-3,91 % dan pari 29,23-81,38%. Waktu optimum pemasakan mi ubi jalar dari tepung dan pasta 4,04-4,41 menit. Daya serap air mi ubi jalar dari tepung adalah 21,22-60,43% sedangkan dari pasta 53,89-55,08%. Kehilangan padatan akibat pernasakan mi ubi jalar dari tepung (4,43-15,33%) dan pasta 15,03-16,41 %. Uji organoleptik mi dari pasta (nilai kesukaan rata-rata 3,8), secara umum lebih disenangi dibanding dari tepung ubijalar (rata-rata nilai kesukaan 3,5). Panelis paling menyukai produk mi ubi jalar dari varietas Kidal (rata-rata skor 3,95). Usage Of Flour And Paste Of Some Varieties Of Sweetpotato As Raw Material For NoodleSweetpotato can used as alternative of staple food source for Indonesian people. One of alternatives of sweetpotato processing was noodle. The aim of this research was to get processing technology of non­ wheat noodle made from sweetpotato to increase its image and added value. Treatment done were flour, pasta, and sweetpotato varieties; they were Kidal (yellow), Ayamurazaki (purple), Sari (orange), and Jago (white). Yield of pasta was bigger because still contained high level of moisture, however, dry based weight yield of paste (11,79-24,58%) were not significantly different compared to flour (14,47-21,26%). Ratio of amylose and amylopectin were 19,76-24,0% and 75,12-80,24% respectively, peak viscosity 72-348 BU and set-back viscosity 110-130 BU. Sweetpotato dry noodle made from sweetpotalo flour and tapioca (80:20) and from sweetpotato flour pasta and tapioca (70:30) had not from different in chemical compositions. Moisture content of dry noodle were 4,63-4,69%, ash 1,31-1,35%, fat 0,96-1,12%, protein 0,28-0,74%, fiber 0,58-3,91 %, and starch 29,23-81,38%. Cooking optimum time from sweetpotato flour and pasta were 4,04-4,41 minutes. Water absorption power of sweetpotato noodle from flour were 21,22-60,43%, meanwhile from paste were 53,89-55,08%. Loss of solids because of cooking from sweetpotato noodle from flour were 4,43-15,33% and paste 15,03-16,41 %. Organoleptic test of noodle from pasta (rate of hedonic value was 3,8), generally much more preferred by panelists compared to sweetpotato flour (rate of hedonic value was 3,5). The most preferred sweetpotato noodle chosen by panelists was made from Kidal variety (rate of hedonic value was 3,95).
Teknik Produksi Dan Purifikasi Pediosin Paf-11 Dari Pediococcus Acidilactici F-11 Tri Marwati; Nur Richana; Eni Harmayani; Endang S Rahayu
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 9, No 1 (2012): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v9n1.2012.11-17

Abstract

Pediosin PaF-11 dari Pediococcus acidilactici F-11 berpotensi sebagai pengawet pangan karena kemampuannya dalam mengendalikan pertumbuhan bakteri pembusuk pangan. Efektivitas purifikasi diperlukan dalam aplikasi pediosin PaF-11 pada industri pangan. Untuk itu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui aktivitas pediosin PaF-11 selama proses inkubasi sel P. acidilactici F-11 dan meningkatkan efektivitas purifikasi pediosin PaF-11. Perlakuan yang dicobakan pada proses purifikasi yaitu adsorpsi dan desorpsi pada pH yang bervariasi dan penambahan biomassa sel mati dari P. acidilactici F-11 pada konsentrasi yang bervariasi selama proses adsorpsi. Aktivitas antibakteri pediosin PaF-11 diuji dengan metode difusi agar menggunakan bakteri indikator Lactobacillus pentosus LB42. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pediosin PaF-11 yang diproduksi dengan menggunakan kultur awal P. acidilactici F-11 sebanyak 10% dengan lama inkubasi 16 jam mempunyai aktivitas 2000 AU/ml. Pediosin PaF-11 yang dihasilkan P. acidilactici F-11 dengan kultur awal 1% dan purifikasi pada pH adsorpsi pH 6,5 dan pH desorpsi 2,0 memiliki aktivitas tertinggi yaitu 1500AU/ml, dibandingkan perlakuan pH yang lain. Aktivitas pediosin PaF-11 yang dihasilkan dari proses purifikasi tanpa penambahan biomassa sel mati yaitu 1500AU/ml, sedangkan dengan penambahan biomassa sel mati 3, 6 dan 11 kali dari konsentrasi awal menjadi 3000AU/ml. Hal ini berarti bahwa dengan penambahan biomassa sel mati P. acidilactici F-11 dengan 3 kali konsentrasi awal mampu meningkatkan pediosin PaF-11 yang diperoleh.
PENGARUH KONSENTRASI NaOH DAN ENZIM SELULASE: XILANASE TERHADAP PRODUKSI BIOETANOL DARI TONGKOL JAGUNG Abdullah Bin Arif; Agus Budiyanto; Wahyu Diyono; Maulida Hayuningtyas; Nur Richana; Tri Marwati
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 13, No 3 (2016): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v13n3.2016.107-114

Abstract

Pencarian bahan energi alternatif yang tidak berkompetisi dengan pangan dan pakan sangatlah perlu dan mendesak untuk dipikirkan. Biomassa lignoselulosa merupakan salah satu sumber energi yang potensial. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mendapatkan perlakuan konsentrasi NaOH dan enzim selulase: xilanase yang optimum untuk produksi bioetanol dari tongkol jagung. Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2014 sampai Nopember 2014 di Laboratorium Mikrobiologi dan Kimia Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian dan Pusat Penelitian Kimia LIPI. Bahan baku yang digunakan adalah tongkol jagung. Terdapat empat tahapan dalam penelitian ini, yang meliputi: 1). Karakteristik bahan baku, 2). Optimasi pengaruh perlakuan dosis NaOH pada proses delignifikasi terhadap perubahan karakteristik bahan serbuk tongkol jagung, rancangan percobaan pada tahapan ini yaitu rancangan acak lengkap (RAL) 1 faktor. 3). Optimasi pengaruh penambahan enzim selulase dan xilanase terhadap produksi bioetanol skala 500 g bahan baku, pada tahapan ini terdapat dua perlakuan penambahan perbandingan dosis enzim selulase: xilanase yang berbeda yaitu 1:1 % dan 2:2 %, analisis statistik yang digunakan pada tahapan ini yaitu analisis uji t-student. 4). Optimasi proses produksi bioetanol skala 50 kg bahan baku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknologi produksi bioetanol dari tongkol jagung yaitu dengan cara serbuk tongkol jagung dilakukan pretreatment menggunakan larutan NaOH 10% dan dipanaskan menggunakan autoklaf dengan suhu 120-130 oC selama 20 menit. Selanjutnya bahan hasil delignifikasi dilakukan proses hidrolisis dan sakarifikasi menggunakan enzim xilanase:selulase dengan perbandingan 1 : 1. Proses selanjutnya yaitu proses fermentasi selama 3 hari dengan cara ditambahkan Saccharomyces cereviciae sebanyak 1%. Bioetanol yang dihasilkan sebanyak 14,65% dari total serbuk tongkol jagung yang digunakan dengan kadar alkohol 83,3%.English VersionEffect of NaOH Concentration and Cellulose:Xilanase Enzymes For Bioethanol Production From Corn cob.The effort to search an alternative for energy materials that do not compete with food and feed is necessary and urgent to think about. Lignocellulosic biomass is one potential source of energy. The aim of this study is to obtain treatments NaOH concentration and cellulase:xylanase enzymes that optimum for bioethanol production from corn cobs.. The study was conducted in January until November 2014 at the Laboratory of Microbiology and Chemistry at Indonesian center for Agricultural Postharvest Research and Development and Indonesian Center for Chemical Research of LIPI. The raw material is corn cob. There were four stages in this study: 1). Characteristics of raw materials, 2). Optimization of pretreatment effect NaOH dose on delignification process to change the characteristics of corn cob powder, experimental design at this stage is completely randomized design (CRD) 1 factor 3). Optimization effect of cellulase and xylanase enzymes to bioethanol production scale 500 g of raw materials, there are two treatment concentration of enzymes cellulase:xylanase ie 1: 1% and 2: 2%, statistical analysis that used in this stage is the analysis of t-student test. 4). Optimization of the process of bioethanol production scale 50 kg of raw material. The results showed that the production of bioethanol from corncobs that is the way to do pretreatment of corncob powder using 10% NaOH solution and heated using autoclave at temperature of 120- 130 oC for 20 minutes. Furthermore, the resulted material from delignification was procced to saccharification and hydrolysis process using enzyme xylanase: cellulase with ratio of 1:1. The bioethanol produced was 14.65% from total corn cob powder used with alcohol content of 83.3%.
Karakterisasi Sifat Fisikokimia tepung Umbi Dan Tepung Pati Dari Umbi Ganyong, Suweg, Ubikelapa Dan Gembili Nur Richana; Titi Chandra Sunarti
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 1, No 1 (2004): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v1n1.2004.29-37

Abstract

Umbi-umbian merupakan bahan berkarbohidrat tinggi, tetapi di Indonesia belum semua umbi-umbian dimanfaatkan dan dikembangkan, antara lain ganyong, suweg, ubikelapadan gembili. Altematif pengembangan umbi-umbian yaitu untuk tepung umbi, tepung pati dan tepung komposit. Penelitian evaluasi karakteristik sifat fisiko-kimia tepung umbi dan tepung pati ganyong, suweg, ubikelapa dan gembili dilakukan di Laboratorium Enzimatis dan Biokimia Balitbio Bogor. Analisis yang dilakukan adalah rendemen pati dan tepung, ukuran granula, derajat putih, daya serap air, proksimat, amilosa, dan sifat amilografnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ganyong, suweg, ubikelapa, dan gembili mempunyai kadar pati yang tinggi berkisar 39,36-52,25%. Kandungan lemak (0,09-2,24%), dan protein (0,08-6,65%) pada tepung umbi dan tepung pati dapat meningkatkan manfaat tepung dan pati tersebut sebagai tepung komposit. Ganyong dan ubikelapa mempunyai ukuran granula pati lebih besar (22,5 dan 10 um). Tepung suweg mempunyai absorbsi air maupun minyak tertinggi (2,69- 4,13 dan 2,34-2,98 gIg). Hasil rendemen menunjukkan bahwa ganyong lebih prospektif dikembangkan untuk produk tepung patio Suweg dan gembili mempunyai prospek untuk produk tepung umbi maupun tepung pati sedangkan ubikelapa untuk tepung umbi. Sifat fisikokimia ganyong dan suweg mempunyai amilosa rendah (18,6% dan 19,2%) dan viskositas puncak tinggi (900-1080 BU dan 780-700 BU). Implikasi hasil penelitian untuk menggali potensi sumber karbohidrat sebagai tepung komposit ataupun sebagai bahan industri perpatian Physicochemical characteristic of flour and starch from Canna, Amorphophallus and DioscoreaIn Indonesia roots and tubers are carbohydrate source, but many kinds of them are not optimally utilized, as well as canna, Amorphophallus campanulatus BI, Dioscorea alata, and Dioscorea esculenta. Alternative products from these roots and tubers are flour, composites flour and starch. Research on physicochemical properties of roots and tubers was carried out in Laboratory of Enzyme and Biochemistry at Research Institute of Agricultural Biotechnology, Bogor. Analysis of flour and starch included yield of flour and starch, water and oil absorbsion, size of starch granule, the whiteness, proximate analysis, amylose content, and starch paste characteristic. The result showed that these roots and tubers have high content of starch (39,36-52,25%). Lipid and protein content (0,09-2,24% and 0,08-6,65% respectively) in flour and starch increased usefullness as raw materials of composite flour. Canna and Dioscorea alata have a large size granula starch (22,5 and 10 um), Flour of Dioscorea esculenta has the highest water and fat absorbtion (2,69-4,13 and 2,34-2,98 gIg respectively). Based on yield of flour or starch, canna is more feasible to produce starch. Amorphophallus campanulatus BI and Dioscorea esculenta are good raw material to produce starch and flour. Dioscorea alata is feasible for flour only. Starch of Canna and Amorphophallus campanulatus BI have low content of amylose (18.6% and 19.2%) and high peak viscosity (900-1080 BU and 780-700 BU).
PENGEMBANGAN BIODEGRADABLE FOAM BERBAHAN BAKU PATI Evi Savitri Iriani; Nur Richana; Titi C Sunarti
Buletin Teknologi Pasca Panen Vol 7, No 1 (2011): Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian
Publisher : Buletin Teknologi Pasca Panen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Ketergantungan terhadap kemasan styrofoam dalam kehidupan sehari-hari sudah sangat mengkhawatirkan mengingat dampak negatif yang ditimbulkannya, baik terhadap kesehatan maupun lingkungan. Saat ini belum banyak penelitian yang dilakukan untuk mengurangi ketergantungan tersebut dengan menggantikannya dengan bahan baku yang lebih ramah lingkungan serta tidak berbahaya terhadap kesehatan. Bahan berpati adalah salah satu sumber bahan baku yang dapat dimanfaatkan sebagai substitusi styrofoam, namun demikian, saat ini pemanfaatan pati lebih banyak diarahkan sebagai bahan baku pembuatan bioplastik. Oleh karena itu, tulisan ini mencoba mengulas beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk menghasilkan biodegradable foam berbahan baku pati. Pati merupakan polimer alami yang memiliki kemampuan untuk mengembang bila dipanaskan. Kemampuan ini dapat dimanfaatkan dalam pembuatan biodegradable foam. Namun demikian sifat alami pati yang hidrofilik serta mudah terdegradasi harus menjadi perhatian dalam pemanfaatannya. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi kelemahan tersebut antara lain dengan modifikasi maupun dengan mencampurkan pati dengan berbagai bahan tambahan lain. Pada proses pembuatan biodegradable foam sendiri juga ada berbagai teknik tergantung bentuk foam yang diinginkan. Untuk saat ini tampaknya teknik ekstrusi dan thermopressing merupakan teknologi yang paling feasible.