Siti Lamusiah
Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Muhammadiyah Mataram

Published : 11 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

PENERAPAN TEKNIK COFFEE HOUSE BERBASIS CTL (CONTEXTUAL TEACHING LEARNING) DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN SPEAKING MAHASISWA Humaira Humaira; Siti Lamusiah; Isnaini Isnaini
Jurnal Ulul Albab Vol 23, No 1 (2019): Januari
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (471.05 KB) | DOI: 10.31764/jua.v23i1.1723

Abstract

Coffee house ini diperkenalkan oleh seseorang yang bernama Stephen Soifort (2016) dengan tujuan mendesain kelas speaking dalam bentuk yang lebih natural. Ruangan kelas dan mahasiswa akan di set sedemikian rupa menyerupai model café atau resto. Mereka kemudian akan diminta duduk bersama, sebanyak 2 orang atau lebih yang sedang membicarakan topic-topik umum yang biasa diperbincangkan oleh orang-orang yang saling kenal satu sama lain. Tujuan penelitian ini adalah; (a) untuk mengetahui keefektifan penggunaan teknik coffee house berbasis CTL dalam meningkatkan kemampuan mahasiswa di mata kuliah speaking, (b) untuk menganalisis tingkat efektifitas, manfaat, kelebihan dan kekurangan dari penggunaan teknik coffee house berbasis CTL dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa di mata kuliah speaking. Peneliti menggunakan pre-experimental design dimana sample hanya satu kelas dengan sekali pre-test dan sekali post-test tanpa adanya kelas control sebagai pembanding. Adapun desain yang ingin ditawarkan adalah salah satu pendekatan Pre-experimental yaitu pre-test and post-test group design mengadopsi model yang ditawarkan Borg and Gall (1983: 682). Penelitian akan dilakukan di Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Mataram. Jumlah keseluruhan populasi di semester III Pendidikan Bahasa Inggris sebanyak 1 kelas total keseluruhan 17 orang. Penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan teknik “coffee house” dalam meningkatkan kemampuan speaking mahasiswa bisa disimpulkan “efektif”. Hal ini dibuktikan dengan hasil score pre-test maupun post-test mahasiswa yaitu, nilai t-test adalah 5.313, konsultasi pada t-table di 99 % menunjuk pada angka 2.60, dapat disimpulkan bahwa perbandingan t-test dan t-table adalah 5.313 ≥ 2.60 atau dengan kata lain hasil test mahasiswa melampaui standar capaian minimum.
ESTETIKA RAGAM HIAS BATIK SaSaMboDI SENTRAL KERAJINAN SMK 5 PAGESANGAN MATARAM Siti Lamusiah
Paedagoria : Jurnal Kajian, Penelitian dan Pengembangan Kependidikan Vol 6, No 1 (2015): April
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31764/paedagoria.v6i1.146

Abstract

Batik  SaSaMbo tidak hanya menjadi ciri khas dari Bima, tetapi juga merupakan ciri khas Lombok, Sumbawa. Batik SaSaMbo  yang ada di Bima memiliki motif yang berbeda dari motif batik yang dimiliki oleh Lombok dan Sumbawa terutama ragam hiasnya yang lebih banyak variasinya. Motif batik di Bima lebih cenderung menggunakan motif-motif yang berkaitan erat dengan budaya setempat. Motif batik pada zaman dahulu di Bima hanya menggunakan motif bawang, kupu-kupu, kepiting, dancabe, tetap seiring dengan perkembangan zaman corak dan ragam hiasnyamakin beragam, seperti motif umalengge (rumah adat), motif renda (nama kampung), kabateto’i(sarambi kecil), madasahe, (matakerbau), kakando (tunas bambu), dan lain-lain, tetapi yang paling terkenal adalah motif umalengge (rumahadat) Bima. Ragam hias kangkung, daun priya atau buahnya,ragam hias putri mandalika, ragam hias rumah adat Sumbawa atau jajan khas manjareal, taman sangkareang, gendang beleq dan lain-lain. Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalahnya adalah ”Bagaimanakah estetika ragam hias batik  SaSaMbo  di sentral kerajinan SMK 5 Mataram?”. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi terhadap pengembangan model batik  SaSaMbo  dengan berbagai macam ragam hias yang sesuai denganciri khas daerah NTB,  dapat memberikan konstribusi terhadap pengetahuan tentangkeindahan ragam hias batik SaSaMbo yang bermanfaat bagi masyarakat NTB, serta dapat memberikan masukan terhadap pengrajin yang ada di SMK 5 Mataram mengenai keterampilan atau kerajinan batik  SaSaMbo  yang menjadi ciri khas masyarakat NTB (Sasak, Sumbawa,  Mbojo). Pendekatan penelitian yang di gunakan adalah pendekatan kualitatif. Jenis penelitian dengan menggunakan penelitian etnografi. Instrument penelitian dilakukan dengan observasi, wawancara mendalam, dan studi dokumen.
WUJUD DAN FUNGSI TINDAK TUTUR DIREKTIF DI KALANGAN JAMAAH TABLIG DALAM BERDAKWAH habiburrahman Habiburrahman; Rudi Arrahman; Siti Lamusiah
Jurnal Ilmiah Telaah Vol 6, No 1: Januari 2021
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31764/telaah.v6i1.3870

Abstract

Abstrak: Teori tindak tutur dikembangkan dari keyakinan dasar bahwa bahasa digunakan untuk melakukan tindakan. Jadi, faham fundamentalnya berfokus pada bagaimana makna dan tindakan dihubungkan dengan bahasa. Jika kegiatan bertutur dianggap sebagai tindakan, berarti setiap kegiatan bertutur atau menggunakan tuturan terjadi tindak tutur. Hakikat tindak tutur itu adalah tindakan yang dinyatakan dengan makna atau fungsi (maksud dan tujuan) yang melekat pada tuturan. Tindak tutur merupakan unit terkecil aktivitas bertutur (percakapan atau wacana) yang terjadi dalam interaksi sosial. Tujuan penelitian ini adalah: 1) untuk mendeskripsikan dan menjelaskan fungsi tindak tutur direktif di kalangan jamaah tablig dalam berdakwah; 2) untuk mendeskripsikan dan menjelaskan strategi kesantunan tindak tutur direktif di kalangan jamaah tablig dalam berdakwah. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dapat dideskripsikan fungsi tindak tutur direktif di kalangan Jamaah Tablig dalam berdakwah menjadi 9, yaitu: (1) fungsi tindak tutur direktif untuk menyatakan ajakan, (2) suruhan, (3) peringatan, (4) seruan, (5) imbauan, (6) persilaan, (7) anjuran, (8) harapan, dan (9) larangan.Abstract: Speech act theory is developed from the basic belief that language is used to perform actions. So, its fundamentalism focuses on how meaning and action are related to language. If the speaking activity is considered an action, it means that every speaking activity or using speech occurs a speech act. The essence of said speech act is an action which is expressed by the meaning or function (purpose and objective) attached to the speech. Speech act is the smallest unit of speech activity (conversation or discourse) that occurs in social interactions. The objectives of this study were: 1) to describe and explain the function of directive speech acts among the tablig congregation in preaching; 2) to describe and explain the strategy of directive speech act politeness among the tablig congregation in preaching. In this study, researchers used qualitative research methods. Based on the research results, it can be described that the function of directive speech acts among Jamaah Tablig in preaching into 9, namely: (1) the function of directive speech acts to express invitations, (2) orders, (3) warnings, (4) calls, (5) appeals , (6) morality, (7) suggestions, (8) hopes, and (9) prohibitions.
Konflik Sosial Penanganan Covid-19 dalam Kajian Kesantunan Habiburrahman Habiburrahman; Akhmad H. Mus; Rudi Arrahman; Siti Lamusiah; Supratman Supratman
Jurnal Ilmiah Telaah Vol 6, No 2: Juli 2021
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31764/telaah.v6i2.5473

Abstract

Pada hakikatnya, realisasi prinsip kesantunan digunakan untuk menunjukkan citra baik aparatur desa sebagai orang yang santun di tengah masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, aparatur desa mengendalikan percakapan dengan cara mengatur pola tutur, memberikan, mengambil giliran tutur, mengatasi penyimpangan, dan mengatasi kesalahpahaman.  Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penggunanaan kesantuanan tindak tutur penyelesaian konflik sosial penanganan covid-19. Penelitian kesantunan ini merupakan salah satu penelitian dalam kajian sosiopragmatik. Sesuai dengan pandangan tersebut, penelitian ini tergolong penelitian deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dalam penelitian ini berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut: (1) persiapan pengumpulan data, (2) teknik observasi, dan (3) teknik wawancara. Analisis. Hasil peneltian menunjukkan bahwa aparatur desa bajur merealisasikan enam maksim kesantunan untuk menyelesaikan masalah konflik sosial penanganan covid-19. Keenam maksim tersebut yaitu, yakni maksim kebijaksanaan, maksim kedermawanan, maksim penghargaan, maksim kesederhanaan, maksim permufakatan atau kecocokan, dan maksim kesimpatian. Keenam maksim tersebut sangat erat kaitannya dengan jiwa besar seorang pemimpin yang patut diteladani dan dihormati dalam bertutur sehingga permasalahan dalam masyarakat dapat terselesaikan dengan baik dan pemimpin tersebut dikategorikan sebagai seorang yang santun. Selain itu, keenam maksim tersebut cocok untuk diterapkan di tengah masyarakat pedesaan dalam menciptakan keharmonisasian antar warga masyarakat dan tokoh masyarakat.   In essence, the realization of the principle of politeness is used to show a good image of the village apparatus as a polite person in the community. To achieve this goal, village officials control the conversation by regulating speech patterns, giving, taking turns, overcoming deviations, and overcoming misunderstandings. The purpose of this study is to describe the use of politeness speech acts to resolve social conflicts in the handling of COVID-19. This politeness research is one of the studies in sociopragmatic studies. In accordance with this view, this research is classified as a qualitative descriptive study. The data collection in this study relates to the following matters: (1) preparation of data collection, (2) observation techniques, and (3) interview techniques. Analysis. The results of the study show that the Bajur village apparatus realizes the six maxims of politeness to solve the problem of social conflict in handling COVID-19. The six maxims are the maxim of wisdom, the maxim of generosity, the maxim of appreciation, the maxim of simplicity, the maxim of agreement or compatibility, and the maxim of sympathy. The six maxims are closely related to the great spirit of a leader who should be imitated and respected in speaking so that problems in society can be resolved properly and the leader is categorized as a polite person. In addition, the six maxims are suitable to be applied in rural communities in creating harmony between community members and community leaders.
Transaksi yang Mengandung Unsur Riba, Maysir, dan Gharar dalam Kajian Tindak Tutur habiburrahman Habiburrahman; Rudi Arahman; Siti Lamusiah; Supratman Supratman
Jurnal Ilmiah Telaah Vol 5, No 2: Juli 2020
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31764/telaah.v5i2.2608

Abstract

Abstrak: Hakikat tindak tutur itu adalah tindakan yang dinyatakan dengan makna atau fungsi (maksud dan tujuan) yang melekat pada tuturan. Beberapa permasalahan yang ditemukan dalam peristiwa tindak tutur yang mengandung unsur riba, maysir dan gharar menjadi obyek penelitian ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bentuk tindak tutur yang mengandung unsur riba, maysir, dan gharar dalam syariat Islam. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dalam penelitian ini sebagai berikut: (1) persiapan pengumpulan data, (2) teknik observasi, dan (3) teknik wawancara. Analisis data kualitatif dalam penelitian ini terdiri atas tiga alur kegiatan yang terjadi secara simultan, yaitu kegiatan reduksi data, penyajian data, dan verifikasi data atau menarik simpulan. Hasil penelitian menunjukkan bentuk tindak tutur yang mengandung unsur riba, maysir, dan gharar dalam syariat Islam menggunakan dua bentuk, yaitu 1) strategi langsung dan strategi tidak langsung. Kedua strategi tindak tutur tersebut melekat pada tujuh bentuk tindak tutur dalam akad transaksi yang mengandung unsur riba, maysir, dan gharar dalam syariat Islam, yaitu 1) akad transaksi yang mengandung unsur riba fadl, 2) akad transaksi yang mengandung riba nasî’ah, 3) akad transaksi yang mengandung maysir dalam bentuk permainan, 4) akad transaksi yang mengandung maysir dalam bentuk taruhan, 5) akad transaksi yang mengandung gharar dalam bentuk jual beli ma’dum, 6) akad transaksi yang mengandung gharar dalam bentuk jual beli barang majhul, 7) akad transaksi yang mengandung gharar dalam bentuk jual beli barang yang tidak dapat diserahterimakan. Katujuh bentuk akad transaksi tersebut mengandung peristiwa tindak tutur sebagai media komunikasi. Dengan demikin, strategi tindak tutur yang digunkan tidak terlepas dari strategi langsung dan strategi tidak langsung. Hal ini disebabkan karena transasksi yang menimbulkan permasalahan riba, maysir, dan gharar tidak terlepas dari aspek bahasa yang digunakan dalam bertransaksi yaitu dalam kajian tindak tutur.Abstract: The fact of the Act is an act expressed by meaning or function (purpose and purpose) inherent to speech. Some of the problems found in the event of a follow-up that contain the element riba, Maysir and Gharar become the object of this research. The purpose of this research is to describe the form of action that contains elements riba, Maysir, and Gharar in Islamic sharia. This research uses qualitative descriptive research methods. The collection of data in this study is as follows: (1) Preparation of data collection, (2) Observation techniques, and (3) interview techniques. Qualitative data analysis In this study consists of three simultaneous flows of activities, i.e. data reduction activities, data presentation, and data verification or attracting sympulsion. The results of the study showed a form of action that contains elements riba, Maysir, and Gharar in Islamic sharia using two forms, namely 1) direct strategy and indirect strategy. Both these follow-up strategies are attached to seven forms of action in transactions that contain elements of Riba, Maysir, and Gharar in Islamic Shari'a, ie 1) transactions Akad containing riba Fadl element, 2) transaction contract containing RIBA Nasî'ah, 3) contract agreement containing Maysir in the form of games, 4) contract transactions containing Maysir in the form of bets, 5) transaction Akad containing Gharar in the form of buying and selling Ma'dum , 6) transaction contract containing Gharar in the form of buying and selling goods Majhul, 7) transaction agreement containing Gharar in the form of buying and selling goods that can not be handed over. The form of the transaction agreement contains a follow-up event as a communication medium. With Demikin, the speech strategy used is not detached from the direct strategy and indirect strategy. This is due to the transasction that raises the problem of Riba, Maysir, and Gharar not regardless of the aspect of the language used in the transaction that is in the study of the follow-up.
Penguatan Pendidikan Karakter Siswa dalam Kesantunan Berbahasa Rudi Arrahman; habiburrahman Habiburrahman; Arsyad Abd Gani; Siti Lamusiah; Halus Mandala
Jurnal Ilmiah Telaah Vol 7, No 1: Januari 2022
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31764/telaah.v7i1.7453

Abstract

Abstrak: Pada hakikatnya, Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) adalah gerakan pendidikan di sekolah untuk memperkuat karakter siswa melalui harmonisasi olah hati (etik), olah rasa (estetis), olah pikir (literasi),dan olah raga (kinestetik) dengan dukungan pelibatan publik dan kerja sama antara sekolah, keluarga, dan masyarakat. Realisasi prinsip kesantunan digunakan untuk membangun budaya santun yang berbasis kelas, budaya sekolah, dan budaya masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, penguatan pendidikan karakter dapat dicapai dengan  cara mengatur pola tutur, memberikan, mengambil giliran tutur, mengatasi penyimpangan, dan mengatasi kesalahpahaman.  Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penggunanaan kesantuanan tindak tutur dalam penguatan pendidikan karakter siswa. Penelitian kesantunan ini merupakan salah satu penelitian dalam kajian pragmatik. Sesuai dengan pandangan tersebut, penelitian ini tergolong penelitian deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dalam penelitian ini berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut: (1) persiapan pengumpulan data, (2) teknik observasi, dan (3) teknik wawancara. Hasil peneltian menunjukkan bahwa penguatan pendidikan karakter pada siswa dapat dilakukan dengan menanamkan enam maksim kesantunan. Keenam maksim tersebut yaitu, yakni maksim kebijaksanaan, maksim kedermawanan, maksim penghargaan, maksim kesederhanaan, maksim permufakatan atau kecocokan, dan maksim kesimpatian. Keenam maksim tersebut dapat direalisasikan di dalam kelas, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Kedisiplinan, kejujuran, tanggung jawab, kreatif, mandiri dan percaya diri siswa sesungguhnya dapat tertanam dengan kuat dari keenam maksim tersebut. Abstract: In essence, Strengthening Character Education (PPK) is an educational movement in schools to strengthen the character of students through harmonization of heart (ethics), taste (aesthetics), thought (literacy),and sports (kinesthetic) with the support of public involvement and collaboration between schools, families, and communities. The realization of politeness principles is used to build a polite culture based on class, school culture, and community culture. To achieve this goal, strengthening character education can be achieved by regulating speech patterns, giving, taking speech turns, overcoming deviations, and overcoming misunderstandings. The purpose of this study is to describe the use of politeness of speech acts in strengthening student character education. This politeness research is one of the studies in pragmatic studies. In accordance with this view, this research is classified as a qualitative descriptive study. The data collection in this study relates to the following matters: (1) preparation of data collection, (2) observation techniques, and (3) interview techniques. The results of the research show that strengthening character education in students can be done by instilling the six maxims of politeness. The six maxims are the maxim of wisdom, the maxim of generosity, the maxim of appreciation, the maxim of simplicity, the maxim of agreement or compatibility, and the maxim of sympathy. The six maxims can be realized in the classroom, school environment, and community environment. Discipline, honesty, responsibility, creativity, independence and self-confidence of students can actually be strongly embedded in the six maxims.
PSIKOLOGI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL DILAN, DIA ADALAH DILANKU 1991 KARYA PIDI BAIQ Karninik Karninik; Siti Lamusiah; Sri Maryani
Jurnal Ilmiah Telaah Vol 4, No 2: Juli 2019
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (161.393 KB) | DOI: 10.31764/telaah.v4i2.1228

Abstract

Abstrak: Penelitian psikologi sastra memiliki peran penting dalam memberikan umpan balik dalam perwatakan yang dikembangkan dalam menganalisis karya sastra yang kental dengan masalah psikologis. Dalam psikosastra, konflik merupakan pergejolakan antara id, ego dan superego. Ketiga hal tersebut dapat ditemukan dalam sebuah karya sastra melalui tokoh-tokoh yang ditampilkan pengarang. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan unsur psikologi id, ego dan superego pada tokoh utama dalam novel Dilan, Dia Adalah Dilanku Tahun 1991 Karya Pidi Baiq. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Metode analisis data berupa identifikasi data, klasifikasi data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menemukan unsur id, ego dan superego. Unsur psikologi id tokoh Milea yaitu id Milea memenuhi kepuasan, memenuhi kesenangan, menolak ketidak nyamanan yaitu berbohong, id Milea menangis karena memutuskan hubungannya dengan Dilan, id Milea untuk memenuhi rasa ngantuk,id Milea menolak rasa tidak nyaman. Unsur psikologi ego tokoh Milea yaitu, menggambarkan tentang mengendalikan keputusan, bentuk penalaran dalam mengambil keputusan, menyelesaian masalah. Selanjutnya unsur psikologi Superego dikelompokan ke dalam kelompok benar dan salah, hati nurani, serta merintangi dorongan id yaitu tindakan Milea yang bertingkah laku ramah, hati nurani yang merasa bersalah. Abstract: Literary psychology research has an important roles in characterization prividing which was developed in analyzing literary works that are thick with psychological problems. in psychology, conflict is a struggle between the id, the ego and the superego. these three things can be found in a literary work through the characters displayed by the author. The aim of this research are to describe the psychological elements of the id, ego and superego to the main character in the dilan novel, Dia Adalah Dilanku 1991 bye pidi baiq. the data collection method used is descriptive qualitative. Data analysis methods included the data identification, data classification, and conclusion. the results of the study found the elements of id, ego and superego. psychologies  element id milea are id milea has satisfaction, satisfies pleasure, refuses discomfort that is lying, id milea cries because she decides her relationship with dilan, id milea to satisfy drowsiness, id milea refused discomfortable feels. Psychology elements of milea's ego characters are, describes about controlling decisions, solving problems. then the elements of superego psychology are grouped into groups of right and wrong, conscience, and hinder the id's encoragement that is the act of milea who has kindly characters, feels conscience guilty.
Estetika Ragam Hias Batik Sasambo di Sentral Kerajinan SMKN 5 Pagesangan Mataram Siti Lamusiah; Rudi Arrahman; Akhmad Akhmad
Jurnal Ilmiah Telaah Vol 5, No 1: Januari 2020
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (513.979 KB) | DOI: 10.31764/telaah.v5i1.1677

Abstract

Abstrak: Batik SaSaMbo tidak hanya menjadi ciri khas dari Bima, tetapi juga merupakan ciri khas Lombok, Sumbawa. Batik SaSaMbo yang ada di Bima memiliki motif yang berbeda dari motif batik yang dimiliki oleh Lombok dan Sumbawa terutama ragam hiasnya yang lebih banyak variasinya. Motif batik pada zaman dahulu di Bima hanya menggunakan motif ba  wang, kupu-kupu, kepiting, dan cabe, tetap seiring dengan perkembangan zaman corak dan ragam hiasnya makin beragam, seperti motif umalengge (rumah adat), motif renda (nama kampung), kabateto’i (sarambi kecil), madasahe, (mata kerbau), kakando (tunas bambu), dan lain-lain. Berdasarkan  latar belakang di atas, adapun rumusan masalahnya adalah ”Bagaimanakah estetika ragam hias batik SaSaMbo  di sentral kerajinan SMK 5 Mataram? Hasil penelitian ini diharapkan dapa tmemberikan konstribusi terhadap pengembangan model batik SaSaMbo dengan berbagai macam ragam hias yang sesuai dengan ciri khas daerah NTB, dapat memberikan konstribusi terhadap pengetahuan tentang keindahan ragam hias batik SaSaMbo yang bermanfaat bagi masyarakat NTB, serta dapat memberikan masukan terhadap pengrajin yang ada di SMK 5 Mataram mengenai keterampilan/kerajinan batik SaSaMbo yang menjadi ciri khas masyarakat NTB (Sasak, Sumbawa, Mbojo). Pendekatan penelitian yang di gunakan adalah pendekatan kualitatif. Jenis penelitian dengan menggunakan penelitian etnografi. Instrument penelitian dilakukan dengan observasi, wawancara mendalam, dan studi dokumen Abstract: SaSaMbo Batik is not only a hallmark of Bima, but also a characteristic of Lombok, Sumbawa. SaSaMbo batik in Bima has a different motif from the batik motifs owned by Lombok and Sumbawa, especially the more varied variations of the decoration. Batik motifs in Bima are more likely to use motifs that are closely related to local culture. Batik motifs in ancient times in Bima only used ba wang motifs, butterflies, crabs, and chillies, still in line with the development of the era and the variety of decoration more diverse, such as umalengge motifs (traditional houses), lace motifs (village names), kabateto 'i (small sarambi), madasahe, (buffalo eyes), kakando (bamboo shoots), etc. Based on the background above, the problem formulation is "What is the aesthetic variety of SaSaMbo batik in the handicraft center of SMK 5 Mataram? The results of this study are expected to contribute to the development of the SaSaMbo batik model with a variety of decorations that are in line with the characteristics of the NTB region, can contribute to knowledge about the beauty of the SaSaMbo batik variety that is beneficial to the NTB community, and can provide input to existing craftsmen at SMK 5 Mataram regarding the skills / crafts of SaSaMbo batik which are characteristic of the people of NTB (Sasak, Sumbawa, Mbojo). The research approach used is a qualitative approach. This type of research using ethnographic research. The research instrument was carried out by observation, in-depth interviews, and document studies
Pemertahanan Bahasa Sasak dalam Istilah Pertanian pada Komunitas Petani Adat Bayan, Lombok Utara M. Aris Akbar; Halus Mandala; Siti Lamusiah; Siti Nur Ifanti
Jurnal Ilmiah Telaah Vol 7, No 2: Juli 2022
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31764/telaah.v7i2.10485

Abstract

Abstrak: Pergeseran bahasa berarti, suatu guyup (komunitas) meninggalkan suatu bahasa sepenuhnya untuk memakai bahasa lain. Bila pergeseran sudah terjadi, para warga guyup itu secara kolektif memilih bahasa baru. Dalam pemertahan bahasa, guyup itu secara kolektif menentukan untuk melanjutkan pemakaian bahasa yang sudah bisa dipakai. Ketika guyup tutur mulai memilih bahasa baru di dalam ranah yang semula diperuntukkan bagi bahasa lama, hal itu merupakan tanda bahwa pergeseran bahasa sedang berlangsung. Wacana ritual melong pare bulu (WRMPB)komunitas petani adat Bayan, Lombok Utara merupakan wujud performansi lingual pada seperangkat kegiatan penanaman padi tradisional yang didasarkan pada tradisi. Penentuan subjek penelitian dilakukan dengan teknik Purposive Sampling, yaitu mamakai sampel penelitian; tokoh adat ritual melong pare bulu, kiayi, dan kepala lingkungan setempat. Pemertahanan bahasa Sasak dalam istilah pertanian, yaitu (1) ritual meleong pare bulu ‘penanaman padi tradisional’ dalam penggunaanya telah mengalami pergeseran pada tataran makna; (2) istilah pertanian dalam ritual meleong pare bulu ‘penanaman padi tradisional’ banyak istilah yang tidak digunakan sejalan dengan tidak dilaksanakannya ritual tersebut. Menggali hubungan pergeseran dan pemertahanan bahasa, dapat dikatakan bahwa bahasa Sasak dalam istilah pertanian pada komunitas petani adat Bayan, Lombok Utara tidak dapat dipertahankan oleh penuturnya sebagaimana tidak dapat dipertahankannya budaya ritual meleong pare bulu ‘penanaman padi tradisional’ pada kehidupan budaya pertanian masyarakat setempat.Abstract: Language shift means, a community leaves a language entirely to use another language. When the shift had occurred, the residents collectively chose a new language. In language preservation, it collectively determines to continue the use of language that can already be used. When speechmakers begin to choose a new language within the realm originally reserved for the old language, it is a sign that a language shift is underway. The discourse of the meleong pare bulu ritual of the Bayan indigenous farming community, North Lombok is a form of lingual performance on a set of traditional rice planting activities based on tradition. The determination of the research subject was carried out using the purposive sampling technique, which is a research sample; traditional figures of the ritual meleong pare bulu, kiayi, and the head of the local neighborhood. The preservation of the Sasak language in agricultural terms, namely: (1) the ritual of meleong pare bulu 'traditional rice planting' in its use has undergone a shift in the level of meaning; (2) the term agriculture in the meleong pare feather ritual 'traditional rice planting' many terms are not used in line with the non-implementation of the ritual. Exploring the relationship of language shifting and maintaining, it can be said that the Sasak language in agricultural terms in the indigenous farming community of Bayan, North Lombok cannot be maintained by its speakers as the untenable ritual culture of meleong pare bulu 'traditional rice planting' in the agricultural cultural life of the local people. 
Kajian Tindak Tutur Terhadap Konflik Sosial dalam Proses Hibah, Waris, Wakaf, Dan Wasiat Habiburrahman Habiburrahman; Siti Lamusiah; Rudi Arrahman; Arsyad Abd Gani; Supratman Supratman
Jurnal Ilmiah Telaah Vol 8, No 2: July 2023
Publisher : Universitas Muhammadiyah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31764/telaah.v8i2.17197

Abstract

  Abstrak: Penggunaan bentuk, fungsi dan strategi tindak tutur telah diungkap oleh peneliti dalam kasus mendalam tentang pelaksanaan penggunaan tutur dalam proses penanganan konflik di masyarakat dalam proses hibah, warisan, wakaf dan wasiat. Dengan demikian, tujuan penelitian ini telah tercapai, yaitu untuk mendeskripsikan penggunaan bentuk, fungsi, dan strategi tindak tutur dalam proses hibah, warisan, wakaf dan wasiat. Penelitian ini merupakan penelitian pragmatis dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan sebagai berikut. 1) Penggunaan ucapan dalam proses hibah dapat dalam mode deklaratif dan interogatif dengan fungsi memberi dan pertanyaan yang diucapkan dengan strategi langsung. 2) Penggunaan ucapan dalam proses pewarisan dapat dalam mode deklaratif, interogatif, dan imperatif dengan fungsi memberitahu, bertanya, memesan, dan menuntut yang diucapkan dengan strategi langsung dan tidak langsung. 3) Penggunaan tutur kata dalam proses wakaf dapat dilakukan secara deklaratif dan interogatif dengan maksud memberi dan mengajukan pertanyaan yang diucapkan dengan strategi langsung. Dan 4) Penggunaan bentuk, fungsi, dan strategi dalam proses wasiat di desa Bajur tidak ditemukan penggunaannya karena tidak didukung oleh data yang lengkap, mengingat konteks pidato tidak didukung oleh adanya acara wasiat di masyarakat desa Bajur. Dari keempat hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan bentuk, fungsi dan strategi tindak tutur penting diperhatikan untuk mendapatkan kejelasan makna setiap ujaran dalam proses hibah, warisan, wakaf dan wasiat agar memperoleh pemahaman bersama dan menciptakan kerukunan serta menghindari konflik sosial Abstract: The use of forms, functions and strategies of speech acts has been revealed by researchers in in-depth cases about the implementation of speech use in the process of handling conflicts in the community in the process of grants, inheritances, endowments and wills. Thus, the purpose of this study has been achieved, which is to describe the use of forms, functions, and strategies of speech acts in the process of grants, inheritances, endowments and wills. This research is a pragmatic research with a qualitative descriptive approach. The results showed the following. 1) The use of speech in the grant process can be in both declarative and interrogative modes with the function of giving and questions spoken with a direct strategy. 2) The use of speech in the inheritance process can be in declarative, interrogative, and imperative modes with the functions of telling, asking, ordering and demanding spoken with direct and indirect strategies. 3) The use of speech in the waqf process can be done declaratively and interrogatively with the intention of giving and asking questions spoken with a direct strategy. And 4) The use of forms, functions, and strategies in the testamentary process in Bajur village is not found to be used because it is not supported by complete data, considering that the context of speech is not supported by the existence of a will event in the Bajur village community. From the four research results, it can be concluded that the use of forms, functions and strategies of speech acts is important to pay attention to get clarity on the meaning of each speech in the process of grants, inheritances, endowments and wills in order to gain mutual understanding and create harmony and avoid social conflicts