Claim Missing Document
Check
Articles

Found 26 Documents
Search

Peran Coping Berfokus Emosi sebagai Mediator Pada Hubungan antara Kepribadian dan Penggunaan Internet Bermasalah Sandiana, Lucky Aura; Oriza, Imelda Ika Dian
Jurnal Psikologi Teori dan Terapan Vol 9, No 1 (2018): Jurnal Psikologi Teori dan Terapan
Publisher : Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Surabay

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This study was conducted to examine the role of emotion-focused coping as mediator of the relationship between personality traits and the level of problematic internet use. A total of 174 participants in the age range 18-29 (M = 23.1, SD = 2.7) have completed online questionnaires. The instruments used were Generalized Problematic Internet Use Scale 2 (GPIUS2), Big Five Inventory 44, and Brief COPE. The findings of this study show that emotional-focused coping did not work as a mediator in the three personality trait relationships (neuroticism, extraversion, & openness) with problematic internet use. Nevertheless, this study found that the direction of the relationship between the three variables has aligned with previous theories and findings. Allegations about the possibility of no significance are discussed.Key words: Emotional-focused coping, personality traits, problematic internet useAbstrak: Penelitian ini dilakukan untuk melihat peran mediasi coping berfokus emosi pada hubungan trait kepribadian dan tingkat penggunaan internet bermasalah. Sebanyak 174 orang partisipan dengan rentang usia 18-29 tahun (M = 23,1, SD = 2,7) telah mengisi kuesioner secara online. Terdapat tiga alat ukur untuk mengukur ketiga variabel, yakni Generalized Problematic Internet Use Scale 2 (GPIUS2), Big Five Inventory 44, dan Brief COPE. Hasil temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa coping berfokus emosi tidak dapat bekerja sebagai mediator dalam hubungan tiga trait kepribadian (neuroticism, extraversion, dan openness) dengan penggunaan internet bermasalah. Meskipun demikian, penelitian ini menemukan bahwa arah hubungan antara ketiga variabel telah sejalan dengan teori dan temuan sebelumnya. Dugaan mengenai kemungkinan tidak terjadi signifikansi didiskusikan.
PERAN FEAR OF MISSING OUT (FOMO) SEBAGAI MEDIATOR ANTARA KEPRIBADIAN DAN PENGGUNAAN INTERNET BERMASALAH Angesti, Ristia; Oriza, Imelda Dian Ika
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 2, No 2 (2018): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v2i2.2317

Abstract

Increasing internet users trigger problems in internet usage. In recent years, the phenomenon of the fear of missing out (FOMO) that has only emerged in recent years is thought to be a mediator between personality and problematic internet use. The purpose of this study is to see the influence of FOMO which acts as a mediator between personality and problematic internet use. The participants of this study are male (N = 39) and female (N = 143) participants with age range of 18-29 years (M = 23.05, SD = 2.7), namely in emerging adulthood with a total number of 182 participants. There are three measuring instruments used in this study, namely the scale of problematic internet use, personality scale, and the scale of fear of missing out. The data analysis used in this study is mediation analysis. The results obtained in this study is that neuroticism trait significantly affects FOMO, a = 0.268, p <0.001. Then, FOMO affects problematic internet usage significantly, b = 0.941, p <0.001. Furthermore, neuroticism trait significantly affects problematic internet use through mediators, namely FOMO c '= 0.615, p <0.001. The indirect effect obtained is 0.247, the direct effect is 0.615, and the total effect is 0.863. The indirect effect of 0.247 on 10,000 sample bootstraps obtained true indirect effects ranging from 0.102 to 0.415 at 95% Confidence Interval (CI). Partial mediation between neuroticism trait and problematic internet use mediated by FOMO can be found. Then, there is perfect mediation between conscientiousness trait and problematic internet use mediated by FOMO. Through this research, it is proven that FOMO plays an important role as a mediator between personality and problematic internet use.  Pengguna internet yang semakin meningkat memicu permasalahan dalam penggunaan internet. Beberapa tahun terakhir, fenomena fear of missing out (FOMO) yang baru muncul beberapa tahun terakhir diduga dapat menjadi mediator antara kepribadian dan penggunaan internet bermasalah. Tujuan penelitian ini untuk melihat pengaruh FOMO yang berperan sebagai mediator antara kepribadian dan penggunaan internet bermasalah. Partisipan penelitian adalah partisipan berjenis kelamin laki- laki (N = 39) dan perempuan (N = 143) dengan rentang usia 18-29 tahun (M = 23.05, SD = 2.7) yaitu pada emerging adulthood dengan jumlah total partisipan 182 orang. Terdapat tiga alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu skala penggunaan internet bermasalah, skala kepribadian, dan skala fear of missing out. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis mediasi.  Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini adalah trait neuroticism mempengaruhi FOMO secara signifikan, a = 0,268, p <0,001. Kemudian, FOMO mempengaruhi penggunaan internet bermasalah secara signifikan, b = 0,941, p<0,001. Selanjutnya, trait neuroticism mempengaruhi penggunaan internet bermasalah melalui mediator yaitu FOMO secara signifikan, c’= 0,615, p<0,001. Maka diperoleh indirect effect sebesar 0,247,  direct effect sebesar 0,615, dan total effect sebesar 0,863. Indirect effect sebesar 0,247 pada 10.000 bootstrap sampel dan diperoleh true indirect effect yang berkisar antara 0,102 hingga 0,415 pada 95% Confidence Interval (CI). Dapat dilihat bahwa terdapat mediasi parsial antara trait neuroticism dengan penggunaan internet bermasalah yang dimediasi oleh FOMO. Kemudian, terdapat mediasi yang sempurna antara trait conscientiousness dengan penggunaan internet bermasalah yang dimediasi oleh FOMO. Melalui penelitian ini, membuktikan bahwa FOMO memiliki peran yang penting sebagai mediator antara kepribadian dan penggunaan internet bermasalah
Meningkatkan Kepuasan Perkawinan Melalui Aktivitas Menghitung Kebaikan Ratih Andrini; Imelda Ika Dian Oriza; Made Cynthia Agrita Putri Rizwari; Mustika Nur Rafidasari
Jurnal Online Psikogenesis Vol 6, No 2 (2018): Desember
Publisher : Lembaga Penelitian Universitas YARSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24854/jps.v6i2.698

Abstract

Ketidakpuasan dalam perkawinan tidak hanya berdampak pada hubungan perkawinan, tetapi juga pada diri individu, seperti menurunnya kesehatan psikologis dan peningkatan stres psikologis dan kecenderungan depresi. Tujuan dari penelitian ini adalah menguji efektivitas aktivitas menghitung kebaikan dalam meningkatkan kepuasan perkawinan. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 62 orang yang terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen diminta untuk melaporkan kebaikan yang ia lakukan kepada pasangannya selama 7 hari berturut-turut. Kepuasan perkawinan partisipan diukur sebanyak 2 kali (pre-test dan post-test), dengan menggunakan Enrich Marital Satisfaction (EMS) yang sudah diadaptasi ke dalam Bahasa Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan tingkat kepuasan perkawinan yang signifikan antara kelompok yang melakukan aktivitas menghitung kebaikan dan yang tidak melakukan aktivitas menghitung kebaikan. Akan tetapi, partisipan pada kelompok eksperimen menunjukkan tingkat kepuasan perkawinan yang meningkat sesudah melakukan aktivitas menghitung kebaikan, walaupun tidak signifikan.
Pengaruh Socio-cultural Influences dan Self-Compassion terhadap Apresiasi Tubuh Wanita: Social Appearance Comparison sebagai Mediator Imanurul Aisha Rahardjo; Bagus Takwin; Imelda Ika Dian Oriza
‎‎‎TAZKIYA Journal of Psychology Vol 9, No 1 (2021): TAZKIYA: Journal of Psychology
Publisher : Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/tazkiya.v9i1.19051

Abstract

Self-image in general is an important part of humans. Having an ideal body shape according to the perceptions and norms that develop in society is usually a standard condition to be considered to be attractive. Self-image view is closely related to body image; mental picture of a person, cognitive and emotional assessments of himself, and approximately other people's judgments about the shape and size of his body. A positive body image is a multifaceted construct that is not simple so that it is not only a target of self-criticism but also an attitude of respect and self-acceptance which is called body appreciation. The purpose of this study was to find out the role of sociocultural influences and self-compassion on individual body appreciation and the presumption of the role of social appearance comparison variables as mediators between self-compassion and body appreciation. Participant were individuals aged 20-40 years consisting of 84 women. This research was conducted using multiple regression analysis. The results of the analysis, self-compassion contributed 21.7% to body appreciation and the proof of social appearance comparison mediated partially the relationship between self-compassion and body appreciation.
EFEKTIVITAS AKTIVITAS MENGHITUNG BERKAT (COUNTING BLESSING) TERHADAP KEPUASAN PERNIKAHAN Imelda Ika Dian Oriza; Hasna Nadira; Mutia Ardi; Nadira Khairunnisa
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 2, No 2 (2018): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v2i2.2087

Abstract

Kepuasan pernikahan berperan penting pada kesejahteraan mental individu yang berada dalam relasi pernikahan. Dalam ranah psikologi positif, aktivitas positif merupakan salah satu kegiatan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan mental dan juga berdampak positif pada relasi individu. Melalui penelitian ini, peneliti bertujuan melihat efektivitas dari aktivitas menghitung berkat terhadap kepuasan pernikahan. Penelitian dilakukan menggunakan metode eksperimental dengan melibatkan 58 partisipan yang terbagi menjadi dua kelompok secara acak, yaitu kelompok yang melakukan aktivitas menghitung berkat (n = 21) dan kelompok yang tidak melakukan aktivitas menghitung berkat (n = 37). Pemilihan partisipan dengan teknik convenience sampling dilakukan untuk menjaring partisipan yang sudah menikah dan berada dalam rentang usia pernikahan antara 1 sampai 13 tahun, tinggal satu rumah dengan pasangan, dan berpendidikan terakhir minimal diploma. Tingkat kepuasan pernikahan diukur menggunakan alat ukur Enrich Marital Satisfaction Scale (EMS) yang dilakukan sebelum (pre-test) dan setelah (post-test) pemberian intervensi aktivitas menghitung berkat. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan pada tingkat kepuasan pernikahan partisipan sebelum dan setelah melakukan aktivitas menghitung berkat t(20)= -0,39, p>0,05. Selain itu hasil penelitian ini juga melihat bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara kelompok yang melakukan aktivitas menghitung berkat dan kelompok yang tidak melakukan aktivitas tersebut terhadap tingkat kepuasan pernikahan U = 34,10, z = -0,77, ns (p > 0,05). Marriage satisfaction is an important factor that is not only related to relationship in marriage, but also to individual well-being. In the realm of positive psychology, positive activity is an activity that is known to have a positive impact on improving the quality of individual relationships. Through this study, researchers aim to test the effectiveness of the activity of counting blessings on marital satisfaction. The study was conducted using experimental method involving 58 participants randomly divided into two groups, namely the group that performs the counting blessings activity (n = 21) and the group that does not perform counting blessings activity (n = 37). The participants of the experimental group were asked to record the things they were grateful for about their spouses for 14 consecutive days. While the control group was only asked to fill out marriage satisfaction questionnaire before and after the test. The level of marital satisfaction was measured using the measurement of the Enrich Marital Satisfaction Scale (EMS). The selection of participants by convenience sampling technique was carried out to acquire married participants with the marriage age range of 1 to 13 years, living together with their respective spouse, and having completed at least diploma education. The result of this study shows that there is no significant difference in the level of marital satisfaction of participants before and after performing the counting blessings activity with (20) = -0.39, p> 0.05. In addition, the result of this study also sees that there is no significant difference between the group that performs the counting blessings activity and the group that does not perform the activity on marital satisfaction level U = 34.10, z = -0.77, ns (p> 0.05 )Keywords: positive activity; counting blessings activity; marital satisfaction
The Relationship Between Stress and Well-being: The Mediating Roles of Students’ Psychological Flexibility and Loneliness During the Coronavirus Pandemic Indra, Gracia Hanna; Radyani, Annisa Mega; Oriza, Imelda Ika Dian
Psychological Research on Urban Society Vol. 4, No. 2
Publisher : UI Scholars Hub

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Coronavirus (COVID-19) has greatly impacted people‘s lives, including those of students in higher education, who have experienced drastic changes causing high levels of stress and decreased well-being. The relationship between stress and well-being can be viewed through the lens of psychological flexibility and loneliness. Individuals who experience high stress tend to be psychologically inflexible and have avoidant/maladaptive coping strategies. As a result, they are also vulnerable to loneliness, which ultimately results in decreased in well-being. In this study, of 945 student-participants, 43.28% met the criterion for high loneliness, 21.9% reported high perceived stress, 69.8% reflected high psychological inflexibility, and their mean score for well-being was 54.45. Serial mediation analysis found that psychological flexibility and loneliness partially mediate the relationship between stress and well-being. However, stress can affect well-being directly but also indirectly through psychological inflexibility and loneliness. A high level of stress, with a low level of psychological flexibility, results in a high level of loneliness; hence well-being decreases. Interventions promoting psychological flexibility can help individuals adapt and cope with difficult situations during the pandemic.
Sexting and Sexual Satisfaction on Young Adults in Romantic Relationship Oriza, Imelda Ika Dian; Hanipraja, Magdalena Anastasia
Psychological Research on Urban Society Vol. 3, No. 1
Publisher : UI Scholars Hub

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The integration of technology into everyday life contributes to the urgency to study virtual activities within the context of a romantic relationship, one of them being sexting or the exchange of sensual messages through communication technology. Sexting, until recently, had been looked upon as risky sexual behavior. Researchers, however, have come to view sexting as a positive activity in romantic relationships, especially in regards to sexual satisfaction. Sexual satisfaction may be enhanced by sexting as it can function as a means of sexual communication and activity. This research aims to investigate the relationship between sexting and sexual satisfaction, especially with sexting as the predictor of sexual satisfaction. Regression analysis is used to test the hypothesis, and the result shows that sexting significantly predicted sexual satisfaction (F(1,70) = 8,602, p = 0,005, < 0,01) with the determinant coefficient of 0,109, interpreable as 10,9% variance of sexual satisfaction explained by sexting.
MEMAHAMI MEKANISME GEJALA DEPRESI DAN KEDUKAAN: PERAN JERAT KOGNITIF SEBAGAI MEDIATOR Shabrina Audinia; Imelda Ika Dian Oriza
PREPOTIF : JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT Vol. 6 No. 3 (2022): DESEMBER 2022
Publisher : Universitas Pahlawan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/prepotif.v6i3.8122

Abstract

Proses kedukaan merupakan fenomena yang umum dialami oleh setiap orang. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa gejala kedukaan berkorelasi dengan gejala depresi, namun belum banyak penelitian yang mengeksplorasi mekanisme hubungan antara keduanya. Penelitian ini mencoba membuktikan bahwa jerat kognitif menjadi mediator hubungan antara gejala depresi dengan gejala kedukaan. Penelitian kuantitatif dengan menggunakan regresi berbasis mediasi dilakukan kepada dewasa muda yang mengalami kedukaan akibat kematian (N = 112). Gejala depresi diukur dengan Patient Health Questionnaire-9 (PHQ-9), gejala kedukaan yang kompleks diukur dengan Complicated Grief Inventory (CGI), dan jeratan kognitif diukur dengan Cognitive Fusion Questionnaire (CFQ). Penelitian menunjukkan bahwa jerat kognitif memediasi secara parsial hubungan antara gejala depresi dan gejala kedukaan (ab = .38, p < 0.001; 95% CI [.14, .70]). Semakin tinggi gejala depresi, maka akan semakin tinggi pula jerat kognitif individu yang akan diikuti dengan peningkatan gejala kedukaan. Oleh karena itu, mengintervensi aspek kognitif merupakan hal yang krusial untuk menurunkan gejala kedukaan.
FISIBILITAS ACCEPTANCE AND COMMITMENT THERAPY (ACT) DALAM SETTING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN SELF-EFFICACY PADA MAHASISWA DENGAN KECEMASAN SOSIAL Aditya Gunawan; Imelda Ika Dian Oriza
Jurnal EMPATI Jurnal Empati: Volume 12, Nomor 2, Tahun 2023 (April 2023)
Publisher : Faculty of Psychology, Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/empati.2023.28512

Abstract

Kecemasan sosial merupakan salah satu gangguan yang dapat mempengaruhi performa akademik mahasiswa. Beberapa teori dan penelitian sebelumnya menyatakan bahwa self-efficacy merupakan mediator yang dapat membantu efektivitas suatu treatment. Acceptance and Commitment Therapy (ACT) merupakan intervensi berbasis mindfulness dan acceptance dengan tujuan untuk pengembangan, perbaikan, atau sebagai alternatif teoritis yang lebih kuat dalam intervensi berbasis kognitif. Diharapkan melalui ACT dapat membantu mahasiswa untuk menghadapi pengalaman negatifnya melalui peningkatan fleksibilitas psikologis. Penelitian ini melakukan replika pada modul Mindfulness and Acceptance based Group Therapy for Social Anxiety Disorder: A treatment Manual Second Edition dari Fleming & Kocovski (2014). ACT dilakukan dalam kelompok yang terdiri dari 4 sesi dengan jeda 1 minggu antar sesi. Sampel dikumpulkan dengan metode purposive sampling. Pengukuran efektivitas intervensi dilakukan menggunakan Liebowitz Social Anxiety Scale (LSAS), General Self-Efficacy Scale (GSAS), dan Acceptance and Action Questionnaire (AAQ-II). Hasil akhir menunjukkan bahwa terdapat penurunan kecemasan sosial serta kenaikan self-efficacy. Kohesivitas dalam kelompok membantu partisipan untuk lebih terbuka dan berdampak positif. Peneliti menduga terdapat faktor lain yang mempengaruhi kecemasan sosial. Ketiadaan peningkatan self-efficacy menunjukkan bahwa ACT dapat digunakan pada populasi yang lebihluas lagi meskipun riset mengenai hal ini masih diperlukan.
Efektivitas Acceptance Commitment Therapy (ACT) Berbasis Web untuk Menurunkan Experiential Avoidance pada Mahasiswa Putri Ayu Widyautami; Imelda Ika Dian Oriza
Gadjah Mada Journal of Professional Psychology (GamaJPP) Vol 9, No 1 (2023)
Publisher : Faculty of Psychology, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/gamajpp.80548

Abstract

Mahasiswa rentan mengalami distres psikologis. Akan tetapi, terdapat beberapa permasalahan yang menghambat mahasiswa untuk mendapatkan intervensi psikologis, yakni jumlah praktisi kesehatan mental yang terbatas, keterbatasan waktu, gejala permasalahan psikologis tertentu, dan stigma. Solusi alternatif untuk permasalahan tersebut adalah Acceptance commitment therapy (ACT) berbasis web. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas ACT berbasis web dalam menurunkan experiential avoidance pada mahasiswa yang mengalami distres psikologis. Terdapat 38 partisipan yang mengikuti intervensi. Akan tetapi, hanya terdapat 12 partisipan dengan data yang lengkap dan dapat diolah untuk menguji efektivitas intervensi. Pengukuran dilakukan pada tahap pra-intervensi, pasca-intervensi dan follow up. Analisis Friedman dan Wilcoxon menunjukan bahwa ACT berbasis web efektif untuk menurunkan experiential avoidance dan distress psikologis secara signifikan. Semua hasil yang signifikan dapat dipertahankan pada dua minggu setelah intervensi. Hasil penelitian berkontribusi terhadap literatur mengenai penerimaan dan efektivitas intervensi psikologis berbasis web serta menyediakan platform untuk meningkatkan akses ke perawatan berbasis bukti. Keterbatasan penelitian dijelaskan pada bagian diskusi.