Hendra Haryanto
Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana

Published : 14 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 14 Documents
Search

Actio Pauliana Sebagai Upaya Kurator Dalam Kepailitan Berdasarkan Putusan Nomor 61 Pk/Pdt.Sus-Pailit/2015 Hendra Haryanto; John Calvin
BINAMULIA HUKUM Vol 10 No 1 (2021): Binamulia Hukum
Publisher : Faculty of Law, Universitas Krisnadwipayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37893/jbh.v10i1.230

Abstract

Actio pauliana merupakan upaya Kurator untuk melakukan pembatalan terhadap perbuatan yang dilakukan oleh debitur pailit. Dalam hal ini yang diteliti yaitu actio pauliana yang diterapkan dalam Putusan Nomor 61 PK/Pdt.Sus-Pailit/2015 (PT. Metro Batavia) atau yang dikenal dengan Batavia Air, selain itu diteliti juga pertimbangan hakim yang menyatakan bahwa Debitur Pailit telah mengetahui perbuatannya. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan penerapan actio pauliana oleh kurator dalam studi kasus PT. Metro Batavia. Metode penelitian yang dipakai dalam penulisan ini ialah metode penelitian normatif, dengan menggunakan pendekatan kasus actio pauliana Batavia Air. Analisis dari permasalahan ini yaitu bagaimana actio pauliana dapat diupayakan oleh kurator dalam hal terjadi kasus perbuatan dengan itikad tidak baik yang dilakukan oleh debitur pailit dan permasalahan selanjutnya yaitu bagaimana pertimbangan hakim yang menyatakan bahwa debitur pailit telah mengetahui perbuatannya, bahwa perbuatannya tersebut telah melawan hukum, tidak memiliki moral dan tidak memberikan keadilan bagi kreditor dan kurator. Saran dalam penelitian ini yaitu hakim dalam pengadilan niaga lebih ditingkatkan pemahamannya dalam menangani perkara kepailitan yang berkaitan dengan actio pauliana. Kata Kunci: actio pauliana, kurator, debitur, kepailitan.
Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Aplikasi Shopee Pay Later Sherlina Permata; Hendra Haryanto; Verawati Br. Tompul
Krisna Law Vol 4 No 1 (2022): Krisna Law, Februari 2022
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (185.917 KB) | DOI: 10.37893/krisnalaw.v4i1.587

Abstract

Perdagangan digital di Indonesia mengalami perkembangan dan inovasi dari segi penyedia pelayanan pada sektor jasa keuangan. Terutama dalam sektor sistem pembayaran elektronik yang digunakan dalam bertransaksi di e-commerce. Shopee Pay Later yang merupakan fasilitas kredit ini juga termasuk ke dalam jenis Fintech atau Financial Technology dengan istilah fintech lending atau disebut juga fintech peer-to-peer lending yaitu metode pembayaran dengan sistem peminjaman secara online tanpa harus memiliki rekening bank. Dengan menggunakan metode penelitian hukum empiris peneliti menemukan kasus terkait tidak adanya perlindungan konsumen terhadap pengguna aplikasi Shopee Pay Later yaitu saudari Fitri Yeni Prihandono dengan terjadinya peretasan akun miliknya. Perbuatan tersebut melanggar Pasal 30 ayat (3) jo. Pasal 46 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 jo. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pihak Shopee dalam perkembangannya tidak ada itikad baik dalam tanggung jawabnya kepada konsumen sebagai pelaku usaha sekaligus penyelenggara sistem elektronik. Shopee memiliki kewajiban kepada konsumennya dalam hal perlindungan konsumen sesuai ketentuan pada Pasal 4 jo. Pasal 62 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Shopee melanggar keamanan dari jaringan yang sudah ada di dalam ketentuan POJK No.77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Berbasis Teknologi dan Informasi yang merupakan dasar dari pengaturan pada sistem Pay Later. Kata Kunci: Fintech; Pay Later; Perlindungan Konsumen; Shopee.
EFEKTIVITAS KLAUSULA THIS INSURANCE IS SUBJECT TO ENGLISH LAW AND PRACTICE DALAM POLIS PENGANGKUTAN BARANG INDONESIA Megawati Chris Debora Marsela Mendrofa; Hendra Haryanto; Asmaniar Asmaniar
Krisna Law Vol 1 No 3 (2019): Krisna Law, Oktober 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (332.371 KB)

Abstract

Penerapan klausul This Insurance is Subject to English Law and Practice pada proses pengangkutan barang di laut Indonesia, dalam hal ini pada kasus PT. Mega Agung Nusantara dengan pihak asuransi PT. Asuransi Harta Aman Pratama Tbk, tidak sesuai dengan hukum dan aturan yang berlaku di Indonesia. Pasalnya dengan penerapan klausul tersebut seharusnya ada kalimat lanjutan yang tidak diikutsertakan ke dalam polis asuransi pengangkutan barang tersebut, yang bunyinya, “as far is this is not in Contradiction with the law of the Republic of Indonesian” yang dimuat dalam surat edaran Dewan Asuransi Indonesia pada tanggal 11 Maret 1982, sehingga akibat dihapusnya kalimat lanjutan tersebut adalah ketidakpastian hukum dalam polis asuransi pengangkutan laut tersebut yang merugikan konsumen. Pencantuman klausula baku tidaklah boleh dilakukan semena-mena oleh pelaku usaha sebagaimana dituangkan dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Berdasarkan Pasal 1338 KUH Perdata ayat (3) mengenai itikad baik, seharusnya poin ini menjadi pertimbangan hakim dalam menafsirkan pasal ini secara keseluruhan sebab menurut penulis polis asuransi yang dibuat oleh pihak penanggung mengalami cacat kehendak bila dilihat dari pencantuman klausul yang tidak lengkap dalam polis. Kata Kunci: asuransi pengangkutan laut, institute cargo clauses, perlindungan konsumen, itikad baik.
PENGARUH ASAS PACTA SUNT SERVANDA DALAM KONTRAK KARYA TERHADAP DIVESTASI SAHAM PT. FREEPORT INDONESIA A. Rahabistara Ditiagonzaga; Hendra Haryanto; Pater Y. Angwarmasse
Krisna Law Vol 1 No 3 (2019): Krisna Law, Oktober 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (314.153 KB)

Abstract

Kontrak karya dibuat pada saat pemerintah Indonesia tidak memiliki konsep mengenai kontrak pertambangan sebagaimana mestinya. Konsep production sharing contract yang dipakai dalam bidang pertambangan minyak dan gas tidak sesuai karena pertambangan mineral dan batubara memerlukan dana investasi dalam jumlah yang lebih besar dan rentang waktu yang lama sehingga membutuhkan kepastian hukum. Kemudian rezim pemerintahan berganti dan konsep penerimaan negara secara global berubah ketika negara-negara berkembang yang di eksploitasi kekayaan alamnya menuntut penerimaan negara yang lebih besar melalui konsep divestasi saham. Indonesia sebagai negara yang turut mengadopsi konsep tersebut melalui Pasal 112 juncto Pasal 169 huruf b UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara terkendala dengan asas pacta sunt servanda yang kerapkali disamakan dengan prinsip kesucian kontrak. Akibatnya ialah implementasi dari aturan tersebut tertunda hingga 8 Tahun. Untuk mewujudkan hal tersebut asas pacta sunt servanda atau kesucian kontrak haruslah dilanggar dengan menerapkan asas rebus sic stantibus atau hardship clause dan asas permanent sovereignty over natural resources yang pada hakikatnya ada untuk menyeimbangkan asas pacta sunt servanda agar aturan divestasi saham dapat diimplementasikan sesuai dengan amanat Pasal 33 UUD 1945. Kata Kunci: pacta sunt servanda, kontrak karya, divestasi saham.
Perbuatan Melawan Hukum atas Transaksi Efek Obligasi Surat Utang Negara Dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal Binter Herinsus Pandiangan; Hendra Haryanto; Murendah Tjahyani
Krisna Law Vol 2 No 1 (2020): Krisna Law, Februari 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (198.509 KB)

Abstract

Aktivitas perdagangan efek yang semakin kompleks di bidang pasar modal mengakibatkan semakin canggihnya teknik yang digunakan oleh pihak-pihak tertentu dalam melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum. Pengaturan terkait perbuatan yang dilarang dalam pasar modal sejatinya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti pelanggaran dalam perdagangan efek yang dapat dikaitkan dengan aturan-aturan yang terdapat dalam pasar modal. Adapun pokok permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah Bagaimana dasar pemenuhan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh para pelaku yang terbukti bersalah dalam transaksi efek obligasi surat utang negara seri FR 0035 ditinjau dari UUPM dan bagaimana konsekuensi hukum terhadap pelaku yang terbukti bersalah terkait transaksi efek obligasi Surat Utang Negara dengan seri FR0035 pada putusan Nomor 746/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel menurut Undang-Undang Pasar Modal. Untuk menjawab permasalahan di atas, penulis menggunakan metode penelitian secara normatif atau disebut juga penelitian kepustakaan yaitu mengkaji sumber-sumber bahan pustaka atau data-data yang sudah ada. Berdasarkan analisis terhadap tindakan yang dilakukan oleh Para pelaku tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum. Adapun konsekuensi hukum yang terkait pelanggaran dalam pasar modal tersebut adalah sanksi yang dapat dikenakan terhadap tindakan tersebut menurut UUPM adalah sanksi perdata yang diatur dalam Pasal 111 UUPM berupa ganti rugi secara tanggung renteng. Kata Kunci: perbuatan melawan hukum, pasar modal, transaksi efek obligasi.
Penerapan Pembatalan Hak Desain Industri Berdasarkan Gugatan Terkait Adanya Unsur Itikad Tidak Baik Mochamad Rizki Permana; Hendra Haryanto; Yessy Kusumadewi
Krisna Law Vol 2 No 1 (2020): Krisna Law, Februari 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (257.519 KB)

Abstract

Upaya melakukan gugatan guna membatalkan Hak Desain Industri dari pihak yang memiliki kepentingan masih kerap kali terjadi yang disebabkan adanya dugaan unsur “itikad tidak baik” oleh pihak pemohon pendaftaran Desain Industri, sehingga tidak jarang berujung kepada pembatalan Hak Desain Industri dikarenakan tidak memenuhi ketentuan di dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri (“UU Desain Industri”). Substansi penelitian ini guna memperoleh pengetahuan terkait implementasi pembatalan Hak Desain Industri berdasarkan gugatan terkait adanya unsur itikad tidak baik berdasarkan ketentuan pada UU Desain Industri. Metode penelitian pada penelitian ini adalah dengan menggunakan penelitian yuridis normatif dengan jenis penulisan deskriptif analisis. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwasanya terkait ketentuan Pasal 38 UU Desain Industri, upaya untuk membatalkan Hak Desain Industri berdasarkan gugatan bisa dilakukan bagi pihak yang memiliki kepentingan yang merasa hak eksklusifnya dilanggar oleh pihak lain dengan mengacu kepada alasan-alasan yang diamanatkan pada ketentuan Pasal 2 UU Desain Industri. Adanya unsur kesengajaan dari pihak pemohon pendaftar Desain Industri yang mendaftarkan Desain Industrinya dan Desain Industri sebagaimana didaftarkan tersebut sudah lebih dulu muncul di masyarakat dan telah menjadi milik umum, dapat diduga desain industri itu tidak dapat memenuhi unsur “kebaruan” dan unsur kesengajaan tersebut tergolong kepada unsur “itikad tidak baik”. Kata Kunci: hak desain industri, gugatan, itikad tidak baik.
Tinjauan Yuridis Pada Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Badan Rahmat Nuryanto; Hendra Haryanto; Mutiarany Mutiarany
Krisna Law Vol 3 No 2 (2021): Krisna Law, Juni 2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (162.075 KB) | DOI: 10.37893/krisnalaw.v3i2.389

Abstract

Pajak merupakan suatu gejala masyarakat karena pajak hanya ditemukan dalam masyarakat. Masalah pajak adalah masalah negara dan setiap orang yang hidup dalam suatu negara pasti berurusan dengan pajak. Keberlangsungan hidup untuk membiayai rumah tangga suatu negara bersumber dari pendapatan negara, yang dipungut dari masyarakat wajib pajak melalui pemungutan pajak. Berdasarkan peraturan perpajakan yang menjadi obyek pajak adalah penghasilan. Penghasilan dari pajak inilah yang nantinya untuk membiayai kepentingan umum yang akhirnya mencakup kepentingan individu. Dengan kata lain, pendapatan negara dari sektor pajak merupakan penggerak roda kehidupan ekonomi masyarakat yang merupakan sarana nyata bagi pemerintah untuk menyediakan berbagai prasarana ekonomi dan sarana kepentingan umum lainnya yang ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat. Sehubungan dengan pentingnya masalah perpajakan, maka tuntutan agar rakyat dapat sadar membayar pajak harus diimbangi pula dengan perlakuan yang adil. Dalam perkara penerbitan surat ketetapan pajak kurang bayar pajak penghasilan badan yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak dapat dibenarkan karena telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Perpajakan. Pertimbangan Majelis Hakim dalam memutus sengketa nilai pajak yang tidak/kurang dibayar juga sudah tepat karena adanya hasil pemeriksaan badan peradilan dalam bentuk putusan yang hakikatnya melahirkan kewenangan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam mengambil tindakan.
Penghapusan Hak Paten Atas Invensi yang Tidak Memenuhi Kriteria yang Dilindungi Undang-Undang Paten Ashri Andevi Putri Rahmadhani; Hendra Haryanto; Sardjana Orba Manullang
Krisna Law Vol 3 No 2 (2021): Krisna Law, Juni 2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (210.316 KB) | DOI: 10.37893/krisnalaw.v3i2.398

Abstract

Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri invensi tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Invensi yang diberi Paten telah diatur dalam Undang-Undang Paten (Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016) yaitu invensi harus mengandung suatu kebaruan, memiliki langkah inventif, dan dapat diterapkan dalam industri. Namun dalam sebuah invensi, tidak semua invensi dapat diberikan Hak Paten. Jika dalam sebuah invensi terdapat sebagian atau seluruhnya tidak memenuhi kriteria syarat patentabilitas yang diatur Undang-Undang Paten, maka invensinya itu layaknya tidak dapat diberikan. Apabila invensi tersebut tidak memenuhi kriteria yang diatur dalam Undang-Undang Paten tetapi ketika didaftarkan lolos dan dilindungi sepenuhnya oleh negara seperti dalam kasus ini (Putusan Pengadilan Negeri Nomor 47/Pdt.Sus-Paten/2017/PN.Niaga.Jkt.Pst), maka seharusnya paten ini harus dihapus untuk dicabut hak patennya. Pokok permasalahan disini adalah invensi yang ada di dalam paten sengketa ini, klaimnya sama dengan domain publik di buku pedoman yang diterbitkan Badan Karantina Pertanian Kementrian Pertanian Republik Indonesia (BARANTAN). Proses yang dikeluarkan dalam buku pedoman milik Barantan ini sudah terlebih dulu dikeluarkan jauh sebelum paten sengketa didaftarkan
Perlindungan Hukum Terhadap Pemilik Hak Atas Merek Sony Johanes; Hendra Haryanto; Yessy Kusumadewi
Krisna Law Vol 3 No 2 (2021): Krisna Law, Juni 2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (185.933 KB) | DOI: 10.37893/krisnalaw.v3i2.422

Abstract

Merek merupakan tanda yang terdapat pada suatu produk dengan tujuan untuk membedakan antara suatu barang dengan barang jenis lainnya. Tanda tersebut ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa. Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana Perlindungan Hukum Terhadap Pemilik Hak atas Merek dan Bagaimana Pertimbangan Hukum Hakim dalam Putusan Nomor 69/Pdt.Sus/Merek/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst. Penulisan penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Perlindungan hukum terhadap pemilik hak merek ada dua yaitu perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif dan Putusan Nomor 69/Pdt.Sus/Merek/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst tidak tepat dari segi penerapan hukumnya, karena jika dilihat antara merek Penggugat dengan tergugat, ternyata merek tersebut tidak memiliki persamaan pada pokoknya ataupun keseluruhannya, sehingga merek Penggugat harus dilindungi oleh hukum.
Praktik Monopoli Dalam Penentuan Harga Gas Industri Bilmart Girsang; Hendra Haryanto; Verawati Br. Tompul
Krisna Law Vol 3 No 2 (2021): Krisna Law, Juni 2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (208.617 KB) | DOI: 10.37893/krisnalaw.v3i2.423

Abstract

Praktik monopoli merupakan suatu pemusatan kekuatan ekonomi dan penguasaan barang dan jasa. Kegiatan praktik monopoli dilarang oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, karena dapat menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan merugikan kepentingan umum. Dalam penelitian ini, penulis meneliti kasus dalam Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Nomor: 09 KPPU-L/2016 terkait praktik monopoli dalam penentuan harga gas industri yang dilakukan oleh PT. Perusahaan Gas Negara (PGN), yang mana Penulis menggunakan penelitian metode yuridis normatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa PT. Perusahaan Gas Negara (PGN) tidak dapat dikatakan telah melakukan praktik monopoli, karena berdasarkan ketentuan Pasal 72 Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 Tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi, harga minyak dan gas bumi diatur oleh pemerintah. Pertimbangan Hukum Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Dalam Putusan Nomor: 09/KPPU-L/2016 telah keliru dalam penerapan hukum. Hal karena Majelis Komisi tidak cermat dalam meneliti terkait regulasi yang menjadi pedoman bagi Perusahaan Gas Negara (PGN) dalam menetapkan harga gas, di mana dalam penetapan harga gas yang dilakukan oleh Perusahaan Gas Negara (PGN) adalah merupakan bagian dari kewenangan yang berikan oleh Undang-Undang.