Strategi harga yang digunakan Nabi Muhammad s.a.w. berdasarkan prinsip suka-sama-suka. Dalam surat An Nisaaâ ayat 29 : âHai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.â Demikian pula Anas meriwayatkan bahwa Nabi pernah menawarkan sebuah kain pelana dan bejana untuk minum seraya mengatakan : âSiapakah yang ingin membeli kain pelana dan bejana air minum?â Seorang laki-laki menawarnya seharga satu dirham dan Nabi menanyakan apakah ada orang yang akan membayar lebih mahal. Seorang laki-laki menawar padanya dengan harga dua dirham dan ia menjual barang tersebut padanya (Timidzi, Abu Dawud dan Ibnu Majah). Dari Anas r.a, katanya Nabi saw. bersabda : âHai Bani Najjar ! Tetapkanlah harga kebunmu kepadaku didalamnya ada runtuhan dan pohon kurma.â (Bukhari). Strategi harga yang digunakan Nabi Muhammad s.a.w. yang lain adalah prinsip tidak menyaingi harga orang lain dan tidak menyongsong membeli barang sebelum dibawa ke pasar serta tidak berbohong. Dari Abdullah bin Umar r.a. katanya Rasulullah saw, bersabda âJanganlah kamu menjual menyaingi penjualan saudaramu.â (Bukhari). Dari Abu Hurairah r.a. katanya : âRasulullah saw melarang orang kota menjualkan barang (dagangan) orang desa dan janganlah kamu membohongkan harga barang dan janganlah seseorang menjual menyaingi harga jual saudaranya, janganlah menawar sesuatu yang sedang dalam penawaran saudaranya dan jangan seorang wanita minta supaya diceraikan saudaranya (madunya) untuk menunggangkan isi bejananya.â (Bukhari). Nabi Muhammad s.a.w. menetapkan strategi harga dengan prinsip membantu orang lain. Dari Jabir bin Abdullah r.a., katanya : âAku pernah bersama-sama dengan Nabi saw. dalam suatu peperangan tetapi untaku terlambat karena lelah. Nabi saw. datang kepadaku seraya berkata, âJabir !â Aku menyahut, âYa, Rasulullah !â Tanya Nabi, âBagaimana kabarmu ?â Jawabku, âUntaku lambat dan lelah : makanya aku terlambat.âLalu dihela beliau untaku itu dengan tongkatknya, dan bersabda : âNah, naiklah !â Lalu aku naiki unta itu, dan agak kutahan jalannya supaya jangan mendahului Rasulullah saw.â Tanya beliau, âApakah engkau sudah menikah ?â Jawabku, âSudah, ya Rasulullah.â Tanya beliau pula, âApakah gadis atau janda ?â Jawabku, âDengan janda, ya Rasulullah.â Sabda beliau pula, âKenapa tidak dengan gadis saja. Engkau dapat bersedagurau dengannya dan dia dapat bersendagurai denganmu.â Jawabku, âAku mempunyai banyak saudara perempuan. Aku ingin kawin dengan wanita yang mau berkumpul, menyisiri dan mengurus mereka.â Sabda beliau, âSesungguhnya engkau bakal datang kepada mereka. Apabila engkau tiba, maka senanglah, senanglah !â Selanjutnya beliau bersabda, âAkan engkau jualkah untamu ?â Jawabku, âYa.â Lalu beliau beli dariku seharga satu uqiyah, Beliau tiba lebih dahulu dariku, dan aku tiba pagi-pagi. Kami pergi ke mesjid, maka di sana aku bertemu dengan beliau di pintu mesjid. Sabda beliau, âBaru tibakah engkau ?â Jawabku, âYa, benar.â Sabda beliau lagi, âTinggalkanlah untamu, masuklah dan shalatlah dua rakaâat !â Aku masuk ke mesjid, kemudian aku shalat. Beliau menyuruh Bilal supaya menimbang untuk beliau satu uqiyah. Bilal menimbang, dan diberatkannya timbangan untukku. Kemudian aku pergi, Tetapi baru saja aku membelakang, beliau bersabda, âPanggil Jabir !.â Tiba-tiba beliau mengembalikan unta (yang telah dibelinya itu) kepadaku. Belum pernah ada sesuatu lebih kubenci daripada hal itu. Sabda beliau, âAmbillah kembali untamu serta uang harganya untukmu !â (Bukhari).