Ni Made Armini Wiendi
Departemen Agronomi Dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (Bogor Agricultural University), Jl. Meranti, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680, Indonesia

Published : 31 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 31 Documents
Search

Pengelolaan Pemangkasan Tanaman Teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) di Perkebunan Teh Negara Kanaan, Bandung Flowrentyka Ferona Haloho; Megayani Sri Rahayu; Ni Made Armini Wiendi
Buletin Agrohorti Vol. 10 No. 3 (2022): Buletin Agrohorti
Publisher : Departemen Agronomi dan Hortikultura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29244/agrob.v10i3.46419

Abstract

Produktivitas dan mutu teh dapat ditingkatkan melalui pengelolaan pemangkasan yang baik. Kegiatan penelitian dilaksanakan di Kebun Teh Negara Kanaan, Bandung, Jawa Barat pada bulan Januari sampai April 2021. Penelitian bertujuan mengevaluasi pengelolaan pemangkasan tanaman teh. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa produktivitas tanaman teh meningkat dari tahun pangkas pertama hingga tahun pangkas keempat, dan menurun pada tahun pangkas kelima. Gilir pangkas yang ditetapkan adalah 4-5 tahun. Kebun Negara Kanaan melaksanakan pemangkasan pada bulan Januari sampai Juni (semester I) dan bulan Oktober sampai Desember (semester II) dengan jenis pangkasan kepris sebagai pangkasan produksi yang paling sering digunakan. Rata-rata tinggi bidang petik tanaman teh sebelum dipangkas adalah 118.90 cm dengan rata-rata lebar bidang petik sebesar 105.99 cm. Rata-rata persentase pucuk burung tanaman teh sebelum dipangkas sebesar 89.22%. Tinggi tanaman setelah dipangkas, yaitu 63.08 cm. Tinggi tersebut tidak berbeda nyata dengan standar tinggi pangkasan kebun, yaitu 65 cm. Pertumbuhan tunas setelah pemangkasan menunjukkan bahwa tunas pada cabang dengan diameter yang lebih kecil tumbuh lebih cepat, namun cabang dengan diameter yang lebih besar memiliki jumlah tunas yang lebih banyak. Kata kunci: gilir pangkas, pemangkasan teh, pertumbuhan tunas, produktivitas, pucuk burung
Aplikasi Benzylamino Purine (BAP) untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Produktivitas Empat Varietas Padi Sawah Khalim Rizkiana Bahri; Sugiyanta; Ni Made Armini Wiendi
Buletin Agrohorti Vol. 10 No. 3 (2022): Buletin Agrohorti
Publisher : Departemen Agronomi dan Hortikultura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29244/agrob.v10i3.46488

Abstract

Laju pertambahan produktivitas padi nasional cenderung mengalami penurunan pada beberapa tahun terakhir. Produktivitas padi nasional pada tahun 2015-2020 rata-rata mengalami penurunan sebesar 0.87%. Potensi zat pengatur tumbuh diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan mengatasi pelandaian produksi padi. Benzylamino purine (BAP) merupakan kelompok sitokinin sintesis turunan dari adenin yang berfungsi mendorong pertumbuhan tanaman dan beberapa respon perkembangan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari respon empat varietas tanaman padi sawah terhadap aplikasi beberapa konsentrasi BAP. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Sawah Baru, Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB University pada bulan Februari hingga Juni 2020. Pengamatan beberapa peubah dilakukan di Laboratorium Pasca Panen dan Laboratorium Technopark hingga bulan Agustus 2020. Rancangan percobaan yang digunakan adalah split plot dua faktor yaitu varietas sebagai petak utama dan konsentrasi BAP sebagai anak petak. Perlakuan varietas terdiri dari IPB 3S, Inpari 42, Hipa 18, dan Akitakomachi. Perlakuan konsentrasi BAP terdiri dari empat taraf konsentrasi 0; 15; 30; dan 45 ppm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa empat varietas padi yang diteliti memiliki karakteristik berbeda pada beberapa peubah yang diamati meliputi, nilai bagan warna daun saat 10 MST, panjang daun bendera, jumlah anakan produktif, bobot 1,000 butir, persentase kehampaan, dan hasil gabah kering. Aplikasi BAP dapat meningkatkan nilai bagan warna daun saat 10 minggu setelah tanam, panjang daun bendera, dan bobot 1,000 butir. Kata kunci: akitakomachi, bobot 1,000 butir, Hipa 18, Inpari 42, IPB 3S, sitokinin
Induksi Proliferasi Tunas Bawang Dayak (Eleutherine americana Merr.) melalui Organogenesis dengan Penambahan IAA dan BAP Ratna Trisnawati; Ni Made Armini Wiendi; Agus Purwito
Buletin Agrohorti Vol. 11 No. 1 (2023): Buletin Agrohorti
Publisher : Departemen Agronomi dan Hortikultura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29244/agrob.v11i1.46585

Abstract

Bawang Dayak (Eleutherine americana Merr.) merupakan tumbuhan khas Kalimantan Tengah yang digunakan sebagai obat tradisional oleh suku Dayak. Teknologi kultur jaringan dapat digunakan untuk keperluan budidaya Bawang Dayak dalam menghasilkan kualitas benih yang baik dan ketersediaan benih yang berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan mempelajari respon eksplan mata tunas vegetatif dari umbi Bawang Dayak dengan penambahan IAA dan BAP. Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh komposisi zat pengatur tumbuh IAA dan BAP yang optimal untuk perbanyakan tanaman Bawang Dayak secara in vitro. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan II, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan Oktober 2018 sampai Juni 2019. Penelitian ini terdiri dari 3 percobaan terpisah yang masing-masing menggunakan jenis eksplan dan perlakuan berbeda setiap percobaan. Percobaan I, proliferasi tunas aseptic umbi Bawang Dayak. Percobaan II, induksi proliferasi tunas dengan penambahan IAA dan BAP. Percobaan III, induksi tunas dari umbi ex vitro Bawang Dayak. Percobaan I, eksplan ditanam pada media perbanyakan KC2 dan MS13K. Percobaan II dan III.a disusun menggunakan rancangan perlakuan faktorial disusun dalam Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT), terdiri dari 2 faktor, yaitu IAA (0.0, 0.5, 1.0, 1.5 mg L-1) dan BAP (0.0, 1.0, 2.0, 3.0 mg L-1). Percobaan III.b terdiri atas 3 faktor, yaitu IAA (0.0, 0.5, 1.0, 1.5 mg L-1), BAP (0.0, 1.0, 2.0, 3.0 mg L-1), dan GA3 (0.0, 1.0, 2.0, 3.0, 4.0 mg L-1). Media perlakuan KC2 memiliki rataan jumlah tunas lebih tinggi sebesar 1.93 tunas per eksplan dibandingkan dengan media MS13K sebesar 1.42 tunas per eksplan. Media perlakuan IAA 1.0 mg L-1 dan media perlakuan BAP 3.0 mg L-1 berpengaruh sangat nyata dalam pembentukan tunas sebesar 6.5 tunas per eksplan. Subkultur kedua, media perlakuan IAA 1.5 mg L-1 berpengaruh sangat nyata dalam pembentukan tunas sebesar 3.3 tunas per eksplan. Media perlakuan IAA 1.5 mg L-1 + BAP 3.0 mg L-1 berpengaruh sangat nyata dalam pembentukan daun sebesar 5.7 daun per eksplan dibandingkan dengan media perlakuan yang lain. Kata kunci: Benzil Amino Purin, eksplan, Indole Acetic Acid, in vitro
Efisiensi Penggunaan Pupuk Majemuk Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Baby Kailan (Brassica oleracea L.) dengan Hidroponik Sistem Sumbu I Gusti Ngurah Galang Aditya; Ni Made Armini Wiendi; Juang Gema Kartika
Buletin Agrohorti Vol. 11 No. 1 (2023): Buletin Agrohorti
Publisher : Departemen Agronomi dan Hortikultura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29244/agrob.v11i1.46586

Abstract

Teknik hidroponik sistem sumbu sangat cocok dikembangkan dan diusahakan terutama di kota-kota besar. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh aplikasi jenis pupuk majemuk dan konsentrasi electrical conductivity (EC) terhadap pertumbuhan dan produksi baby kailan varietas Nova dengan hidroponik sistem sumbu. Percobaan ini dilaksanakan di greenhouse Kebun Percobaan Cikabayan dan Laboratorium Pascapanen Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor, Dramaga, Bogor, pada bulan Agustus 2017 sampai Oktober 2017. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dua faktor yang disusun secara faktorial. Faktor pertama yaitu jenis pupuk majemuk (AB Mix, Growmore, dan Gandasil D) dan faktor kedua yaitu konsentrasi EC (1.5 mS cm-1; 2.0 mS cm-1; dan 2.5 mS cm-1). Setiap perlakuan diulang tiga kali sehingga terdapat 27 satuan percobaan. Kombinasi pupuk AB Mix dengan konsentrasi EC 1.5 mS cm-1 pada budidaya baby kailan dengan hidroponik sistem sumbu menghasilkan tinggi tanaman pada 3 MST, jumlah daun pada 3 MST, panjang tangkai daun pada 2 dan 3 MST, dan panjang daun pada 1 MST yang nyata lebih tinggi dibandingkan kombinasi lainnya. Pupuk AB Mix dan konsentrasi EC 1.5 mS cm-1 merupakan perlakuan terbaik untuk budidaya baby kailan dengan hidroponik sistem sumbu. Kata kunci: baby kailan, electrical conductivity, hidroponik sistem sumbu, pupuk majemuk
Induksi Mutasi Kromosom dengan Iradiasi Sinar Gamma Cobalt60 untuk Merakit Padi (Oryza sativa) Tahan Kekeringan Secara In Vitro Indah Permata Dewi; Ni Made Armini Wiendi
Buletin Agrohorti Vol. 11 No. 2 (2023): Buletin Agrohorti
Publisher : Departemen Agronomi dan Hortikultura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29244/agrob.v11i2.47142

Abstract

Banyak orang di dunia memilih nasi sebagai sumber karbohidrat utama selain jagung dan gandum. Meningkatnya jumlah penduduk membuat kebutuhan beras meningkat. Meningkatnya permintaan beras tidak diikuti oleh pasokan beras. Untuk mengatasi masalah tersebut, peneliti mencoba mencari kultivar padi baru yang dapat ditanam di lahan kering. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari tekanan osmotik yang masih dapat diterima oleh padi var. Sintanur, mempelajari nilai LD 50 (lethal dose 50) pada padi khususnya di Sintanur dan mempelajari interaksi antara iradiasi dengan tekanan osmotik. Dalam penelitian ini, padi var. Sintanur diiradiasi menggunakan sinar gamma Cobalt60 dengan enam dosis 0 Gy, 100 Gy, 200 Gy, 300 Gy, 400 Gy, 500 Gy. Kemudian masing-masing benih hasil iradiasi ditanam pada empat jenis media yang mengandung Polyethylene glycol (PEG) dengan empat tingkat konsentrasi yaitu I0 (0 g L-1 PEG), I1 (116.538 g L-1 PEG), I2 (174.6 g L-1 PEG) dan I3 (219.547 g L-1 PEG). Berdasarkan data yang dianalisis, konsentrasi PEG tertinggi untuk seleksi toleran kekeringan pada padi var. Sintanur adalah 174.674 g L-1 PEG. Terdapat interaksi antara iradiasi dan medium PEG yang mempengaruhi tinggi tanaman dan perbanyakan tunas. LD 50 (lethal dose 50) dari padi var. Sintanur adalah 375 Gy. Kata kunci: LD 50, sintanur, polyethylene glycol
Photoautotrophic System: A Review and Potential Application for Plant Propagation In Vitro Krisantini Krisantini; Ni Made Armini Wiendi
Journal of Tropical Crop Science Vol. 5 No. 2 (2018): Journal of Tropical Crop Science
Publisher : Department of Agronomy and Horticulture, IPB University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (256.007 KB) | DOI: 10.29244/jtcs.5.2.73-78

Abstract

AbstractThe standard method of in vitro plant micro propagation uses of tightly closed culture bottles using agar media containing macro and micro nutrients and sucrose as a source of carbon for the explants. The closed bottle culture is usually kept in a temperature and light controlled environment which is lower and of different quality from the natural sunlight, resulting in high relative humidity and no air exchange inside the bottles.  Explants produced in vitro have malfunctioned stomata, undeveloped cuticles and lower leaf chlorophyll levels, and hyper hydration of the plantlets. Photoautotrophic tissue culture is micro propagation without or with a reduced sugar level in the culture media, so the growth or accumulation of carbohydrates of the explants is dependent fully upon photosynthesis and inorganic nutrient uptake. This method is usually combined with ventilation or CO2 enrichment, and recently, with incorporating porous materials such as vermiculite, gum or paper pulp to the agar media to promote better root system of the explants. This article discuss the advantages and disadvantages of the photoautotrophic micro propagation compared to the standard micro propagation methods, and provided the results of the photo autotrophic micro propagation studies conducted at Laboratory of Tissue Culture II of the Department of Agronomy and Horticulture, Bogor Agricultural University, Indonesia.
Increasing Ploidy Level of Garlic (Allium sativum L.) “Tawangmangu Baru” In-Vitro Using Colchicine Molla Gebreyohannes Hailu; Ni Made Armini Wiendi; Diny Dinarti
Journal of Tropical Crop Science Vol. 7 No. 03 (2020): Journal of Tropical Crop Science
Publisher : Department of Agronomy and Horticulture, IPB University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29244/jtcs.7.03.122-136

Abstract

“Tawangmangu Baru” garlic variety is known to have low productivity. The variety is still highly demanded due to its strong flavour and aroma; however, its production has not yet been able to fulfill the local needs of Central Java due to the small size and limited production area. This study aimed to determine the effect of concentration and time duration of colchicine treatment towards increasing the ploidy level of “Tawangmangu Baru” garlic variety for genetic variability. The experimental design used in this study was a complete randomized design with two factorials and 12 combinations. The first factor was concentration of colchicine, i.e. 0.00, 0.02, 0.04, 0.06, 0.08 and 0.10%, and the second factor was the immersion time, i.e. 24 and 48 hours. The result indicated that, 4.72% callus induction was obtained in BDS + 0.4 mg.L-1 2,4-D + 2.0 mg.L-1 kinetin; and 4.0% callus proliferation were obtained in both BDS + 1.5 mg.L-1 2,4-D + 1.0 mg.L-1 kinetin and MS +1.5 mg.L-1 2,4-D and 1.0 mg.L-1 kinetin. The untreated plantlets showed higher mortality rate compared to the explants with 48 hours colchicine treatment. Higher number of shoots were recorded in 0.1% colchicine at 48 hours and lower shoots in 24 hours, whereas 0.1% colchicine at 24 and 48 hours showed the highest ploidy level of total nuclear DNA analyzed by flow cytometry. The genetic diversity of the “Tawangmangu Baru” garlic was successfully enhanced by colchicine and immersion treatment. Mutant lines with tetraploid and mixoploid plants were obtained. The putative lines obtained at 0.1% colchicine treatment were subcultured to produce new mutants before testing the phenotype. The application of colchicine at 24 and 48 hours treatment improved the genetic potential of “Tawangmangu Baru” garlic variety in vitro. The application of colchicine increased the ploidy level and an increase in ploidy is expected to make the bulb size larger. Larger tuber size will increase the tuber weight, and also the overall garlic productivity and production in the future.
Proliferation of porang (Amorphophallus muelleri Blume) from bulbils and leaf cutting treated by NAA and BA Ayu Diah Putu Laksmi Putri; Ni Made Armini Wiendi; Edi Santosa
Jurnal Agronomi Indonesia (Indonesian Journal of Agronomy) Vol. 51 No. 3 (2023): Jurnal Agronomi Indonesia (Indonesian Journal of Agronomy)
Publisher : Indonesia Society of Agronomy (PERAGI) and Department of Agronomy and Horticulture, Faculty of Agriculture, IPB University, Bogor, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24831/jai.v51i3.48958

Abstract

Javanese konjac or iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume, Araceae) is a tuber crop native to Indonesia as a source of carbohydrat, also contains a lot of glucomannan, which has high economic value as a raw material in industry. The study aimed to develop the propagation method of A. muelleri from bulbils and leaf cuttings through the plant growth regulator (PGR) application of α-naphthaleneacetic acid (NAA) and benziladenin (BA). The research was conducted from August 2020 to December 2021 at IPB University, Bogor. The study consisted of three experiments based on the type of propagation material. Each experiment used a randomized complete block design with three factors, i.e., NAA concentrations (0, 2, and 4 mg L-1), BA concentrations (0, 5, 10, and 15 mg L-1), and propagation materials (Experiment 1: small, medium, large bulbils; Experiment 2: immature and mature peak leaflet cuttings; Experiment 3: immature and mature base leaflet cuttings). The results showed that there was an interaction of three factors in the bulbils and PGR application, which had a significant effect on the percentage of axillary shoot proliferation and growth. In Experiment 2, PGR application was unable to regenerate peak leaflet cuttings, whereas in Experiment 3 PGR encouraged base leaflet cuttings to form shoots, roots, and bulbils, especially at concentrations of 2 mg L-1 NAA+15 mg L-1 BA and 4 mg L-1 NAA+15 mg L-1 BA. Keywords: α-naphthaleneacetic acid, benziladenin, iles-iles, Javanese konjac, plant growth regulators
KARAKTER DAN PRODUKSI TIGA AKSESI TALAS DENGAN PENAMBAHAN DOSIS BAHAN ORGANIK Ridwan Diaguna; Edi Santosa; Trikoesoemaningtyas Trikoesoemaningtyas; Ni Made Armini Wiendi; Didy Sopandie; Sobir Sobir; Eny Widajati
Jurnal Agrotek Tropika Vol 12, No 1 (2024): JURNAL AGROTEK TROPIKA VOL 12, Februari 2024
Publisher : Departement of Agrotechnology, Agriculture Faculty, Universitas Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23960/jat.v12i1.6728

Abstract

Perubahan iklim dan keberlanjutan merupakan tantangan besar dalam produksi pangan, yang didominasi sumber pangan biji-bijian yang rentan terhadap perubahan iklim. Sumber karbohidrat umbi dianggap lebih tahan dan mudah beradaptasi dengan tantangan tersebut. Talas merupakan salah satu potensi besar untuk memenuhi kebutuhan pangan dengan nilai gizi yang tinggi. Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh penambahan dosis bahan organik terhadap karakter morfologi talas, dan hubungan karakter morfologi dan umbi yang dihasilkan, serta menentukan dosis yang tepat untuk budidaya talas di Indonesia. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap faktor tunggal yaitu dosis bahan organik, dengan lima ulangan. Dosis bahan organik terdiri dari 4 taraf yaitu 0,25 kg tanaman-1, 0,5 kg tanaman-1, 0,75 kg tanaman-1, dan 1 kg tanaman-1. Bahan organik (BO) meningkatkan pertumbuhan vegetatif, umbi atribut dan produksi bibit. BO meningkatkan pertumbuhan vegetatif kuantitatif. Dosis sekitar 0,5 - 1 kg lubang-1 diidentifikasi sebagai dosis yang tepat untuk pertumbuhan vegetatif, umbi atribut dan produksi bibit talas. Ada korelasi positif antara pertumbuhan vegetatif, atribut umbi dan produksi bibit. Tinggi tanaman, ukuran daun, dan diameter batang sangat penting untuk menentukan perkembangan umbi, dan selanjutnya menyebabkan tingginya produksi bibit.
Variability of Agronomic and Metabolomic Characteristics of Nine Accessions of Cardamom (Amomum compactum) From Central Java, Indonesia Haniefan, Nafarain Agung; Wiendi, Ni Made Armini; Santosa, Edi
Journal of Tropical Crop Science Vol. 12 No. 02 (2025): Journal of Tropical Crop Science
Publisher : Department of Agronomy and Horticulture, IPB University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29244/jtcs.12.02.462-472

Abstract

Amomum compactum (Javanese cardamom) is valued for its unique flavor and aroma, commonly used as a culinary spice or medicinal ingredient. The numerous accessions of cardamom in Indonesia present a significant potential for developing this spice. However, the specific potential of each accession remains to be discovered. This study records the variation of agronomical traits and metabolomic profiles of nine cardamom accessions from Central Java, Indonesia. Multivariate analysis using a heatmap on agronomical traits indicated significant variation among accessions, with clustering based on growth locations. Genetic parameter analysis revealed high phenotypic variability, but varying broad-sense heritability among traits, suggesting the influence of both genotypic and environmental factors. Metabolomic analysis using GC-MS reveals the presence of specific compounds in certain accessions, such as beta-panasinsene in the Kulonprogo Putih accession, 1-docosene and alpha-terpinene in the Banyumas Putih accession, and 9-tricosene in the Banyumas Hybrid, which can serve as markers for these accessions.