Endah Retno Palupi
Departemen Agronomi Dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB University), Jl. Meranti, Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680, Indonesia

Published : 48 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Evaluation of Growth, Flowering and Seed Morphology of Batflower, Tacca chantrieri Andre Ajisyahputra, Nikko Rizky; Palupi, Endah Retno; Krisantini, Krisantini; Wiendi, Ni Made Armini; Mulyono, Joko
Journal of Tropical Crop Science Vol 4 No 2 (2017): Journal of Tropical Crop Science
Publisher : Department of Agronomy and Horticulture, IPB University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (970.221 KB) | DOI: 10.29244/jtcs.4.2.64-69

Abstract

Tacca chantrieri is a perennial plant belongs to Taccaceae family that has the potential to be marketed as an ornamental plant due to its unique shape and dark color inflorescence. To date, very limited publication on T. chantrieri are available. The aim of this research was to examine plant growth pattern and flower phenology of T. chantrieri from West Borneo, Indonesia, and from Queensland, Australia in relation to their potential development as ornamental pot plants. The study was extended to examine T. chantrieri seed morphology with an inclusion of an accession from Thailand.  The field experiment was conducted at the Leuwikopo experimental station in Darmaga, Bogor, Indonesia. Seed morphology examination was conducted at the Histology Laboratory of Department of Agronomy and Horticulture, Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural University. T. chantrieri from West Borneo blooms six times a year whereas the Queensland accession twice a year. West Borneo accession had smaller bractea, fewer numbers of flowers per inflorescence and shorter flower stalk than Queensland accession. In addition, T. chantrieri Queensland grew faster than Borneo with the one leaf formed every two to three weeks, whereas it was at least four weeks in the Borneo accession. Both accessions were susceptible to leaf brown spot disease caused by Cercospora taccae. T. chantrieri Queensland seeds are oval dark brown, whereas West Borneo and Thailand accessions were shaped like kidneys (reniform) with a lighter brown color. This study demonstrated that there is great diversity in T. chantrieri including plant morphology, seed shape and color, which are important for species identification and for development of T. chantrieri as ornamental pot plant.
Penapisan Genotipe Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) untuk Toleransi terhadap Kekeringan , Misnen; Endah Retno Palupi; Muhamad Syukur; , Yudiwanti
Indonesian Journal of Agronomy Vol. 40 No. 3 (2012): Jurnal Agronomi Indonesia
Publisher : Indonesia Society of Agronomy (PERAGI) and Department of Agronomy and Horticulture, Faculty of Agriculture, IPB University, Bogor, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (304.134 KB) | DOI: 10.24831/jai.v40i3.6832

Abstract

The selection of Jatropha curcasfor drought tolerance is one of the key points prior to growing the species extensively on marginal lands. The objective of this study was to determine drought tolerant genotypes based on morphological and physiological characters. The research consisted of two experiments. The first experiment was aimed at determining the moisture content of the media to generate drought stress. The experiment was arranged in a split-plot design with moisture content as the main plot and genotypes as sub-plot. Four level of moisture contents were tested, i.e. 22-23%, 27-28%, 32-33%, and 37-38%. The genotypes tested (9) were Dompu-1, Gunung Tambora, Bima (representing genotypes from dry areas); Aceh Besar, IP-2P, Komering (representing genotypes from wet areas); and IP-1M, Papua, Yogyakarta (representing genotypes from moderately dry areas). The result showed that 22-23% moisture content of the media was suitable for drought tolerance test in Jatropha curcas. The second experiment was screening of genotypes using the suitable media moisture content from first experiment. Twenty three genotypes were screened for drought tolerance under 22-23% media moisture content. The result show that Dompu-2, Indralaya and China were tolerant to drought; Sukabumi-1, Sukabumi-2, Pidi, Lahat, Kupang, Lampung-2, Lampung-3, Sumba, IP-2M, and IP-2A genotypes were moderately tolerant; Curup, Bogor-1, Bogor-2, Bogor-3, Pontianak, Pagar Alam, Palembang, Saweli, Jeneponto, and Medan genotypes were sensitive to drought. Plant height, leaf water content, leaf area and percentage of plant survival can be used as indicators of drought tolerance for seedling selection using a non-destructive method.Keywords: drought tolerance, genotypes, Jatropha curcas, screening
Flower Initiation, Morphology, and Developmental Stages of Flowering-Fruiting of Mindi Dida Syamsuwida; Endah Retno Palupi; Iskandar Zulkarnaen Siregar; Andry Indrawan
Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. 18 No. 1 (2012)
Publisher : Institut Pertanian Bogor (IPB University)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (696.252 KB)

Abstract

The study was aimed to determine flower initiation, floral morphology and to observe the stages of flowering and fruit development of mindi (Melia azedarch L) within a population for one period of time 2008–2009. The methods used were observing directly over the trees and some vegetatives and generatives buds were sampled for dissecting. The observation revealed that the inflorescence type of mindi was panicle, located at the end of a branch. The number of flower varied among inflorescences, ranged between 30–80 that bloomed simultaneously. The flower was hermaphroditic with position of anther was closed to stigma that selfing might be happened. Usually, the ovary contained 5 ovules that developed into seeds. Reproductive cycle was proceeded for 6–7 months within the year, first observation commenced from flower initiation that occur in August, generative buds to flower burst in September–October. Early fruits were formed in October–November and fruits reached physiological-maturity in January–February. Reproductive success was 34%, indicated that the rate of fertilized ovules proportion to be potencially viable seeds were relatively low.
Pengeringan Dan Penyimpanan Serbuk Sari Mentimun (Cucumis Sativus L.) Serta Pemanfaatannya Dalam Produksi Benih Hibrida Rotua Melisa Sidabutar; Endah Retno Palupi; Karyadi Wanafiah
Buletin Agrohorti Vol. 2 No. 1 (2014): Januari 2014
Publisher : Departemen Agronomi dan Hortikultura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (436.769 KB) | DOI: 10.29244/agrob.2.1.42-48

Abstract

Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh penurunan kadar air selama pengeringan dengan daya berkecambah serbuk sari mentimun KE014 dan kemampuannya dalam produksi benih hibrida. Percobaan pertama dan kedua, serbuk sari KE014 dikeringkan selama 8, 16, dan 24 jam dalam MgCl2, setelah itu disimpan selama 56 hari dalam ultrafreezer. Daya berkecambah diamati selama pengeringan dan penyimpanan. Pada percobaan tiga, serbuk sari KE014 di penyimpanan, digunakan dalam penyerbukan untuk produksi benih hibrida. Hasil menunjukkan, pengeringan serbuk sari selama delapan jam menurunkan kadar air secara nyata dari 12.05% menjadi 6.71%, sedangkan daya berkecambah meningkat dari 10.16% menjadi 25.60%. Pengeringan lebih lama tidak menurunkan kadar air secara signifikan. Pengeringan selama 8 jam mempertahankan daya berkecambah serbuk sari selama 56 hari penyimpanan. Pengeringan serbuk sari KE014 meningkatkan kemampuannya dalam pembentukan buah dan biji, tetapi tidak untuk daya berkecambah dan bobot 1000 butir benih. Oleh karena itu, serbuk sari KE014 perlu dikeringkan minimum selama 8 jam setelah panen untuk dapat disimpan dan digunakan dalam produksi benih hibrida.
Penentuan Media Pengujian Viabilitas Serbuk Sari Cabai Besar dan Cabai Rawit (Capsicum annuum L.) Christian Simanjuntak; Endah Retno Palupi; Karyadi Wanafiah
Buletin Agrohorti Vol. 1 No. 4 (2013): Oktober 2013
Publisher : Departemen Agronomi dan Hortikultura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (514.144 KB) | DOI: 10.29244/agrob.1.4.58-64

Abstract

Sampai saat ini, belum ada media yang menunjukkan korelasi daya berkecambah serbuk sari dengan produksi dan mutu benih. Oleh karena itu, peneltian ini bertujuan untuk menentukan  media pengujian serbuk sari in vitro yang terbaik untuk cabai dan mempelajari korelasi daya berkecambah serbuk sari cabai secara in vitro dengan produksi dan mutu benih. Penelitian ini terdiri dari dua percobaan. Pertama, mencari media yang sesuai dengan daya berkecambah serbuk sari CB 005 dan CR 002. Kedua, mempelajari korelasi daya berkecambah serbuk sari pada media yang terpilih dengan produksi dan mutu benih. Hasilnya, PGM F menunjukkan nilai daya berkecambah serbuk sari yang konsisten lebih tinggi dari pada media yang lain, sehingga PGM F digunakan sebagai media dasar dalam percobaan modifikasi media. Media yang digunakan untuk pengujian serbuk sari CB 005 dan CR 002 yaitu PGM 1 dan PGM 4 (PGM F). Secara umum, daya berkecambah CB 005 tidak berbeda menggunakan PGM 1 dan PGM 4. PGM 1 memberikan nilai rata-rata daya berkecambah serbuk sari CR 002 yang lebih tinggi dari pada PGM 4. Pengujian daya berkecambah serbuk sari CB 005 dengan media PGM 1, PGM 4 (PGM F),  dan Ewid 1 tidak berkorelasi  dengan pembentukan buah, pembentukan biji, daya berkecambah benih, dan bobot 1000 butir.
Peningkatan Pembungaan dan Hasil Biji Bawang Merah Varietas Bima melalui Vernalisasi dan Aplikasi GA3 Dian Fahrianty; Roedhy Poerwanto; Winarso Drajad Widodo; Endah Retno Palupi
Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia Vol. 25 No. 2 (2020): Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia
Publisher : Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (417.42 KB) | DOI: 10.18343/jipi.25.2.245

Abstract

The low production of true seed of shallot (TSS) is mostly caused by a low flowering rate. The research was aimed to increase the flowering rate and seed yield in lowland (240 masl) and highlands (1250 masl) by vernalization and submersion of the seed bulbs in GA3 before planting. The research was arranged in a completely randomized block design with 2 factors and replicated four times. The first factor was vernalization, i.e. without and with vernalization at 10±2°C for 30 days, and the second factor was the submersion of the seed bulbs following vernalization in GA3 at the concentrations of 0, 100, and 200 ppm for 1 h. Parameters measured were time of 50% flowering (days after planting), percentage of flowering plants, number of umbel per plant, number of floret per umbel, fruitset, seed weight per umbel and per plant, as well as the percentage of seed germination. The result suggested that when production of TSS of var. Bima is to be carried out in the lowland then the seed bulbs had to be vernalized at 10±2°C for 30 days which will increase the flowering percentage and seed yield. If the production of TSS is to be carried out in the highland then vernalization at 10±2°C for 30 days will increase the flowering percentage and seed yield. However, if for any reason vernalization is impossible to proceed then the submersion of the seed bulbs in 100 ppm GA3 for 1 h was sufficient to increase the flowering percentage and seed yield. The produced seeds (TSS) either in the low as well as in the highlands had high germination percentages. Keywords: germination, highland, lowland, umbel, true seed of shallot
Potensi Penyimpanan Serbuk Sari dalam Produksi Benih Hibrida Mentimun (Cucumis sativus L) Varietas KE014 Ekowati Nursiam Harliani; Endah Retno Palupi; Dudin Supti Wahyudin
Jurnal Hortikultura Indonesia Vol. 5 No. 2 (2014): Jurnal Hortikultura Indonesia
Publisher : Indonesian Society for Horticulture / Department of Agronomy and Horticulture

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (436.618 KB) | DOI: 10.29244/jhi.5.2.104-117

Abstract

ABSTRACTHigh pollen viability with adequate quantity determine yield of hybrid seed production. Stored pollen with high viability is expected to produce high quantity and quality of hybrid seed.  The aims of  this  research  was  to  study  the possibility  of  using  stored  pollen  in  hybrid  seed  production  of cucumber (Cucumis  sativus  L.).  The  research  was  conducted  in  Pollen  Laboratory, screen  house (SH),  and  experimental  station  of  PT.  East  West  Seed Indonesia,  Gumuk  Segawe  village,  Ajung subdistrict,  Jember,  East  Java from  March  until  August  2011.  The  research  was  started  with observation on the timing of receptive stigma based on color changes of petal and stigmatic surface every hour during which time pollination was also conducted. Percentage of fruit set and seed set from each pollination were observed. The research  was then continued with experiments conductedin the field and SH separately. The experiment was arranged in completely randomized block design with 10 treatments in the field and 13 treatments in SH. The treatments for field experiment were combination  of  storage  period  (0,  20,  30  and  40  DAS) and  pollination  technique  (1,  2,  3  times swabbing). The storage period  for SH experiment were 0, 7, 14 and 28 DAS. The treatments were repeated  3 times.  The  result  showed  that  the  stigma  was  receptive  during  07.00-13.00  h.  The viability of stored pollen 20-40 DAS ranged between 0.8-4% whereas 7-28 DAS ranged between 4.8-9.71%. Fruit set from stored pollen ranged 21.23-42.42% and seed set ranged 16.89-25.26% in the field compared to use of fresh pollen 54.64 and 59.26% respectively. As for SH the fruit set ranged 30.69-63.98% and seed set ranged 18.22-35.68% from stored pollen compared 73.56% and 80.69% from  fresh  pollen.  Reproductive  succes  of stored  pollen  in  the  field  ranged  12.82-29.29%  with averaged  of  19.89% compared  to  that  of  fresh  pollen,  whereas  in  the  SH  used  of  stored pollen resulted in 10.60-25.29%, averaged 18.89% reproductive succes.Key words: empty seed, pollen viability, seed set, seed quality, stigma receptivity ABSTRAKViabilitas serbuk sari yang tinggi dan jumlah serbuk sari yang memadai menentukan produksi benih  hibrida  mentimun.  Serbuk  sari  yang  telah  disimpan  dan  mempunyai  viabilitas  yang  tinggi diharapkan dapat digunakan dalam produksi benih hibrida dengan mutu yang tinggi.  Oleh sebab itu penelitian  ini  bertujuan  untuk  mempelajari  kemungkinan  pemanfaatan serbuk  sari  yang  telah disimpan dalam produksi benih hibrida mentimun (Cucumis sativus  L.). Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Serbuk Sari, screen house  (SH) dan lahan percobaan Production Farm PT. East West Seed Indonesia, Desa Gumuk Segawe, Kecamatan Ajung, Kabupaten Jember, Jawa Timur dari bulan Maret  hingga  Agustus  2011.  Penelitian  ini  diawali  dengan penentuan  masa  reseptif  stigma  yang diamati  berdasarkan  perubahan warna  mahkota  dan  permukaan  stigma  setiap  jam,  dan  pada  saat yang sama  stigma  diserbuk.  Pengamatan  dilakukan  terhadap  pembentukan buah dan  benih. Penelitian  dilanjutkan  dengan  pemanfaatan  serbuk  sari  yang telah  disimpan  untuk  produksi  benih hibrida mentimun di lapang dan SH secara terpisah pada waktu yang berbeda. Rancangan penelitian yang digunakan RKLT dengan 10 perlakuan (percobaan di lapang) dan 13 perlakuan (percobaan di SH), perlakuan yaitu kombinasi antara lama simpan serbuk sari dan teknik penyerbukan. Perlakuan pada  percobaan  di  lapang  adalah  kombinasi  lama simpan (0,  20,  30  dan  40  HSS)  dan  teknik penyerbukan (1, 2 dan 3 kali usapan kuas), sementara serbuk sari untuk percobaan di SH (0, 7, 14, 21, dan 28 HSS). Masing-masing kombinasi perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa masa reseptif stigma tanaman betina mentimun varietas KE014 terjadi antara pukul 07.00-13.00. Serbuk sari yang telah disimpan antara 20-40 HSS mempunyai viabilitas sekitar antara 0.80-4.05%, sementara 7-28 HSS sekitar 4.86-9.71%. Pembentukan buah dan benih di lapang masing-masing  berkisar  21.23-42.42% dan  16.89-25.26% dibandingkan  dengan  menggunakan serbuk sari segar sebesar 54. 64% dan 59.26 %. Pembentukan buah dan benih pada penelitian di SH masing-masing berkisar  30.69-63.98%  dan  18.22-35.68%  dibandingkan  dengan menggunakan serbuk sari segar sebesar 73.56% dan 80.69%. Keberhasilan reproduksi dari penggunaan serbuk sari yang telah disimpan pada penelitian di lapangan berkisar 12.82-29.29% dari kontrol dengan rata-rata sebesar  19.89%. Potensi  keberhasilan  reproduksi  di  SH  sebesar  10.60-25.29%  dengan  rata-rata sebesar 18.89%.Kata kunci: benih hampa, mutu benih, pembentukan benih, reseptif stigma, viabilitas serbuk sari
Oil Palm Seed Coating with Enriched Trichoderma asperellum (T13) to Suppress Infection of Ganoderma boninense Pat. Gani Jawak; Eny Widajati; Endah Retno Palupi; Nutrita Toruan Mathius
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan Vol 6, No 2 (2018): Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan
Publisher : Forest Tree Seed Technology Research & Development Center (FTSTRDC)/ Balai Penelitian dan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (203.582 KB) | DOI: 10.20886/bptpth.2018.6.2.121-132

Abstract

The attack Ganoderma boninense can caused stem rot of oil palms that occur at all stage of plant growth. Trichoderma asperellum endophytic can suppressed the attack of Ganoderma in a nursery by utilizing seed coating technology. The aim of this study was to determine the best formula of seed coating materials which is compatible with T. asperellum (T13). The first experiment consisted of two phases, namely, the first phase was testing the effectiveness and compatibility of T. asperellum through a mixing technique of  T. asperellum suspension with coating material. The best three result on the first phase (25 percent arabic gum, 1 percent CMC, and 3percent arabic gum + 1 percent gypsum) were used in the second phase of the experiment, which was testing the effectiveness and compatibility of T. asperellum through soaking technique in T. asperellum suspension that continued by coating. The three best result types of formulas from the second phase (1 percent CMC, 1.5 percent CMC, and 4,5 percent arabic gum + 1,5 percent gypsum) were used for the second experiment, namely testing the resistance of oil palm seed on Ganoderma. The results show that 25 percent arabic gum, 1 percent carboxy methyl cellulose (CMC), 1 percent arabic gum + 1 percent gypsum have a potency as coating of materials. The best formula for seed coating is soaking with T. asperellum + coating 1 percent CMC, 1.5 percent  CMC and arabic gum 4.5 percent + gypsum 1.5 percent. In addition, soaking seeds with T. asperellum + coating 1.5 percent CMC can enhance the ability of seed to grow up to 16.67 percent compared to the control, but did not effective in suppressing G. boninense infection during pre-nursery stage.
Peningkatan Produksi dan Mutu Benih Botani Bawang Merah Endah Retno Palupi; Rini Rosliani; Yusdar Hilman
Jurnal Hortikultura Vol 25, No 1 (2015): Maret 2015
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v25n1.2015.p26-36

Abstract

Penggunaan true shallot seed (TSS) sebagai bahan tanam dapat meningkatkan produktivitas tanaman sampai 100% dibandingkan dengan penggunaan umbi dan tidak membawa atau menekan penyakit tular benih daripada umbi bibit. Ketersediaan TSS di pasar yang masih rendah dan teknologi pembibitan yang belum dikuasai oleh petani bawang merah menyebabkan penggunaan TSS sebagai bahan tanam masih rendah. Penelitian bertujuan untuk (1) mempelajari sistem perkawinan pada bawang merah dan (2) mempelajari peran serangga penyerbuk dalam meningkatkan produksi dan mutu TSS. Penelitian dilaksanakan di dataran tinggi (Kebun Percobaan Balitsa Lembang, 1.250 m dpl.) dan di dataran rendah (Kebun Percobaan Balitsa Subang, 100 m dpl.) dari bulan Maret–Agustus 2012. Penelitian terdiri atas dua percobaan yang dilaksanakan secara paralel menggunakan bawang merah varietas Bima Brebes. Percobaan pertama disusun menggunakan rancangan acak lengkap satu faktor. Perlakuannya adalah sistem perkawinan yang dipelajari dengan melakukan penyerbukan silang dan penyerbukan sendiri. Percobaan kedua disusun menggunakan rancangan acak kelompok lengkap dengan satu faktor. Perlakuannya adalah percobaan penyerbukan dengan bantuan serangga penyerbuk  Apis mellifera, A. cerana, dan Trigona sp. (Apidae), serta lalat hijau Lucilia sp. (Calliphoridae) masing-masing ke pertanaman yang dikerodong, dan sebagai kontrol digunakan penyerbukan terbuka. Hasil penelitian pertama menunjukkan bahwa bawang merah merupakan tanaman yang partly self-incompatible di mana penyerbukan sendiri dapat menghasilkan benih tetapi jumlah benih yang dihasilkan lebih rendah daripada penyerbukan silang. Mutu benih yang dihasilkan dari penyerbukan silang tidak berbeda dari penyerbukan sendiri, akan tetapi mutu benih dari dataran rendah lebih baik daripada dari dataran tinggi. Hasil penelitian kedua menunjukkan bahwa introduksi A. cerana menghasilkan persentase kapsul bernas dan bobot TSS per umbel paling tinggi (70,7–74% dan 0,45–0,49 g) dan Trigona sp. yang paling rendah (20–27,7% dan 0,08–0,16 g) baik di dataran tinggi maupun dataran rendah. Produksi TSS di dataran tinggi lebih tinggi daripada di dataran rendah karena jumlah umbel per tanaman dan jumlah bunga per umbel yang lebih tinggi, sementara mutu benih dari dataran rendah lebih baik daripada dataran tinggi yang ditunjukkan oleh bobot 100 butir dan daya berkecambah TSS. Implikasi penelitian ini bahwa introduksi lebah madu lokal A. cerana sangat membantu dalam memproduksi benih TSS di dataran tinggi dan dataran rendah.
Pengaruh Ketinggian Tempat Terhadap Pembungaan, Produksi, dan Mutu Benih Botani Bawang Merah Yusdar Hilman; Rini Rosliani; Endah Retno Palupi
Jurnal Hortikultura Vol 24, No 2 (2014): Juni 2014
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v24n2.2014.p154-161

Abstract

Kendala produksi benih bawang merah (Allium cepa var. ascalonicum) asal biji atau TSS di dataran rendah adalah rendahnya persentase pembungaan dan pembentukan biji (seed-set).Untuk meningkatkan pembentukan biji, bawang merah memerlukan suhu 17–19oC. Di Indonesia, suhu udara tersebut hanya terdapat di dataran tinggi>1.000 m dpl.. Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) Lembang (1.250 m dpl.) dan di Kebun Percobaan Paseh Subang (100 m dpl.) yang sekaligus merupakan perlakuan percobaan. Penelitian dimulai dari bulan Agustus 2011 sampai Agustus 2012. Tujuan penelitian adalah untuk mempelajari pembungaan, viabilitas serbuk sari, produksi, dan mutu benih TSS di dataran tinggi dan dataran rendah. Pengujian viabilitas serbuk sari serta mutu benih dilakukan di Laboratorium Benih Balitsa Lembang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pembungaan dan produksi biji di dataran tinggi lebih besar daripada di dataran rendah, sebaliknya mutu benih yang dihasilkan di dataran rendah lebih baik daripada di dataran tinggi. Implikasi penelitian ini adalah dataran tinggi sangat potensial untuk pengembangan produksi biji bawang merah, di mana biji bawang merah dapat menghasilkan umbi bibit yang jauh lebih baik daripada umbi bibit yang beredar di pasar.
Co-Authors , Krisantini , Misnen , Yudiwanti ,, Saipulloh ABDUL MUNIF Abdul Munif Abdul Qadir Agus Purwito Ajisyahputra, Nikko Rizky ANAS D SUSILA Anas D. Susila Andry Indrawan Aris Hairmansis Bambang Sapta Purwoko Branco, Luis Manuel Christian Simanjuntak Christian Simanjuntak Daniel Happy Putra Dian Fahrianty Dian Hapsari Ekaputri Dida Syamsuwida Dudin Supti Wahyudin Edi Santosa Edy Suprianto Ekowati Nursiam Harliani Endang Murniati ENDANG MURNIATI Eny Widajati Eprilian, Husna Fatima Esty Puri UTAMI Fatiani Manik Fauzan, Rafi Gani Jawak Harahap, Ade Tika Sari Imroatus Sa’adah Iskandar Lubis ISKANDAR ZULKARNAEN SIREGAR Joko Mulyono Kartika Kartika Kartika Kartika Karyadi Wanafiah Kusumastuti, Hamiddah Intan Leli Kurniasari Leli Kurniasari MATANA, YULIANUS R. Mathius, dan Nurita Toruan Mega Rahayu MELATI MELATI Memen Surachman Mia Kosmiatin Mira Landep Widiastuti Mohamad Arif Mohamad Arif Mohamad Rahmad Suhartanto Muhamad Syukur Muhammad Afif MURNIATI, ENDANG Nelly Fridayanti Ni Made Armini Wiendi Nurfiana, Yuni Nurita TORUAN-MATHIUS Nutrita Toruan Mathius Purwono Purwono Putri, Erianna Ayu Emkha Qadir, Abdul Qudus Sabha Adhinugraha Rini Rosliani Rini Rosliani Rini Rosliani Rini Rosliani Riski Meliya Ningsih Roedhy Poerwanto Rotua Melisa Sidabutar Rotua Melisa Sidabutar Sarjani, Alvita Sekar SATRIYAS ILYAS Satriyas Ilyas Septianingrum, Chintya Dwi Siti Fadhilah, Siti Sri Suhesti Sri Wilarso Budi Suhartanto, Muhammad Rahmad Suwarno, dan Faiza Chairani Syamsuddin Syamsuddin Winarso D. Widodo Yopy Dedywiryanto YULIANUS R. MATANA Yusdar Hilman Yusdar Hilman Yusdar Hilman Zelda, Fauzulin Kumala