Claim Missing Document
Check
Articles

Found 24 Documents
Search

Analisis Waktu Tunggu Dan Waktu Pelayanan Pendaftaran Di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bandung Weni Tursini; Elsa Pudji Setiawati; Dani Ferdian; Sharon Gondodiputro; Guswan Wiwaha; Deni K. Sunjaya
Sehat MasadaJurnal Vol 16 No 1 (2022): Sehat Masada Journal
Publisher : stikes dharma husada bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38037/jsm.v16i1.287

Abstract

Kepuasan pasien merupakan sarana penting untuk mengukur kualitas pelayanan kesehatan suatu penyedia pelayanan kesehatan. Waktu menunggu untuk sebuah pelayanan dianggap sebagai masalah serius dalam banyak sistem perawatan kesehatan karena merupakan hambatan untuk menciptakan pelayanan kepada pasien secara efektif dan efisien. Waktu pelayanan merupakan salah satu komponen yang potensial menyebabkan ketidakpuasan pada pasien di rumah sakit.. Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui gambaran waktu pelayanan dan waktu tunggu pendaftaran dan mengeksplorasi pelayanan pendaftaran di RSUD Kota Bandung melalui pendekatan aspek input dan aspek proses menggunakan teori Donabedian dan untuk mengetahui waktu mana yang berpotensi menyebabkan ketidakpuasan pada pasien serta menganalisis faktor penyebab ketidakpuasan terhadap waktu tunggu dan waktu pelayanan di pendaftaran di RSUD Kota Bandung. Penelitian ini menggunakan desain penelitian mixed methode dengan stategi embedded concurrent. Hasil penelitian menunjukkan waktu yang berpotensi menyebabkan ketidakpuasan pasien adalah waktu tunggu. Faktor penyebab lamanya waktu tunggu pelayanan adalah sosialisasi yang belum menyeluruh. Dari segi SDM untuk petugas masih kurang, baik di loket pendaftaran ataupun petugas SIM RS, sikap petugas masih kurang komunikatif, pemanfaatan teknologi berupa koneksi internet masih belum optimal.
Studi Kontaminasi Makanan di Instalasi Gizi dan Kantin Rumah Sakit X Kota Bandung Tahun 2015-2017 Rina Nurjanah; Ardini Raksanagara; Guswan Wiwaha
HIGIENE: Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol 4 No 1 (2018): Kesehatan Lingkungan
Publisher : Public Health Department, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (742.697 KB)

Abstract

Makanan berpotensi sebagai perantara penularan penyakit dan keracunan makanan. Pengelolaan makanan di rumah sakit (RS) bagian dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit untuk upaya penyembuhan dan pemulihan pasien melalui penyelenggaraan makanan higiene dan sehat. Kegiatan higiene sanitasi makanan adalah upaya menjamin kualitas makanan dari pencemaran selama proses pengolahannya. Persyaratan higiene sanitasi makanan harus dipenuhi baik secara fisik, kimia dan mikrobiologi.Metode penelitian kuantitatif dengan cross sectional design, jenis penelitian observasional dari data sekunder. Tujuan penelitian unttuk mengetahui agka kejadian kontaminasi makanan di RS X Kota Bandung. Teknik sampling data primer dilakukan oleh sanitarian, dimana pemeriksaan mikrobiologi dilakukan secara aseptik sesuai dengan SPO Pengambilan Sampel Makanan secara Mikrobiologi dan Kimiawi. Instansi yang berwenang melaporkan data food safety Instalasi Kesehatan Lingkungan.Hasil tahun 2015-2017 terdapat kontaminasi E. Coli pada makanan di Instalasi Gizi dan kantin di RS X Kota Bandung. Kontaminasi E. Coli pada makanan tahun 2015 di pantry sebanyak 3 kasus (4,4%), 7 kasus (7%) kasus yaitu 6 kasus di pantry dan 1 kasus di kantin tahun 2016, sebanyak 3 kasus (2,9%) di Instalasi Gizi tahun 2017. Bahan makanan yang mengandung formalin pada tahun 2015 terdapat 1 kasus (7,7%) dan tahun 2016 terdapat 2 kasus (12,5%). Kandungan boraks pada tahun 2016 terdapat 3 kasus (23,1%), tahun 2017 sebanyak 2 kasus (20%). Kandungan pestisida golongan organo karbamat 1 kasus dan organo klorin 1 kasus.Upaya preventif kontaminasi E. Coli telah dilakukan oleh Instalasi Gizi dan kantin dengan menerapkan HACCP. upaya deteksi dini kandungan formalin dan boraks belum dilakukan karena belum adanya food kit  dan sanitarian belum mampu melakukan pemeriksaan skala lapangan. Kata kunci : E. Coli, boraks, formalin, pestisida
Case Study on Cardiac Decompensation in Patients with Preeclampsia and Peripartum Cardiomyopathy Evelyn Leonie Phanaka; Mohammad Iqbal; Guswan Wiwaha
Majalah Kedokteran Bandung Vol 52, No 1 (2020)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (707.294 KB) | DOI: 10.15395/mkb.v52n1.1779

Abstract

In pregnant women, cardiovascular complications are among the causes of maternal death, one of which is peripartum cardiomyopathy (PPCM). The similarity in the mechanism of PPCM and pre-eclampsia makes preeclampsia a risk factor for PPCM. Preeclampsia, together with PPCM, also contributes to the increasing maternal mortality when most of the causes of maternal death are preventable. This case study aimed to provide descriptions as the basis in education, raising public awareness, early detection, and early treatment, especially for patients at risk. Eight PPCM cases with preeclampsia were identified during the period of 2017–2018 in Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung, Indonesia (RSHS). Cases of PPCM with preeclampsia are rarely reported in RSHS. Out of 8 patients, 7 experienced severe preeclampsia and 1 had impending eclampsia. Diagnosis in PPCM patients requires a complete history taking, physical examination, and other diagnostic tests such as echocardiography. In this study, all patients (100%) complained of dyspnea on exertion as a chief complaint and, based on the New York Heart Association in 1994, 87.5% were included in functional class III-IV. The average ejection fraction was shown to be 34.6%, indicating a value below normal limit. Studi Kasus Dekompensasi Jantung pada Pasien Preeklampsia dengan Kardiomiopati PeripartumPada wanita hamil, komplikasi kardiovaskular berperan dalam kematian ibu, salah satunya adalah kardiomiopati peripartum (PPCM). Persamaan patogenesis antara PPCM dan pre-eklampsia menjadikan preeklampsia sebagai faktor risiko untuk PPCM. Preeklampsia bersama dengan PPCM berperan dalam peningkatan angka kematian ibu (AKI) ketika sebagian besar penyebab AKI dapat dicegah. Studi kasus ini bertujuan diharapkan untuk memberikan deskripsi sebagai dasar dalam pendidikan, meningkatkan kesadaran masyarakat, deteksi dini, dan perawatan dini, terutama untuk pasien yang berisiko. Pada tahun 2017–2018, terdapat 8 kasus pasien PPCM dengan preeklampsia yang dirawat di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung (RSHS). Kasus PPCM dengan preeklampsia jarang dilaporkan di RSHS. Dari 8 pasien, 7 mengalami preeklamsia berat dan 1 mengalami eklampsia yang akan datang. Diagnosis pada pasien PPCM memerlukan anamnesis yang lengkap, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang seperti ekokardiografi. Pada penelitian ini, semua pasien (100%) mengeluhkan sesak nafas sebagai keluhan utama dan berdasar atas klasifikasi New York Heart Association tahun 1994, 87.5% termasuk dalam kelas fungsional III-IV. Rata-rata fraksi ejeksi menunjukkan 34.6% yang menandakan nilai di bawah batas normal.
Elderly Quality of Life and Its Predictors in Chronic Disease Management Program: Indonesian Version of WHOQOL-BREF and WHOQOL-OLD Melly Lionthina; Guswan Wiwaha; Sharon Gondodiputro; Hadyana Sukandar; Insi Farida Desy Arya; Deni K. Sunjaya
Majalah Kedokteran Bandung Vol 52, No 1 (2020)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (632.031 KB)

Abstract

Indonesia is currently experiencing increasing proportion of older population, which also increases the prevalence of chronic diseases that may decrease the quality of life (QoL). The Indonesian Social Security Agency develops a program to control chronic diseases, which is referred to as the Chronic Disease Management Program (Program Pengelolaan Penyakit Kronis, PROLANIS) for the National Health Insurance participants. Its goals is to control chronic diseases in order to improve participants’ QoL. To evaluate the QoL of the elderly, the World Health Organization (WHO) has developed two questionnaires, namely WHOQOL-BREF and WHOQOL-OLD. The objective of this study was to analyze the differences in the QoL of the elderly between PROLANIS and non-PROLANIS participants using the Indonesian-verson of WHOQOL-BREF and WHOQOL-OLD as well as the QoL predictors. A  cross-sectional study was carried out to 84 elderly  PROLANIS participants (n=42) and non-PROLANIS participants (n=42).  Respondents were sampled consecutively from 6 public health health centers (Pusat Kesehatan Masyarakat, Puskesmas) in Bangka District, Indonesia in 2018. Mann Whitney test or the unpaired T test were used to statistically analyze the difference between the two groups. A multiple linear regression test was then carried out to determine the predictors of the QoL.  This study discovered that no difference was observed in the QoL of the elderly between PROLANIS and non-PROLANIS participants. Disease status and depression were the predictors of the QoL. Therefore, PROLANIS has not been proven to be able to improve the QoL of the elderly. Kualitas Hidup Lanjut Usia dan Prediktornya pada Program Pengelolaan Penyakit Kronis: Versi Indonesia dari WHOQOL-BREF dan WHOQOL-OLD  Peningkatan proporsi penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia meningkatkan prevalensi penyakit kronis sehingga dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial mengembangkan Program Pengelolaan Penyakit Kronis (PROLANIS) bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional dengan tujuan agar penyakit kronis tersebut terkontrol dan lansia dapat hidup berkualitas. World Health Organization (WHO) mengembangkan instrumen untuk mengukur kualitas hidup, yaitu WHOQOL-BREF dan WHOQOL-OLD. Penelitian ini bertujuan menganalisis adanya perbedaan kualitas hidup lanjut usia antara bukan peserta PROLANIS dan peserta PROLANIS menggunakan kuesioner WHOQOL-BREF dan WHOQOL-OLD versi Bahasa Indonesia dan faktor yang berpengaruh. Penelitian potong lintang dilakukan pada 84 lansia yang terbagi menjadi 2 grup masing-masing 42 responden, yaitu bukan peserta PROLANIS danpeserta PROLANIS. Responden berasal dari 6 Puskesmas di Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung Indonesia pada tahun 2018 yang dipilih sesuai kriteria inklusi dan dengan metode consecutive sampling. Data yang terkumpul dilakukan analisis menggunakan Uji Mann Whitney atau uji T tidak berpasangan. Uji regresi linier multipel dilakukan untuk menentukan prediktor dari kualitas hidup. Hasil penelitian  menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kualitas hidup lansia antara bukan peserta PROLANIS dan peserta PROLANIS. Status penyakit dan depresi merupakan prediktor kualitas hidup. Simpulan, PROLANIS belum terbukti dapat meningkatkan kualitas hidup lansia.
Pengembangan Registri Psikotik Berbasis Rumah Sakit pada Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat Elsi Rahmini; Deni Kurniadi Sunjaya; Guswan Wiwaha
Jurnal Sistem Kesehatan Vol 4, No 1 (2018): Volume 4 Nomor 1 September 2018
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (331.809 KB) | DOI: 10.24198/jsk.v4i1.19181

Abstract

Registri psikotik dapat memberikan informasi tentang penyakit jiwa yang mudah diakses serta menjadi alat perencanaan perawatan dan penanganan pasien psikotik. Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi potensi, menggali struktur registri dan membangun kerangka konsep registri psikotik di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat.Penelitian menggunakan desain kualitatif dengan paradigma konstruktivisme dan pendekatan riset operasional. Metode pengumpulan data dengan wawancara mendalam, Focus Group Discussion dan observasi pada 17 responden. Analisis data melalui koding, kategorisasi, penyusunan tema dan interpretasi data.Potensi registri psikotik di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat terdiri dari komponen input dan process yaitu: kualitas SDM, SOP, jaringan, pembiayaan, data klinik awal, sarana penunjang (input); perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi (process). Struktur registri berupa input yang terdiri dari kualitas SDM, SOP, software, jaringan, pembiayaan, serta data klinik awal. Kerangka konsep registri psikotik berupa perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Ketiga proses tersebut memerlukan input berupa kualitas SDM, SOP, software, jaringan, pembiayaan, data klinik awal dan sarana penunjang, output berupa data demografi, data administrasi dan data klinik. Outcome registri psikotik berupa manajemen klinik dan riset data informasi.Kerangka konsep yang dibangun dapat menjadi dasar implementasi riset. Registri psikotik yang dibangun akan mendukung kebijakan pengelolaan gangguan jiwa di Provinsi Jawa Barat dan nasional.Kata kunci: Pengembangan, Psikotik, Registri
Analisis Kebijakan Dana Desa Untuk Pembangunan Kesehatan Di Kabupaten Malinau Dengan Pendekatan Segitiga Kebijakan Santi Suarsih; Deni Kurniadi Sunjaya; Elsa Pudji Setiawati; Guswan Wiwaha; Dewi Marhaeni Herawati; Fedri Rinawan
Jurnal Sistem Kesehatan Vol 2, No 4 (2017): Volume 2 Nomor 4 Juni 2017
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (230.886 KB) | DOI: 10.24198/jsk.v2i4.12500

Abstract

Desa-desa di Kabupaten Malinau, Provinsi Kalimantan Utara mempunyai sumber dana untuk pembangunan kesehatan bersumber APBD dan APBN, namun masalah kesehatan di Kabupaten Malinau masih tinggi. Pada tahun 2015, AKB yaitu 25 per 1000 kelahiran hidup dan AKI yaitu 229 per 100.000 kelahiran hidup. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis kebijakan dana desa untuk pembangunan kesehatan di Kabupaten Malinau dari aspek konten, konteks, proses dan aktor.  Desain penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus di 4 desa. Penelitian dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap 26 responden yang terlibat dalam kebijakan dana desa. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober tahun 2016 sampai januari tahun 2017.Kondisi geografis, mata pencaharian, kekerabatan dan status desa memengaruhi perspektif masyarakat dalam melaksanakan pembangunan kesehatan. Tidak adanya regulasi dan petunjuk teknis mengenai pelaksanaan pembangunan kesehatan di desa menyebabkan ketimpangan pembangunan kesehatan di Kabupaten Malinau. Tenaga kesehatan harus mampu mengidentifikasi dan merumuskan masalah kesehatan di desa. Prinsip swakelola dalam pelaksanaan kebijakan dana desa meningkatkan ekonomi masyarakat dan mengurangi pengangguran. Kebijakan dana desa telah dilaksanakan di Kabupaten Malinau, tetapi pemanfaatan untuk pembangunan kesehatan belum optimal. Diperlukan advokasi kepada pemerintah pusat untuk membuat regulasi alokasi dana desa untuk kesehatan. Tenaga kesehatan harus pro aktif dalam proses penyusunan kebijakan untuk mengungkit pembangunan kesehatan di desa.Kata Kunci : dana desa, Kabupaten Malinau,  segitiga analisis kebijakan
Keinginan untuk Membayar Pembiayaan Kesehatan Pemerintah Kota pada Masyarakat Mampu di Kota Bandung nita arisanti; Henni Djuhaeni; Sharon Gondodiputro; Elsa Pudji Setiawati; Guswan Wiwaha; Insi Farisa Arya; Fedri Rinawan
Jurnal Sistem Kesehatan Vol 2, No 4 (2017): Volume 2 Nomor 4 Juni 2017
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (230.16 KB) | DOI: 10.24198/jsk.v2i4.12487

Abstract

Pembiayaan kesehatan diselenggarakan dengan prinsip ekuitas, artinya penduduk yang mampu akan membayar iuran/ premi secara penuh, dan masyarakat miskin dibayarkan oleh pemerintah. Banyak faktor yang memengaruhi keinginan untuk membayar (WTP). Penelitian ini bertujuan mendapatkan gambaran keinginan masyarakat mampu membayar pembiayaan kesehatan dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Penelitian kuantitatif dilakukan pada Agustus – September 2011 terhadap 303 kepala keluarga yang tergolong  masyarakat mampu di Kota Bandung. Mampu dalam penelitian ini adalah penduduk tinggal di perumahan elite. Kriteria inklusi yaitu kepala keluarga, memiliti KTP Kota Bandung, bersedia diwawancara. Teknik pemilihan sampel menggunakan cluster sampling, dengan klaster adalah perumahan elit di Kota Bandung. Subjek di tiap klaster ditentukan secara proporsional systematic sampling. Analisis data menggunakan distribusi frekuensi dan regresi logistik. Dari 303 responden, 54,9% yang memiliki asuransi, tidak ingin membayar dan 60% yang belum memiliki, ingin membayar pembiayaan kesehatan Pemkot Bandung. Sebagian besar masyarakat mampu hanya ingin membayar premi kurang dari Rp. 25.000 dengan berharap mendapatkan semua jenis pelayanan kesehatan. Agama dan pendidikan terakhir merupakan faktor yang menentukan secara bermakna keinginan membayar pembiayaan kesehatan. Rendahnya kesadaran responden untuk ikut serta program pembiayaan kesehatan Pemkot Bandung harus dapat diantisipasi pemerintah dengan lebih mendorong masyarakat dari semua golongan status sosial – ekonomi untuk mengikuti program pembiayaan kesehatan.Kata kunci: Keinginan, Kesehatan, Pembiayaan, Masyarakat mampu
Prevalensi Penyakit Tidak Menular pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama di Kota Bandung Tahun 2013-2015 Cindy Cahya Adhania; Guswan Wiwaha; Pandji Irani Fianza
Jurnal Sistem Kesehatan Vol 3, No 4 (2018): Volume 3 Nomor 4 Juni 2018
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (308.32 KB) | DOI: 10.24198/jsk.v3i4.18499

Abstract

Penyakit tidak menular (PTM) diprediksi akan meningkat. Di Indonesia, PTM mengalami baik peningkatan maupun penurunan. Adanya perbedaan antara prediksi dengan data dapat dikarenakan terbatasnya data terpublikasi sehingga kurang menggambarkan perkembangan terkini PTM. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai perkembangan PTM di Indonesia, dibutuhkan data prevalensi PTM pada daerah tertentu, terutama di Kota Bandung. Tujuan penelitian yaitu mengetahui prevalensi PTM di Kota Bandung dan perkembangannya. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional dengan desain studi potong lintang. Objek penelitian berupa laporan bulanan 1 (LB1) Sistem Pencatatan dan Pelaporan Puskesmas (SP3) Kota Bandung tahun 2013, 2014, dan 2015. Penelitian dilakukan di Kota Bandung pada Bulan Februari 2016-November 2016. Hasil menunjukan bahwa prevalensi PTM di Kota Bandung pada tahun 2013, 2014, dan 2015 secara berurutan yaitu 25,35%, 23,21%, dan 26,98%. Kategori PTM yang meningkat diantaranya penyakit kelainan metabolik. Disimpulkan bahwa telah terjadi peningkatan prevalensi PTM di Kota Bandung dari tahun 2013 ke tahun 2015. Di masa mendatang, diperlukan data prevalensi PTM secara lebih menyeluruh dalam jangka waktu yang lebih lama untuk hasil yang lebih akurat.Kata kunci: Bandung, fasilitas kesehatan tingkat pertama, penyakit tidak menular, prevalensi
Perubahan Kompensasi Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014 Pada Pegawai Puskesmas Kota Cimahi Sekky Intania; Nanan Sekarwana; Guswan Wiwaha
Jurnal Sistem Kesehatan Vol 3, No 1 (2017): Volume 3 Nomor 1 September 2017
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (237.897 KB) | DOI: 10.24198/jsk.v3i1.13955

Abstract

Perubahan kompensasi pelayanan kesehatan Puskesmas berdasarkan Permenkes 28/2014 menimbulkan persepsi negatif berupa ketidakpuasan kerja di kalangan pegawai. Dugaan ketidakpuasan kerja ditunjukkan dengan adanya turnover kepala puskesmas sebanyak 38,46% di Kota Cimahi pada tahun 2014-2015. Penelitian dilakukan untuk menganalisis perbedaan kompensasi finansial sebelum dan sesudah penerapan Permenkes 28/2014 pada Pegawai Puskesmas di Kota Cimahi. Pada penelitian ini digunakan metode observasional dengan rancangan cross sectional. Telah dipilih 150 pegawai sebagai sampel secara stratified random sampling. Data kompensasi finansial sebelum dan sesudah penerapan Permenkes 28/2014 merupakan data sekunder dari Dinas Kesehatan. Kedua data dianalisis dengan uji komparatif rata-rata dua sampel berkorelasi Wilcoxon. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus – November 2016 diseluruh puskesmas di Kota Cimahi. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang siginfikan antara kompensasi finansial sebelum dan sesudah penerapan Permenkes 28/2014 pada Pegawai Puskemas. Adanya variabel daerah pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014 dinilai baik.Kata kunci: Permenkes 28/2014, perubahan kompensasi, puskesmas
KONSEP PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK PADA PENGOBATAN TRADISIONAL DI PROVINSI JAWA BARAT guswan wiwaha; Diana Jasaputra; Niken Budiastuti; Sarifudin sarifudin
Jurnal Sistem Kesehatan Vol 1, No 1 (2015): Volume 1 Nomor 1 September 2015
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (167.759 KB) | DOI: 10.24198/jsk.v1i1.10337

Abstract

Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk mengatur pembuatan obat tradisional yang baik agar dapat menjamin pemanfaatannya di masyarakat. Perlu diketahui apakah pengobat tradisional yang juga membuat serta memperjualbelikan obat tradisional menguasai konsep pembuatan obat tradisional yang baik. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus untuk menggali pengetahuan dasar dan ilmiah para pengobat tradisional yang selama ini menyediakan sendiri obat tradisional bagi pasien-pasiennya. Data yang dikumpulkan adalah data primer yang diperoleh dari focus groups discussion dengan responden pengobat tradisional dari eks-wilayah karesidenan Propinsi Jawa Barat yang ditentukan secara purposif. Hasil menunjukkan ada beberapa teknik pembuatan obat tradisional yang dijalankan tidak sesuai dengan Pedoman Pembuatan Obat Tradisional yang Baik. Disimpulkan bahwa masih ada penguasaan konsep pengobat tradisional yang salah mengenai pembuatan obat tradisional, untuk itu mereka harus dilibatkan dalam sosialisasi cara pembuatan obat yang baik.Kata kunci: pengobat tradisional, obat tradisional, cara pembuatan