Herowati Poesoko, Herowati
Faculty Of Law Universitas Jember, Jawa Timur, Indonesia

Published : 11 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA Poesoko, Herowati
ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata Vol 1, No 2 (2015): Juli-Desember 2015
Publisher : Departemen Hukum Perdata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36913/jhaper.v1i2.20

Abstract

Hukum Acara Perdata dirumuskan sebagai peraturan hukum yang mengatur proses penyelesaian perkara perdata lewat hakim (pengadilan) sejak diajukan gugatan sampai dengan pelaksanaan putusan hakim. Oleh karena itu Hukum Acara Perdata akan digunakan manakala ada sengketa perdata. Sehingga bagi orang yang merasa dilanggar atau dirugikan haknya maka kepentingannya dilindungi oleh hukum, dengan cara mengajukan tuntutan/ gugatan ke pengadilan, agar perkara yang menjadi sengketa dapat diselesaikan sehingga pelaksanaan putusannya (eksekusinya) dapat direalisasikan sehingga orang yang merasa dirugikan haknya atau dilanggar haknya, dengan melalui putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Kemudian putusannya dilaksanakan (eksekusi), maka hak tersebut dipulihkan kembali kepada yang berhak. Namun demikian harus melalui proses dan diatur oleh Peraturan Perundang-undangan. Pekerjaan seorang hakim tidak semata-mata bersifat teknikal melainkan lebih bersifat intelektual. Untuk menajamkan visi intelektualnya, maka seorang hakim senantiasa berusaha mengenali secara terus menerus lingkungan sosialnya. Hanya dengan jalan demikian seorang hakim akan memiliki kepekaan serta tanggap terhadap dinamika perkembangan hukum maupun dinamika sosial. Seorang hakim dituntut secara aktif dan terus menerus mengikuti dan menelusuri hukum, asas-asas hukum, teori-teori hukum, sumber-sumber hukum, doktrin, yurisprudensi, nilai-nilai hukum yang berlaku, terutama pada saat memberikan pertimbangan hukum (ratio decidendi) hakim harus mampu menafsirkan, berlogika serta argumentasi hukum agar putusannya berpijak pada nilai keadilan, nilai manfaat dan nilai kepastian hukum sehingga wibawa hukum akan tercermin dalam putusannya tersebut.Kata kunci: penemuan hukum, hakim, penyelesaian sengketa
PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA Herowati Poesoko
ADHAPER: Jurnal Hukum Acara Perdata Vol 1, No 2 (2015): Juli-Desember 2015
Publisher : Departemen Hukum Perdata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (725.496 KB) | DOI: 10.36913/jhaper.v1i2.20

Abstract

Hukum Acara Perdata dirumuskan sebagai peraturan hukum yang mengatur proses penyelesaian perkara perdata lewat hakim (pengadilan) sejak diajukan gugatan sampai dengan pelaksanaan putusan hakim. Oleh karena itu Hukum Acara Perdata akan digunakan manakala ada sengketa perdata. Sehingga bagi orang yang merasa dilanggar atau dirugikan haknya maka kepentingannya dilindungi oleh hukum, dengan cara mengajukan tuntutan/ gugatan ke pengadilan, agar perkara yang menjadi sengketa dapat diselesaikan sehingga pelaksanaan putusannya (eksekusinya) dapat direalisasikan sehingga orang yang merasa dirugikan haknya atau dilanggar haknya, dengan melalui putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Kemudian putusannya dilaksanakan (eksekusi), maka hak tersebut dipulihkan kembali kepada yang berhak. Namun demikian harus melalui proses dan diatur oleh Peraturan Perundang-undangan. Pekerjaan seorang hakim tidak semata-mata bersifat teknikal melainkan lebih bersifat intelektual. Untuk menajamkan visi intelektualnya, maka seorang hakim senantiasa berusaha mengenali secara terus menerus lingkungan sosialnya. Hanya dengan jalan demikian seorang hakim akan memiliki kepekaan serta tanggap terhadap dinamika perkembangan hukum maupun dinamika sosial. Seorang hakim dituntut secara aktif dan terus menerus mengikuti dan menelusuri hukum, asas-asas hukum, teori-teori hukum, sumber-sumber hukum, doktrin, yurisprudensi, nilai-nilai hukum yang berlaku, terutama pada saat memberikan pertimbangan hukum (ratio decidendi) hakim harus mampu menafsirkan, berlogika serta argumentasi hukum agar putusannya berpijak pada nilai keadilan, nilai manfaat dan nilai kepastian hukum sehingga wibawa hukum akan tercermin dalam putusannya tersebut.Kata kunci: penemuan hukum, hakim, penyelesaian sengketa
Karakteristik Perjanjian Pembiayaan oleh Perusahaan Pembiayaan Multiguna Syahrul Ramadhan; Herowati Poesoko; Ermanto Fahamsyah
JURNAL RECHTENS Vol. 9 No. 2 (2020): Desember
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Jember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36835/rechtens.v9i2.789

Abstract

Abstrak Perusahaan Pembiayaan Multiguna dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan (untuk selanjutnya disebut POJK No 29/POJK.05/2014) adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang dan/atau jasa. Terkait itu pada pasal 18 ayat (2) POJK No 29/POJK.05/2014 yang mengatur tentang mitigasi risiko tidak ada norma tertulis yang membolehkan pembebanan jaminan Hak Tanggungan, namun manakala membaca penafsiran otentiknya memperluas norma yang sifatnya limitatif karena ada frase dapat dilakukan selain yang tertulis dalam pasal 18 ayat (2). Kekaburan norma itu berimplikasi pada adanya penyimpangan hukum yaitu dengan melakukan pembebanan Hak Tanggungan.  Perjanjian Pembebanan Hak Tanggungan  dalam pembiayaan multiguna tidak sesuai dengan karakteristik  perjanjian pembiayaan oleh Perusahaan Multiguna.  Kata kunci: Penyimpangan Hukum, Kekaburan Norma, Karakteristik Perjanjian Pembiayaan Multiguna   Abstract Multipurpose Financing Company in Article 1 number 1 Financial Services Authority Regulation Number 29 / POJK.05 / 2014 concerning Business Conduct of Financing Companies (hereinafter referred to as POJK No 29 / POJK.05 / 2014) is a business entity that carries out financing activities for the procurement of goods and / or services. Related to that, in article 18 paragraph (2) POJK No 29 / POJK.05 / 2014 which regulates risk mitigation there is no written norm that allows the imposition of guarantees of Mortgage Rights, but when reading the authentic interpretation expands the norms that are limitative because there are phrases that can be done in addition to written in article 18 paragraph (2). This vagueness of norms has implications for legal deviation, namely by imposing Mortgage Rights. The Collateral Placement Contract in multipurpose financing is not in accordance with the characteristics of the financing contract by the Multipurpose Company.  Keywords: Legal Deviation, Vague Norms, Characteristics of Multipurpose Financing Contract
Prinsip Kepastian Hukum Akta Pendirian Perseroan Terbatas Bidang Usaha Perjudian Dan Pertaruhan Nur Aisya hidayati; Aries Harianto; Herowati Poesoko
Jurnal Syntax Transformation Vol 3 No 03 (2022): Jurnal Syntax Transformation
Publisher : CV. Syntax Corporation Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46799/jst.v3i3.524

Abstract

The problems and research objectives taken include reviewing and analyzing the meaning of gambling and betting carried out by a Limited Liability Company as a line of business that is contrary to the concept of a Limited Liability Company established by an agreement, reviewing and analyzing the classification arrangement of gambling and betting related to the Limited Liability Company's line of business. Contradicts the principle of legal certainty and examines and analyzes the principle of legal certainty as a guideline for future arrangements for the establishment of a Limited Liability Company that runs the gambling and betting business.The research method used is legal research. The problem approach used in this research is the statute approach, the conceptual approach and the case approach. The sources of legal materials used are primary and secondary legal materials. The results of the study conclude First, that the use of the gambling and betting business sector by the Limited Liability Company is based on the obligation to include business activities in the deed of establishment in the article of intent and purpose. However, the meaning of gambling which means a game of chance by risking a certain amount of money whose outcome is not certain is contrary to the objective requirements in Article 1320 of the Civil Code which is the basis for the establishment of a Limited Liability Company established under an agreement. Second, the regulation of the gambling and betting business sector in Article 303 bis of the Civil Code and Central Statistics Agency Regulation No. 2 of 2020 concerning the Standard Classification of Indonesian Business Fields (KBLI) is contrary to the principle of legal certainty because it does not pay attention to the special provisions governing gambling and betting, namely Law no. 7 of 1974 jo. Government Regulation No. 9 of 1984 concerning Gambling Control and does not reflect the values ​​of Pancasila and the 1945 Constitution. Third, future arrangements for the gambling and betting business sector must pay attention to 3 (three) legal objectives, namely justice, benefit and legal certainty by eliminating the gambling business sector. and betting in the KBLI and there must be regulation on the determination of the existing business fields in the KBLI.
The Role of Legal Opinion as Legal Problem Solving Method Herowati Poesoko; Anak Agung Sagung Laksmi Dewi
Sociological Jurisprudence Journal Vol. 3 No. 1 (2020)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Warmadewa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (782.697 KB) | DOI: 10.22225/scj.3.1.1513.19-27

Abstract

This study aims to describe Legal Opinion as a Legal Problem Solving Method. The method used in this study is normative legal research; meanwhile the approach used in this study is legal research method. The results revealed that firstly based on legal issues which certainly cannot be separated from the field of law to be studied, while the preparation of legal opinions depends on the depth of knowledge of the legal field what will be found, it is seen in the analysis used in order to find legal problem solving that can be prescription of the legal issue. Therefore, the role of legal opinion in the structure of the layer of legal science can be useful as a method in developing practical law or in developing theoretical law.
THE VALIDTY OF CREDIT AGREEMENT WITH COLLATERAL LAND AND BUILDING LETTER C Dyah Ochtorina Susanti; Herowati Poesoko; Nuri Hidayati
NOTARIIL Jurnal Kenotariatan Vol. 4 No. 2 (2019)
Publisher : Warmadewa Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22225/jn.4.2.1208.65-72

Abstract

This study aims to determine the legality of credit agreement made with a guarantee of land and building proof of ownership of Letter C without the existence a Power of Attorney Charging Mortgage (SKMHT), Giving Deed Mortgage (APHT), and Mortgage Certificate (SHT). This study used a normative juridical research method with a statutory approach, conceptual and case. The credit agreement that has been made is stated and affects the law with the agreement that among the creditors (PNM) and the debtor (Komsatun) followed by the completion of the investment object, this was only in accordance with the 1320 Civil Servants Court. As for land and building of Letter C which was made as a courtesy agreement credit is displayed nothing happens and canceled as for law becase is not following madate paragraph 10 (3) UUHT, that letter C land to be used as a mortgage then the dependent can still be possible while giving it at same time with the process of applying for a land mortgage. Based on the result of the study, it can be concluded that the Credit agreement which made by the ownership of letter C of land and buildings guarantee without any binding for the notarial deed/PPAT in form of SKMHT, APHT, and SHT is official and binding according to law. Because of the credit agreement which already made according by agreement by the creditor (Bank PNM Ulam) and the debtor (Komsatun) followed by submission of money as an agree-ment project.
Maladministration Law Enforcement: The Authority of the Ombudsman in a Fair Public Service Dispute Resolution Mechanism Yasid, Akhmadi; Poesoko, Herowati; Dwi Hastri, Evi
International Asia Of Law and Money Laundering (IAML) Vol. 3 No. 2 (2024): International Asia Of Law and Money Laundering (IAML)
Publisher : International Asia Of Law and Money Laundering

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59712/iaml.v3i2.88

Abstract

Maladministration law enforcement is a crucial issue in realizing excellent public services. The Ombudsman, as an independent institution, plays an important role in resolving public service disputes efficiently and fairly. Law of the Republic of Indonesia Number 37 of 2008 concerning the Ombudsman of the Republic of Indonesia in Article 26 Paragraph (2) point a triggers a vague norm that illustrates that the Ombudsman is not based on definite considerations and can be measured based on the theory of legal certainty. So that this will trigger articles that have the potential to abuse authority in the organ of the Ombudsman of the Republic of Indonesia (ORI). This type of research is normative juridical with a statutory approach and a concept approach, resulting in the fact that the Ombudsman of the Republic of Indonesia (ORI) has broad authority in handling public service disputes, including in cases of maladministration. Namely those that are not in accordance with the principles of good governance, including abuse of authority, negligence, discrimination, delay, and other actions that can harm the community. Law enforcement against maladministration can be carried out if there is legal certainty in determining the status of examinations that can be continued or not based on the concept of good governance so as to create justice.
Prinsip Sistemik Lembaga Perdamaian PKPU Untuk Mencapai Nilai Keadilan Suci, Ivida Dewi Amrih; Shubhan, M. Hadi; Poesoko, Herowati; R. Murjiyanto; Zahir, Mohd Zamre Mohd; Sudiyana
Media Iuris Vol. 7 No. 2 (2024): MEDIA IURIS
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/mi.v7i2.55386

Abstract

Systemic principles serve as the basic basis for thought and action processes, representing interconnected elements that contribute to the formation of a comprehensive whole. Bankruptcy law is a special and special law, regulated in Articles 222 to 294 of the Bankruptcy Law and PPU, PKPU is a legal peace institution whose operational elements include deciding judges, administrators, supervisory judges, debtors, creditors, and additional elements in the PKPU institution that are guarantors if provided. Systemically, these elements are interrelated both within their own elements and with theoretical elements, namely the Ideal elements (about meaning) and the actual elements. According to Article 287 of the Bankruptcy Law and PKPU Jo Article 282 of the Bankruptcy Law and PKPU, PKPU has a final and binding decision, but it is limited, and its decision is only related to the minutes of the meeting. The verdict still has legal consequences if violated. The author's motivation is to analyze systemic principles in the legal framework of PKPU peace institutions with the aim of upholding the principle of justice. The analysis methodology used is the legal system theory developed by Kees Schuit, focusing on the Ideal, Operational, and Actual elements. In addition, it incorporates three basic principles outlined by Gustav Radbruch – Certainty, Benefit, and Justice. The results of this study contribute prescriptive value to the field of law, especially in bankruptcy law.
MAKNA PEMBEBANAN BANGUNAN DIBAWAH TANAH PADA HAK TANGGUNGAN Jiwandono , Muchammad Rizal; Ali, Moh.; Poesoko, Herowati
JURNAL LAWNESIA (Jurnal Hukum Negara Indonesia) Vol. 1 No. 2 (2022): Jurnal Lawnesia
Publisher : Faculty of Law Universitas Bakti Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perkembangan dan kemajuan zaman yang sangat pesat dalam hal ekonomi jika tanpa adanya pembaharuan dan pembentukan hukum yang sesuai akan dapat menimbulkan ketimpangan dan membahayakan perkembangan bidang ekonomi. Undang-undang Hak Tanggungan ini sebagai satu kemudahan bagi iklim investasi dan perkreditan di Indonesia, tetapi di sisi lain terdapat kontradiksi antara Undang-undang no 5 tahun 1960 (UUPA) dan UUHT berkaitan dengan asas yang digunakan oleh kedua Undang-Undang ini. Karena itu terdapat 3 (tiga) rumusan pertama apa makna pembebanan jaminan pada Hak tanggungan, kedua apakah pembebanan bangunan dibawah tanah dalam hak tanggungan mendasarkan pada prinsip perlekatan, dan ketiga bagaimana pengaturan kedepan pembebanan bangunan dibawah tanah pada hak tanggungan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini Yuridis Normatif dengan Pendekatan konseptual, Pendekatan Perundang-undangan dan, Pendekatan Historis. Hasil dari penelitian ini Hak Tanggungan adalah sebuah lembaga yang bertanggung jawab sebagai penjamin atas pelunasan utang tertentu, dengan hak-hak ats tanah seperti hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan hak pakai. hak tanggungan mendasarkan pada prinsip perlekatan karena pada judul UUHT terdapat kata berkaitan dengan tanah. kedepan mengenai pembebanan bangunan dibawah tanah pada hak tanggungan perlunya sebuah landasan hukum atas pemanfaatan ruang bawah tanah atau bangunan di bawah tanah yang kemudian dimasukkan sebagai tambahan pada UUHT. Perkembangan dan kemajuan zaman yang sangat pesat dalam hal ekonomi jika tanpa adanya pembaharuan dan pembentukan hukum yang sesuai akan dapat menimbulkan ketimpangan dan membahayakan perkembangan bidang ekonomi. Undang-undang Hak Tanggungan ini sebagai satu kemudahan bagi iklim investasi dan perkreditan di Indonesia, tetapi di sisi lain terdapat kontradiksi antara Undang-undang no 5 tahun 1960 (UUPA) dan UUHT berkaitan dengan asas yang digunakan oleh kedua Undang-Undang ini. Karena itu terdapat 3 (tiga) rumusan pertama apa makna pembebanan jaminan pada Hak tanggungan, kedua apakah pembebanan bangunan dibawah tanah dalam hak tanggungan mendasarkan pada prinsip perlekatan, dan ketiga bagaimana pengaturan kedepan pembebanan bangunan dibawah tanah pada hak tanggungan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini Yuridis Normatif dengan Pendekatan konseptual, Pendekatan Perundang-undangan dan, Pendekatan Historis. Hasil dari penelitian ini Hak Tanggungan adalah sebuah lembaga yang bertanggung jawab sebagai penjamin atas pelunasan utang tertentu, dengan hak-hak ats tanah seperti hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan hak pakai. hak tanggungan mendasarkan pada prinsip perlekatan karena pada judul UUHT terdapat kata berkaitan dengan tanah. kedepan mengenai pembebanan bangunan dibawah tanah pada hak tanggungan perlunya sebuah landasan hukum atas pemanfaatan ruang bawah tanah atau bangunan di bawah tanah yang kemudian dimasukkan sebagai tambahan pada UUHT.
SEMA BINDING STRENGTH NO. 2/2023 REGARDING THE JUDGE'S DETERMINATION IN APPLICATIONS FOR REGISTRATION OF INTERFAITH MARRIAGES Leonide, Cliff Ivan; Khoidin, M.; Zulaika, Emi; Poesoko, Herowati; Suci, Ivida Dewi Amrih
Awang Long Law Review Vol. 6 No. 2 (2024): Awang Long Law Review
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Awang Long

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56301/awl.v6i2.1166

Abstract

The state guarantees freedom of religion, as well as forming a marriage. Registration of marriages, especially mixed marriages, is regulated in Article 57 of Law no. 16 of 2019 concerning Marriage. This mixed marriage is also related to interfaith marriage which is also a right for Indonesian citizens. The Supreme Court in this case made SEMA No. 2/2023 dated 17 July 2023 concerning Appointments for Judges in Adjudicating Cases on Applications for Registration of Marriages Between People of Different Religions and Beliefs, at point No. 2 explains that "The court did not grant the request for registration of marriages between people of different religions and beliefs." If this SEMA is analyzed it is in conflict with Article 35 letter (a) of Law no. 23 of 2006 in conjunction with Article 50 of Minister of Home Affairs Regulation no. 108/2019. Therefore, the author analyzes the binding strength of SEMA No. 2/2023 dated 17 July 2023 regarding the failure to grant the request for registration of interfaith marriages. Meanwhile, Minister of Home Affairs Regulation no. 108/2019 states that interfaith marriages must be proven, which automatically results in an application being made to the court. This is also related to Article 35 letter (a) of Law no. 23 of 2006 concerning Population Administration which regulates marriages determined by courts for people of different religions. Therefore, the author analyzes the above problem with the problem, namely the binding force of SEMA No. 2/2023 regarding the judge's decision in the application for registration of interfaith marriages. The method used is normative juridical research, with an analysis of the theory of authority and legal certainty. The approaches used are the conceptual approach, statutory approach and case approach. The conclusion to be reached in this writing has future perspective value and is in accordance with its axiology, namely the aim of law is justice.