Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sedang melakukan upaya membangun kanal-kanal ruang publik untuk merubah wajah kota dengan cara membangun Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) sebagai upaya mendukung Jakarta menjadi Kota Layak Anak. Berbeda dengan gagasan Jürgen Habermas yang menjelaskan konsep ruang publik sebagai ruang yang mandiri dan terpisah dari negara dan pasar, RPTRA justru merupakan hasil dari kemitraan antara pemerintah dengan perusahaan melalui CSR. Penelitian ini ditujukan untuk menganalisa RPTRA dalam perspektif ruang publik yang berbasis demokrasi deliberatif. Adapun lokasi penelitian ini yaitu RPTRA Sungai Bambu dan RPTRA Sunter Jaya Berseri yang keduanya berada di Kota Administrasi Jakarta Utara. Proyek pembangunan RPTRA merupakan momentum untuk mengoptimalkan dan memperluas ruang-ruang publik yang mampu diakses dan dikontrol lansung oleh publik di DKI Jakarta pada umumnya, dan Jakarta Utara khususnya. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian kualitatif dengan menggali informasi dan data melalui observasi langsung, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa RPTRA telah memenuhi karakter ruang publik sebagai ruang interaksi masyarakat, dikelola dan dikontrol bersama untuk kepentingan publik, terbuka bagi semua tanpa kecuali, dan secara relatif menjadi ruang kebebasan dan aktualisasi bagi warga. Namun bila ditinjau dalam perspektif demokrasi deliberatif, kekurangan terjadi saat proses pembangunan RPTRA karena warga tidak dilibatkan secara aktif. Aktor yang dominan dalam proses pembangunan adalah pihak swasta dan pemerintah. Adapun transformasi demokrasi deliberatif tercipta saat pada proses pengelolaan RPTRA.Kata Kunci: Ruang Publik, RPTRA, CSRKata Kunci: Ruang Publik, Ruang Publik Terpadu Ramah Anak, CSR