Sanyoto Sanyoto
Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

Published : 11 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

Ontological Study of The Classification of People in The Transfer of Land Rights in Realizing Legal Certainty Rahadi Wasi Bintoro; Noor Dzuhaidah Dzuhaidah; Antonius Sidik Maryono; Sanyoto Sanyoto; Weda Kupita
Pandecta Research Law Journal Vol 17, No 1 (2022): June
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/pandecta.v17i1.34806

Abstract

Regulation of the Minister of State for Agrarian Affairs/ Head of the National Land Agency No. 3 of 1997 concerning Provisions for the Implementation of Government Regulation Number 24 of 1997 concerning Land Registration contains regulations regarding the classification of the population in the preparation of a certificate of inheritance. At present, such arrangements are considered irrelevant, especially since there are already regulations concerning citizenship and population administration in a law. Therefore, this article discusses the ontological basis for regulating population classification in Indonesia. In order to answer these problems, three normative research approaches are used, in the form of a statutory approach, a historical approach and a conceptual approach. This study uses primary and secondary sources of legal material, which after an inventory has been processed and analyzed using a qualitative approach. The classification of the Indonesian population, when viewed from an ontological study, was a policy of the Dutch East Indies government to divide the Indonesian nation and reduce the power of customary law and Islamic law that developed in society. However, if judging from the existence of the Regulation of the State Minister of Agrarian Affairs/Head of the National Land Agency Number 3 of 1997, the classification of the population which has implications for the institution authorized to make certificates of inheritance is not due to the politics of dividing the Indonesian nation. This rule exists because it is still possible for people to submit to the law of inheritance of Burgelik Wetboek. This regulation in the statutory system is hierarchically positioned lower than the law. Even though this regulation is inferior and contradicts the Citizenship Law and the Population Administration Law, and therefore contradicts the principle of lex superior derogate legi inferiori, but to prevent a legal vacuum this Ministerial regulation is still in effect.
PENJATUHAN PIDANA PENJARA DIBAWAH ANCAMAN MINIMUM KHUSUS TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Studi Putusan Nomor: 220/Pid.Sus/2017/PN Pwt) Yoga Pratama; Sanyoto Sanyoto; Dessi Perdani Yuris
Soedirman Law Review Vol 2, No 2 (2020)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.slr.2020.2.2.60

Abstract

One of the criminal code products outside the codification that adheres to a special jurisdiction is constitution number 22 of 1997 concerning narcotics as amanded by contitution number 35 of 2009 concerning narcotics. The provision of special minimum criminal threats the judge may not impose imprisonment under the special minimum threat. In this criminal problem which is decided by the Purwokerto District Court on decision number: 220/Pid.Sus/2017/PN Pwt, the panel of judges has convicted the defendant under the provisions of the special minimum threat that has been determined by law. The aim of this research is determine the criminal prosecution below the special minimum in Decision Number: 220 / Pid.Sus / 2017 / PN Pwt in terms of proof theory, idling theory, the purpose of Law Number 35 Year 2009, the principle of legality (Nulla Poena SinaLege) , the purpose of legislation and to find out legal considerations in the Decision Number: 220 / Pid.Sus / 2017 / PN Pwt. In this legal research using the Law approach, and the case approach, with prescriptive research specifications. In this study the legal materials used consisted of primary legal materials and secondary legal materials. The analyzed legal material is presented in the form of a systematic, logical and rational description. Of the research on the results of the study, it can be concluded that the imprisonment below the specific minimum in Decision Number: 220 / Pid.Sus / 2017 / PN Pwt is contrary to the objectives of Law Number 35 Year 2009, the principle of legality (Nulla Poena Sina Lege), the purpose of legislation, and the panel of judges in imposing imprisonment below the specific minimum does not provide enough consideration so that legalconsiderations in Decision Number: 220 / Pid.Sus / 2017 / PN Pwt can be categorized as decisions that lack sufficient legal considerations (Onvoldoende Gemotiveerd ) Keywords : Imprisonment below the specific minimum, proof theory, and theobjectives of Law Number 35 Year 2009
TINDAK PIDANA PERKOSAAN TERHADAP ANAK (Studi Kasus Putusan Nomor: 165/Pid.Sus/2017/PNTnr) Bagus Nizar Rifqiansah; Sanyoto Sanyoto; Nurani Ajeng Tri Utami
Soedirman Law Review Vol 2, No 4 (2020)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.slr.2020.2.4.134

Abstract

Pembuktian adalah hal terpenting dalam hukum acara pidana dimana dalam suatu pembuktian akan ditentukan hukuman serta nasib yang akan diterima oleh seorang terdakwa dalam suatu persidangan sebagai akibat dari perbuatannya. Dalam suatu pembuktian hak-hak asasi serta nasib seorang terdakwa benar-benar akan ditentukan sehingga dalam pelaksanaan pembuktian harus sesuai dengan Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana agar terdakwa benar- benar mendapat hukuman sesuai dengan perbuatannya yang dengan seadil-adilnya hingga tidak memberatkan maupun meringankannya. Pembuktian Tindak Pidana Perkosaan terhadap Anak dalam Putusan Pengadilan Negeri Ternate Nomor 165/Pid.Sus/2017/PNTnr perlu dilihat bagaimana pembuktiannya dalam putusan tersebut serta apa akibat hukum yang timbul dari putusan tersebut bagi terdakwa. Dalam Pembuktian Tindak Pidana Perkosaan terhadap Anak dalam Putusan Pengadilan Negeri Ternate Nomor 165/Pid.Sus/2017/PNTnr terdapat tiga alat bukti sehingga sudah melebihi batas minimal pembuktian menurut Pasal 183 KUHAP yaitu minimal terdapat dua alat bukti yang sah disertai dengan adanya keyakinan hakim, alat bukti yang terdapat dalam putusan adalah keterangan saksi yang terdiri dari 3 orang saksi, alat bukti surat Visum Et Repertum, dan alat bukti keterangan terdakwa, yang mana dengan ini sudah melebihi batas minimum pembuktian yaitu dua alat bukti menurut Pasal 183 KUHAP. Dan setelah alat-alat bukti tersebut dihubungkan dengan unsur-unsur yang ada dalam Pasal 287 KUHP hakim memperoleh keyakinan bahwa terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana perkosaan terhadap anak dan akibat hukum dari putusan tersebut kepada terdakwa adalah jatuhnya putusan pemidanaan yang dimana akan menghukum terdakwa atas perbuatannya melakukan tindak pidana perkosaan terhadap anak.Kata Kunci : Pembuktian, Tindak Pidana Perkosaa nAnak, Akibat Hukum
RATIO DECIDENDI MAJELIS HAKIM KASASI TERHADAP EKSEPSI PERMOHONAN PEMBATALAN PERJANJIAN PERDAMAIAN DALAM PERKARA KEPAILITAN (Studi Terhadap Putusan Nomor 817 K/Pdt. Sus-Pailit/2015) Oji Jefri Saputra; Antonius Sidik Maryono; Sanyoto Sanyoto
Soedirman Law Review Vol 3, No 3 (2021)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.slr.2021.3.3.161

Abstract

Permohonan pembatalan perjanjian perdamaian dalam perkara kepailitan haruslah memenuhi syarat-syarat formil. Apabila syarat-syarat formil itu tidak terpenuhi maka akan memperbesar kemungkinan pihak termohon untuk mengajukan eksepsi. Eksepsi yang diterima dan dikabulkan oleh majelis hakim pada Pengadilan Niaga menyebabkan permohonan pemohon menjadi kandas sehingga tidak dapat dilakukan pemeriksaan terhadap pokok perkara. Atas putusan Pengadilan Niaga tersebut, Para Pemohon mengajukan Kasasi yang tercatat dalam register perkara Nomor 817 K/Pdt. Sus-Pailit/2015. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan undang-undang, pendekatan kasus, dan pendekatan konseptual. Data penelitian bersumber dari data sekunder. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu studi kepustakaan. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif-kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, maka dapat dideskripsikan bahwa Majelis Hakim Kasasi dalam amar putusanya menolak permohonan kasasi dan memperbaiki amar putusan Pengadilan Niaga. Majelis Hakim Kasasi menilai putusan judex facti sudah tepat dalam menerapkan hukumnya karena Para Pemohon Kasasi tidak memiliki kapasitas hukum (legal standing) sebagaimana dipersyaratkan dalam Pasal 3 ayat (2) butir a Perjanjian Perwaliamanatan juncto Pasal 51 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang pada pokoknya menegaskan bahwa, Para Pemohon sebagai pemegang obligasi diwakili oleh wali amanat baik di dalam maupun di luar persidangan. Akibat hukum diterima dan dikabulkannya eksepsi oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga yaitu hubungan hukum antara Para Pemohon Kasasi dengan Termohon Kasasi kembali pada keadaan semula seperti sebelum adanya permohonan pembatalan perdamaian.Kata Kunci : Eksepsi, Kapasitas Hukum, Kepailitan 
PENERAPAN SAKSI AHLI LINGUISTIK FORENSIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM TINDAK PIDANA TURUT SERTA MENYIARKAN BERITA BOHONG DAN MENIMBULKAN KEONARAN TERKAIT HASIL SWAB TEST (STUDI PUTUSAN NOMOR 225/PID.SUS/2021/PN.JKT.TIM) Rosaniati Rosaniati; Sanyoto Sanyoto; Rahadi Wasi Bintoro
Soedirman Law Review Vol 3, No 4 (2021)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.slr.2021.3.4.170

Abstract

Pemanfaatan ilmu linguistik forensik dalam rangka penegakan hukum dan keadilan digunakan dalam sidang pembuktian. Saksi ahli forensik bertugas untuk menganalisa penggunaan bahasa dalam ranah hukum serta menelaah fenomena kebahasaan yang diidentifikasi kemudian dihubungkan dengan perbuatan terdakwa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pembuktian mengenai tindak pidana turut serta menyiarkan berita bohong dan menimbulkan keonaran pada putusan No.  225/PID.SUS/2021/PN.JKT.TIM dalam hubungannya dengan alat bukti keterangan ahli Linguistik Forensik serta untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan. Metode penelitian yang digunakan adalah normatif dengan spesifikasi penelitian bersifat preskriptif. Sumber data yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan dokumentasi, disajikan dengan teks naratif, menggunakan analisis metode normatif kualitatif.  Penelitian yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut:  a) Pembuktian tindak pidana turut serta menyiarkan berita bohong dan menimbulkan keonaran pada putusan No.  225/PID.SUS/2021/PN.JKT.TIM hakim memutus berdasarkan pada alat bukti keterangan saksi, keterangan ahli linguistik forensik serta barang bukti. Sehingga, keterangan ahli linguistik forensik yang dijadikan sebagai dasar untuk memutus dianggap sebagai pengetahuan hakim. Berdasarkan hal tersebut hakim memperoleh keyakinan akan kesalahan terdakwa. Dengan demikian pembuktian yang dilakukan sudah menerapkan sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif sebagimana dalam Pasal 183 KUHAP. b) Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana turut serta menyiarkan berita bohong dan menimbulkan keonaran pada putusan No. 225/PID.SUS/2021/PN.JKT.TIM sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 14 ayat (1) tentang Peraturan Hukum Pidana Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Namun demikian menurut peneliti, pemidanaan yang diberikan oleh hakim tidak tepat karena tidak memperhatikan aspek non-yuridis khususnya mengenai profil terdakwa secara komperhensif dalam putusan pemidanaan.Kata Kunci: Keterangan ahli linguistik forensik, pembuktian, penjatuhan pidana
PENJATUHAN PIDANA PENJARA DIBAWAH ANCAMAN MINIMUM KHUSUS TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Studi Putusan Nomor: 220/Pid.Sus/2017/PN Pwt) Yoga Pratama Adi; Sanyoto Sanyoto; Dessi Perdani Yuris Puspita Sari
Soedirman Law Review Vol 2, No 3 (2020)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.slr.2020.2.3.97

Abstract

Salah satu produk aturan pidana diluar kodifikasi yang menganut sistem minimum khusus adalah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotikan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomer 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Adanya ketentuan ancaman pidana minimum khusus, hakim tidak boleh menjatuhkan pidana penjara dibawah ancaman minimum khusus. Permasalahnnya dalam perkara tindak pidana narkotika yang diputus oleh Pengadilan Negeri Purwokerto yakni pada perkara Putusan Nomor: 220/Pid.Sus/2017/PN Pwt, majelis hakim justru menjatuhkan pidana kepada terdakwa dibawah ketentuan ancaman minimum khusus yang telah ditentukan undang-undang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penjatuhan pidana dibawah minimum khusus dalam Putusan Nomor: 220/Pid.Sus/2017/PN Pwt ditinjau dari teori pembuktian, teori pemidanaan, tujuan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, asas legalitas (Nulla Poena Sina Lege), tujuan dibentuknya undang-undang dan untuk mengetahui pertimbangan hukum dalam Putusan Nomor: 220/Pid.Sus/2017/PN Pwt. Dalam penelitian hukum ini menggunakan pendekatan Undang – Undang, dan pendekatan kasus, dengan spesifikasi penelitian preskriptif. Dalam penelitian ini bahan hukum yang digunakan terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum yang telah dianalisis disajikan dalam bentuk uraian yang sistematis, logis, dan rasional. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa penjatuhan pidana penjara dibawah minimum khusus dalam Putusan Nomor: 220/Pid.Sus/2017/PN Pwt bertentangan dengan tujuan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, asas legalitas (Nulla Poena Sina Lege),dan tujuan dibentuknya undang-undang serta majelis hakim dalam menjatuhkan pidana penjara dibawah minimum khusus tidak memberikan pertimbangan yang cukup, sehingga pertimbangan hukum dalam Putusan Nomor: 220/Pid.Sus/2017/PN Pwt dapat dikategorikan sebagai putusan yang kurang cukup pertimbangan hukum (Onvoldoende Gemotiveerd).Kata Kunci : Penjatuhan pidana penjara dibawah minimum khusus, teori pembuktian, dan tujuan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
PERANAN BALAI PEMASYARAKATAN (BAPAS) DALAM PENYELENGGARAAN PROGRAM DIVERSI SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK (Studi di BAPAS Purwokerto) Nabila Rana Widiya; Sanyoto Sanyoto; Setya Wahyudi
Soedirman Law Review Vol 2, No 3 (2020)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.slr.2020.2.3.86

Abstract

Balai Pemasyarakatan merupakan unit pelaksana teknis pemasyarakatan yang melaksanakan tugas dan fungsi penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan dan pendampingan. Pembimbing Kemasyarakatan memegang peranan penting dalam keberhasilan penyelenggaraan program Diversi untuk Anak yang Berhadapan Dengan Hukum dalam Sistem Peradilan Pidana Anak yang diatur dalam Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012. Skripsi ini membahas mengenai peranan Balai Pemasyarakatan (BAPAS) dalam penyelenggaraan program diversi sebagai bentuk perlindungan terhadap anak. Metode penelitian yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis empiris dengan spesifikasi penelitian deskriptif. Data yang digunakan merupakan data primer dan data sekunder yang masing- masing bersumber atau diperoleh dari wawancara dan studi kepustakaan, serta metode analisis data deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Lokasi penelitian di BAPAS Purwokerto.Hasil penelitian menunjukan bahwa faktor penyebab anak didik melakukan kejahatan terdiri dari faktor keluarga, lingkungan dan ekonomi. Peranan Bapas dalam pembinaan anak didik melalui program diversi sebagai bentuk perlindungan terhadap anak di BAPAS Purwokerto yaitu mengupayakan agar hak- hak anak terpenuhi yaitu hak untuk mendapatkan pendidikan, hak untuk mendapatkan perlindungan pada saat berlangsungnya proses diversi.Kata Kunci : Balai Pemasyarakatan, Diversi, Perlindungan Anak
PENERAPAN PEMBUKTIAN OBSTRUCTION OF JUSTICE OLEH ADVOKAT LUCAS DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI KASUS LIPPO GROUP (Tinjauan Yuridis Putusan Nomor 90/Pid.Sus/TPK/2018/PN. Jkt.Pst dan Putusan Nomor 13/Pid.Sus/TPK/2019/PT.DKI) Reza Khaeru Umammi; Sanyoto Sanyoto; Rani Hendriana
Soedirman Law Review Vol 2, No 2 (2020)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.slr.2020.2.2.54

Abstract

Korupsi terjadi secara sistematis dan meluas sehingga pemberantasannyaharus dilakukan dengan cara yang luar biasa. Kendala dalam penegakanpemberantasan tindak pidana korupsi salah satunya adalah banyaknyaperbuatan yang bersifat menghalangi proses peradilan tindak pidana korupsi.Perbuatan mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atautidak langsung penyidikan terhadap tersangka dalam perkara korupsi disebutObstruction Of Justice. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalahyuridis normatif dengan menggunkanan metode pendekatan analitis danperbandingan, serta spesifikasi penelitian yaitu preskripif. Berkaitan denganpembuktian, Terdakwa atas nama Lucas sebagai Advokat telah terbuktimelakukan Obstruction Of Justice dalam proses penyidikan korupsi penyuapanpanitera yang dilakukan oleh Eddy Sindoro. Hasil penelitian menunjukkanbahwa terdapat perbedaan penjatuhan pidana pada Putusan No.90/Pid.Sus/Tpk/2018/PN. Jkt Pst dan Putusan No.13/Pid.Sus/Tpk/2019/PT.DKI. Majelis Hakim Pengadilan Tinggi mengurangihukuman agar tidak terjadi disparitas yang tinggi maka pidana yang dijatuhkankepada Eddy Sindoro selaku Pleger dengan pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa Lucas sebagai Medepleger tidak boleh terlalu tinggi perbedaanpidana yang dijatuhkan. Putusan ini dianggap tidak tepat karena merupakanpenjatuhan sanksi pidana pada perkara yang berbeda antara Eddy Sindoro(Korupsi Lippo) dan Terdakwa Lucas (Obstruction Of Justice), sehingga justrumenghilangkan esensi filosofis dibentuknya Pasal 21 Undang-Undang Nomor31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Termasukdikesampingkannya aspek yuridis yang menunjukkan peranan terdakwa dalamterjadinya Obstruction Of Justice dan profesi Terdakwa sebagai Adovokatseharusnya sebagai dasar yang memberatkan, dan aspek sosiologis yaknidikesampingkannya tujuan dan manfaat hukum dalam pencegahan ObstructionOf Justice.Kata Kunci : Tindak Pidana Korupsi, Obstruction Of Justice, PutusanPengadilan
Hukuman Pidana Pokok dan Tambahan Kebiri Kimia Terhadap Pelaku Kekerasan Seksual Kepada Anak (Studi Putusan Nomor 69/Pid.Sus/2019/PN.Mjk) Desti Sri Utari; Sanyoto Sanyoto; Dessi Perdani Yuris Puspita Sari
Soedirman Law Review Vol 2, No 3 (2020)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.slr.2020.2.3.98

Abstract

Hakim sebagai penegak hukum dalam mencari dan menemukan kebenaran materiil berdasar pada surat dakwaan jaksa penuntut umum dan pembuktian. Segala yang terbukti dalam persidangan dan adanya keyakinan hakim atas kesalahan terdakwa sebagai dasar pengambilan keputusan oleh hakim. Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah apakah penjatuhan hukuman pokok dan hukuman tambahan kebiri kimia di luar tuntutan jaksa penuntut umum dalam Putusan Nomor 69/Pid.Sus/2019/PN.Mjk dapat diterima oleh pelaku dan korban serta bagaimana akibat hukumnya. Tujuan penelitian untuk mengetahui dapat diterimanya penjatuhan hukuman pidana pokok dan tambahan kebiri kimia di luar tuntutan jaksa penuntut umum oleh pelaku dan korban serta untuk mengetahui akibat hukumnya. Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti data sekunder. Sumber data yang digunakan data sekunder yang bersumber dari bahan hukum primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan. Analisis bahan hukum secara normatif kualitatif. Hasil penelitian diperoleh bahwa dasar pertimbangan hakim menjatuhkan hukuman pidana pokok dan tambahan kebiri kimia dalam Putusan Nomor 69/Pid.Sus/2019/PN.Mjk didasarkan atas surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum serta dari hasil pembuktian selama pemeriksaan persidangan dan hakim telah memperoleh keyakinan atas pembuktian tersebut sehingga Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana, putusan hakim telah memenuhi aspek kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan, secara normatif hukuman pidana pokok dan tambahan kebiri kimia terhadap pelaku kekerasan seksual kepada anak dapat diterima oleh para pihak yaitu Terdakwa dan Korban. Akibat hukum dari penjatuhan hukuman tersebut yaitu Putusan Nomor 69/Pid.Sus/2019/PN.Mjk mempunyai daya eksekusi selama tidak dilakukan upaya hukum.Kata Kunci : Kekerasan Seksual Anak, Pidana Pokok dan Tambahan, Upaya Hukum
PERADILAN IN ABSENTIA DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH KEPALA DESA (Tinjauan Yuridis Putusan Nomor : 54/Pid.Sus-Tpk/2019/PN Sby) Musa Krisnaputra; Sanyoto Sanyoto; Nurani Ajeng Tri Utami
Soedirman Law Review Vol 2, No 4 (2020)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.slr.2020.2.4.133

Abstract

Tindak Pidana Korupsi termasuk kejahatan Extraordinary Crime yang terjadi secara sistematis dan meluas sehingga pemberantasannya harus dilakukan dengan cara yang luar biasa (Extraordinary). Kendala dalam pemberantasan tindak pidana korupsi salah satunya adalah banyaknya pelaku tindak pidana korupsi yang melarikan diri dari jerat hukum sehingga dapat mempersulit proses peradilan. Ketidakhadiran terdakwa dipersidangan dapat menghambat proses penanganan perkara. Berkaitan dengan ketidakhadiran terdakwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pembuktian dalam peradilan in absentia dan apakah putusan hakim No.54/Pid.Sus-TPK/2019/PN.Sby sudah sesuai dengan tujuan UU Tindak Pidana Korupsi dalam rangka menyelamatkan kekayaan negara. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan data sekunder dengan bahan hukum primer yakni putusan No.54/Pid.Sus-TPK/2019/PN.Sby dan peraturan perundang-undangan terkait, bahan hukum sekunder yakni buku literatur dan bahan hukum tersier yakni seperti kamus hukum. Hasil penelitian menunjukkan pada pembuktian telah sesuai menurut Pasal 38 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU TPK) mengatur tentang peluang dilakukannya pemeriksaan dalam persidangan perkara korupsi tanpa kehadiran terdakwa (peradilan in absentia) dengan maksud untuk menyelamatkan kekayaan negara. Peradilan in absentia merupakan pengecualian yang diatur oleh KUHAP, tetapi dalam pelaksanaannya harus berdasarkan Pasal 145 KUHAP berkaitan dengan tata cara pemanggilan yang sah. Terdakwa terbukti melanggar Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi setelah melalui pembuktian yang dilaksanakan tanpa hadirnya terdakwa (in absentia). Hakim dalam membuktikan kesalahan terdakwa yang dilaksanakan secara in absentia telah menerapkan asas lex specialis derogate legi generali dengan mengacu ketentuan Pasal 38 UU Tipikordan asas minimum pembuktian sesuai Pasal 183 Kitab Hukum Acara pidana (KUHAP) meskipun peradilan in absentia pengecualian yang diatur dalam ketentuan umum yaitu KUHAP. Putusan yang dijatuhkan oleh hakim apakah telah mencerminkan spirit dari peradilan in absentia dan sesuai tujuan dari UU Tindak Pidana Korupsi yang salah satunya adalah menyelamatkan kekayaan negara.Kata Kunci : Tindak Pidana Korupsi,Peradilan in absentia, Pengembalian Aset