Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search
Journal : TEMALI : Jurnal Pembangunan Sosial

Mengevaluasi Kembali Tatakelola Pemerintahan Daerah di Indonesia Undang, Gunawan
TEMALI : Jurnal Pembangunan Sosial Vol. 7 No. 1 (2024): Temali: Jurnal Pembangunan Sosial
Publisher : Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/jt.v7i1.35000

Abstract

Dasar hukum tatakelola pemerintahan daerah di Indonesia telah mengalami 9 kali perubahan. Yang pertama kalinya adalah Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945 Tentang Peraturan Mengenai Kedudukan Komite Nasional Daerah (KND). Sesuai dengan pilihan politik hukum, undang-undang tersebut diubah beberapa kali, dan terakhir – yang berlaku saat ini – adalah Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Perubahan-perubahan tersebut antara lain bertujuan untuk meningkatkan sistem tatakelola pemerintahan di daerah. Namun dalam pelaksanaan desentralisasi, dekonsentrasi, tugas pembantuan (medebewind), dan otonomi daerah masih banyak menemukan kendala mendasar, antara lain kemandirian daerah; seperti kemandirian anggaran yang masih tergantung pada pemerintah pusat (sentralisasi). Fenomena ini mirip dengan sitem sentralisasi di era Orde Baru. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis fenomena tersebut. Metode kualitatif digunakan dalam enelitian ini dengan pendekatan studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan (1) Pengaturan tatakelola daerah telah mengalami 9 kali perubahan sejak Indonesia merdeka (1945), terakhir Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. (2) Beberapa asas sudah digunakan sejak tahun 1945; terutama asas otonom (otonomi), namun pengertiannya lebih luas daripada otonomi di era penjajahan Belanda, yakni kemerdekaan untuk mengatur (vrijheid van regeting) sebagaimana lazimnya negara merdeka. (3) Kedudukan eksekutif dan legislatif mengalami penyempurnaan menuju sistem triaspolitika dan checks and balances. Sebelumnya (1948), mekanisme sistem pengawasan – misalnya – eksekutif (Kepala Daerah) mengawasi DPRD dan DPD (legislatif). (4) Pelaksanaan desentralisasi, dekonsentrasi, tugas pembantuan, dan Otda selama lebih dari 25 tahun sejak reformasi (1998) masih belum memandirikan daerah sebagai hakikat dari Otda. Kebaruan penelitian dapat berimplikasi pada perbaikan kemandirian daerah menuju otonomi seluas-luasnya, otonomi nyata, dan otonomi yang bertanggungjawab.