Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

The Effect of Strategic and Directive Leaderships on School Leader’s Performance I Made Sila; I Made Sutika; I Made Astra Winaya; I Nengah Sudiarta; I Gede Sujana; Ida Bagus Rai
Jurnal Pedagogi dan Pembelajaran Vol. 6 No. 1 (2023): April
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jp2.v6i1.57599

Abstract

School leaders have a number of roles that should be played together, including educators, managers, administrators, supervisors, motivators, entrepreneurs, and leaders. The role of school leaders as leaders and as instructional leaders specifically.This study aims to analyses the correlation between strategic and directive leadership on school leaders performance. The analysis used is a qualitative approach with a correlation design. This research was conducted using a survey method. The population in this study was the leader staffs (head and deputy head) of schools from kindergarten to high school/vocational school. The samples were taken from all existing leaders. The method used was regression and correlation as well as a significance test with the F test and the coefficient of determination (R2). The population in this study were the leadership staff (heads and deputy heads) of schools starting from kindergarten to high school/vocational school. The sample/population was taken from all the existing leaders, as many as 18 people.  This study also used interview and questionnaire techniques, namely holding questions and answers with representative sources to answer problems in the field (school). The analysis used is a qualitative approach with a correlation design. The results of the study showed that Strategic and directive leaderships have a significant effect on the school leader’s performance. Strategic leadership has a stronger influence on leadership performance, while directive leadership has a weaker influence.
Hubungan Hak Asasi Manusia Dengan Demokrasi I Gede Sujana; Sutrisno; Rudi Ana Pali
JOCER: Journal of Civic Education Research Vol. 2 No. 2 (2024): JOCER: Journal of Civic Education Research
Publisher : CV Tirta Pustaka Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.60153/jocer.v2i2.91

Abstract

Demokrasi dan hak asasi manusia yang akhir-akhir ini banyak dibicarakan mencerminkan kehendak masyarakat agar demokrasi dan hak asasi manusia bisa diwujudkan dalam kehidupan yang damai. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara demokrasi dengan hak asasi manusia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah dengan mengumpulkan data-data yang bersumber dari berbagai bahan bacaan, baik buku maupun jurnal-jurnal online. Data yang dikumpulkan kemudian dianalisis secara mendalam dan dideskripsikan secara deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukan, bahwa hubungan hak asasi manusia dengan demokrasi, yaitu hak asasi manusia merupakan salah satu syarat untuk mewujudkan demokrasi yang sehat dan berkelanjutan. Hak asasi manusia tidak mungkin eksis di suatu negara yang bersifat totaliter (tidak demokratis), namun sebaliknya negara yang demokratis pastilah menjamin eksistensi hak asasi manusia. Pelaksanaan hak asasi manusia bergantung pada kualitas demokrasi sebuah negara, jika demokrasi suatu negara maju, maka maju pula pelaksanaan hak asasi manusia di negara tersebut. Dalam tataran empiris hubungan antara demokrasi dengan hak asasi manusia dapat dicermati melalui bagaimana praktek penyelenggaraan negara oleh suatu rezim.
Implikasi Perubahan UUD 1945 Terhadap Kedudukan Dan Kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat I Gede Sujana; Agustinus Irwan Jehadi; Yafi Djuru Mudi; Adelina Susanti Ina Kii; Marlina Delu Ngara; Faustina Anita Bani
JOCER: Journal of Civic Education Research Vol. 3 No. 1 (2025): JOCER: Journal of Civic Education Research
Publisher : CV Tirta Pustaka Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.60153/jocer.v3i1.162

Abstract

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) merupakan dasar konstitusional yang mengatur seluruh sistem ketatanegaraan Indonesia, termasuk struktur, fungsi, dan kewenangan lembaga-lembaga negara. Perubahan UUD 1945 membawa dampak signifikan terhadap struktur ketatanegaraan Indonesia, termasuk terhadap kedudukan dan kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Artikel ini menganalisis secara yuridis bagaimana Perubahan UUD 1945 memengaruhi posisi MPR dari lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara, serta perubahan fungsionalnya dalam sistem ketatanegaraan. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, yaitu pendekatan penelitian hukum yang berfokus pada ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 baik sebelum maupun sesudah perubahan. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kajian pustaka dengan mengumpulkan berbagai sumber ilmiah, seperti buku-buku dan artikel ilmiah. Teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif kualitatif, sehingga mampu menganalisis perubahan kedudukan dan kewenangan MPR berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam UUD 1945, baik sebelum maupun sesudah amandemen. Dengan menggunakan pendekatan normatif melalui studi kepustakaan, penelitian ini menemukan, bahwa implikasi dari Perubahan UUD terhadap kedudukan dan kewenangan MPR adalah kedudukan MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara yang membawahi lembaga negara lainnya. Implikasinya adalah MPR tidak lagi memilih Presiden dan Wakil Presiden, MPR tidak lagi menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
FREE BASIC EDUCATION BETWEEN CONSTITUTIONAL NORM AND IMPLEMENTATION REALITIES I Gede Sujana; Ande Ana Konda; Febliana Dapa; Eldiyanto Tadu Niga
International Journal of Education and Social Science Studies Vol. 1 No. 2 (2025): International Journal of Education and Social Science Studies
Publisher : CV. Tirta Pustaka Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.60153/ijesss.v1i2.193

Abstract

This article examines the gap between the constitutional guarantee of free basic education in Indonesia and its practical implementation following the rulings of the Constitutional Court. Although the Court has affirmed the state's obligation to eliminate all forms of educational fees at the elementary and junior secondary levels, empirical evidence reveals the continued imposition of indirect costs on students and their families. These include informal charges for uniforms, school maintenance, extracurricular activities, and other operational needs. The study adopts a qualitative, descriptive-analytical approach using doctrinal legal analysis, field observations, and interviews with key stakeholders. Findings indicate that limited school funding, regulatory ambiguity, inconsistent regional policies, and a lack of legal awareness among citizens hinder the realization of truly free education. The article concludes that while Indonesia’s constitutional framework on education is normatively strong, its implementation requires comprehensive reforms involving fiscal equity, regulatory clarity, institutional accountability, and civic empowerment to ensure the right to free basic education becomes a lived reality for all.
Indikator Lemahnya Penegakan Hukum di Indonesia I Gede Sujana; I Wayan Kandia
IJOLARES: Indonesian Journal of Law Research Vol. 2 No. 2 (2024): IJOLARES : Indonesian Journal of Law Research
Publisher : CV Tirta Pustaka Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.60153/ijolares.v2i2.67

Abstract

Tingginya tingkat korupsi di berbagai instansi penegak hukum menghambat objektivitas dan integritas proses hukum. Pejabat yang korup cenderung menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi, merugikan keadilan. Sistem peradilan yang lemah. Carut-marutnya sistem peradilan negeri ini sudah menjadi rahasia umum. Jual beli perkara di pengadilan untuk mengurangi hukuman sampai membebaskan terdakwa sering terjadi. Ketidakadilan dalam penegakan hukum. Terdapat diskriminasi dalam penegakan hukum, di mana orang-orang tertentu atau kelompok memiliki perlakuan yang berbeda. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, kita masih disuguhkan dengan beberapa kasus yang cukup menghebohkan dan menunjukkan adanya ketidakadilan dalam penegakan hukum di Indonesia. Kurangnya sumber daya. Penegak hukum sering kali kekurangan sumber daya, baik itu SDM maupun fasilitas yang memadai. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data menggunakan studi pustaka. Studi pustaka menjadi serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian.Salah satu penyebab melemahnya penegakan hukum di Indonesia adalah kualitas SDM penegak hukum yang buruk. Buruknya kualitas SDM para penegak hukum ini mengakibatkan kurangnya profesionalisme dan terjadi tindakan yang tidak sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Kurangnya pendidikan dan pelatihan. Penegak hukum yang kurang mendapatkan pendidikan dan pelatihan dapat mempengaruhi kualitas penegakan hukum. Aparat penegak hukum, seperti polisi, jaksa, dan hakim, masih kurang mendapatkan pendidikan dan pelatihan yang memadai terkait penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia, terutama bagi kelompok rentan seperti masyarakat miskin.
Keterbatasan Komisi Yudisial dalam Menjalankan Tugas dan Kewenangan Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 I Gede Sujana; I Made Sila; I Nengah Suastika; Rudi Ana Pali
IJOLARES: Indonesian Journal of Law Research Vol. 3 No. 1 (2025): IJOLARES : Indonesian Journal of Law Research
Publisher : CV Tirta Pustaka Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.60153/ijolares.v3i1.108

Abstract

Perubahan UUD 1945 telah membawa perubahan yang sangat signifikan dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Setelah Perubahan UUD 1945, banyak ahli yang berpendapat, bahwa Komisi Yudisial memiliki peran yang tidak terlalu signifikan dalam mengawasi sistem peradilan untuk tegaknya hukum dan keadilan. Pendapat yang muncul dari pakar hukum adalah terbatasnya kewenangan Komisi Yudisial dalam menjalankan tugas dan kewenangannya menurut UUD 1945. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kajian literature (literature review). Data yang bersumber dari buku-buku dan jurnal ilmiah online kemudian dianalisis secara mendalam dan diintepretasikan dalam bentuk hasil penelitian yang dapat diterima umum. Hasil penelitian ini menunjukan, bahwa keterbatasan Komisi Yudisial dalam menjalankan tugas dan kewenangan berdasarkan UUD 1945 dapat dilihat dari 1) Luputnya Mahkamah Konstitusi dari pengawasan Komisi Yudisial. Mahkamah Konstitusi pernah mengeluarkan putusan yang membatasi kewenangan Komisi Yudisial dalam mengawasi hakim Mahkaham Konstitusi. 2) Struktur organisasi Komisi Yudisial yang terbatas. Karena jumlah personil dan sumber daya manusia di lembaga Komisi Yudisial yang terbatas dibandingkan dengan jumlah hakim di seluruh Indonesia. 3) Proses pengawasan yang panjang. Proses pengawasan di Komisi Yudisial melibatkan beberapa tahap, mulai dari penerimaan laporan hingga pengambilan keputusan. 4) Potensi konflik kewenangan antara Komisi Yudisial dan MA terkait dengan mekanisme pengawasan dan pengambilan keputusan terhadap hakim.
DEMOCRATIC CONSOLIDATION OR LEGITIMACY CRISIS? THE DYNAMICS OF INDONESIA’S POLITICAL SYSTEM AFTER THE AUGUST 2025 RIOTS I Gede Sujana; Stefanus Dede Ngara; Albertus Taek; Maria Anjelina Bulu; Yublina Kalli
International Journal of Education and Social Science Studies Vol. 1 No. 3 (2025): International Journal of Education and Social Science Studies
Publisher : CV. Tirta Pustaka Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.60153/ijesss.v1i3.239

Abstract

The August 2025 riots represent a critical juncture in Indonesia’s democratic trajectory, exposing deep structural tensions between institutional reform, social polarization, and the erosion of political legitimacy. This study investigates how Indonesia’s post-riot political dynamics reveal the coexistence of democratic consolidation and legitimacy crisis within a single political framework. Employing a descriptive qualitative design, the research analyzes thirty policy documents, major national media reports, and fifteen semi-structured interviews with political elites, scholars, and civil society activists conducted between August and December 2025. The findings demonstrate that while procedural reforms and public participation have expanded—particularly in local governance—persistent elite fragmentation, uneven policy implementation, and ineffective political communication have continued to weaken institutional credibility. These dynamics suggest that democratic consolidation in emerging regimes may not follow a linear path toward stability but instead generate new forms of legitimacy deficit. The study contributes to broader comparative debates by illustrating that consolidation and crisis are intertwined processes, challenging conventional models of democratic endurance in post-authoritarian contexts.