Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

PEMANGGILAN SAKSI TANPA SURAT PENGADILAN HUBUNGANNYA DENGAN UU NO. 8/1981TENTANG KUHAP Ende Hasbi Nassaruddin; Diah Siti Sa’diah
VARIA HUKUM Vol 1, No 2 (2019): VARIA HUKUM
Publisher : Ilmu Hukum, Sharia and Law Faculty, Sunan Gunung Djati Islamic State University of Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/vh.v1i2.5187

Abstract

AbstrakPemanggilan saksi merupakan salah satu tahapan untuk megungkap dan membuat terang suatu peristiwa pidana. Kepolisian wajib dengan menggunakan surat panggilan dalam memanggil saksi sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Jika pemanggilan saksi dilakukan tanpa surat panggilan, maka pihak kepolisian telah mengesampingkan hak-hak saksi dan telah melakukan penyalahgunaan jabatan sebagai penegak hukum. Penelitian ini bertujuan untuk menge­tahui alasan, kedudukan saksi, dan akibat hukum bagi penyidik ter­hadap saksi yang tidak diberikan surat pemanggilan. Penelitian meng­gunakan metode yuridis normatif, studi literature, didukung penelitian lapangan melalui wawancara. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh simpulan bahwa pemanggilan saksi tanpa surat panggilan tidak sesuai dengan aturan sebagaimana dalam UU No. 8 tahun 1981,  Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1983 tentang pelaksanaan KUHAP serta Perkap No. 14 tahun 2012 tentang Managemen Penyidikan dengan alasan untuk melindungi masyarakat jika perkara pidananya merupakan aib dalam masyarakat, kurang lengap identitas saksi, saksi datang langsung dengan inisiatif sendiri, pelaku orang terdekat korban dan kurangnya kesadaran hukum. Kedudukan saksi yang tidak diberikan surat pemanggilan oleh penyidik dalam suatu perkara pidanaantara lain tidak adanya kepastian hukum, panggilan tidak mempunyai kekuatan  hukum mengikat, keterangannya tidak sah akibat panggilan tidak sah dan tidak patut. Akibat hokum bagi penyidik yang tidak memberikan surat panggilan terhadap saksi dapat dikategorikan sebagai pelanggaran kode etik.
Position and Legal Certainty in the Decision of the Honorary Board of Election Organizers (After the Constitutional Court Decision Number 32/PUU-XIX/2021) Dedi Supriyadi; Ende Hasbi Nassaruddin; Beni Ahmad Saebani
West Science Social and Humanities Studies Vol. 1 No. 06 (2023): West Science Social and Humanities Studies
Publisher : Westscience Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58812/wsshs.v1i06.445

Abstract

The purpose of this study is to find out the legal regulations regarding legal certainty in the decision of the honorary board of election organizers based on the decision of the Constitutional Court Decision Number 32/PUU-XIX/2021). The method used in this study is the Normative Juridical approach. Juridical-normative research was chosen because it affirms the existence of ethical norms and legal norms as part of the norm system that applies in society. The results of the study concluded that the Urgency of DKPP is a vital and significant institution to deal with violations of the Election Organizer's code of ethics and is a unified function of the Election Organizer; The nature of the legal certainty of the decision of the Election Organizing Honor Board (DKPP) after the Constitutional Court decision Number 32/PUU-XIX/2021 is not recognized and confirms that the DKPP is not a judicial institution, so the DKPP decision is a decision of a State Administration official who can be the object of a lawsuit at the State Administrative Court; and it is necessary to establish an ethical court through law, not only limited to DKPP. where enforcement is carried out through an independent, impartial, and open judicial process, namely the Court of Law for legal matters, and the Court of Ethics for ethical issues.
HARMONI ANTARA HUKUM ISLAM DAN TRADISI LOKAL: STUDI TENTANG PENYELARASAN HUKUM ADAT DALAM KONTEKS MASYARAKAT MUSLIM DI KAMPUNG ADAT NAGA TASIKMALAYA Mita Oktavia; Mochammad Farhan; Muhamad Adi Darmawan; Naufal Ramadhan Mubarak; Najwa Alawiyah; Nurulloh Misbahul Ma’ruf; Ende Hasbi Nassaruddin
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 1 No. 9 (2023): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v1i9.1334

Abstract

Penelitian ini menggali interaksi harmonis antara hukum adat dan hukum Islam di Kampung Adat Naga serta dampaknya terhadap kehidupan masyarakat. Latar belakang penelitian ini muncul dari kebutuhan untuk memahami hubungan yang kompleks antara kedua sistem hukum ini dalam konteks budaya dan agama di Kampung Adat Naga, serta mempertanyakan implikasi terhadap identitas budaya dan kehidupan sehari-hari masyarakat setempat. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan yuridis empiris, serta melibatkan wawancara mendalam, observasi partisipatif, dan analisis dokumen. Pendekatan ini digunakan untuk mengeksplorasi persepsi, nilai, serta praktik yang berkaitan dengan hukum adat dan hukum Islam dari sudut pandang masyarakat Kampung Naga. Hasil penelitian ini menyoroti peran penting komunikasi dan dialog dalam menjaga keselarasan antara hukum adat dan hukum Islam. Menyelidiki strategi yang diambil oleh pemerintah dan masyarakat lokal untuk mendukung harmoni ini menjadi fokus analisis dalam penelitian. Temuan menunjukkan bahwa keberadaan kedua sistem hukum tersebut tidak mewakili suatu konflik, namun justru dapat menjadi sumber kekayaan budaya yang saling melengkapi. Pemahaman menyeluruh terhadap kedua sistem hukum ini sangat penting untuk menjaga koherensi dan keselarasan kehidupan masyarakat yang menghargai nilai-nilai adat dan nilai-nilai agama.
EKSISTENSI HUKUM ADAT DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT DI KAMPUNG ADAT MIDUANA CIANJUR Alifia Nur Basanti; Acep Akmal Saeful Rachman; Alvira Manindara; Aprilia Rihadatul Aisy; Dhiya Ulhaq; Farrel Ar Rasyid; Enrica Nurliza Fazriani; Ende Hasbi Nassaruddin
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 1 No. 11 (2023): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v1i11.1531

Abstract

Hukum adat merupakan aturan-aturan tidak tertulis yang tidak dikodifikasikan dan berkembang menjadi sebuah kebiasaan di dalam masyarakat sebagai aturan yang memaksa, di mana keputusan kepala adat atau pemangku adat menjadi sebuah keputusan dan aturan yang harus dipatuhi oleh masyarakat kampung adat. Fokus penelitian ini adalah mengenai keberadaan hukum adat di kampung adat Miduana Cianjur, dan menjadi urgensi karena belum ada peneliti-peneliti sebelumnya yang meneliti tentang keberadaan hukum adat di kampung adat Miduana Cianjur. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis eksistensi hukum adat dalam kehidupan bermasyarakat di kampung adat Miduana Cianjur. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan teknik observasi dan wawancara. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa (1) Kearifan lokal yang dimiliki kampung adat Miduana adalah rumah masyarakat miduana tidak dapat bertambah atau berkurang selalu berjumlah 21 rumah dan semua rumah ini memiliki pintu utama yang menghadap ke arah Selatan. (2) Terdapat tradisi dalam perkawinan di kampung adat Miduana, yakni Rurujukan, Ngarunghal, dan kedua pengantin baru tidak boleh tinggal bersama orang tua melebihi waktu yang telah ditentukan. (3) Masyarakat kampung adat Miduana membagikan waris dengan cara membagi rata baik kepada anak laki-laki maupun perempuan. (4) Kekuasaan dan kepemimpinan kampung adat Miduana diberikan kepada ketua adat yang tunjuk dan percayai. Kepemimpinan kampung adat dibantu juga oleh dewan adat dan sesepuh adat. (5) Kampung adat Miduana dalam penyelesaian sengketa pidana dilakukan dengan cara bermusyawarah dan jika sudah sangat fatal akan diserahkan kepada aparat hukum.
PERKAWINAN DI KAMPUNG NAGA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM ADAT Rifqi Nayif Daniswara; Rinah Fahma Aulia; Siraj Fawwaz Fikri Madani; Widi Meilawati; Widiani Agustien Wiguna Mukti; Zaidi Hamzah Alfatih; Ende Hasbi Nassaruddin
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 1 No. 11 (2023): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v1i11.1532

Abstract

Perkawinan di Kampung Naga, sebuah desa di kaki Gunung Galunggung, Jawa Barat, Indonesia, bukan sekadar seremoni formal, melainkan lebih sebagai perayaan kebersamaan dan keharmonisan masyarakat. Tradisi perkawinan di desa ini melibatkan seluruh komunitas, mulai dari prosesi adat hingga upacara penyatuan roh dan jiwa. Tahapan perkawinan di Kampung Naga mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat. Prosesi adat yang diikuti oleh calon pengantin, keluarga, dan warga desa, memperlihatkan kekayaan budaya lokal dalam setiap detailnya. Upacara ini bukan hanya menjadi momentum penting bagi pasangan yang menikah, tetapi juga kesempatan bagi masyarakat untuk memperkuat ikatan sosial mereka. Perkawinan di Kampung Naga tidak lepas dari nilai-nilai kearifan lokal dan simbolisme budaya. Setiap elemen dalam upacara memiliki makna mendalam, dari busana adat hingga hiasan hulu keris yang dipakai oleh pengantin pria. Simbol-simbol ini menjadi bahasa yang menggambarkan warisan budaya yang dijaga dan diwariskan dari generasi ke generasi. Selain mengeksplorasi aspek kebudayaan, perkawinan di Kampung Naga juga memiliki dampak yang signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat. Solidaritas dalam perkawinan tidak hanya menciptakan kestabilan sosial, tetapi juga memengaruhi struktur ekonomi dan pendidikan di desa. Perkawinan di sini bukan hanya mengikat dua individu, melainkan juga menghubungkan keluarga dan memperkuat jaringan sosial di seluruh kampung. Secara keseluruhan, perkawinan tradisional di Kampung Naga bukan hanya sebuah seremoni, melainkan sebuah kisah panjang kebersamaan, keberagaman, dan kearifan lokal yang terus diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
PENERAPAN HUKUM PIDANA ADAT DALAM MASYARAKAT KAMPUNG CIKONDANG Rahma Ghefyra; Rangga Putrana; Saskia Berthianna; Syifa Nur Syahidah Dharmawan; Syifa Rahmah; Zahrah Nur Afifah; Ende Hasbi Nassaruddin
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 1 No. 11 (2023): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v1i11.1538

Abstract

Jurnal "Penerapan Hukum Pidana Adat Dalam Hukum Indonesia" menyatakan bahwa Hukum Pidana Adat menyangkut cita sosial dan keadilan masyarakat, dan menjadi bagian integral dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Meskipun KUHP tetap mendominasi berlakunya hukum pidana di Indonesia, tuntutan masyarakat terhadap berlakunya hukum yang sesuai dengan sistem nilai, cita sosial, dan keadilan masyarakat senantiasa tetap ada sebagai realitas, untuk menjaga harmoni dan solidaritas dalam masyarakat.
PEMANGGILAN SAKSI TANPA SURAT PENGADILAN HUBUNGANNYA DENGAN UU NO. 8/1981TENTANG KUHAP Nassaruddin, Ende Hasbi; Sa’diah, Diah Siti
VARIA HUKUM Vol. 1 No. 2 (2019): VARIA HUKUM: Jurnal Forum Studi Hukum dan Kemasyarakatan
Publisher : Ilmu Hukum, Sharia and Law Faculty, Sunan Gunung Djati Islamic State University of Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/vh.v1i2.5187

Abstract

AbstrakPemanggilan saksi merupakan salah satu tahapan untuk megungkap dan membuat terang suatu peristiwa pidana. Kepolisian wajib dengan menggunakan surat panggilan dalam memanggil saksi sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Jika pemanggilan saksi dilakukan tanpa surat panggilan, maka pihak kepolisian telah mengesampingkan hak-hak saksi dan telah melakukan penyalahgunaan jabatan sebagai penegak hukum. Penelitian ini bertujuan untuk menge­tahui alasan, kedudukan saksi, dan akibat hukum bagi penyidik ter­hadap saksi yang tidak diberikan surat pemanggilan. Penelitian meng­gunakan metode yuridis normatif, studi literature, didukung penelitian lapangan melalui wawancara. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh simpulan bahwa pemanggilan saksi tanpa surat panggilan tidak sesuai dengan aturan sebagaimana dalam UU No. 8 tahun 1981,  Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1983 tentang pelaksanaan KUHAP serta Perkap No. 14 tahun 2012 tentang Managemen Penyidikan dengan alasan untuk melindungi masyarakat jika perkara pidananya merupakan aib dalam masyarakat, kurang lengap identitas saksi, saksi datang langsung dengan inisiatif sendiri, pelaku orang terdekat korban dan kurangnya kesadaran hukum. Kedudukan saksi yang tidak diberikan surat pemanggilan oleh penyidik dalam suatu perkara pidanaantara lain tidak adanya kepastian hukum, panggilan tidak mempunyai kekuatan  hukum mengikat, keterangannya tidak sah akibat panggilan tidak sah dan tidak patut. Akibat hokum bagi penyidik yang tidak memberikan surat panggilan terhadap saksi dapat dikategorikan sebagai pelanggaran kode etik.