Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Efektivitas Sabun Cuci Piring Merek Ml dan SI terhadap Bakteri Escherichia Coli dan Tinjauannya Menurut Pandangan Islam Rizka Kamila Nabawiya; Dewi, Intan Keumala; Arsyad, Muhammad
Junior Medical Journal Vol. 2 No. 5 (2024): Januari 2024
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas YARSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33476/jmj.v2i5.4140

Abstract

Dalam kehidupan sehari-hari, kita menggunakan bahan-bahan kimiawi untuk mencuci peralatan, salah satunya peralatan makan. Food-borne pathogen seringkali menyebabkan infeksi di saluran pencernaan. Bakteri Escherichia coli merupakan salah satu bakteri yang sering ditemukan pada sisa makanan yang berminyak dan berlemak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas sabun cuci piring merek ML dan SI terhadap bakteri Escherichia coli serta tinjauannya menurut pandangan Islam. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang dikerjakan di laboratorium dengan menggunakan metode disc diffusion. Efektivitas kedua merek sabun cuci piring – ML dan SI - dinilai dengan mengukur zona hambat yang terbentuk di atas MHA yang telah ditanamkan bakteri Escherichia coli. Analisis data penelitian dilakukan dengan menggunakan aplikasi SPSS. Dari kedua merek sabun cuci piring, zona hambat paling besar dibentuk oleh sabun cuci piring merek ML dengan rata-rata diameter zona hambat sebesar 10,4 mm, sedangkan sabun cuci piring merek SI dengan rata-rata 9,46 mm. Berdasarkan zona hambatnya, ML dikategorikan sebagai komponen antimikroba kuat dan SI sebagai komponen antimikroba sedang. Sabun cuci piring yang paling efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli adalah sabun cuci piring merek ML dengan rata-rata diameter zona hambat 10,4 mm. In our daily lives, we use chemical material to wash utensils, one of them being cutlery. Food-borne pathogens frequently cause infection in the gastrointestinal tract. Escherichia coli is one of the bacterias that can be found in leftovers food, especially oily and fatty food. The goal of this research is to know the effectiveness of dishwashing liquids line ML and SI against Escherichia coli and its Islamic view on the matter. This research is an experimental laboratory study using disc diffusion as its method. The effectiveness of both dishwashing liquids lines is being assessed by means of measuring the zone of inhibition in MHA that has been implanted with Escherichia coli. Data analysis is being done by using SPSS. Between two lines of dishwashing liquids, the largest zone of inhibition is formed by ML with the average of ZOI 10,4 mm, at the same time SI with the average of ZOI 9,46 mm. Based on their zone of inhibitions, ML is classified as a strong antimicrobial component and SI as a medium antimicrobial component. The most effective dishwashing liquid to inhibit the growth of Escherichia coli is ML with the average of ZOI 10,4 mm.
Antioxidant and Antiaging Properties of Ethanolic Ripe Sesoot Fruit Extract Utami, Sri; Sosiawan, Insan; Nurul, Dewi; Purnamasari, Endah; Batubara, Lilian; Sachrowardi, Qomariyah Romadhiyani; Damayanti, Ndaru Andri; Aryenti, Aryenti; Dewi, Intan Keumala; Nafik, Said; Arrahmani, Betharie Cendera; Kusuma, Hanna Sari Widya; Widowati, Wahyu; Utomo, Herry S
Majalah Kedokteran Bandung Vol 56, No 3 (2024)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15395/mkb.v56.3472

Abstract

Skin aging can be characterized by changes in skin, such as the appearance of wrinkles and loss of skin moisture. Some elements that might lead to cell damages and aging are free radicals through the increase of the activities of hyaluronidase and tyrosinase. Bioactive compounds found in sesoot (Garcinia picrorhiza Miq.) are known for their antioxidant properties, which may reduce excessive amounts of free radicals in the body and act as an antiaging agent by inhibiting hyaluronidase and tyrosinase activities. This study aimed to examine the antioxidant, anti-hyaluronidase, and anti-tyrosinase properties found in Ethanolic Extract Ripe Sesoot (EERS). The ethanol extract of ripe sesoot fruit obtained from LIPI, Bogor Botanical Garden was used for the antioxidant and antiaging assays conducted at PT Aretha Medika Utama in December 2016. The activity of antioxidants was measured as the Ferric Reducing Antioxidant Power (FRAP) of the EERS, while the antiaging assays were performed through the inhibition activity of hyaluronidase and tyrosinase. Results indicated that the EERS has a higher FRAP activity (17.58 μM Fe (II)/μg) than xanthone (2.54 μM Fe (II)/μg) at the highest concentration of sample of 5,000 µg/mL. The anti-hyaluronidase of the EERS exhibited lower activity (IC50 of 619.21±12.15 µg/mL) than xanthone (IC50 of 365.55±25.10 µg/mL) and the tyrosinase inhibitory assay demonstrated a lower activity of EERS (IC50 of 1060.68±12.81 µg/mL) compared to xanthone (IC50 of 218.33±9.73 µg/mL). To conclude, EERS shows antioxidant and antiaging properties.
Efektivitas Sabun Cuci Piring Merek Sl dan I terhadap Bakteri Escherichia Coli dan Tinjauannya Menurut Pandangan Islam Safitri, Zulfara Eka; Dewi, Intan Keumala; Arsyad, Muhammad
Junior Medical Journal Vol. 2 No. 10 (2024): Juni 2024
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas YARSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33476/jmj.v2i10.4221

Abstract

Penyakit yang ditimbulkan akibat terkontaminasinya makanan oleh bakteri pathogen disebut dengan Foodborne disease. Salah satu jenis bakteri pathogen yang dapat menyebabkan Foodborne disease adalah bakteri Escherichia coli. Kontaminasi bakteri ini dapat ditemukan pada alat makan yang tidak bersih dalam proses pencucian nya. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas sabun cuci piring merek SL dan I terhadap bakteri Escherichia coli serta tinjauannya menurut pandangan Islam. Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimental dengan metode disc diffusion untuk membandingkan efektivitas sabun cuci piring terhadap bakteri Escherichia coli. Efektivitas dari kedua merek sabun cuci piring ini dapat dilihat dengan ukuran zona hambat yang terbentuk pada Mueller Hinton Agar (MHA) yang telah ditanamkan bakteri Escherichia coli. Analisis dari data yang diperoleh menggunakan uji Kruskall- Wallis dan uji post Hoc Tamhanne pada aplikasi SPSS. Uji ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan signifikan tiap kelompok antimikroba. Penelitian ini menghasilkan bahwa kemampuan antimikroba di dalam kedua merek sabun tersebut sama yaitu kategori sedang, dikarenakan zona hambat yang terbentuk berkisar antara 5-10 mm pada Mueller Hinton Agar (MHA). Zona hambat paling besar dibentuk oleh sabun cuci piring merek SL dengan rata- rata diameter zona hambat 9,3 mm, sedangkan merek I hanya memiliki zona hambat dengan diameter rata- rata 8,58 mm Sedangkan menurut pandangan Islam penggunaan sabun cuci piring dalam membersihkan peralatan makan dianjurkan dikarenakan sabun tersebut berperan penting dalam mengeliminasi bakteri sehingga, piring yang telah dicuci tersebut dapat bersih dari sisa- sisa makanan dan resiko terjadinya penyakit pun dapat dicegah. Diseases caused by food contamination by pathogenic bacteria are called foodborne diseases. One type of pathogenic bacteria that can cause foodborne disease is Escherichia coli bacteria. These bacteria can cause infectious diseases in the digestive tract. It is also known that this bacterial contamination can be found on cutlery that is not clean in the washing process. Therefore, this study aims to determine the effectiveness of brand SL and I dishwashing liquids against Escherichia coli bacteria and its review from an Islamic perspective. This study used an experimental research design with method disc diffusion to compare the effectiveness of dishwashing liquids against Escherichia coli bacteria. The effectiveness of these two brands of dishwashing liquids can be seen by the size of the inhibition zone formed on Mueller Hinton Agar (MHA) which has been implanted with Escherichia coli bacteria. Analysis of the data obtained using the Kruskall- Wallis test and post Hoc Tamhanne test on the SPSS application. Of the two brands of dishwashing liquids used in this study, the largest inhibition zone was formed by SL brand dishwashing liquids with an average inhibition zone diameter of 9.3 mm, while brand I only had an inhibition zone with an average diameter of 8, 58mm. From the research that has been done, it can be concluded that brand SL and I dishwashing liquids have the same antimicrobial ability, namely the medium category in eliminating Escherichia coli bacteria because the inhibition zone formed has an average diameter of between 5-10 mm on Mueller Hinton Agar (MHA).
Efektivitas Ekstrak Daun Teratai (Nymphaea Pubescens L.) Dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri Salmonella typhimurium dan Tinjauannya Menurut Pandangan Islam Hidayah, Adira Hayyu Putri; Dewi, Intan Keumala; Arifandi, Firman
Junior Medical Journal Vol. 3 No. 2 (2024): October 2024
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas YARSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33476/jmj.v3i2.4365

Abstract

Teratai (Nymphaea Pubescens L.) adalah tanaman aquatic yang tidak hanya dikenal keindahannya saja tetapi memiliki potensi sebagai antibakteri untuk berbagai infeksi, misalnya disentri. Mengingat beberapa antibiotik saat ini telah mengalami resistensi, daun teratai dengan kandungan antioksidan dan antimikroba diharapkan mampu menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella typhimurium yang menyebabkan disentri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas ekstrak daun teratai (Nymphaea Pubescens L.) dalam menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella typhimurium dan tinjauannya menurut pandangan islam. Penelitian ini meliputi pembuatan ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi menggunakan etanol, pengujian aktivitas anti bakteri dilakukan menggunakan metode difusi agar dengan mengamati dan mengukur diameter zona hambat yang terbentuk pada media Mueller Hinton Agar (MHA). Kemudian dilakukan pemberian ekstrak daun teratai dengan empat perlakuan konsentrasi yaitu 3000 ppm, 6.000 ppm, 15.000 ppm, 25.000 ppm, dan kontrol positif (ciprofloxacin) dan kontrol negatif Emulgator CMC (carboxymethyl cellulose). Dengan masa inkubasi yang dipakai 1 x 24 jam pada suhu 37°C. Uji aktivitas anti bakteri menunjukkan tidak terbentuk zona hambat di sekeliling cakram yang telah ditetesi ekstrak daun teratai (Nymphaea Pubescens L.) dengan konsentrasi 3000 ppm, 6.000 ppm, 15.000 ppm, 25.000 ppm dalam tiga kali pengulangan. Maka dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun teratai tidak efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella typhimurium dengan keempat konsentrasi yang digunakan.
The Effect of Zinc Supplementation on Reducing Dengue-Related Morbidity in Pediatric Patients in Jakarta Digambiro, Reza Aditya; Setyaningrum, Dyah Ayu Woro; Dewi, Intan Keumala; Ananingsih, Pangisti Dwi
The Indonesian Journal of Infectious Diseases Vol. 11 No. 1 (2025): The Indonesian Journal of Infectious Diseases
Publisher : Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof Dr. Sulianti Saroso

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32667/ijid.v11i1.268

Abstract

Background: Dengue hemorrhagic fever is an endemic disease that causes significant morbidity, particularly in Jakarta. Based on previous studies, zinc has immunomodulatory properties that can function to improve the immune response to infections, including dengue. This study aims to evaluate the effectiveness of zinc supplementation in reducing morbidity and improving clinical conditions in pediatric patients with dengue hemorrhagic fever. Methods: This study utilized a prospective cohort method with a sample of 200 pediatric patients suffering from dengue hemorrhagic fever. The sample was divided into two groups: the intervention group (given zinc supplementation) and the control group (standard care without zinc supplementation). Laboratory assessments included serum zinc levels, severity of clinical symptoms, and hematological examination results. Results: The analysis showed a significant increase in serum zinc levels in the group given zinc supplementation, with the mean increasing from 100.34 ± 27.69 µg/dL to 104.28 ± 28.65 µg/dL on day 14 (p < 0.05). The number of patients whose clinical symptoms gradually became milder increased from 40% to 55% in the intervention group, whereas in the control group, there was a decrease in the number of patients with gradually milder symptoms, from 40% to 36%. Conclusion: Zinc supplementation is quite effective in reducing morbidity and improving clinical conditions in pediatric patients with dengue hemorrhagic fever.
Identifikasi Parameter Resistensi Moxifloxacin pada Pasien Tuberkulosis Dewi, Intan Keumala; Tunru, Insan Sosiawan; Sudarmono, Pratiwi Pujilestari; Umniyati, Helwiah; Mukhtar, Diniwati
Jurnal Locus Penelitian dan Pengabdian Vol. 4 No. 10 (2025): : JURNAL LOCUS: Penelitian dan Pengabdian
Publisher : Riviera Publishing

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58344/locus.v4i10.5011

Abstract

Tuberkulosis (TBC) tetap menjadi masalah kesehatan global yang serius dan semakin kompleks dengan munculnya resistensi obat, termasuk terhadap moxifloxacin—salah satu antibiotik golongan fluoroquinolone yang digunakan dalam pengobatan TBC resisten obat, seperti MDR-TB dan XDR-TB. Resistensi terhadap moxifloxacin menjadi tantangan besar karena dapat memperpanjang durasi terapi, meningkatkan angka kegagalan pengobatan, serta memperbesar risiko penularan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mekanisme resistensi moxifloxacin pada Mycobacterium tuberculosis dengan mengidentifikasi mutasi genetik yang berperan serta mengevaluasi dampaknya terhadap efektivitas terapi. Metode yang digunakan adalah deskriptif laboratorium dengan uji sensitivitas obat (Drug Susceptibility Testing/DST) dan analisis sekuensing gen gyrA dan gyrB dari isolat klinis M. tuberculosis. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi signifikan antara mutasi pada gen gyrA, khususnya pada kodon 90 dan 94, dengan tingkat resistensi tinggi terhadap moxifloxacin. Sementara itu, mutasi pada gen gyrB ditemukan lebih jarang, namun tetap berkontribusi terhadap resistensi tingkat sedang. Temuan ini menegaskan pentingnya penerapan diagnostik molekuler sebagai pelengkap uji konvensional untuk meningkatkan akurasi dan kecepatan deteksi resistensi. Implikasi penelitian ini menekankan perlunya skrining genotipik rutin dalam program pengendalian TBC agar terapi dapat disesuaikan dengan profil resistensi pasien, serta mencegah penyebaran lebih lanjut dari strain resisten obat. Penguatan surveilans dan deteksi dini resistensi fluoroquinolone menjadi langkah strategis untuk mendukung keberhasilan pengendalian TBC secara global.