Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Analisis Peran Museum Seni Jakarta di Kota Tua dalam Mempertahankan dan Melestarikan Warisan Budaya Ardiansyah, Aldizar Fikri; Saputra, Aria; Chatrine, Chatrine; Avesina, Darari Rifqi; Natalia, Desy; Primandana, Devan Fakhriy; Pramesti, Febrina Dwi; Ilyas, Levi Christopher; Rizqathallah, Mohamad Rifqi; Arafah, Rasya; Satino, Satino
Buletin Antropologi Indonesia Vol. 1 No. 2 (2024): April
Publisher : Indonesian Journal Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47134/bai.v1i2.2611

Abstract

Pelestarian warisan budaya memiliki peran penting dalam memberikan edukasi kepada setiap orang. Dengan menjaga keaslian dan kelestarian warisan budaya, kita dapat memperkaya pengetahuan masyarakat tentang sejarah, tradisi, dan nilai-nilai budaya. Namun, peran museum dalam melestarikan warisan budaya masih menjadi pertanyaan. Meskipun museum berfungsi sebagai wadah untuk mengumpulkan, memamerkan, dan mengajarkan tentang warisan budaya, efektivitasnya perlu dievaluasi secara kritis. Dengan memastikan museum berperan aktif dalam pemberian informasi terhadap warisan budaya, dalam penelitian yang penulis lakukan, Museum Seni Jakarta di Kota Tua memainkan peran yang sangat penting dalam mempertahankan dan melestarikan warisan budaya. Museum ini tidak hanya menyimpan koleksi seni yang kaya dan beragam, tetapi juga berfungsi sebagai pusat pembelajaran, edukasi, dan kegiatan budaya. Tujuan penelitian ini untuk menunjukkan bahwa Museum Seni Jakarta berperan penting dalam mempertahankan dan melestarikan warisan budaya melalui berbagai program edukasi dan kegiatan budaya yang diselenggarakan oleh Museum Seni Jakarta. Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini menggunakan Metode Kualitatif Deskriptif dengan teknik pengambilan data menggunakan wawancara sebagai data primer. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa Museum Seni Jakarta di Kota Tua berperan penting dalam mempertahankan dan melestarikan warisan budaya serta berperan aktif dalam menyelenggarakan kegiatan dan upaya pelestarian budaya.
Prinsip Pertanggungjawaban Mutlak Akibat Perbuatan Melawan Hukum Dalam Sengketa Pencemaran Lingkungan Ardiansyah, Aldizar Fikri; Rizqathallah, Mohamad Rifqi; Saputra, Rafi Rangga; Putri, Tiara Frianita; Patricia, Zefanya; Ramadhani, Dwi Aryanti
Media Hukum Indonesia (MHI) Vol 2, No 3 (2024): September
Publisher : Penerbit Yayasan Daarul Huda Kruengmane

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5281/zenodo.11634422

Abstract

This research reviews the principle of strict liability resulting from unlawful acts, implemented in environmental pollution disputes. An unlawful act, as stipulated in Article 1365 of the Indonesian Civil Code (KUH Perdata), is an act that violates civil law, either contained in an agreement or not, and causes harm to third parties. However, in its application, especially in environmental law enforcement, there are weaknesses in proving the element of fault. The principle of strict liability is regulated in Article 88 of Law Number 32 of 2009 concerning Environmental Protection and Management, which means that in cases where environmental damage occurs, the defendant is absolutely responsible for the damage, regardless of intent or negligence. This research analyzes the decision of the North Jakarta District Court Number. 735/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Utr., where PT How Are You Indonesia was found guilty of environmental pollution. According to Article 88 of Law Number 32 of 2009, those producing hazardous and toxic waste (B3) are strictly liable without the need for proof of fault. The judge granted the plaintiff's claim, declared the defendant guilty, and ordered them to pay compensation of IDR 12,198,942,574, emphasizing the importance of compliance with environmental standards and sending a strong message to other business actors.
TINJAUAN YURIDIS: PENERAPAN KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) DALAM PEMUTUSAN KONTRAK KERJA AKIBAT COVID-19 Silaban, Christian Joseph; Sambarana, Ilyasa Laits; Santika, Syahirah Rafah; Suharno, Rayhan Algiffari; Deswert, Daniel Justin Jeconia; Ardiansyah, Aldizar Fikri; PramestiPramesti, Febrina Dwi; Kadafi, Alifio; Rizkianti, Wardani
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 8 No. 10 (2024): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v8i10.7796

Abstract

The COVID-19 pandemic has introduced new challenges in various aspects, including employment relations. One significant issue is the use of force majeure clauses by companies in the termination of employment contracts. This study aims to analyze the legal implications of applying force majeure in employment contract terminations triggered by the COVID-19 pandemic, as well as its impact on workers’ rights. In this context, companies often argue that the pandemic constitutes an uncontrollable event that qualifies as force majeure, thus legitimizing contract terminations. However, the application of force majeure raises legal questions regarding the protection of workers’ rights, including compensation and other benefits. The study finds that the use of force majeure in cases of employment termination due to COVID-19 requires careful legal interpretation, as not all terminations during the pandemic can be classified under force majeure. These findings highlight the importance of clear legal guidelines and balanced protection between corporate interests and workers’ rights in times of crisis. Therefore, the results of this study are expected to contribute to a more comprehensive legal understanding of force majeure in the context of employment contract terminations due to extraordinary circumstances. Pandemi COVID-19 telah memunculkan tantangan baru dalam berbagai aspek, termasuk hubungan kerja. Salah satu isu yang signifikan adalah penggunaan klausul force majeure oleh perusahaan dalam pemutusan kontrak kerja. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implikasi yuridis penerapan force majeure dalam pemutusan kontrak kerja yang dipicu oleh pandemi COVID-19, serta dampaknya terhadap hak-hak pekerja. Dalam konteks ini, perusahaan seringkali berargumen bahwa pandemi merupakan peristiwa di luar kendali yang memenuhi syarat force majeure, sehingga pemutusan kontrak kerja dianggap sah. Namun, penerapan force majeure ini menimbulkan pertanyaan hukum terkait perlindungan hak-hak pekerja, termasuk hak atas kompensasi dan tunjangan lainnya. Studi ini menemukan bahwa penerapan force majeure dalam kasus pemutusan hubungan kerja akibat COVID-19 memerlukan interpretasi hukum yang hati-hati, karena tidak semua kasus pemutusan kontrak kerja selama pandemi dapat dikategorikan sebagai force majeure. Temuan ini menyoroti pentingnya adanya pedoman hukum yang jelas dan perlindungan yang seimbang antara kepentingan perusahaan dan hak-hak pekerja dalam situasi krisis seperti pandemi. Dengan demikian, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pemahaman hukum yang lebih komprehensif mengenai force majeure dalam konteks pemutusan kontrak kerja akibat kondisi luar biasa.
PENERAPAN HUKUM PIDANA INTERNASIONAL DALAM KASUS KEJAHATAN MASSAL REZIM KHMER MERAH: KAJIAN TERHADAP PERTANGGUNGJAWABAN POL POT Ardiansyah, Aldizar Fikri; Primandana, Devan Fakhriy; Saputra, Rafi Rangga
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 12 No. 5 (2025): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini mengkaji penerapan hukum pidana internasional terhadap kejahatan massal yang dilakukan rezim Khmer Merah di Kamboja pada periode 1975-1979 di bawah kepemimpinan Pol Pot. Kejahatan yang mengakibatkan kematian sekitar 1,7 juta jiwa ini mencakup pembunuhan massal, penyiksaan, kerja paksa, dan genosida terhadap kelompok etnis tertentu. Menggunakan metode yuridis normatif, penelitian ini menganalisis bentuk kejahatan internasional berdasarkan Statuta Roma 1998, Konvensi Genosida 1948, dan Konvensi Jenewa 1949, serta mengkaji konsep pertanggungjawaban pidana individu dalam hukum pidana internasional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindakan rezim Pol Pot memenuhi unsur kejahatan terhadap kemanusiaan, genosida terhadap etnis Cham dan komunitas Vietnam, serta kejahatan perang. Berdasarkan prinsip pertanggungjawaban individu dan tanggung jawab komando dalam Pasal 25 dan 28 Statuta Roma, Pol Pot dapat dipertanggungjawabkan secara penuh atas kejahatan internasional yang terjadi selama kekuasaannya, terlepas dari posisinya sebagai kepala negara. Penelitian ini menegaskan bahwa tidak ada impunitas bagi pelaku kejahatan internasional, termasuk pejabat negara tertinggi sekalipun. Kata kunci: Hukum Pidana Internasional, Pertanggungjawaban Individu, Khmer Merah. Abstract This research examines the application of international criminal law to mass crimes committed by the Khmer Rouge regime in Cambodia during 1975-1979 under Pol Pot's leadership. These crimes resulted in approximately 1.7 million deaths and included mass killings, torture, forced labor, and genocide against specific ethnic groups. Employing a normative juridical method, this study analyzes the forms of international crimes based on the Rome Statute 1998, Genocide Convention 1948, and Geneva Conventions 1949, while examining the concept of individual criminal responsibility in international criminal law. The findings demonstrate that the Pol Pot regime's actions fulfilled the elements of crimes against humanity, genocide against the Cham ethnic group and Vietnamese community, and war crimes. Based on the principles of individual responsibility and command responsibility under Articles 25 and 28 of the Rome Statute, Pol Pot can be held fully accountable for international crimes committed during his rule, regardless of his position as head of state. This research affirms that there is no impunity for perpetrators of international crimes, including even the highest state officials. Keywords: International Criminal Law, Individual Responsibility, Khmer Rouge.