Pelayanan kepada masyarakat ini berawal dari perbedaan fungsionaris Kuteui dalam memahami persyaratan yuridis pengakuan wilayah adat Kuteui yang diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai pengakuan masyarakat hukum adat dan hak-hak tradisionalnya. Kurangnya persepsi dalam memahami regulasi yang mengatur syarat-syarat pengakuan wilayah adat Kuteui menjadi kendala bagi Pemerintah Kabupaten Rejang Lebong dalam mempercepat alih wilayah adat Kuteui. Arah pendidikan hukum yang dilakukan adalah membangun persepsi umum fungsionaris Kuteui mengenai kualifikasi persyaratan yuridis sebagai tindak lanjut pengakuan wilayah adat Kuteui. Mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi audiens sasaran, yaitu tidak memiliki persepsi yang sama tentang persyaratan hukum untuk mengakui keberadaan wilayah adat, sehingga mereka secara subyektif mengklaim "memiliki wilayah adat Kuteui". Metode pelaksanaan kegiatan tersebut adalah melalui peningkatan pengetahuan tentang materi tentang persyaratan hukum pengakuan keberadaan wilayah adat Kuteui bagi fungsionaris Kuteui, tanya jawab dan diskusi kelompok. Kesimpulan dari pengabdian masyarakat ini antara lain antara lain bahwa target audiens memiliki persepsi yang sama mengenai sejarah keberadaan Kuteui sebagai Komunitas Hukum Adat suku Rejang, dan memahami persyaratan yuridis dalam reklamasi bekas wilayah adat Kuteui. Target audiens setuju bahwa Pemerintah Kabupaten Rejang Lebong telah melaksanakan amanat Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (Masyarakat Hukum Adat) di Lingkungan Kabupaten Rejang Lebong, dengan bukti penetapan pengakuan Wilayah Adat Kuteui dalam Keputusan Bupati Rejang Lebong Nomor 180.64.I Tahun 2020 tanggal 16 Januari 2020 tentang Pengakuan dan Perlindungan Kuteui Cawang An, Babakan Baru, Bangun Jaya, dan Kuteui Air Lanang. Abstract Equalization of Perceptions of Kuteui Functionaries Towards the Juridical Requirements of the Kuteui Ulayat Area in Rejang Lebong District This service to the community stems from the differences between Kuteui functionaries in understanding the juridical requirements for recognition of the Kuteui customary area which are regulated in statutory regulations regarding the recognition of customary law communities and their traditional rights. The lack of perception in understanding the regulations governing the conditions for recognizing the Kuteui customary area has become an obstacle for the Rejang Lebong Regency Government in accelerating the handover of the Kuteui customary area. The direction of legal education is to build a common perception of Kuteui functionaries regarding the qualifications of juridical requirements as a follow-up to recognising the Kuteui customary area. Identify the problems faced by the target audience, namely that they do not have the same perception of the legal requirements for recognizing the existence of customary areas, so they subjectively claim to "own Kuteui customary areas". The method of implementing the activity is through increasing knowledge about the material on the legal requirements for recognizing the existence of the Kuteui customary area for Kuteui functionaries, questions and answers and group discussions. The conclusions from this community service include, among other things, that the target audience has the same perception regarding the history of Kuteui's existence as a Traditional Law Community of the Rejang ethnic group, and understands the juridical requirements in reclaiming the former Kuteui traditional territory. The target audience agrees that the Rejang Lebong Regency Government has implemented the mandate of Rejang Lebong Regency Regional Regulation No. 5 of 2018 concerning Recognition and Protection of Customary Law Communities in Rejang Lebong Regency, with evidence of the stipulation of recognition of the Kuteui Traditional Area in Rejang Lebong Regent's Decree Number 180.64.I of 2020 dated January 16, 2020, concerning the Recognition and Protection of Kuteui Cawang An, Babakan Baru, Bangun Jaya, and Kuteui Air Lanang.