Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

FENOMENA MOM SHAMING DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF GENDER: SEBUAH TINJAUAN LITERATUR Yuanita Dwi Hapsari; Ghina Reftantia; Deska Fitriyani3; Ainul Zulqoifah Asmawati; Gita Isyanawulan; Nur’aini Inayah
Journal of Innovation Research and Knowledge Vol. 4 No. 9: Februari 2025
Publisher : Bajang Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53625/jirk.v4i9.9652

Abstract

Fenomena Mom Shaming di Indonesia telah menjadi isu sosial yang semakin mendapat perhatian dalam beberapa tahun terakhir. Mom shaming merujuk pada tindakan mengkritik atau menghukum seorang ibu berdasarkan pilihan dan tindakan pengasuhan terhadap anaknya, yang seringkali dianggap menyimpang dari norma sosial atau ekspektasi dari suatu budaya. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji fenomena Mom Shaming di Indonesia melalui tinjauan literatur dengan perspektif gender, untuk memahami bagaimana konstruksi sosial terkait peran ibu memengaruhi terciptanya praktik ini. Hasil kajian ini mengidentifikasi berbagai faktor yang berkontribusi terhadap munculnya Mom Shaming, yakni budaya patriarki, norma gender yang berlaku, serta peran media sosial dalam memperkuat standar-standar sosial terkait keibuan. Hasil dari tinjauan literatur ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi untuk menciptakan ruang yang lebih inklusif dan mendukung bagi perempuan dalam menjalankan peran keibuannya.
Konstruksi dan Ekspresi Identitas Gender Kontemporer di TikTok M Supriyadi; Muhammad Iqbal; Diana Dewi Sartika; Ghina Reftantia; Erlisa Saraswati
Jurnal Studi Gender dan Anak Vol 12 No 01 (2025): Januari-Juni 2025
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32678/jsga.v12i01.12314

Abstract

This study examines how TikTok, as a social media platform, influences the construction and expression of users’ gender identities. Employing a descriptive qualitative approach and discourse analysis, this research explores how symbols, language, and narratives within TikTok content reflect and challenge traditional gender roles. TikTok has emerged as an expressive and inclusive space for nonbinary and LGBTQ+ individuals to explore identity, foster interaction, and build social solidarity. The platform's algorithmic features allow for the rapid dissemination of alternative gender narratives and the formation of digital communities. While TikTok presents significant opportunities for empowerment, the study also reveals challenges such as queerbaiting, algorithmic bias, and normative body and gender expectations that may negatively impact users’ mental health. TikTok is thus not merely an entertainment platform but also a site of social contestation in redefining gender expression in the digital age. The findings conclude that TikTok plays a critical role in contemporary gender identity construction, despite ongoing structural and cultural obstacles.
REPRODUKSI BUDAYA PADA SANGGAR SENI PINCUK DALAM PELESTARIAN TARI TRADISIONAL DI SURAKARTA Hapsari, Yuanita Dwi; Ghina Reftantia; Verbena Ayuningsih Purbasari; Deni Aries Kurniawan; Ahmad Wildan Habibi
An-Nas Vol. 9 No. 2 (2025): AN-NAS: Jurnal Humaniora
Publisher : Fakultas Syariah dan Adab Universitas Nahdlatul Ulama Sunan Giri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32665/annas.v9i2.5519

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara mendalam peran Sanggar Seni Pincuk dalam pelestarian tari tradisional Surakarta melalui perspektif teori reproduksi budaya Pierre Bourdieu. Sebagai salah satu pusat pembelajaran dan pengembangan seni tari tradisional, sanggar ini memainkan peranan strategis dalam mentransmisikan keterampilan teknis, pengetahuan sejarah, nilai-nilai budaya, dan makna simbolik yang terkandung dalam tradisi tari kepada generasi muda. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Data diperoleh melalui observasi partisipatif terhadap proses pembelajaran, wawancara mendalam dengan pengajar, siswa, serta tokoh masyarakat, dan analisis dokumen terkait sejarah serta aktivitas sanggar. Analisis data dilakukan secara tematik dengan memanfaatkan konsep habitus, ranah (field), dan modal (capital) dari Bourdieu untuk mengidentifikasi mekanisme pewarisan dan reproduksi budaya. Hasil penelitian mengungkap bahwa proses reproduksi budaya di Sanggar Seni Pincuk berlangsung melalui pembiasaan yang konsisten, latihan intensif, penanaman disiplin seni, serta keterlibatan aktif dalam pementasan di tingkat lokal hingga nasional. Modal budaya terwujud dalam keterampilan teknis dan pengetahuan tradisi, modal sosial terbentuk melalui jejaring antar seniman dan komunitas seni, sedangkan modal simbolik muncul melalui pengakuan prestasi sanggar. Habitus yang dihasilkan tidak hanya menginternalisasi teknik tari, tetapi juga membentuk identitas kultural yang kuat. Temuan ini menegaskan pentingnya dukungan lintas pihak dan strategi adaptif dalam pelestarian tari tradisional tanpa menghilangkan esensi budayanya.
Strategi Berbasis Komunitas dalam Pengelolaan Sub Daerah Aliran Sungai (Sub-DAS) Pusur di Kabupaten Klaten Yuanita Dwi Hapsari; , Deni Aries Kurniawan; Ghina Reftantia; Lisya Septiani Putri; Mallia Hartani
SOSMANIORA: Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol. 4 No. 3 (2025): September 2025
Publisher : Yayasan Literasi Sains Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55123/sosmaniora.v4i3.5920

Abstract

Community-based programs and activities aimed at watershed management have been widely promoted and implemented. Social control within the community plays a crucial role in regulating and transforming public behavior in managing rivers. This study aims to explore the strategies employed by community groups in managing the Pusur Sub-Watershed. This research uses a qualitative method with data collected through observation, interviews, and documentation. The results show that the strategies used by the community in managing the Pusur Sub-Watershed include the establishment of conservation field schools through both vegetative methods and the formation of plant cultivation groups in the upstream areas; the Clean River Program (Program Kali Bersih or Prokasih) through optimized waste management via Waste Banks; the River Care Program through the development of river tubing tourism in the midstream area of the Pusur River; environmentally friendly agriculture through agricultural clinics; irrigation management in the downstream area through the formation of the Combined Association of Water-User Farmers (Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air or GP3A); and the emergence of collective actions in managing the Pusur Sub-Watershed through the establishment of the Pusur Institute.