Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

PERSPEKTIF JEAN BAUDRILLARD DALAM GAYA HIDUP KONSUMTIF PENGGUNA SHOPEE PAYLATER Simanullang, Inelda; Kayla Chelsie Anindra; Nyayu Tania Wulandari; Deni Aries Kurniawan; Vieronica Varbi Sununianti; Istiqoma
An-Nas Vol. 9 No. 1 (2025): AN-NAS: Jurnal Humaniora
Publisher : Fakultas Syariah dan Adab Universitas Nahdlatul Ulama Sunan Giri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32665/annas.v9i1.4485

Abstract

This study examines the impact of simulacrum-based consumption, particularly in the context of Shopee PayLater usage, on consumer behavior and financial sustainability. The study identifies how consumers are influenced by promotional strategies and social status rather than actual financial capacity. The research employs a qualitative approach by analyzing user behavior patterns and financial implications of installment-based consumption. The findings indicate that Shopee PayLater fosters an illusion of ownership, leading to increased consumer debt and a lack of financial awareness. Additionally, the study highlights a shift in consumer habits from necessity-driven purchases to image-based consumption. The conclusion emphasizes the importance of financial literacy to mitigate excessive reliance on digital credit services. The study suggests that both consumers and e-commerce platforms should take a more responsible approach to financial management to prevent long-term financial instability.
Masyarakat SIMULASI DAN SIMULAKRA JEAN BAUDRILLARD DALAM DINAMIKA BUDAYA KONSUMSI BERLEBIHAN MASYARAKAT POSTMODERN TRI PUSPA AGUSTINA; Rachel Meriah Piouli M; Vieronica Varbi Sununianti; Istiqoma; Deni Aries Kurniawan
An-Nas Vol. 9 No. 1 (2025): AN-NAS: Jurnal Humaniora
Publisher : Fakultas Syariah dan Adab Universitas Nahdlatul Ulama Sunan Giri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32665/annas.v9i1.4478

Abstract

This research analyzes the phenomenon of hyperconsumption in modern society based on Jean Baudrillard's theory of simulation and simulacra. The formulation of the problems raised are: How does the process of simulation and simulacra contribute to excessive consumption, and what are the theoretical and practical implications for postmodern society. This research uses a literature study approach (narrative review), namely by analyzing relevant scientific writings, books, and journal articles. The results show that media, advertising, and digital technology contribute to creating false needs and images that transcend reality, resulting in hyperreality and implosion of meaning. This encourages people to continue consuming to fulfill identity and recognition needs, not functional needs. This research also found the need for critical awareness and a broader theoretical approach to create a more humane, just and appropriate consumption model.
REPRODUKSI BUDAYA PADA SANGGAR SENI PINCUK DALAM PELESTARIAN TARI TRADISIONAL DI SURAKARTA Hapsari, Yuanita Dwi; Ghina Reftantia; Verbena Ayuningsih Purbasari; Deni Aries Kurniawan; Ahmad Wildan Habibi
An-Nas Vol. 9 No. 2 (2025): AN-NAS: Jurnal Humaniora
Publisher : Fakultas Syariah dan Adab Universitas Nahdlatul Ulama Sunan Giri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32665/annas.v9i2.5519

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara mendalam peran Sanggar Seni Pincuk dalam pelestarian tari tradisional Surakarta melalui perspektif teori reproduksi budaya Pierre Bourdieu. Sebagai salah satu pusat pembelajaran dan pengembangan seni tari tradisional, sanggar ini memainkan peranan strategis dalam mentransmisikan keterampilan teknis, pengetahuan sejarah, nilai-nilai budaya, dan makna simbolik yang terkandung dalam tradisi tari kepada generasi muda. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Data diperoleh melalui observasi partisipatif terhadap proses pembelajaran, wawancara mendalam dengan pengajar, siswa, serta tokoh masyarakat, dan analisis dokumen terkait sejarah serta aktivitas sanggar. Analisis data dilakukan secara tematik dengan memanfaatkan konsep habitus, ranah (field), dan modal (capital) dari Bourdieu untuk mengidentifikasi mekanisme pewarisan dan reproduksi budaya. Hasil penelitian mengungkap bahwa proses reproduksi budaya di Sanggar Seni Pincuk berlangsung melalui pembiasaan yang konsisten, latihan intensif, penanaman disiplin seni, serta keterlibatan aktif dalam pementasan di tingkat lokal hingga nasional. Modal budaya terwujud dalam keterampilan teknis dan pengetahuan tradisi, modal sosial terbentuk melalui jejaring antar seniman dan komunitas seni, sedangkan modal simbolik muncul melalui pengakuan prestasi sanggar. Habitus yang dihasilkan tidak hanya menginternalisasi teknik tari, tetapi juga membentuk identitas kultural yang kuat. Temuan ini menegaskan pentingnya dukungan lintas pihak dan strategi adaptif dalam pelestarian tari tradisional tanpa menghilangkan esensi budayanya.
Konstruksi Identitas Sosial oleh Media Sosial: Studi Kritis Berdasarkan Pemikiran Marcuse dan Habermas Putri, Izzaty Nagita; Agestya Petra Amelia; Jonathan Raymond Frederick; Deni Aries Kurniawan; Veronica Varbi Sununianti; Istiqoma, Istiqoma
Jurnal Perspektif Vol 8 No 3 (2025): Jurnal Perspektif: Jurnal Kajian Sosiologi dan Pendidikan, Universitas Negeri Pad
Publisher : Labor Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24036/perspektif.v8i3.1258

Abstract

Konstruksi identitas sosial di era digital merupakan fenomena kompleks yang dipengaruhi oleh dinamika media sosial, teknologi komunikasi, dan interaksi virtual. Dalam konteks ini, teori One-Dimensional Man karya Herbert Marcuse dan konsep ruang publik Jürgen Habermas memberikan perspektif kritis terhadap bagaimana identitas sosial dibentuk dan dipengaruhi oleh struktur sosial dan media. Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka untuk menganalisis relevansi kedua teori tersebut dalam memahami pembentukan identitas sosial di era digital. Hasil kajian menunjukkan bahwa algoritma media sosial berkontribusi pada homogenisasi identitas, khususnya di kalangan generasi muda Indonesia, melalui penyaringan informasi dan penguatan norma-norma dominan. Marcuse menyoroti bagaimana sistem kapitalistik melalui media massa menciptakan individu yang teralienasi, sementara Habermas menunjukkan bahwa ruang publik digital saat ini tidak lagi mendukung diskusi rasional, melainkan dikendalikan oleh komersialisasi dan komunikasi satu arah. Temuan ini menunjukkan bahwa teknologi digital tidak hanya menjadi sarana ekspresi, tetapi juga alat reproduksi struktur kekuasaan sosial yang memengaruhi pembentukan identitas individu.
SIMULAKRA DAN HIPERREALITAS DALAM RUANG DIGITAL: PERAN INFLUENCER TIKTOK TERHADAP KONSTRUKSI CITRA SERTA KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK KECANTIKAN PADA GENERASI Z Deni Aries Kurniawan; Adelia Lucky Pratiwi; Tasya Wulandari; R.A. Amelya Salsabila; Eko Mulyono
An-Nas Vol. 9 No. 2 (2025): AN-NAS: Jurnal Humaniora
Publisher : Fakultas Syariah dan Adab Universitas Nahdlatul Ulama Sunan Giri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32665/annas.v9i2.5530

Abstract

Media sosial telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan Generasi Z, terutama dalam memengaruhi pola konsumsi mereka. TikTok sebagai salah satu platform yang paling populer di kalangan generasi ini, memegang peranan besar dalam membentuk tren dan perilaku konsumtif, salah satunya dalam hal pembelian produk kecantikan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran influencer dan media sosial TikTok dalam membentuk keputusan pembelian produk kecantikan di kalangan Generasi Z. Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif dengan metode Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan 7 subjek dari kalangan mahasiswa Generasi Z yang merupakan pengguna aktif TikTok. Teori simulasi dan hiperrealitas milik Jean Baudrillard digunakan sebagai alat analisis untuk memahami bagaimana representasi simbolik di media sosial memengaruhi realitas konsumsi. Hasil diskusi menunjukkan bahwa influencer di TikTok tidak hanya mempromosikan produk, tetapi juga melakukan konstruksi atas citra dan standar kecantikan yang ideal. Citra yang disajikan melalui konten sering kali menjadi hiperrealitas yang lebih dapat dipercaya daripada realitas objektif. Hal ini menunjukkan bahwa keputusan pembelian Generasi Z sangat dipengaruhi oleh citra yang terbentuk melalui media sosial, bukan semata-mata karena kebutuhan. Penelitian ini menegaskan bahwa media sosial, khususnya TikTok, telah menjadi ruang simulasi di mana makna dan identitas konsumtif dibentuk dan dinegosiasikan
From Biological to Cultural Perspectives: Reframing Primate Conservation through Ethnoprimatology in Indonesia — A Literature Review Tresno; Vivienne Loke Pei Wen; Femei Rahmilija; Deni Aries Kurniawan; Ilal Ilham; Aldri Oktanedi
Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya Vol 27 No 2 (2025): December
Publisher : Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jantro.v27.n2.p162-172.2025

Abstract

Conservation in Indonesia has focused on biological indicators such as population decline and habitat loss, often overlooking the cultural dimensions that shape human–primate relationships. This study aims to integrate biological and cultural perspectives by applying an ethnoprimatological approach to reframe primate conservation. A qualitative literature review of publications from 2000 to 2025 was conducted using Google Scholar with the keywords “ethnoprimatology” and “human–primate interaction”. Thirty-four studies met the inclusion criteria and were analyzed thematically within a multispecies ethnography framework. The findings reveal diverse cultural meanings attributed to primates across Indonesia: in Bali, Sulawesi, and Sumatra, primates are simultaneously revered as sacred beings and perceived as agricultural pests; in Kalimantan, Jambi, and Mentawai, they are hunted for subsistence or ritual offerings; and in West Sumatra and Java, they are domesticated and trained for labor or performance, reflecting economic integration. These cultural interpretations shape community attitudes more strongly than biological conservation status. The study concludes that effective primate conservation requires incorporating cultural taxonomies to develop strategies that are both culturally grounded and ecologically sustainable.