Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

PENINGKATAN MUTU TEMPE-KORO BENGUK Mien KMS Mahmud; Hermana Hermana; Heru Yuniarti
Penelitian Gizi dan Makanan (The Journal of Nutrition and Food Research) JILID 11 (1988)
Publisher : Persagi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/pgm.v0i0.1985.

Abstract

Koro Benguk (Mucuna pruriene), meskipun punya kadar protein tinggi dan pembudidayaannya mudah, belum dapat dimanfaatkan secara luas seperti kedelai. Sebagai sumber protein, pemanfaatan kedelai sangat tinggi dan menyebar luas karena kedelai dapat diolah menjadi produk lain yang digemari masyarakat konsumen. Salah satu produk kedelai yang paling digemari dan terbukti memberi banyak manfaat bagi kesehatan dan gizi adalah tempe. Koro benguk dapat diolah menjadi tempe yang mempunyai kadar protein 0-14,12. Namun, meskipun di daerah tempat tempe benguk banyak dihasilkan, tempe kedelai jauh lebih dikenal dan disukai masyarakat, hal ini mungkin karena mutu organoleptik tempe benguk rendah. Peningkatan muru gizi dan mutu organoleptik tempe dapat dilakukan dengan cara mengkombinasikan kacang yang digunakan sebagai bahan baku. Percobaan pembuatan tempe campuran koro benguk dan kedelai telah dilakukan di Puskitbang Gizi, Bogor. Tempe campuran benguk dan kedelai dalam perbandingan berat 3:2 dan 1:1 menunjukkan mutu fisik, mutu organoleptik dan mutu gizi yang lebih baik daripada tempe kedelai maupun tempe benguk. Mutu protein kedua tempe campuran ini, masing-masing 4,5% dan 18,3% lebih tinggi daripada tempe banguk. Mutu fisik dan mutu organoleptik tempe campuran benguk dan beras dalam perbandingan berat 3:1 lebih baik daripada tempe benguk; sementara mutu gizi hampir sama. Mutu fisik tempe campuran benguk dan beras dalam perbandingan 3:2 dan 1:1 lebih baik daripada tempe benguk, tetapi mutu organoleptik dan mutu gizi lebih rendah. Penambahan kedelai dalam pembuatan tempe benguk mempertinggi mutu gizi, mutu organoleptik dan mutu fisik tempe benguk.
PENGARUH TEMPE DALAM MENGURANGI RISIKO TERHADAP DIARE AKIBAT INFEKSI BAKTERI ENTEROPATOGEN ESCHERISIA COLI Mien K. Mahmud; Erwin Affandi; Hermana Hermana
Penelitian Gizi dan Makanan (The Journal of Nutrition and Food Research) JILID 10 (1987)
Publisher : Persagi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/pgm.v0i0.1995.

Abstract

PENGARUH TEMPE DALAM MENGURANGI RISIKO TERHADAP DIARE AKIBAT INFEKSI BAKTERI ENTEROPATOGEN ESCHERISIA COLI
BEBERAPA FAKTOR YANG DAPAT MENURUNKAN KADAR YODIUM DALAM GARAM BERYODIUM Uken S. S.; Soetrisno Soetrisno; Almasjhuri Almasjhuri; Hermana Hermana
Penelitian Gizi dan Makanan (The Journal of Nutrition and Food Research) JILID 8 (1985)
Publisher : Persagi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/pgm.v0i0.1933.

Abstract

Dalam penelitian ini dipelajari faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi kadar yodium dalam garam beryodium, yaitu waktu dan kondisi penyimpanan, bahan pembungkus, dan jenis garam.Garam beryodium yang diteliti ialah produksi pabrik swasta dan buatan laboratorium. Garam disimpan selama 9 bulan di daerah pantai, dataran tinggi, dan pegunungan, menggunakan dua jenis bahan pembungkus yaitu mangkok plastik dan kantong plastik. Kadar yodium ditentukan menurut metode yang tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI.Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu penyimpanan, kondisi penyimpanan, dan jenis garam, berpengaruh nyata; sedangkan bahan pembungkus tidak berpengaruh terhadap penurunan kadar yodium. Selain itu ternyata bahwa, kadar yodium pada tingkat produksi berbeda antar pabrik, dan antar hari produksi, serta tidak memenuhi ketentuan perundangan yang berlaku. Penyimpanan selama 9 bulan mengakibatkan penurunan kadar yodium sebesar 21%, sehingga perlu dicantumkan tanggal produksi pada pembungkus garam beryodium untuk mencegah penyimpanan yang lebih lama lagi.
FORTIFIKASI ZAT BESI PADA TEPUNG TERIGU DAN KECAP Komari Komari; Hermana Hermana
Penelitian Gizi dan Makanan (The Journal of Nutrition and Food Research) JILID 16 (1993)
Publisher : Persagi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/pgm.v0i0.2286.

Abstract

Fortifikasi zat besi merupakan salah satu program jangka panjang dalam memerangi anemi gizi besi. Fortifikasi ferosulfat dan ferofumarat telah dilakukan ke dalam tepung terigu dan kecap. Tepung terigu dan kecap yang difortifikasi dengan zat besi disimpan masing-masing di dalam kantung plastik dan botol berwarna. Kada zat besi dan ketersediaan biologi tepung terigu ditentukan menggunakan metoda in vitro selama penyimpanan 2 bulan. Variasi kadar zat besi pada tepung terigu yang diperoleh dalam penelitian ini terjadi oleh pengadukan zat besi ke dalam tepung terigu. Selama penyimpanan kecap yang difortifikasi dengan ferosulfat, kadar zat besinya meningkat mendekati 100%, ini diakibatkan oleh adanya proses keseimbangan zat besi dalam kecap selama penyimpanan. Ketersediaan biologi besi berkisar antara 10% dan 12%. Warna dan bau tepung terigu tak berubah selama penyimpanan tersebut. Namun demikian, daya terima makanan yang menggunakan tepung terigu dan kecap yang difortifikasi memerlukan pengujian.
EMULSI KAROTENA MINYAK KELAPA SAWIT SEBAGAI PEWARNA MAKANAN Mien K. Mahmud; Rossy Rozanna; Hermana Hermana
Penelitian Gizi dan Makanan (The Journal of Nutrition and Food Research) JILID 14 (1991)
Publisher : Persagi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/pgm.v0i0.2208.

Abstract

EMULSI KAROTENA MINYAK KELAPA SAWIT SEBAGAI PEWARNA MAKANAN
PORTIFIKASI MI DENGAN ZAT BESI Uken S. Soetrisno; Dewi Sabita Slamet; Hermana Hermana
Penelitian Gizi dan Makanan (The Journal of Nutrition and Food Research) JILID 14 (1991)
Publisher : Persagi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/pgm.v0i0.2210.

Abstract

PORTIFIKASI MI DENGAN ZAT BESI
PENINGKATAN MUTU PROTEIN MI MELALUI PENAMBAHAN KEDELAI Dewi Permaesih; Hermana Hermana
Penelitian Gizi dan Makanan (The Journal of Nutrition and Food Research) JILID 14 (1991)
Publisher : Persagi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/pgm.v0i0.2212.

Abstract

PENINGKATAN MUTU PROTEIN MI MELALUI PENAMBAHAN KEDELAI
AKTIVITAS ENZIM HIDROLIK KAPANG RHIZOPUS SP PADA PROSES FERMENTASI TEMPE Mien Karmani; Djoko Sutopo; Hermana Hermana
Penelitian Gizi dan Makanan (The Journal of Nutrition and Food Research) JILID 19 (1996)
Publisher : Persagi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/pgm.v0i0.2302.

Abstract

Fermentasi merupakan tahap terpenting dalam proses pembuatan tempe. Menurut hasil penelitian pada tahap fermentasi terjadi penguraian karbohidrat, lemak, protein dan senyawa-senyawa lain dalam kedelai menjadi molekul-molekul yang lebih kecil sehingga mudah dimanfaatkan tubuh. Pada proses fermentasi kedelai menjadi tempe terjadi aktivitas enzim amilolitik, lipolitik dan proteolitik, yang diproduksi oleh kapang Rhizopus Sp. Pada proses pembuatan tempe, sedikitnya terdapat empat genus Rhizopus yang dapat digunakan. Rhizopus oligosporus merupakan genus utama, kemudian Rhizopus oryzae merupakan genus lainnya yang digunakan pada pembuatan tempe di Indonesia. Produsen tempe di Indonesia tidak menggunakan inokulum berupa biakan murni kapang Rhizopus Sp., namun menggunakan inokulum dalam bentuk bubuk yang disebut laru atau inokulum biakan kapang pada daun waru yang disebut usar. Pada penelitian ini dipelajarai aktivitas enzim-enzim a-amilase, lipase dan protease pada proses fermentasi kedelai menjadi tempe menggunakan biakan murni Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae dan laru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas enzim a-amilase, lipase dan protease dari ketiga inokulum tersebut berbeda secara sangat bermakna. Hasil penelitian menunjukkan pula bahwa aktivitas enzim dipengaruhi oleh jenis inokulum dan waktu fermentasi. Juga terdapat interaksi antara waktu fermentasi dan jenis inokulum terhadap aktivitas enzim-enzim amilolitik, lipolitik dan proteolitik.
TEKNOLOGI YODISASI GARAM UNTUK DIGUNAKAN DI DAERAH GANGGUAN AKIBAT KURANG YODIUM Hermana Hermana; Suryana Suryana; Almasyhuri Almasyhuri
Penelitian Gizi dan Makanan (The Journal of Nutrition and Food Research) JILID 19 (1996)
Publisher : Persagi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/pgm.v0i0.2310.

Abstract

Yodisasi garam untuk menanggulangi masalah gangguan akibat kurang yodium (GAKY) belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Hal ini disebabkan faktor teknis yodisasi dan distribusi garam beryodium. Kadar yodium di dalam garam beryodium yang bervariasi dan penurunan kadar yodium selama distribusi, berpengaruh besar terhadap upaya menurunkan prevalensi GAKY. Di dalam penelitian ini dibuat prototipe alat yodisasi garamberskala kecil yang dapat menghasilkan garam beryodium yang memenuhi persyaratan Peraturan Menteri Kesehatan. Analisis ekonomi menunjukkan dengan modal pinjaman Rp 8.000.000 dan produksi garam beryodium 260 kg per hari diperoleh laba lebih dari Rp 1.000.000 per bulan, sehingga titik impas dapat dicapai pada awal tahun kedua sejak mulai produksi.
UJI LAPANGAN ALAT PRODUKSI GARAM BERYODIUM BERSKALA KECIL DI DAERAH GANGGUAN AKIBAT KURANG YODIUM Hermana Hermana; Mien Karmini; Suryana Purawisastra
Penelitian Gizi dan Makanan (The Journal of Nutrition and Food Research) JILID 21 (1998)
Publisher : Persagi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22435/pgm.v0i0.2350.

Abstract

The problem in supplying iodine to people suffering from iodine deficiency disorders are technique to produce iodated salt and the great distance between producers and consumers. The delivery of iodine would be more effective if production of iodated salt is carried out near or in areas of iodine deficiency disorders. Nutrition Research and Development Centre, Ministry of Health, RI has produced a small-scale salt iodation plant. The plant has been tested in the laboratory. Field trial of the plant was carried out in collaboration with the Village Cooperatives Unit (Koperasi Unit Desa) at Bulu Cindeo, District of Pangkajene and Kepulauan, South Sulawesi. Locally-produced salt was iodated. The product was distributed not only in Pangkep but in neighbouring districts as well. It was observed that the small scale iodation plant was an appropriate technology for village level. It could be operated by man powers having minimum education (primary school). The production unit needs a not-too-big investment to run the plant During the trial, the Cooperatives learned that the plant was efficient and was economically profitable. The availability of iodated salt in the area, resulted in increased consumption.Keywords: salt iodation, iodation machine.