cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Kultivasi
ISSN : 14124718     EISSN : 2581138X     DOI : -
Core Subject : Agriculture,
Jurnal Kultivasi diterbitkan oleh Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran. Jurnal ini terbit tiga kali dalam setahun, yaitu pada bulan Maret, Agustus, dan Desember. Kultivasi mempublikasikan hasil penelitian dan pemaparan ilmiah dari para dosen dan peneliti di bidang budidaya tanaman. Bidang kajian yang dipublikasikan jurnal ini diantaranya adalah agronomi, pemuliaan tanaman, ilmu gulma, teknologi benih, teknologi pasca panen, ilmu tanah, dan proteksi tanaman.
Arjuna Subject : -
Articles 495 Documents
Pemilihan teknik aplikasi dan dosis pupuk hayati pelarut kalium untuk meningkatkan serapan kalium dan pertumbuhan tanaman jagung pada tanah Inceptisols Diyan Herdiyantoro; Tualar Simarmata; Mieke Rochimi Setiawati; Nenny Nurlaeny; Benny Joy; Mahfud Arifin; Jajang Sauman Hamdani; Iin Handayani
Kultivasi Vol 21, No 1 (2022): Jurnal Kultivasi
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/kultivasi.v21i1.35781

Abstract

AbstrakSalah satu strategi yang diterapkan pada pupuk hayati untuk menunjukkan efek positif pada tanaman yang diinokulasi adalah pemilihan teknik aplikasi dan dosis yang tepat, baik pada tanah, benih, atau kombinasi keduanya. Tujuan dari percobaan ini adalah mendapatkan teknik aplikasi dan dosis pupuk hayati pelarut K yang memberikan hasil terbaik terhadap penyerapan K dan pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays L.) pada Inceptisols Jatinangor. Percobaan dilaksanakan pada November 2018-Januari 2019 di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok dengan 9 perlakuan dan 3 kali ulangan. Perlakuan terdiri dari tanpa perlakuan (kontrol), aplikasi pada benih 400 g.ha-1 dan 800 g.ha-1, aplikasi pada tanah 2 kg.ha-1 dan 4 kg.ha-1, dan kombinasi antara kedua teknik aplikasi dan dosis tersebut. Hasil percobaan menunjukkan aplikasi pupuk hayati pelarut K dengan dosis 4 kg.ha-1 dapat meningkatkan populasi BPK total 52,86% dibandingkan kontrol dan berkorelasi positif terhadap konsentrasi K2O (r=0,64**), serapan K (r=0,59**), dan diameter batang tanaman jagung (r=0,46*) yang dibudidayakan di tanah Inceptisols Jatinangor.Kata Kunci: Aplikasi pada tanah ∙ Aplikasi pada benih ∙ Bakteri pelarut kalium ∙ Dosis ∙ Jagung AbstractOne of the strategies applied to biofertilizers to show a positive effect on the inoculated plants is the selection of the appropriate application technique and dose in soil, seeds, or a combination of both. The purpose of this experiment was to obtain the application technique and dose of potassium (K) solubilizing biofertilizer that gave the best results on K uptake and growth of maize (Zea mays L.) on Inceptisols of Jatinangor. The experiment was performed in November 2018-January 2019 in the greenhouse of the Faculty of Agriculture, Universitas Padjadjaran. The experiment used a single factor randomized block design with 9 treatments and 3 replications. The treatments consisted of control, seed treatment at doses of 400 g.ha-1 and 800 g.ha-1, soil treatment at doses of 2 kg.ha-1 and 4 kg.ha-1, and a combination of the two techniques application and doses. The results showed that the application of K solubilizing biofertilizer at a dose of 4 kg.ha-1 could increase the total PSB population by 52.86% compared to control and it was positively correlated with concentration of K2O (r=0.64**), K uptake (r=0.59**), and maize stem diameter (r=0.46*) grown on Inceptisols of Jatinangor.Keywords: Soil treatment ∙ Seed treatment ∙ Potassium solubilizing bacteria ∙ Dose ∙ Maize
Morfologi dan kandungan flavonoid total bunga telang di berbagai ketinggian tempat tumbuh berbeda Hawari Hawari; Bambang Pujiasmanto; Eddy Triharyanto
Kultivasi Vol 21, No 1 (2022): Jurnal Kultivasi
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/kultivasi.v21i1.36327

Abstract

AbstrakBunga telang (Clitoria ternatea L) merupakan salah satu tanaman leguminoceae yang memiliki manfaat farmakologis, namun sebagian besar pemanenannya berasal dari alam dan belum dibudidayakan secara luas. Oleh karena itu, perlu diadakan suatu penelitian spesifik terkait morfologi dan kandungan flavonoid bunga telang untuk dijadikan tanaman budidaya serta mengkaji kesesuaian lingkungan untuk budidayanya. Tujuan riset ini untuk mengkaji karakter morfologi dan kandungan flavonoid bunga telang di berbagai ketinggian. Survei dilaksanakan di lokasi berbeda, yaitu dataran rendah (Karangasem, Jeyengan, dan Purwosari) dan dataran tinggi Ngargoyoso, mulai bulan Februari sampai April 2021.  Lokasi survei dipilih dengan metode acak memihak (purpose random sampling) melalui pendekatan pra-survei dimana tumbuhan tersebut bisa ditemukan. Pengujian kadar flavonoid dilakukan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional, Tawangmangu. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan morfologi bunga telang di dataran rendah dan dataran tinggi. Karakteristik morfologi yang berbeda terletak pada panjang dan lebar daun, bentuk daun, panjang polong, dan jumlah biji per polong.  Kandungan flavonoid tertinggi adalah di dataran rendah Karangasem sebesar 0,493%, diikuti oleh dataran tinggi Ngargoyoso sebesar 0,458%, Purwosari 0,351%, dan Jeyengan 0,297%. Pertumbuhan dan kandungan flavonoid bunga telang dipengaruhi oleh jenis tanah, kesuburan tanah, serta iklim di habitatnya. Jenis tanah di dataran rendah adalah alluvial dengan pH 6,59, suhu udara berkisar 26,89 – 28,22 °C, kelembaban udara 61,33 – 72,22%, dan intensitas cahaya berkisar 1537,63 – 1773,50 lux, sedangkan jenis tanah di dataran tinggi adalah andosol dengan pH 7,99, suhu udara 24,88 °C, kelembaban udara 80,38% dan intensitas cahaya 591,63 lux.Kata kunci: Clitoria ternatea ∙ Flavonoid ∙ Ketinggian tempat ∙ Morfologi AbstractButterfly pea (Clitoria ternatea L) is one of the leguminous plants that have pharmacological benefits, but most of its harvest comes from nature and has not been widely cultivated. Therefore, it is necessary to conduct a specific study related to the morphology and flavonoid content of butterfly pea to be used as a cultivated plant and assessing the suitability of the environment for its cultivation. The purpose of this research was to study the morphological character and the content of flavonoids of butterfly pea at various altitudes. The survey was carried out in different altitude of growing location, i.e., the lowlands (Karangasem, Jeyengan, and Purwosari) and the highland (Ngargoyoso), from February to April 2021. Survey locations were selected using a purpose random sampling method through a pre-survey approach where the plants could be found. Tests for flavonoid levels were carried out at the Tawangmangu Center for Research and Development of Medicinal Plants and Traditional Medicines. The results showed that there were differences in the morphology of the butterfly pea in the lowlands and highlands. Different morphological characteristics were observed in term of the length and width of the leaves, leaf shape, pod length, and the number of seeds per pod. The highest flavonoid content was found in the Karangasem for about 0.493% followed by the Ngargoyoso, Purwosari, and Jeyengan for about 0.458%, 0.351%, and 0.297%, respectively. The growth and flavonoid content of butterfly pea is influenced by soil type, soil fertility, and climate in their habitat. The lowlands had an alluvial soil type with a pH of 6.59, air temperature ranging from 26.89-28.22 °C, air humidity 61.33-72.22% and light intensity ranging from 1537.63-1773.50 lux. Meanwhile, the highland had an andosol soil type with a pH of 7.99, air temperature of 24.88 °C, humidity of 80.38% and light intensity of 591.63 lux.Keywords: Clitoria ternatea ∙ Flavonoid ∙ Altitude ∙ Morphology
Perbandingan daya hasil dan toleransi naungan berbagai genotipe jagung Padjadjaran pada naungan eukaliptus Adilah Nurul Fitrah; Nono Carsono; Dedi Ruswandi
Kultivasi Vol 21, No 1 (2022): Jurnal Kultivasi
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/kultivasi.v21i1.33452

Abstract

AbstrakKebutuhan jagung sebagai bahan pangan, pakan dan industri selalu meningkat, namun terdapat kendala dalam produksi jagung domestik, yaitu konversi lahan pertanian. Sistem agroforestri eukaliptus-jagung dapat menjadi alternatif yang digunakan untuk pengembangan jagung. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi daya hasil, mengestimasi nilai indeks toleransi, dan menyeleksi galur jagung Padjadjaran yang toleran terhadap naungan Eucalyptus sp. Penelitian ini dilaksanakan pada April – November 2019 di Sanggar Penelitian Latihan dan Pengembangan Pertanian (SPLPP) Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Bandung. Rancangan percobaan menggunakan rancangan petak terbagi (Split plot) dengan dua faktor (naungan dan genotipe) dan tiga ulangan. Petak utama adalah faktor naungan yang terdiri dari 2 taraf, yaitu tidak ternaungi dan ternaungi Eucalyptus sp., sedangkan anak petak adalah genotipe jagung yang terdiri dari 9 galur jagung Padjadjaran dan 5 varietas cek. Analisis data penelitian menggunakan analisis sidik ragam, uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%, analisis Genotype by Yield*Trait (GYT) biplot, dan analisis indeks toleransi cekaman. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan naungan Eukaliptus berpengaruh nyata terhadap beberapa karakter dan komponen daya hasil. Berdasarkan analisis GYT Biplot, genotipe jagung terbaik pada lingkungan ternaungi Eukaliptus adalah NK 212, MDR 8.5.3, Pertiwi 3, DR 8, BISI 77, dan MDR 3.1.2. Nilai stress tolerance index (STI) tertinggi pada NK 212, BISI 77, Pertiwi 3, MBR 153.15.1, Pioneer 21, dan MDR 8.5.3. Genotipe bernilai tinggi pada STI memiliki keunggulan pada karakter bobot tongkol dengan kelobot per plot dan per sampel, bobot tongkol tanpa kelobot per sampel, dan panjang tongkol.Kata Kunci: GYT biplot ∙ Indeks Toleransi Cekaman ∙ Jagung ∙ Toleran naungan AbstractDemand of maize for food, feed, and industrial material increase significantly every year. The main constraint to fulfill demand of domestic maize is the conversion of agricultural land. Eucalyptus/maize agroforestry system is an alternative for maize production in Indonesia. The purpose of this study was to identify yield, to estimate the tolerance index parameters and to select Padjadjaran maize lines that are tolerant under shading of Eucalyptus sp. The experiment was conducted from April-November 2019 at the Center for Agricultural Training and Research Development, Faculty of Agriculture Padjadjaran University, Bandung. The experiment was arranged in a splitplot design with two factors (shade and genotype) and three replications. The mainplot consisted of 2 levels, normal and was shaded by Eucalyptus sp., subplots were maize genotypes consisting of 9 Padjadjaran maize lines and 5 check varieties. Data were analyzed by analysis of variance, post-hoc analysis using Duncan's multiple range test at the 5% level, genotype by yield*trait (GYT) biplot analysis, and Stress Tolerance Index (STI) analysis. The results showed that Eucalyptus shade treatment significantly affected several characters and yield components. Based on the GYT Biplot analysis, the best genotypes in the Eucalyptus shaded environment are NK212, MDR8.5.3, Pertiwi3, DR8, BISI77, and MDR3.1.2. The highest STI values are at NK212, BISI77, Pertiwi3, MBR153.15.1, Pioneer21, and MDR8.5.3. The genotype that has the highest value on the STI has the superiority character for ear weight with husk per plot and per sample, ear weight without husk per sample, and ear length.Keywords: GYT biplot ∙ Maize ∙ Stress Tolerance Index ∙ Shading tolerance
Potensi hasil dan uji keseragaman famili F7 padi gogo tahan rebah hasil persilangan padi lokal Bangka x varietas unggul Eries Dyah Mustikarini; Gigih Ibnu Prayoga; Ratna Santi; Widodo Wisnu Murti
Kultivasi Vol 21, No 1 (2022): Jurnal Kultivasi
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/kultivasi.v21i1.35885

Abstract

AbstrakPerakitan tanaman padi gogo yang akan dilepaskan sebagai varietas harus memiliki keseragaman dan kestabilan yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keseragaman famili F7 pada tanaman padi gogo tahan rebah dan mendapatkan galur harapan dengan daya hasil tertinggi pada tanaman padi gogo F7. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2020 sampai Mei 2021, di Kebun Penelitian dan Percobaan (KP2), Fakultas Pertanian Perikanan dan Biologi, Universitas Bangka Belitung. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan rancangan percobaan berupa rancangan acak kelompok yang diulang sebanyak 3 kali. Perlakuan terdiri dari 5 galur F7 padi gogo dan 5 varietas pembanding. Analisis data karakter kualitatif dituliskan secara deskriptif. Karakter kuantitatif dianalisis menggunakan uji F (analisis varians) yang dilanjutkan dengan pengujian variabilitas dan uji Least Significant Increase (LSI). Hasil penelitian menunjukan famili galur F7 tanaman padi gogo telah menunjukkan tingkat keseragaman tinggi dengan persentase keseragaman antara 62,5% sampai 100 %. Galur harapan F7 yang memiliki daya hasil tertinggi adalah galur 23A-56-22-20-05 sebanyak 12,87 kg/ petak dan 23F-04-10-18-18 sebanyak 12,80 kg/petak. Semua galur yang diuji memiliki indeks kerebahan nol.Kata kunci : Keseragaman ∙ Padi gogo ∙ Potensi hasil ∙ Tahan rebah ∙ Variabilitas Abstract Developing upland rice plants to obtain lodging resistant varieties has been carried out. This study aims to determine the uniformity of the F7 upland rice family that are resistant to lodging and to obtain promising lines with the highest yield. This research was carried out from December 2020 to May 2021, at the Research and Experimental Station, Faculty of Agriculture, Fisheries, and Biology, Universitas Bangka Belitung. This study used a randomized block design. Treatment consisting of 5 lines of F7 upland rice, and 5 comparison varieties. Qualitative data were analyzed descriptively and presented in tabular form. Quantitative data were analyzed using the F test (Analysis of Variance), followed by variability testing and the Least Significant Increase (LSI) test. The result showed that F7 upland rice family had a high level of percentage of uniformity between 62.5% to 100%. The promising lines that had the highest yield were 23A-56-22-20-05 with 12.87 kg/plot and 23F-04-10-18-18 with 12.80 kg/plot.Keywords:  Uniformity ∙ Upland rice ∙ Potential yield ∙ Lodging resistance ∙ Variability
Peningkatan hasil tiga varietas bawang merah asal biji dengan pemanfaatan pupuk organik ikan di dataran tinggi basah Bina Karo; Agustina Erlinda Marpaung; Susilawati Barus; Rina Christina Hutabarat; Rasiska Tarigan
Kultivasi Vol 21, No 1 (2022): Jurnal Kultivasi
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/kultivasi.v21i1.36528

Abstract

AbstrakSalah satu cara untuk meningkatkan produktivitas tanaman bawang merah pada musim hujan yaitu dengan penggunaan bahan tanaman yang sehat melalui penggunaan benih true shallot seeds (TSS), karena secara umum penggunaan umbi bawang merah sebagai bahan perbanyakan tidak efektif di musim hujan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis dan jenis pupuk organik ikan yang dapat meningkatkan produksi  tiga varietas bawang merah asal TSS di dataran tinggi basah. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei – September 2018 di Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian (IP2TP) Berastagi, Kabupaten Karo, pada ketinggian tempat 1340 meter dengan jenis tanah Andisol. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah varietas bawang merah, yang terdiri dari taraf varietas Trisula, Bima, dan Tuktuk, sementara faktor kedua adalah dosis pupuk organik Ikan yang terdiri dari taraf tanpa pupuk organik ikan, 1000 kg/ha kering, 2000 kg/ha kering, 1000 kg/ha fermentasi, dan 2000 kg/ha fermentasi. Hasil yang diperoleh adalah varietas Trisula dan Tuktuk lebih adaptif di dataran tinggi basah dibandingkan Bima. Pemberian 2000 kg/ha pupuk organik ikan fermentasi mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil bawang merah. Terdapat interaksi antara varietas bawang merah dengan pemberian pupuk ikan terhadap bobot umbi per tanaman. Varietas Trisula dan pemberian 2000 kg/ha pupuk organik ikan fermentasi menghasilkan bobot umbi per tanaman tertinggi yaitu 76,33 g.Kata Kunci: Allium cepa L ∙ Pupuk organik ikan ∙ TSS ∙ Varietas   AbstractOne of several ways to increase the productivity of shallots in the rainy season is the using healthy plant materials, i.e., true shallot seeds (TSS), because in general the use of shallot bulbs as a propagation material is not effective in the rainy season. This study aims to determine the dose and type of fish organic fertilizer that can increase the production of three shallot varieties from TSS in the highland during rainy season. This research was conducted from May to September 2018 in the the Installation of Research and Assessment of Agricultural Technology Berastagi, Karo Regency, with an altitude of 1340 meters above sea level and classified as Andisol soil type. his study used factorial Randomized Completely Block Design with 3 replications. The first factor was shallot variety (Trisula, Bima, Tuktuk), while the second factor was dose of fish organic fertilizer (Without fish organic fertilizer, 1000 kg ha-1 dried, 2000 kg ha-1 dried, 1000 kg ha-1 fermented, 2000 kg ha-1 fermented). The result obtained were Trisula and Tuktuk varieties more adapted in tropical wet highlands. Providing 2000 kg ha-1  of fermented fish organic fertilizer could increase the growth and production of shallots. There was an interaction between shallot varieties with fish organic fertilizer on tuber weights per plant. Trisula variety and application of 2000 kg  ha-1  fermented fish organic fertilizer produced the highest bulb weight per plant at 76,33 g. Keywords: Allium cepa L ∙ Fish organic fertilizer ∙ TSS ∙ Variety 
Pengaruh interval penyiraman terhadap pertumbuhan dan adaptasi tiga bawang merah komersial Grace Pratiwi Manurung; Kusumiyati Kusumiyati; Jajang Sauman Hamdani
Kultivasi Vol 21, No 1 (2022): Jurnal Kultivasi
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/kultivasi.v21i1.34836

Abstract

AbstrakAir merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pemberian air yang sering dapat menyebabkan kelembaban tinggi (> 70%) dan menjadi tempat tumbuh yang baik bagi hama dan penyakit sedangkan air yang tidak mencukupi dapat menyebabkan cekaman kekeringan bagi tanaman. Bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan salah satu tanaman yang peka terhadap ketersediaan air. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan interval penyiraman yang efektif dan efisien terhadap pertumbuhan tiga kultivar unggul bawang merah. Percobaan dilaksanakan di kebun percobaan milik Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran (± 730 meter di atas permukaan laut). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Petak Terbagi yang terdiri dari tiga petak utama dan tiga anak petak yang diulang sebanyak 4 kali. Petak utama adalah kultivar, yang terdiri dari kultivar (cv.) Bima, cv. Trisula, dan cv. Sumenep, sedangkan anak petak adalah interval penyiraman, yang terdiri dari penyiraman sehari sekali, dua hari sekali, dan tiga hari sekali. Hasil percobaan menunjukkan adanya interaksi antara interval penyiraman dan kultivar terhadap bobot akar dan kadar air relatif daun. Pengaruh mandiri dari perlakuan kultivar maupun interval penyiraman mempengaruhi tinggi tanaman, jumlah daun, dan panjang akar, sementara tidak terjadi pengaruh yang nyata pada kandungan klorofil maupun konduktansi stomata. Tanaman bawang merah dapat beradaptasi pada kekurangan air dengan memperpendek tinggi tanaman, mengurangi jumlah daun, dan memperpanjang akar. Interval penyiraman yang menghasilkan pertumbuhan terbaik pada semua kultivar yang diuji adalah sehari sekali.Kata Kunci : Klorofil · Konduktansi stomata · cv. Bima · cv. Trisula · cv. Sumenep AbstractWater is one of environmental factor that affect plant growth and development. Frequent watering can cause high humidity (> 70%) and become a good medium and growing place for pest and disease, but infrequent watering can cause water stress for the plant. Shallot is one of the sensitive plant to water availability. This study aimed to determine the effective and efficient watering interval for supporting the growth of three superior cultivars of shallot. The experiment was conducted in the experimental garden of Faculty of Agriculture, Universitas Padjadjaran (± 730 meter above sea level). The experimental design was split plot design consisted of three main plots, three sub plots and four replications. The main plot was cultivar, i.e., cv. Bima, cv. Trisula, and cv. Sumenep. The sub plot was watering interval, i.e., once a day (1 day 1x), once in two days (2 days 1x), and once in three days (3 days 1x). The result showed that there was an interaction between watering intervals and cultivars on root weight and relative water content of leaves. The independent effect of cultivar factor and watering interval affected plant height, number of leaves, and root length, while there was no significant effect on chlorophyll content and stomatal conductance. Shallot could adapt to water shortages by shortening plant height, reducing the number of leaves, and extending roots. Watering interval that caused the best growth performance on all tested cultivars was once a day.Keywords: Chlorophyll · Stomatal conductance · cv. Bima · cv. Trisula · cv. Sumenep
Pengaruh cuaca, musuh alami, dan persentase kerusakan buah terhadap populasi serangga penyerbuk kelapa sawit di tanah sulfat masam Rio Dwi Pernando; Darwati Susilastuti; Fetty Dwi Rahmayanti; Fizrul Indra Lubis
Kultivasi Vol 21, No 1 (2022): Jurnal Kultivasi
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/kultivasi.v21i1.36293

Abstract

AbstrakProduktivitas kelapa sawit tidak terlepas dari peran serangga penyerbuk Elaeidobius kamerunicus Faust. Berbagai kondisi lingkungan yang kurang mendukung dan musuh alami dapat menurunkan populasinya. Tujuan penelitian ini untuk mempelajari pengaruh cuaca, musuh alami dan persentase kerusakan buah terhadap populasi serangga penyerbuk E. kamerunicus di tanah sulfat masam. Penelitian dilakukan menggunakan metode observasi di lapang produksi di Selangkun Estate, Rungun Estate, PT. Sawit Sumbermas Sarana Tbk. dan Kanamit Estate, PT. Menteng Kencana Mas, Kalimantan Tengah, Indonesia pada tanaman berumur 6 dan 9 tahun sebanyak 4.144 tanaman atau seluas 30 ha.. Analisis data pada penelitian ini menggunakan ANOVA dan Uji lanjut Tukey untuk melihat preferensi E. kamerunicus pada bunga betina di tanah sulfat masam, dan korelasi Pearson untuk melihat pengaruh musuh alami dan kerusakan buah terhadap populasi E. kamerunicus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kunjungan E. kamerunicus tertinggi pada tanah sulfat masam terjadi pada pukul 11.00 WIB sebanyak 116,33 kumbang yang berbeda nyata dibandingkan pada waktu pengamatan lainnya. Kunjungan E. kamerunicus ke bunga betina mekar banyak terjadi pada kisaran suhu 31 – 32 0C dengan kelembapan relatif antara 68 – 75%. Laba-laba (Gasterachanta diardi dan Argiope sp.) merupakan salah satu musuh alami kumbang E. kamerunicus.  Jumlah jaring laba-laba yang terdapat pada satu tanaman menunjukkan korelasi positif secara nyata terhadap jumlah E. kamerunicus yang terperangkap dengan nilai Pearson Correlation sebesar 80,4% dan R Square sebesar 64,69%. Tanaman yang memiliki bunga jantan terserang tikus dapat menurunkan populasi E. kamerunicus meskipun tidak berbeda nyata. Persentase kerusakan buah tidak berkorelasi nyata dengan populasi E. kamerunicus per ha pada 0, 1, 2, dan 3 bulan setelah pengamatan.Kata Kunci : Elaeidobius kamerunicus ∙ Kelapa sawit ∙ Musuh alami  Abstract Oil palm productivity is inseparable from the role of pollinator insect namely Elaeidobius kamerunicus Faust. Various unfavorable environmental conditions and natural enemies can reduce the population of such insect. The purpose of this study was to find the effect of climate, natural enemies and fruit damage percentage on the insect population of E. kamerunicus in acid sulfate soil. The research was conducted using the observation method in the production field at Selangkun Estate, Rungun Estate, PT. Sawit Sumbermas Sarana Tbk. and Kanamit Estate, PT. Menteng Kencana Mas, Central Kalimantan, Indonesia on 4,144 plants aged 6 and 9 years on the area of 30 ha. The data analysis in this study used ANOVA and Tukey's further test to see the preference of E. kamerunicus on female flowers in acid sulfate soils, and Pearson correlation to see the effect of natural enemies and fruit damage on the population of E. kamerunicus. The results showed that the highest visitation of E. kamerunicus on acid sulfate soils occurred at 11.00 WIB as many as 116.33 beetles which were significantly different from other observations. The visits of E. kamerunicus to blooming female flowers occurred in the temperature range of 31 – 32 0C with relative humidity between 68 – 75%. The spider (Gasterachanta diardi and Argiope sp.) is one of the natural enemies of the E. kamerunicus beetle. The number of spider webs found in oil palm tree shows a significantly positive correlation to the number of trapped E. kamerunicuswith a Pearson Correlation value of 80.4% and R Square of 64.69%. Plants with male flowers attacked by rats experienced the reduction of the population of E. kamerunicus, although it was not significantly different. The percentage of fruit damage was not significantly correlated with the population of E. kamerunicus per ha at 0, 1, 2, and 3 months after observation.Keywords : Elaeidobius kamerunicus ∙ Palm oil ∙ Natural enemies 
Pertumbuhan dan hasil kangkung akuaponik dengan perlakuan berbagai jenis pupuk foliar dan padat tebar lele pada sistem Budikdamber lele-kangkung Nyayu Siti Khodijah; Reza Arisandi; Herry Marta Saputra; Ratna Santi
Kultivasi Vol 21, No 1 (2022): Jurnal Kultivasi
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/kultivasi.v21i1.37436

Abstract

AbstrakKangkung (Ipomoea reptans Poir) adalah sayuran potensial untuk dikembangkan pada sistem akuaponik. Kelemahan akuaponik adalah nutrisi yang hanya bertumpu pada sisa pakan dan kotoran ikan, sehingga tanaman memerlukan pasokan hara dari sumber lain.  Pemberian pupuk foliar merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan  hasil kangkung pada sistem akuaponik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis pupuk foliar dan padat tebar lele terhadap hasil kangkung pada sistem akuaponik menggunakan budidaya ikan dalam ember (budikdamber).  Penelitian ini dilakukan mulai Oktober sampai Desember 2021 di unit  Penelitian Universitas Bangka Belitung. Percobaan menggunakan Rancangan Split Plot dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama (petak utama), yaitu padat tebar lele (P), yang terdiri dari 3 taraf perlakuan, yaitu: 10 ekor/50 liter air; 15 ekor/50 liter air; dan 20 ekor/50 liter air. Faktor kedua (anak petak), yaitu jenis pupuk foliar (J), yang terdiri dari 3 taraf perlakuan, yaitu tanpa pupuk foliar (kontrol); pupuk jenis ke-1 (N 20%, P 15%, K 15%, dan Mg 1%); dan pupuk jenis ke-2 (N 32%, P 10%, K 10%, dan Mg 0,1%). Peubah pertumbuhan dan hasil kangkung yang diamati yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, biomassa tanaman, berat panen, berat basah tajuk, berat basah akar, berat kering tajuk, berat kering akar, volume akar, luas daun, warna daun, dan diameter batang. Tidak terdapat interaksi antara perlakuan jenis pupuk foliar dengan padat tebar lele terhadap pertumbuhan kangkung akuaponik sistem budikdamber. Hasil pengaruh mandiri perlakuan pupuk foliar dengan komposisi N lebih tinggi (Komposisi N 32%, P 10%, K10% dan Mg 0,1%) lebih baik untuk mendukung pertumbuhan tajuk dibanding  jenis pupuk foliar dengan komposisi N lebih rendah dan kandungan P, K dan Mg lebih tinggi (komposisi N 20%, P 15%, K15% dan Mg 1%), tetapi belum menyebabkan pertumbuhan akar lebih baik. Perlakuan padat tebar lele (10, 15, dan 20 ekor per 50 liter air) belum menunjukkan perbedaan nyata untuk semua peubah pada pertumbuhan dan produksi kangkung.Kata Kunci: Akuaponik ∙ Kangkung ∙ Padat tebar lele ∙ Pupuk foliar AbstractWater spinach (Ipomoea reptans Poir) is a potential vegetable to be developed in aquaponics system.  The weakness of aquaponics is that nutrients only rely on leftover feed and fish manure, so plants need nutrients from other sources. The application of foliar fertilizer is one of the efforts made to increase the yield of water spinach in the mix farming-aquaponic system namely Budikdamber. This study aims to determine the effect of foliar fertilizer and catfish stocking density on water spinach yields in the aquaponic system. This research was conducted from October to December 2021 at the Research unit of the University of Bangka Belitung. Two factorial split plot plots design were used. The first factor (main plot) was the catfish stocking density (P) that consisted of 3 levels, i.e. 10 fish per 50 liters of water; 15 fish per 50 liters of water; and 20 fish per 50 liters of water. The second factor (sub plot) was the type of foliar fertilizer (J) that also consisted of 3 levels, i.e., without foliar fertilizer (control); 1st type of fertilizer (N 20%, P 15%, K 15%, and Mg 1%); and the 2nd type of fertilizer (N 32%, P 10%, K 10%, and Mg 0.1%). Observed growth and yield variables were plant height, number of leaves, plant biomass, harvest weight, shoot wet weight, root wet weight, shoot dry weight, root dry weight, root volume, leaf area, leaf color, and stem diameter. There was no interaction between the treatment of foliar fertilizer and catfish stocking density on the growth of aquaponic water spinach. The independent effect of foliar fertilizer treatment with a higher N composition (N 32%, P 10%, K10% and Mg 0.1%) was better for supporting shoot growth than foliar fertilizers with a lower N composition (N 20%, P 15%, K15% and Mg 1%), but it was not cause better root growth. Catfish stocking density treatments (10, 15, and 20 fish per 50 liters of water) did not show significant differences for all observed variables of water spinach.Keywords: Aquaponics ∙ Water spinach ∙ Catfish stocking density ∙ Foliar fertilizer
Penentuan kebutuhan air, pengaturan volume, dan interval penyiraman untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan produksi bawang putih di dataran tinggi Hamdan Drian Adiwijaya; Ika Cartika; Rofik Sinung Basuki
Kultivasi Vol 21, No 1 (2022): Jurnal Kultivasi
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/kultivasi.v21i1.34991

Abstract

AbstrakBawang putih merupakan jenis tanaman yang biasa ditanam di dataran tinggi tropis yang sangat sensitif terhadap cekaman kekeringan. Kekurangan air  dapat menyebabkan pembentukan umbi terhambat sehingga akan mengurangi hasil poduksi. Agar dapat berproduksi optimal bawang putih memerlukan volume dan interval penyiraman yang tepat, sehingga tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa kebutuhan air serta berapa banyak volume dan interval penyiraman yang harus diberikan. Penelitian disusun dalam dua tahap. Tahap pertama adalah penentuan kebutuhan air, sedangkan tahap kedua adalah eksperimen volume dan interval penyiraman. Penentuan kebutuhan air menggunakan software Cropwat v8.0, sedangkan penelitian kedua menggunakan rancangan petak terbagi. Petak utama merupakan volume penyiraman yang terdiri dari 4 taraf: 50%, 75%, 100%, dan 200% ETc, sedangkan anak petak adalah interval penyiraman yang terdiri dari 4 taraf: 2, 3, 4, 5, hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai ETo berkisar antara 3,42 – 4,15 mm/hari dengan nilai Kc untuk bawang putih (Garlic) adalah 0,7 untuk fase vegetatif, 1,0 untuk fase pembentukan dan pengisian umbi, dan 0,7 untuk fase pematangan umbi. Pemberian volume air 200% Etc menghasilkan tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, luas daun, tebal daun, panjang akar, volume akar, diameter umbi, jumlah siung, bobot segar umbi, dan bobot kering umbi yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan volume air lainnya, kecuali pada kandungan klorofil. Secara umum interval penyiraman 2 sampai dengan 5 hari tidak berpengaruh pada semua parameter pengamatan, kecuali pada jumlah daun dan jumlah siung. Interval penyiraman 2 hari menghasilkan jumlah daun dan jumlah siung lebih tinggi dibanding interval penyiraman 5 hari.Kata kunci: Bawang putih ∙ Cekaman kekeringan ∙ Cropwat ∙ Dataran tinggi  AbstractGarlic is a type of highland tropical plant that is very sensitive to water stress. The lack of water can reduce tuber formation and afterwards reduce harvested yields. To produce optimal yield of garlic, it requires the setting of right volume and interval of watering, so that the purpose of this research is to find out the water needs, water volume and interval of watering of garlic in the highlands. The research was composed of two stages. The first stage is the determination of water needs while the second stage is an experiment of the determination of watering volume and interval. Determination of water needs using Cropwat v8.0 software, while the second study used a split plot design. The main plot was the watering volume consisting of 4 levels: 50%, 75%, 100%, and 200% ETc, while the subplots were watering intervals consisting of 4 levels: 2, 3, 4, 5, days. The results showed that the ETo values ranged from 3.42 to 4.15 mm day-1 with Kc values for garlic (Garlic) being 0.7 for the vegetative phase, 1.0 for the tuber formation, and 0.7 for the tuber ripening phase. Watering volume of 200% Etc resulted in plant height, stem diameter, number of leaves, leaf area, leaf thickness, root length, root volume, tuber diameter, number of cloves, tuber fresh weight, and tuber dry weight higher than other water volume treatments, except for the chlorophyll content. In general, watering intervals of 2 to 5 days had no effect on all observed variables, except for the number of leaves and the number of cloves. Watering interval of 2 days resulted in the improvement of number of leaves and cloves rather than the watering interval of 5 days.Keywords : Garlic ∙ Drought stress ∙ Cropwat ∙ Highland 
Penelitian pendahuluan pengaruh pupuk organik cair terhadap ukuran, warna, dan kandungan antosianin bunga telang Haryasi Abubakar; Rima Melati; Sri Soenarsih
Kultivasi Vol 21, No 1 (2022): Jurnal Kultivasi
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/kultivasi.v21i1.36298

Abstract

AbstrakUkuran, warna, dan kandungan antosianin bunga telang (Clitoria ternatea) dapat ditingkatkan dengan penambahan pupuk. Informasi tentang konsentrasi pupuk organik cair yang tepat untuk tanaman telang belum tersedia. Tujuan penelitian ini adalah menentukan konsentrasi yang dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas bunga telang. Penelitian berupa eksperimen dengan menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok yang terdiri dari 6 perlakuan yang diulang sebanyak 4 kali. Perlakuan adalah konsentrasi pupuk organik cair, yang terdiri dari tanpa pupuk, 2, 4, 6, 8, dan 10 mL/L. Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi pupuk organik cair dapat meningkatkan luas kelopak bunga, namun menurunkan kandungan antosianin. Derajat kemasaman ekstrak bunga telang, panjang gelombang, dan nilai absorbansi yang terdeteksi dipengaruhi oleh konsentrasi pupuk organik cair, namun belum konsisten.  Konsentrasi 10 mL/L pupuk organik cair menghasilkan ukuran bunga telang paling luas, sedangkan konsentrasi 6 mL/L menghasilkan kandungan antosianin yang setara dengan tanpa pemberian pupuk.Kata Kunci:  Antosianin ∙ Bunga ∙ Pupuk organik ∙ Telang AbstractThe size, color, and anthocyanin content of butterfly pea (Clitoria ternatea) flower can be increased by the addition of fertilizer. Information about the right concentration of liquid organic fertilizer for butterfly pea plants is not yet available. The purpose of this study was to determine the concentration of biota plus liquid organic fertilizer that can increase the quantity and quality of the butterfly pea flower. The research was arranged in a Randomized Block Design with 6 treatments and 4 replications. The treatment was the concentration of liquid organic fertilizer, that was consisted of no fertilizer, 2, 4, 6, 8, and 10 mL L-1. Obtained data were analyzed using analysis of variance and continued with the Least Significant Difference test. The results showed that increasing the concentration of liquid organic fertilizer could increase the area of the flower petals, but decrease the anthocyanin content. The degree of acidity of the  flower extract, wavelength, and detected absorbance values were influenced by the concentration of liquid organic fertilizer, but it was not consistent. A concentration of 10 mL L-1 of liquid organic fertilizer produced the largest flower size, while a concentration of 6 mL L-1 produced anthocyanin content equivalent to that of no fertilizer application.Keywords: Anthocyanins ∙ Flower ∙ Organic fertilizer ∙ Butterfly pea