cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
Jurnal e-Biomedik
ISSN : 2337330X     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Health,
Jurnal eBiomedik memuat artikel penelitian, telaah ilmiah, dan laporan kasus dengan cakupan bidang kedokteran dari ilmu dasar sampai dengan aplikasi klinis.
Arjuna Subject : -
Articles 879 Documents
Molecular Docking Senyawa Asam Askorbat dan Kuersetin pada Tumbuhan Jambu Biji Merah (Psidium guajava L.) Sebagai Pencegah COVID-19 Inggrid V. Gandu; Fona D. H. Budiarso; Billy J. Kepel; . Fatimawali; Aaltje Manampiring; Widdhi Bodhi
eBiomedik Vol. 9 No. 2 (2021): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v9i2.31846

Abstract

Abstract: Coronavirus Disease 2019 or COVID-19 is an infectious disease first identified in Wuhan, China in December 2019. Prevention of COVID-19 infection is an important thing to do in reducing the spread of this virus. Boosting the body's immune system can be done as a preventive measure, one of which is by consuming natural plants such as red guava. This study aims to determine the molecular docking of red guava (Psidium guajava L.) as a plant to prevent COVID-19. This was an in silico with computerized methods. The samples in this study were ascorbic acid and quercetin compounds in red guava plants obtained from the PubChem website. The results showed that the binding affinity of ascorbic acid is -5.4 and the binding affinity of quercetin is -7.6. Remdesivir which was used as a positive control had a binding affinity of -7.3. In conclusion, quercetin compounds have better results than ascorbic acid compounds and remdesivir.Keywords: COVID-19, red guava, molecular docking  Abstrak: Coronavirus Disease 2019 atau COVID-19 merupakan suatu penyakit menular yang pertama kali ditemukan di Wuhan, Tiongkok pada Desember 2019. Pencegahan infeksi COVID-19 merupakan hal yang penting untuk dilakukan dalam mengurangi penyebaran dari virus ini. Meningkatkan sistem imun tubuh dapat dilakukan sebagai tindakan pencegahan salah satunya dengan mengonsumsi tumbuhan-tumbuhan alami seperti jambu biji merah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui molecular docking jambu biji merah (Psidium guajava L.) sebagai tanaman pencegah COVID-19. Jenis penelitian ialah in silico dengan metode komputerisasi. Sampel penelitian yaitu senyawa asam askorbat dan kuersetin pada tumbuhan jambu biji merah yang diperoleh dari website pubchem. Hasil penelitian mendapatkan binding affinity dari senyawa asam askorbat yaitu -5.4 dan binding affinity dari senyawa kuersetin yaitu -7.6. Remdesivir yang dijadikan sebagai kontrol positif mendapatkan hasil binding affinity yaitu -7.3. Simpulan penelitian ini ialah senyawa kuersetin memiliki hasil yang lebih baik daripada senyawa asam askorbat dan juga obat remdesivir.Kata kunci: COVID-19, jambu biji merah, molecular docking
Hubungan Penggunaan Smartphone terhadap Ketajaman Penglihatan Angmalisang, Yonathan S. A.; Moningka, Maya E. W.; Rumampuk, Jimmy F.
e-Biomedik Vol 9, No 1 (2021): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v9i1.31805

Abstract

Abstract: Visual acuity is the ability of a person's eyes to distinguish the shapes and details of objects at a certain distance. Decreased visual acuity is still a health problem in society. A person's visual acuity is influenced by refraction, pupil size, light intensity, exposure time, retinal stimulation area, eye adaptation, and eye movement. The use of smartphones has become a necessity of everyday life in society. Several studies have shown that smartphone use can lead to decreased visual acuity. This study aimed to determine whether there is a relationship between smartphone use and visual acuity and the factors that can affect visual acuity due to smartphone use. The research design used was a literature review with journals that can be accessed free full text through PubMed and ClinicalKey. As a result, the smartphone use can lead to DED, myopia, dan blurred vision. In conclusion, there is a relationship between smartphone use and visual acuityKeywords: smartphone, visual acuity  Abstrak: Ketajaman penglihatan adalah kemampuan mata seseorang untuk membedakan bentuk dan detail objek pada jarak tertentu. Penurunan ketajaman penglihatan masih menjadi masalah kesehatan dalam masyarakat. Ketajaman penglihatan seseorang dipengaruhi oleh refraksi, ukuran pupil, intensitas cahaya, waktu pemaparan, area stimulasi retina, adaptasi mata, dan gerakan mata. Penggunaan smartphone sudah menjadi kebutuhan kehidupan sehari-hari dalam masyarakat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan smartphone dapat menyebabkan penurunan ketajaman penglihatan. Tujuan penelitian untuk mengetahui apakah terdapat hubungan penggunaan smartphone terhadap ketajaman penglihatan dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi ketajaman penglihatan karena penggunaan smartphone. Desain penelitian yang dipakai adalah literature review dengan jurnal-jurnal yang dapat diakses secara gratis melalui PubMed dan ClinicalKey. Hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan smartphone dapat mengakibatkan DED, miopia dan penglihatan kabur. Sebagai simpulan, terdapat hubungan penggunaan smartphone terhadap ketajaman penglihatanKata Kunci: smartphone, ketajaman penglihatan
Uji Efikasi Ekstrak Tanaman Serai (Cymbopogon citratus) terhadap Tingkat Mortalitas Larva Nyamuk Aedes sp. Giroth, Sonnia J.; Bernadus, Janno B. B.; Sorisi, Angle M. H.
e-Biomedik Vol 9, No 1 (2021): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v9i1.31716

Abstract

Abstract: Aedes aegypti and Aedes albopictus are known as the two main vectors of DHF disease. One way to control DHF is by breaking the chain of spread in the larval phase with larvicides. The use of organic larvicides derived from plants is in great demand, one of which is extracts of lemongrass (Cymbopogon citratus). This study aims to determine the level of efficacy or the effect of concentration of lemongrass extract solution on mortality rates of Aedes sp. larvae. This is an experimental study using 40 instar larvae III / IV of Aedes sp. which were given the intervention of lemongrass plant extracts with a concentration of 5%, 10%, 15%, and 20%. This experiment was carried out twice. Four observations were made every 6 hours. Probit analysis was performed to determine Lethal Concentration (LC50 and LC90) and Lethal Time (LT50 and LT90). The analysis showed that the lemongrass plant extract at a concentration of 20% had a significant difference with the concentration of 5%, 10%, 15%, and the control group (p <0.05). In conclusion, extract of lemongrass (Cymbopogon citratus) with a concentration of 20% is effective for killing larvae of Aedes sp.Keywords: Aedes sp., Cymbopogon citratus, larval mortality  Abstrak: Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus diketahui sebagai dua vektor utama dari penyakit DBD. Salah satu cara pengendalian DBD adalah dengan memutus rantai penyebaran pada fase larva dengan larvasida. Pemanfaatan larvasida organik atau alami yang berasal dari tumbuh-tumbuhan banyak diminati, salah satunya adalah ekstrak tanaman serai (Cymbopogon citratus). Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat keampuhan atau pengaruh konsentrasi larutan ekstrak tanaman serai terhadap tingkat mortalitas larva nyamuk Aedessp. Penelitian ini bersifat eksperimental sederhana menggunakan 40 ekor larva instar III/IV nyamuk Aedes sp. yang diberikan intervensi ekstrak tanaman serai dengan konsentrasi 5%, 10%, 15%, dan 20%. Pengamatan dilakukan setiap 6 jam sebanyak 4 kali, dengan 2 kali percobaan. Analisis probit dilakukan untuk mengetahui Lethal Concentration (LC50 dan LC90) dan Lethal Time (LT50dan LT90). Hasil analisis menunjukkan bahwa ekstrak tanaman serai pada konsentrasi 20% memiliki perbedaan signifikan dengan konsentrasi 5%, 10%, 15%, dan kelompok kontrol (p < 0,05). Simpulan penelitian ialah ekstrak tanaman serai dengan konsentrasi 20% efektif untuk mematikan larva Aedes sp.Kata Kunci: Aedes sp., Cymbopogon citratus, mortalitas larva
Molecular Docking Senyawa Gingerol dan Zingiberol pada Tanaman Jahe sebagai Penanganan COVID-19 Ratu, Belinda D. P. M.; Bodhi, Widdhi; Budiarso, Fona; Kepel, Billy J.; Fatimawali, .; Manampiring, Aaltje
eBiomedik Vol 9, No 1 (2021): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.9.1.2021.32361

Abstract

Abstract: COVID-19 is a new disease. Many people feel the impact of this disease. There is no definite cure for COVID-19, so many people use traditional medicine to ward off COVID-19, including ginger. This study aims to determine whether there is an interaction between compounds in ginger (gingerol and zingiberol) and the COVID-19’s main protease (6LU7). This study uses a molecular docking method using 4 main applications, namely Autodock Tools, Autodock Vina, Biovia Discovery Studio 2020, and Open Babel GUI. The samples used were gingerol and zingiberol compounds in ginger plants downloaded from Pubchem. The data used in this study used Mendeley, Clinical Key, and PubMed database. The study showed that almost all of the amino acid residues in the gingerol compound acted on the 6LU7 active site, whereas the zingiberol did not. The results of the binding affinity of ginger compounds, both gingerol and zingiberol, do not exceed the binding affinity of remdesivir, a drug that is widely researched as a COVID-19 handling drug. In conclusion, gingerol and zingiberol compounds in ginger can’t be considered as COVID-19’s treatment.Keywords: molecular docking, gingerol, zingiberol Abstrak: COVID-19 merupakan sebuah penyakit yang baru. Banyak masyarakat yang merasakan dampak dari penyakit ini. Belum ada pengobatan pasti untuk menyembuhkan COVID-19, sehingga banyak masyarakat yang menggunakan pengobatan tradisional untuk menangkal COVID-19, termasuk jahe. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada interaksi antara senyawa pada jahe (gingerol dan zingiberol) dengan main protease COVID-19 (6LU7). Penelitian ini menggunakan metode molecular docking dengan menggunakan 4 aplikasi utama, yaitu Autodock Tools, Autodock Vina, Biovia Discovery Studio 2020, dan Open Babel GUI. Sampel yang digunakan yaitu senyawa gingerol dan zingiberol pada tanaman jahe yang diunduh di Pubchem. Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan database Mendeley, Clinical Key, dan PubMed. Penelitian menunjukkan bahwa hampir semua residu asam amino pada senyawa gingerol bekerja pada sisi aktif 6LU7, sedangkan tidak demikian pada zingiberol. Hasil binding affinity senyawa jahe, baik gingerol maupun zingiberol tidak  melebihi binding affinity remdesivir, obat yang banyak diteliti sebagai obat penanganan COVID-19. Sebagai simpulan, senyawa gingerol dan zingiberol pada tanaman jahe tidak dapat dipertimbangkan sebagai penanganan COVID-19Kata Kunci: molecular docking, gingerol, zingiberol
Molecular Docking Terhadap Senyawa Kurkumin dan Arturmeron pada Tumbuhan Kunyit (Curcuma Longa Linn.) yang Berpotensi Menghambat Virus Corona Tiara C. Pradani; . Fatimawali; Aaltje E. Manampiring; Billy J. Kepel; Fona D. Budiarso; Widdhi Bodhi
eBiomedik Vol. 9 No. 2 (2021): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v9i2.31888

Abstract

Abstract: At the end of 2019 the world was shocked by the emergence of a new virus, namely the corona virus (SARS-CoV 2) which is called Corona Virus Disease 2019 or COVID-19. The origin of the emergence of this virus is known to have originated in the city of Wuhan, Hubei Province, China in December 2019.1 Research shows a close relationship with the corona virus that causes Severe Acute Respitatory Syndrome (SARS) which broke out in Hong Kong in 2003, until WHO named it the novel corona virus ( nCoV19). Turmeric (Curcuma longa L.) is a tropical plant that has many benefits and is found in many parts of Indonesia. Turmeric is widely used by the community as a traditional medicine to treat several diseases, such as: anti-inflammatory, antioxidant, hepatoprotective, and others. This study aims to determine the content in several compounds in the turmeric plant that have the potential to inhibit COVID-19 by using the molecular docking method. Using the In Silico method, namely molecular docking with the compounds taken were curcumin and ar-turmerone and the main protease COVID-19 (6LU7). This study obtained the binding affinity of curcumin compounds, namely -7.2 and Ar-turmerone -5.8 compounds against Mpro COVID-19. Remdesivir, which was used as a positive control, had a binding affinity of -7.7. In conclusion, remdesivir got better results compared to curcumin and Ar-turmerone compounds.Keywords: Molecular Docking, Turmeric, COVID-19.  Abstrak: Pada akhir tahun 2019 dunia digemparkan dengan munculnya virus baru yaitu corona virus (SARS-CoV 2) yang disebut dengan Corona Virus Disease 2019 atau COVID-19. Awal mula munculnya virus ini diketahui berasal dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China pada Desember 2019.1  Penelitian menunjukkan hubungan yang dekat dengan virus corona penyebab Severe Acute Respitatory Syndrome (SARS) yang mewabah di Hongkong pada tahun 2003, hingga WHO menamakannya sebagai novel corona virus (nCoV19). Kunyit (Curcuma longa L.) merupakan salah satu jenis tanaman tropis yang banyak memiliki manfaat dan banyak ditemukan di wilayah Indonesia. Kunyit banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai obat tradisional untuk mengobati beberapa penyakit seperti: antiinflamasi, antioksidan, hepatoprotektor, dan lain-lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan dalam beberapa senyawa pada tumbuhan kunyit yang berpotensi menghambat COVID-19 dengan metode molecular docking. Menggunakan metode In Silico yaitu molecular docking dengan senyawa yang diambil adalah kurkumin dan ar-Turmerone dan main protease COVID-19 (6LU7). Penelitian ini didapatkan hasil binding affinity senyawa kurkumin yaitu -7.2 dan senyawa ar-turmeron -5.8 terhadap Mpro COVID-19. Remdesivir yang digunakan sebagai control positif mendapatkan hasil binding affinity yaitu -7.7. Sebagai simpulan, remdesivir mendapat hasil yang lebih baik dibandingkan dengan senyawa kurkumin dan ar-turmeron.Kata Kunci: Molecular Docking, Kunyit, COVID-19.
Efek Red Wine Terhadap Kesehatan Kardiovaskular Malingkas, Thalia W.; Kaligis, Stefana H. M.; Tiho, Murniati
e-Biomedik Vol 9, No 1 (2021): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v9i1.31909

Abstract

Abstract: Many studies showed that antioxidants contained polyphenols and flavonoids such as red wine could reduce the risk of cardiovascular disease. This study’s purpose is to determine the effect of red wine on cardiovascular health. This is a literature review using three databases: Pubmed, Google Scholar and Clinical Key. The keywords using to search the articles are red wine AND cardiovascular disease AND antioxidant OR antioksidan AND flavonoid. After being selected based on inclusion and exclusion criteria, ten literatures were found. The research methods using in the literatures were very varied, which were a cross-over study, single blind cross-over, double-blinded, comprised two study days, parallel four-armed intervention, experimental, randomized, and prospective study. The subjects in these studies were also varied, from healthy people to people with cardiovascular disorders and with other health problems. Besides red wine, interventions with dealcoholized red wine and red grape polyphenol extract (RGPE) also were used in some studies. However, the results from all studies showed that consuming red wine has a good effect on cardiovascular health, measured from LDL and HDL blood level, FMD and systolic blood pressure. In conclusion, red wine consumption has beneficial effects on cardiovascular health.Keywords: red wine, antioxidant, cardiovascular health, polyphenol, flavonoid  Abstrak: Banyak penelitian menunjukkan bahwa antioksidan yang mengandung polifenol dan flavonoid seperti red wine dapat menurunkan risiko penyakit kardiovaskular. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efek red wine terhadap kesehatan kardiovaskular. Penelitian ini berbentuk literature review menggunakan tiga database yaitu Pubmed, Google Scholar, dan Clinical Key.  Kata kunci yang digunakan dalam pencarian artikel yaitu red wine AND cardiovascular disease AND antioxidant OR antioksidan AND flavonoid. Setelah diseleksi berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi, didapatkan 10 literatur yang memenuhi kriteria. Literatur-literatur yang ditemukan menggunakan metode penelitian beragam yaitu cross-over study, single blind cross-over, double-blinded, comprised two study days, parallel four-armed intervention, experimental, randomized, dan prospective study. Subjek yang berpartisipasi dalam studi-studi tersebut juga bervariasi, yaitu terdiri dari orang yang sehat, orang dengan ganguan kardiovaskular dan orang dengan gangguan kesehatan lainnya. Selain red wine, intervensi menggunakan dealcoholized red wine, dan red grape polyphenol extract (RGPE) juga dilakukan pada beberapa studi. Meskipun demikian, hasil yang didapatkan dari semua studi menunjukkan bahwa mengonsumsi red wine memberikan efek yang baik terhadap kesehatan kardiovaskular, yang dilihat dari pengukuran LDL dan HDL darah, FMD dan systolic blood pressure. Sebagai simpulan konsumsi red wine memberikan efek yang bermanfaat bagi kesehatan kardiovaskular.Kata Kunci: red wine, antioksidan, kesehatan kardiovaskular, polifenol, flavonoid
Karakteristik Gambaran Histologis Paru-Paru Pasien COVID-19 Gaghaube, Andre M.; Kaseke, Martha M.; Kalangi, Sonny J. R.
e-Biomedik Vol 9, No 1 (2021): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v9i1.31896

Abstract

Abstract: Severe acute respiratory syndrome coronavirus (SARS-COV-2) is an infectious disease caused by coronavirus. Coronavirus (COVID-19) first attacks the upper respiratory system such as the nose, mouth, throat even the lungs and can trigger symptoms of fever and cough (pneumonia) resulting in changes in lung organ tissue during histological examination. This study aimed to determine the characteristics of the histological picture of the lungs of COVID-19 patients. This research uses a literature review research method. Based on 12 research reports analyzed in this research, the most common characteristic of histological features found in 12 research report journals is the finding of a diffuse alveolar damage pattern. Diffuse alveolar damage is a condition of acute lung injury which is accompanied by an acute phase with edema, a hyaline membrane, and inflammation followed by an organizing phase, where there is hyperplasia of type II pneumocytes, there is also fibrin or intra-alveolar protein. In conclusion, the characteristics of the histological features of the lungs most commonly found in COVID-19 patients are the findings of a diffuse alveolar damage pattern, which is a condition of acute lung injury and an acute phase with edema, hyaline membrane, and inflammation followed by an organizing phase, namely there is hyperplasia of type II pneumocytes, there is also fibrin or intra-alveolar proteinKeywords: lung histology, COVID-19.  Abstrak: Severe acute respiratory syndrome coronavirus (SARS-COV-2) adalah sebuah penyakit menular yang disebabkan oleh coronavirus. Coronavirus (COVID-19) pertama kali menyerang sistem pernapasan bagian atas seperti hidung, mulut, tenggorokan bahkan sampai ke paru – paru dan dapat memicu gejala demam dan batuk (pneumonia) sehingga terjadi perubahan jaringan organ paru – paru  pada saat dilakukan pemeriksaan histologi. Penelitian bertujuan untuk mengetahui karakteristik gambaran histologis paru – paru pasien COVID-19. Penelitian ini menggunakan metode penelitian literature review. Berdasarkan 12 laporan penelitian yang di analisis pada penelitian ini, karakteristik gambaran histologis yang paling umum ditemukan pada 12 jurnal laporan penelitian yaitu terdapat temuan pola diffuse alveolar damage. Diffuse alveolar damage merupakan kondisi cedera paru akut atau acute lung injury yang disertai dengan fase akut dengan adanya edema, terdapat membran hialin, dan inflamasi di ikuti dengan fase pengorganisasian yaitu terdapat hiperplasia pneumosit tipe II, juga terdapat fibrin atau protein intra-alveolar. Sebagai simpulan, karakteristik gambaran histologis paru – paru yang paling umum ditemukan pada pasien COVID-19 adalah temuan pola diffuse alveolar damage yang merupakan kondisi cedera paru akut atau acute lung injury serta fase akut dengan adanya edema, terdapat membran hialin, dan inflamasi di ikuti dengan fase pengorganisasian yaitu terdapat hiperplasia pneumosit tipe II, juga terdapat fibrin atau protein intra-alveolarKata Kunci: histologi paru, COVID-19
Pengaruh Latihan Sit-Up terhadap Massa Otot Dondokambey, Gertje G.; Lintong, Fransiska; Moningka, Maya
e-Biomedik Vol 8, No 2 (2020): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v8i2.31693

Abstract

Abstract: As a connective tissue, muscle’s main task is contraction to move body parts and substances in the body. Sarcopenia or decreased muscle mass and strength results in loss of muscle function. According to the Riskesdas 2018, the proportion of lack of physical activity in the Indonesian population has increased from 26.1% in 2013 to 33.5% in 2018. Physical activity such as light exercise with high intensity and short duration can increase muscle size. Sit-up exercise could strengthen abdominal muscles and increase lean muscle mass. This study was aimed to determine the effect of sit-up exercise on muscle mass. This was a literature review study. There were three databases used in this study, as follows: Pubmed, ClinicalKey, and Google Scholar. The keywords were muscle mass and sit-up. Four literatures that fulfilled the criteria showed that sit up exercise could give effect to muscle mass through several factors such as correct sit-up procedure, movement variation, and the exact duration of sit-up exercise according to ability. In conclusion, sit-up exercise could give effect to muscle mass.Keywords: sit-up exercise, muscle mass Abstrak: Otot adalah jaringan konektif dalam tubuh yang memiliki tugas utama yaitu kontraksi. Kontraksi otot berfungsi untuk menggerakkan bagian-bagian tubuh dan substansi dalam tubuh. Sarkopenia atau berkurangnya massa dan kekuatan otot mengakibatkan hilangnya fungsi otot. Menurut hasil Riskesdas tahun 2018, proporsi kurangnya aktivitas fisik pada penduduk Indonesia mengalami peningkatan dari 26.1% pada tahun 2013 menjadi 33.5% pada tahun 2018 Aktivitas fisik seperti olahraga ringan dengan intensitas tinggi dan durasi yang singkat dapat meningkatkan ukuran otot. Latihan sit-up merupakan salah satu olahraga untuk latihan kekuatan otot perut dan meningkatkan massa otot tanpa lemak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh latihan sit-up terhadap massa otot. Jenis penelitian ialah literature review. Tiga database yang dipergunakan, yaitu: Pubmed, ClinicalKey, and Google Cendekia dengan kata kunci muscle mass dan sit-up. Terdapat empat literatur yang memenuhi kriteria penelitian. Hasil kajian keempat literatur menyatakan adanya pengaruh latihan sit-up terhadap massa otot melalui beberapa faktor yaitu prosedur sit-up yang benar, variasi gerakan, dan durasi sit-up yang tepat sesuai kemampuan. Simpulan penelitian ini ialah terdapat pengaruh latihan sit-up terhadap massa otot.Kata kunci: latihan sit-up, massa otot
Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Kualitas Spermatozoa Yang Terpapar Asap Rokok Frenky D. Awuy; Diana S. Purwanto; Yanti M. Mewo
eBiomedik Vol. 9 No. 2 (2021): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v9i2.33451

Abstract

Abstract: Cigarettes can cause oxidative stress that may cause various health problems such as the decrease of spermatozoa quality. The disturbed state of  spermatozoa results in a decrease quality of the spermatozoa which may effect fertility. Vitamin C is an antioxidant which is believed to affect improving the quality of spermatozoa. This study aimed to determine the effect of vitamin C on the quality of spermatoza exposed to cigarette smoke. This research was conducted by literature review using three databases, namely Google Scholar, Pubmed, and ClinicalKey. After being selected based on inclusion and exclusion criteria, there were 10 articles research for assessment. The results show that the decrease in spermatozoa concentration is due to the nicotine contained in cigarette smoke. By giving vitamin C, it can reduce oxidative stress which can cause lipid peroxidation, and then reduce the decrease in spermatozoa concentration. There is also an improvement in spermatozoa motility and morphology after vitamin C administration. Vitamin C as an antioxidant plays a role in fighting free radicals, so that the spermatozoa cell membrane remains protected. In conclusion, consumption of vitamin C shows an effect to improve the quality of spermatozoa exposed to cigarette smoke, including increasing/improving the concentration, morphology, and motility of spermatozoa.Keywords: vitamin C, spermatozoa, smoker  Abstrak: Rokok menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang dapat mengakibatkan berbagai gangguan kesehatan seperti penurunan kualitas spermatozoa. Keadaan spermatozoa yang terganggu mengakibatkan penurunan kualitas spermatozoa sehingga akan memengaruhi kesuburan. Vitamin C merupakan antioksidan yang dipercaya dapat memengaruhi peningkatan kualitas spermatozoa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian vitamin C terhadap kualitas spermatoza yang terpapar asap rokok. Penelitian ini berbentuk literature review dengan pencarian data menggunakan tiga database yaitu Google Scholar, Pubmed, dan ClinicalKey. Setelah diseleksi berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi, didapatkan 10 artikel untuk dilakukan penilaian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan konsentrasi spermatozoa disebabkan oleh kandungan nikotin dalam asap rokok. Pemberian vitamin C dapat menurunkan stres oksidatif yang dapat menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid, kemudian menekan penurunan konsentrasi spermatozoa. Terdapat juga perbaikan motilitas dan morfologi spermatozoa setelah pemberian vitamin C. Vitamin C sebagai antioksidan berfungsi untuk menanggulangi radikal bebas, sehingga membran sel spermatozoa akan tetap terlindungi. Sebagai simpulan, pemberian vitamin C menunjukkan adanya pengaruh untuk meningkatkan kualitas spermatozoa yang terpapar asap rokok, meliputi peningkatan/perbaikan konsentrasi, morfologi, dan motilitas spermatozoa.Kata kunci: vitamin C, spermatozoa, asap rokok
Perubahan Faal Tubuh Terhadap Perokok Kronis di Daratan Tinggi Wilda K. M. Bassean; Ivonny Sapulete; Sylvia Marunduh
eBiomedik Vol. 9 No. 2 (2021): eBiomedik
Publisher : Universitas Sam Ratulangi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35790/ebm.v9i2.31831

Abstract

Abstract: Cigarettes smoking has many negatiue impacts to human body. Accumulation content of cigarette smoke in the body can actually provide many physiological changes in the human body. This situation will get worse coupled with living conditions, especially in the highlands, which can pose a risk of chronic disease even though a person has experienced acclimatization. This study aims to look at changes in the body towards chronic smoking in the highlands. This research is a literature review. This research will review all the topics that related to the physiological changes in chronic smoking at high altitudes from previous studies. Literature reviewin this study were 10 and consisting of 6 cross-sectional studies, 3 cohort studies, and 1 repeated measures design. The results of this literature review study indicate that chronic smokers who are in the highlands or climbers who have a history of active smoking can experience several physiological changes in their bodies. Smoking at high altitudes can increase heart rate (HR) and blood pressure. Oxygen saturation (SpO2) levels decreased and the levels were lower than nonsmokers at high or low altitudes. The VO2 max value decreases. The hemoglobin (Hb) concentration of smokers in the highlands increases due to decreased oxygen saturation levels. High altitude smokers have a significant association with the likelihood of developing Acute Mountain Sickness (AMS). Proteinuria is also found in 80% of climbers who have a history of smoking and have AMS.Keywords: smoking, high altitude.  Abstrak: Rokok memiliki dampak buruk bagi kesehatan manusia. Akumulasi kandungan asap rokok dalam tubuh ternyata dapat memberikan banyak perubahan fisiologi pada tubuh manusia. Keadaan tersebut akan semakin parah apabila ditambah dengan kondisi tempat tinggal khususnya di dataran tinggi yang dapat menimbulkan risiko terkena penyakit kronis meskipun seseorang telah mengalami aklimatisasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan faal tubuh terhadap perokok kronis di dataran tinggi. Penelitian ini merupakan penelitan yang sifatnya literature review. Penelitian ini juga mempelajari topik-topik terkait perubahan fisiologis terhadap perokok kronis di dataran tinggi dari penelitian-penelitian sebelumnya. Literatur yang diulas dan dipelajari dalam penelitian ini sebanyak 10 literatur yang terdiri dari 6 cross-sectional study, 3 cohort study, dan 1 repeated measures design. Hasil penelitian literature review menunjukkan bahwa perokok kronis yang berada di dataran tinggi ataupun pendaki yang memiliki riwayat merokok aktif dapat mengalami beberapa perubahaan fisiologis pada tubuhnya. Merokok di dataran tinggi dapat meningkatkan heart rate (HR) dan tekanan darah. Kadar saturasi oksigen (SpO2) menurun dan kadarnya lebih rendah dibanding bukan perokok di tinggi ataupun perokok di dataran rendah. Nilai VO2 max menurun. Konsentrasi hemoglobin (Hb) perokok di dataran tinggi meningkat akibat menurunnya kadar saturasi oksigen. Perokok di dataran tinggi memiliki hubungan yang signifikan terkait risiko terkena penyakit Acute Mountain Sickness (AMS). Proteinuria juga ditemukan pada 80% pendaki yang memiliki riwayat merokok dan terkena penyakit AMS. Kata kunci: merokok, dataran tinggi