cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota denpasar,
Bali
INDONESIA
PRABANGKARA
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Humanities, Art,
Arjuna Subject : -
Articles 48 Documents
Peranan Media Dan Teknologi Pada Perkembangan Budaya Minum Teh Dewi, Alit Kumala
Prabangkara : Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol 21 No 1 (2017): Prabangkara
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (11052.767 KB)

Abstract

Indonesia merupakan negara penghasil teh terbesar kelima setelah India, China, Srilanka dan Kenya. Di samping manfaat kesehatan dari teh, kesegaran, cita rasa dan aromanya yang khas, terdapat pula nilai-nilai inheren yang tetap terjaga dan tidak dapat dipengaruhi atau dihapuskan oleh perkembangan jaman seperti nilai-nilai kebersamaan, kekerabatan dll. Masyarakat yang memiliki insting bisnis atau kewirausahaan serta tanggap terhadap perkembangan jaman akan memanfaatkan pengetahuan budaya tersebut untuk membuat media-media yang berkaitan dengan teh, yang diharapkan mampu membawa pesan makna budaya, nilai-nilai, norma-norma dan kepercayaan yang dikomunikasikan secara simbolik. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana peranan media dan teknologi pada perkembangan budaya minum teh. Media sangat berperan dalam perubahan pola tingkah laku dari suatu masyarakat, sehingga kedudukan media dalam masyarakat sangatlah penting. Peran penting media dan kemampuan teknologi informasi dan komunikasi memungkinkan manusia untuk saling berhubungan dan memenuhi kebutuhan mereka akan informasi hampir tanpa batas, jarak, waktu, jumlah, kapasitas, kecepatan dan sebagainya
Fotografi Decopauge Keindahan dan Fenomena Subak Bali di Daerah Gianyar dan Bangli SATRIA, CHRISTOFER; UDIANA NINDHIA PEMAYUN, TJOKORDA; SUTEJA, I KETUT
Prabangkara : Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol 21 No 2 (2017): Pabangkara
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (410.22 KB)

Abstract

Penciptaan ini dilatarbelakangi oleh ketetarikan pencipta terhadap keindahan dan fenomena subak diBali khususnya daerah Gianyar dan Bangli. Subak adalah organisasi kemasyarakatan yang mengatursistem pengairan sawah, yang digunakan untuk bercocok tanam padi di Bali. Subak biasanya memilikipura yang dinamakan Pura Uluncarik yang diperuntukan untuk “Dewi Sri” (dewi kemakmuran dan kesuburan). Penciptaan ini difokuskan pada fotografi decopuage keindahan dan fenomena subakBali khususnya daerah Gianyar dan Bangli. Berorientasi dari keindahan dan fenomena subak di Bali, pencipta ingin mengungkapkan ke dalam sebuah karya fotografi decopauge, dengan menggunakandua teknik yang berbeda menjadi satu kesatuan, sehingga kesan foto akan lebih berbeda dan mengikuti tekstur batu yang digunakan. Berdasarkan hal tersebut pencipta menggunakan teori transformasi, untuk perubahan dari karya asli ke-dalam karya baru dan teori semiotika, sebagai pembuatan karya untuk melihat komposisi foto dan tekstur batu yang digunakan. Metode yang digunakan adalah metode observasi dan metode dokumentasi, yang difokuskan didaerah Gianyar dan Bangli. Pencipta berharap dengan adanya perancangan ini, dapat memberikan dampak baik terhadap Subak di Bali terutama daerah Gianyar dan Bangli, dan dapat menjadi media yang menarik untuk memelihara dan menjaga Subak di Bali.This creation is motivated by the creator’s attractiveness of the beauty and phenomenon of subak in Bali, especially the area of Gianyar and Bangli. Subak is a community organization that regulates the irrigation system of paddy fields, which is used to grow rice in Bali. Subak usually has a temple called Uluncarik Temple which is intended for “Dewi Sri” (goddess of prosperity and fertility). This creation is focused on photography decoupage beauty and phenomenon of subak in Bali especially area of Gianyar and Bangli. Oriented from the beauty and phenomenon of subak in Bali, the creators want to express into a photography decopauge work, using two different techniques into one unity, So the impression will be more different photos and follow the texture of the stone used. Based on that the creator used the theory of transformation, for a change from the original work into the new work and the theory of semiotics, as a work to see the composition of photographs and texture of stones used. The method used is the method of observation and method of documentation, which focused on Gianyar and Bangli areas. Creator hopes with this design, can give good impact to subak in Bali especially area of Gianyar and Bangli, and can become an interesting media to maintain and keep subak in Bali.
Digital Imaging (Skandal Dan Kejujuran Fotografi Jurnalistik) Pramana,  I Made Bayu
Prabangkara : Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol 19 No 23 (2016): Prabangkara
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (7178.416 KB)

Abstract

Karya  foto  yang  sebelumnya  dianggap  paling  mewakili  realitas,  mulai  tercoreng  tingkat kejujurannya karena  kontroversi  yang  sangat  fatal.  Dua  peristiwa  besar mengguncang tatanan nilai  kejujuran  dalam berkarya fotografi. Peristiwa pertama dipicu oleh penetapan pemenang Iomba fotografi, fotografer asal Singapura yang bernama Chay Yu Wei menjadi pemenang sebuah Iomba Fotografi  Nikon Singapura  di akhir tabun 2015. Peristiwa kedua meledak pada April 2016, Menghantam  Steve McCurry seorang jurnalis foto National  Geographic  yang sangat  terkenal  asal Amerika.  Bulan  April 2016 Paolo Viglione  seorang fotografer asal Italia menulis di blognya tentang "keanehan" setelah melihat pameran foto Steve McCurry di Venaria Reale, Turin, Italia.Semua fotografer menggunakan perangkat lunak komputer pasca pengambilan foto termasnk jurnalis foto. Namun editing harus tetap mempertahankan integritas konten  foto  dan  konteks.  Tidak mengubah atau menambah gambar yang bisa menyesatkan penikmat foto. Ketentuan ini adalah salah satu batasan paling sederhana terhadap apa yang boleh dan tidak dalam Iomba fotografi dan dalam foto jurnalistik.  Elemen­ elemen ini pun akan mempunyai konotasi yang berbeda dari setiap yang melihat karena simbol yang dikodekan punya banyak intepretasi. Hal yang menjadi keharusan lainnya bagaimana menegaskan untuk "mengusung kejujuran" dalam setiap karya yang diciptakan. Sisi popularitas yang disandang jurnalis foto tenar terkadang  membuat  mereka  lupa  bahwa  mereka telah  menjadi  panutan  jutaan  fotografer  muda.  Hingga kesalahan fatal yang mereka sengaja dianggap bnkanlah sebuah cela ataupun hal yang tabu.Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penggunaan digital imaging yang tidak sesuai pada kaidah foto jurnalistik seharusnya dihindari. Karena dalam karya foto terkandung sebuah cerita dan nilai kejujuran yang harus  dijaga  oleh  setiap  fotografer.  Penggunaan digital  imaging  dalam  foto jurnalistik   diperbolehkan dengan salah satu persyaratannya adalah foto hanya boleh di edit sebatas edit minor. Edit minor biasanya sebatas croping, burning, dodging dan lainnya dalam batas wajar yang tidak sampai menambah atau mengurangi elemen di dalam foto.
Estetika Teknikal Memotret Impresi Gerak Dalam Fotografi Panggung Octaviano, Amoga Lelo; Nindhia, Cok Istri Puspawati
Prabangkara : Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol 21 No 1 (2017): Prabangkara
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (10633.682 KB)

Abstract

Fotografi panggung merupakan pemotretan terhadap segenap aktivitas yang terjadi dalam pementasan seni pertunjukan, yang memiliki berbagai karakteristik dan keunikan seperti tercermin dalam pola gerak (movement) tertentu, penggunaan kostum dan setting, serta penggunaan tata cahaya yang beragam. Secara khusus hasil pemotretan fotografi panggung dapat dihadirkan sebagai karya seni fotografi melalui pemilihan efek tematis tertentu dan pendekatan kreatif-estetik. Bermuara atas pengalaman memotret ‘melukis dengan cahaya’ serta ungkapan perasaan estetik akan fotografi gerak (movement photography). Berbekal kecanggihan apparatus fotografi digital, perangkat keras maupun perangkat lunak, banyak memberi pilihan kemudahan dan kebebasan berolah-kreasi menuangkan perasaan estetiknya. Namun tentu saja kepekaan estetik menjadi yang utama terkait bahasa ungkap fotografi yang terklasifikasi sebagai fotografi seni maupun fotografi ekspresi. Oleh karenanya, yang menjadi pijakan dasar atas bahasa ungkap ini adalah kesadaran estetik terhadap elemen-elemen unsur seni dan memadukannya dengan kemampuan teknis pemotretan. Pemilihan fokus pemotretan pada gerakan aktor sebagai pola dasar kreasi, diwujudkan sebagai karya seni fotografi panggung atas pertimbangan estetik ide kreatif (ideasional) dan kemampuan teknis pemotretan (teknikal). Teknik pemotretan yang digunakan melalui berbagai pertimbangan yang berorientasi pada kemungkinan-kemungkinan implementasi praktis, sehingga dihasilkan tematis karya foto tercipta, yakni freezed, blurred, dan multiple-images sebagai karya fotografi seni. 
Kesatuan dan Warna Pada Elemen Interior Gaya Gotik dan Arsitektur Bali Pada Gereja Katolik Roh Kudus Katedral Denpasar EKA JAYA PUTRA, WAYAN; ARTAYASA, I NYOMAN; MUGI RAHARJA, I GEDE
Prabangkara : Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol 21 No 2 (2017): Pabangkara
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (612.236 KB)

Abstract

Prinsip kesatuan (unity) adalah gabungan semua elemen serta saling melengkapi dan berkesinambungan satu dengan yang lain sehingga menghasilkan komposisi yang padu dan serasi. Suatu ruangan dianggap sebagai kesatuan yang harmonis dapat dicapai dengan menerapkan gabungan dari beberapa unsur desain seperti: 1) Garis; 2) Bentuk; 3) Bidang; 4) Ruang; 5) Cahaya, dan; 6) Pola. Kesatuan elemen seperti patung dan relief menjadi bagian penting dalam arsitektur gaya gotik (Eropa) yang menekankan pada kepatuhan, kejelasan dan kejernihan dari pemikiran tentang keseimbangan, proporsi suatu susunan, kontruksi/ struktur tampak pada Gereja Katedral Denpasar. Kesatuan pada gaya arsitektur Bali dapat dilihat di Gereja pada penggunaan bahan alam (bata merah), ornamen Bali serta konsep dari Bhuwana Agung dengan Trilokanya. Warna elemen dan ornamen (ragam hias) yang diaplikasikan di Gereja Katedral Denpasar juga memiliki perbedaan misalnya pada gaya Gotik lebih banyak menggunakan warna cerah (putih, kream, emas) sedangkan gaya arsitektur Bali menggunakan warna alam (cokelat, merah tanah, abu-abu). Gereja Katedral Denpasar ini terletak di jalan Tukad Musi No 1, Denpasar. Konsep arsitekturnya berbasis pada vertikalism, susunan dan keseimbangan yang sempurna, elegan dan mewah namun tetap sesuai dengan arsitektur lokal Bali.The principle of unity is a combination of all elements and complement each other and continuous one another so as to produce a composite and harmonious composition. A room regarded as a harmonious unity can be achieved by applying a combination of several design elements such as: 1) Lines; 2) Shape; 3) Fields; 4) Space; 5) Light, and; 6) Patterns. The unity of elements such as sculptures and reliefs becomes an important part of gothic architecture (Europe) which emphasizes the obedience, clarity and clarity of the thought of balance, the proportion of an arrangement, the construction / structure seen in the Cathedral Church of Denpasar. Unity on Balinese architectural styles can be seen in the Church on the use of natural materials (red brick), Balinese ornaments and the concept of Bhuwana Agung with its Triloka. The color of the elements and ornaments applied to the Cathedral Church of Denpasar also has a difference, for example Gothic style uses more bright colors (white, kream, gold) while Balinese architectural styles use natural colors (brown, red, gray). Denpasar Cathedral Church is located on the street Tukad Musi No 1, Denpasar. The architecture concept is based on verticalism, perfect arrangement and balance, elegant and luxurious but still in accordance with the local architecture of Bali.
Multimedia Interaktif Untuk Proses Pembelajaran TRINAWINDU, IDA BAGUS KETUT; Dewi, Alit Kumala; Narulita, Eldiana Tri
Prabangkara : Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol 19 No 23 (2016): Prabangkara
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (9492.802 KB)

Abstract

Multimedia mengubah hakikat membaca itu sendiri, dan menjadikan kegiatan membaca itu dinamis dengan memberi dimensi baru pada kata-kata. Multimedia melakukan ini bukan hanya dengan menyediakan lebih banyak teks melainkan juga menghidupkan teks dengan menyertakan bunyi, gambar, musik, animasi dan video. Kelebihan multimedia adalah menarik indera dan menarik minat, karena merupakan gabungan antara pandangan, suara dan gerakan. Keunggulan bersaing suatu perusahaan adalah keunggulan dalam berkomunikasi  sehingga  masalah  dalam bersaing  sebenamya  adalah  masalah  bagaimana  cara kita berkomunikasi dengan target audien. Penerapan multimedia interaktif di kelas merupakan suatu cara untuk memudahkan bagi dosen dalam menyampaikan materi yang dibawakan  sehingga mahasiswa akan lebih jauh memahami materi yang disajikan. Dalam komunikasi dengan mahasiswa, dosen harus mempertajam pesan agar masuk dipikiran mahasiswa. Multimedia dapat membantu mempertajam pesan tersebut, karena kelebihan multimedia adalah menarik  indera  dan  menarik  minat, karena  merupakan  gabungan  antara  pikiran,  suara  dan gerakan.
Komodifikasi Hijab dalam Budaya Visual di Indonesia Anggrian, Mayang
Prabangkara : Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol 22 No 1 (2018): Juni
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (454.816 KB)

Abstract

Hijab telah mengalami perkembangan pesat di seluruh dunia, pesatnya perkembangan tersebut bahkan juga telah merambah di dunia seni visual maupun entertainment seperti layar lebar, sinetron, reality show dan sebagainya. Ketika kehadiran hijab memasuki ruang-ruang penunjang budaya visual, maka berdampak pada bagaimana hijab direpresentaikan dalam budaya visual. Sebagai contoh dalam perfilman nasional tren hijab mempengaruhi kuantitas film-film religi bernafas Islami secara signifikan. Tingginya respon masyarakat Indonesia terhadap film bernafas religi Islami  kemudian memberi ruang bagi hadirnya komodifikasi hijab. Akibatnya timbulah pergeseran atribut dan nilai keagamaan Islam dalam proses komodifikasi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, sedangkan   sumber data yang dianalisa pada penelitian ini berasal dari dokumen pustaka, beberapa video rekaman film religi Islami terakhir tahun 2007 sampai dengan tahun 2017, didukung dengan observasi, wawancara dan studi pustaka terhadap para pelaku perfilman religi Islami dan pemilik bisnis produk hijab. Lebih lanjut penelitian ini mendeskripsikan dan menganalisis bagaimana eksistensi hijab dalam ruang-ruang budaya visual untuk memahami pola komodifikasi hijab. Sebagai hasilnya, pengaruh hijab dalam seni rupa murni nampak pada ide dan gagasan para perupa untuk mengangkat tema-tema identitas dan pluralitas. Sementara dalam seni media aplikatif seperti film, posisi hijab banyak terekspos dalam film layar lebar religi Islami. Hijab dalam film religi Islamik tidak hanya sekedar atribut muslimah untuk memenuhi tuntutan syariat agama Islam dan sarana propaganda ajaran agama Islam, tetapi juga merupakan komoditas usaha yang menguntungkan, baik bagi produser, sutradara, artis pemeran dalam film dan pemilik bisnis fashion hijab. Lebih lanjut  bentuk komodifikasi hijab dalam perfilman Indonesia adalah komodifikasi khalayak. Khalayak disini tentu saja para hijabers atau muslimah, sementara perusahaan diwakili oleh rumah produksi dan pelaku perfilman seperti produser,sutradara dan aktris, sedangkan pengiklan adalah owner atau pebisnis produk hijab. Produser film,sutradara,aktris dan pebisnis fashion hijab memiliki posisi strategis sebagai agen komodifikasi hijab dalam budaya visual karena memiliki akses untuk melakukan proses komodifikasi  hijab melalui segmen masyarakat tertentu yang dalam hal ini adalah muslimah.Hijab as an identity attribute has experienced rapid development all over the world. This phenomenon is also found in the worlds of visual arts, entertainment such as movie, sinetron (Indonesian drama), reality show and so forth. When the presence of hijab enters the spaces of the visual cultural support, this phenomenon affects how hijab is represented in the visual culture. For example, in the national film industry, the hijab trend affects the quantity of Islamic religious films significantly. The high response and interest of the Indonesian people to the Islamic religious films gives space for the presence of hijab commodification. As a result, there is a shift in religious attributes and values of Islam in the commodification process.This research used qualitative descriptive method. The data source analyzed in this research comes from literature document, some of Islamic religious film recording in 2007 until 2017, supported by observation, interview and literature study to the actors of Islamic religious film and the owner of hijab business. Furthermore, this study described and analyzed how existence of hijab in the spaces of visual culture to understand the patterns of hijab commodification. As a result, the effects of hijab in fine art appears to the ideas of artists to raise the themes of identity and plurality. Meanwhile, in the art of applicative media such as film, hijab position is exposed in many Islamic religious movies. Hijab in Islamic religious films is not only as a Muslim attribute to meet the demands of Islamic Shari’ah and means of propaganda of Islamic teachings, but also a profitable business commodity, both for producers, directors, film artists and business owners of hijab. Furthermore, the form of commodification of hijab in Indonesian cinema is commodification of audiences. The audiences here are of course the hijabers or muslims, while the company is represented by production houses and filmmakers such as producers, directors and actresses, while advertisers are the owner or businessman of hijab products. Film producers, directors, actresses and hijab fashion have strategic positions as hijab commodity agent in visual culture because they have access to commodify the hijab through certain segments of society, which is women Muslims.
Konsep Dan Prinsip Focal Point Pada Desain Game D’kala Adi Putra Yasa, I Wayan; Artayasa, I Nyoman; Mugi Raharja, I Gede
Prabangkara : Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol 22 No 1 (2018): Juni
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (984.334 KB)

Abstract

Game merupakan salah satu produk hasil integrasi antara seni dengan teknologi ditengah berkembangnya industri kreatif saat ini. Dibutuhkan berbagai macam disiplin ilmu untuk menciptakan sebuah game. Pemikiran yang kreatif menjadi suatu konsep dasar untuk mengembangkan sebuah game. Mulai dari merancang ide, menentukan jenis permainan, alur permainan dan visual game. Salah satu game kreatif tersebut ialah game D’Kala yang mengangkatbudayamenjadisebuahgamepuzzle.GameD’Kalahinggasaatinisudahdiunduh lebih dari 10.000 pengguna android sejak awal perilisannya. Hal ini tidak terlepas dari desain game D’Kala sebagai elemen penting untuk menarik minat pemain. Perlu dilakukan pengamatan menganai konsep desain yang digunakan pada desain game D’Kala. Begitu juga dengan fokus utama yang ditonjolkan game D’Kala dalam setiap halaman desain game menggunakan prinsip focal point. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan menggunakan teknik deskriptif kualitatif dan interpretatif dalam analisis data. Data didapat dengan melakukanwawancaradenganinforman,observasisertadidukungolehdokumenterkait.Data yang berhasil dikumpulkan, dianalisis secara desktriptif kemudian diinterpretasikan. Untuk mengetahui konsep desain pada desain game D’Kala digunakan pendekatan menggunakan teori represerentasi dan teori simulasi. Sedangkan pada focal point pada desain game D’Kala digunakan pendekatan teori desain game. Hasil penelitian menunjukan bahwa, (1) konsep desain game D’Kala yang terdiri dari desain background, karakter, user interface dan aset desainpendukungialahkonseppenyederhanaan.Halinitercermindaridesainyangdigunakan mengalami penyederhanaan dari objek yang dimaksud sesungguhnya. Diperkuat juga dari adanya proses produksi yang merupakan proses simulasi desain menggunakan teknologi digital. (2) Focal point atau pusat perhatian digunakan pada game D’Kala untuk menonjolkan budaya ogoh-ogoh kepada pemain. Mulai proses pembuatan , menggotong dan membakar ogoh-ogoh. Hal ini dilakukan melalui menonjolkan objek dengan cara yang berbeda, yaitu berupa siluet dan animasi.Game is one of the result of integration between art with technology amid the development of creativeindustrytoday.Ittakesawholerangeofdisciplinestocreateagame.Creativethinking becomes a basic concept for developing a game. Starting from designing ideas, determining gametypes,gameplaysandvisualgames.OnesuchcreativegameistheD’Kalagamethatlifts the culture into a puzzle game. Game D’Kala to date has been downloaded more than 10,000 android users since the beginning of its release. This is not apart from D’Kala game design as animportantelementtoattractplayers. It isnecessarytoobservetheconceptofdesignusedin D’Kala game design. So also with the main focus that highlighted D’Kala game in every page gamedesignusingtheprincipleoffocalpoint.Thisresearchisafieldresearchusingdescriptive qualitative and interpretative techniques in data analysis. Data obtained by conducting interviews with informants, observations and supported by related documents. Thedata collected,analyzeddescriptivelyandtheninterpreted.Toknowtheconceptofdesignongame design D’Kala used approach using the theory of represerentasi and simulation theory. While the focal point on game design D’Kala used game design theory approach. The results show that, (1) D’Kala game design concept which consists of background design, character, user interface and supporting design asset is simplification concept. This is reflected in the design used to experience the simplification of the object in question actually. Reinforced also from theproductionprocesswhichisadesignsimulationprocessusingdigitaltechnology.(2)Focal point or center of attention is used in the game D’Kala to highlight ogoh-ogoh culture to the players. Start the process of making, carrying and burning ogoh-ogoh. This is done through highlighting the object in different ways, namely in the form of silhouette and animation. 
“Ulam Asu”: Media Pergerakan Melawan Perdagangan Daging Anjing Di Bali Dalam Film Dokumenter Pandet, Putu Raditya; Arba Wirawan, I Komang; Lia Susanthi, Nyoman
Prabangkara : Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol 22 No 1 (2018): Juni
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1060.756 KB)

Abstract

Anjing merupakan bagian dari kehidupan masyarakat Bali, sebagai hewan peliharaan serta hewan penjaga rumah. Anjing dalam budaya masyarakat Bali juga digunakan sebagai caru (sarana persembahan saat upacara yadnya), yang memiliki fungsi sebagai sarana pembersihan areal upacara. Fenomena perdagangan daging anjing di Bali belakangan ini kian marak. Dalam data Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dikatakan bahwa daging anjing bukanlah kategori pangan karena tidak termasuk dalam kategori peternakan maupun kehutanan. Berdasarkan hal tersebut, penulis merasa perlu untuk membuka semua cerita terkait dengan perdagangan daging anjing di Bali dalam bentuk film dokumenter berjenis observasi partisipan sehingga nantinya dapat digunakan sebagai media pergerakan untuk melawan konsumsi daging anjing. Film dokumenter “Ulam Asu” memilih menggunakan metode observasi partisipan dengan genre investigasi karena penulis ingin penonton merasa memiliki kedekatan dengan filmmaker. Sehingga membuat dampak psikologis dan emosional yang didapat penonton menjadi lebih kuat. Penulis mengharapkan dampak yang beragam dapat dirasakan penonton sesuai dengan subjektivitas dan pengalaman dari setiap individu. Film ini mampu secara langsung maupun tidak langsung menjadi media pergerakan melawan perdagangan daging anjing di Bali. Secara langsung, film ini dapat dipergunakan oleh aktivis dan organisasi pecinta hewan untuk melakukan perlawanan terhadap perdagangan daging anjing di Bali. Secara tidak langsung, film ini memancing emosi dan imajinasi penonton untuk melakukan perlawanan terhadap perdagangan daging anjing di Bali. Penonton diajak untuk berpikir ulang tentang apa yang sedang terjadi di Bali saat ini terkait dengan isu perdagangan daging anjing dengan berpijak terhadap kearifan lokal budaya Bali.Dogs are part of the life of Balinese people, as pets as well as animals of house keepers. Dogs in Balinese culture are also used as caru (offerings during yadnya ceremonies), which has a function as a means of cleansing ceremonial area. The phenomenon of dog meat trade in Bali has recently become more widespread. In the data of the Directorate General of Animal Husbandry and Health said that dog meat is not a category of food because it is not included in the category of animal husbandry or forestry. Based on this, the writer felt the need to open all the stories related to the dog meat trade in Bali in the form of documentary type of participant observation so that later can be used as a medium of movement to fight the consumption of dog meat. The documentary film “Ulam Asu” chose to use participant observation methods with the investigative genre because the author wants the audience to feel closer to the filmmaker. So as to make the psychological and emotional impact for the audience gets stronger. The authors expect the diverse impact audience can feel in accordance with the subjectivity and experience of each individual. This film is able to directly or indirectly become a media movement against dog meat trade in Bali. Directly, the film can be used by animal activists and organizations to fight against the dog meat trade in Bali. Indirectly, this film provoked the emotions and imagination of the audience to fight against the dog meat trade in Bali. Spectators are invited to re-think about what is happening in Bali at this time related to the issue of dog meat trade based on local wisdom of Balinese culture.
Inovasi Dekorasi dan Fungsi Kerajinan Anyaman Besek di Desa Sidetapa Buleleng Adiputra, Komang; Mudra, I Wayan; Muliawati, Ni Putu
Prabangkara : Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol 22 No 1 (2018): Juni
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (747.689 KB)

Abstract

Industri kerajinan anyaman yang telah melakukan inovasi dalam pembuatan industri ini adalah di Desa Sidetapa, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, Bali. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan inovasi dekorasi dan fungsi kerajinan anyaman besek di Desa Sidetapa. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan pendekatan diskriptif kualitatif yang dilandasi teori inovasi dari Schumpeter. Hasil penelitian menunjukkan inovasi dekorasi dilakukan dengan memberikan penambahan ornamen dengan teknik lukis pada badan besek atau sokasi, sehingga terlihat lebih menarik. Inovasi fungsi dilakukan dengan mengalihkan fungsi besek yang awalnya sebagai pembungkus tape menjadi tatakan banten yang sebelumnya dibuat dari daun kelapa yang disebut tamas. Selain itu besek dengan dekorasi ini juga dimanfaatkan sebagai wadah cinderamata dalam pernikahan atau acara lainnya di Bali.The woven craft industry that has been innovating making this industry at Sidetapa Village, Banjar District, Buleleng Regency, Bali. The purpose this research is to describe decoration and function innovation of the besek handicraft at Sidetapa Village. The technique of data collection by observation, interview and documentation. The data analysis was done by qualitative descriptive approach based on innovation theory from Schumpeter. The research results ware that decoration innovation done by adding ornaments with painting techniques on the body of besek or sokasi, and so more interesting. The innovation function was done by transferring the function of besek as a tape wrapper to banten container, that previously made by the coconut leaves and the crafters called tamas. The besekwith this decoration ware also used as a souvenirs container in the wedding or other events in Bali.Â