SOEPRA Jurnal Hukum Kesehatan
The Journal focuses on the development of health law in Indonesia: national, comparative and international. The exchange of views between health lawyers in Indonesia is encouraged. The Journal publishes information on the activities of European and other international organizations in the field of health law. Discussions about ethical questions with legal implications are welcome. National legislation, court decisions and other relevant national material with international implications are also dealt with.
Articles
227 Documents
Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Yang Mengalami Kerugian Akibat Megkonsumsi Makanan Dan Minuman Kemasan Di Kota Semarang
Nor Faizah;
Christiana Retnaningsih;
A. Joko Purwoko
SOEPRA Vol 1, No 1 (2015)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (224.918 KB)
|
DOI: 10.24167/shk.v1i1.1286
Perkembangan teknologi pengolahan pangan disatu pihak membawa hal yang positif seperti peningkatan pengawasan mutu, perbaikan sanitasi, standarisasi pengepakan, labeling serta grading, dilain pihak membawa dampak negatif karena semakin tinggi risiko tidak aman bagi pangan yang dikonsumsi konsumen. Teknologi tersebut mampu membuat pangan sintetis, menciptakan berbagai zat pengawet, zat additivies, dan zat-zat flavor. Zat tersebut akan ditambahkan ke dalam produk-produk pangan tersebut sehingga akan lebih awet, indah, lembut dan lezat. Konsumen perlu dilindungi secara hukum dari kemungkinan kerugian yang dialaminya, sebagai wujud perlindungan konsumen pemerintah mengeluarkan Undang-undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis empiris (sociological jurisprudence). Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis. Aspek yuridis yang diteliti adalah ketentuan hukum tentang perlindungan kosumen. Aspek sosiologis yang diteliti adalah pelaksanaan perlindungan hukum terhadap konsumen yang mengalami kerugian akibat mengkonsumsi makanan dan minuman kemasan di Kota Semarang.Hasil penelitian diperoleh bahwa konsumen yang mengalami kerugian akibat mengkonsumsi makanan dan minuman kemasan belum memperoeh haknya untuk mendapatkan ganti rugi secara optimal. Secara yuridis konsumen berhak mendapatkan ganti rugi dan perlindungan hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pelindungan Konsumen dan KUHPerdata pada Pasal 1238, 1365, 1370 dan 1371. Upaya hukum yang dilakukan konsumen dapat melalui jalur litigasi dan non litigasi. Konsumen melakukan upaya hukum melalui jalur non litigasi diselesaikan dengan cara mediasi.Kesimpulannya perlindungan hukum terhadap konsumen dapat dilakukan pada saat sebelum transaksi (no conflict/pre purchase) dan/atau pada saat setelah terjadinya transaksi (conflict/post purchase). Perlindungan hukum terhadap konsumen yang dapat dilakukan pada saat sebelum terjadi transaksi (no conflict/pre purchase) dapat dilakukan dengan cara legislationdan voluntary self regulation. Perlindungan hukum terhadap konsumen pada saat setelah terjadi transaksi (conflict/post purchase) dapat dilakukan melalui jalur Pengadilan Negeri (PN) atau di luar Pengadilan oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dan melalui Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) berdasarkan pilihan para pihak yang bersengketa. Upaya yang dilakukan konsumen diantaranya melepaskan hak, menuntut pelaku usaha secara langsung, mengadukan ke BPOM dan LP2K, penyelesaian sengketa dilakukan secara mediasi
PELAKSANAAN KEWENANGAN PERAWAT GIGI DALAM PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT DI PUSKESMAS KABUPATEN BADUNG PROVINSI BALI BERDASARKAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Ni Made Witari Dewi;
Endang Wahyati Y;
Edi Sumarwanto
SOEPRA Vol 2, No 2 (2016)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (296.667 KB)
|
DOI: 10.24167/shk.v2i2.821
Pelayanan kesehatan didukung oleh tenaga kesehatan yang menjalankan tugasnya secara profesional sesuai dengan kewenangannya. Perawat gigi dapat melaksanakan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan asuhan keperawatan gigi dan mulut di Puskesmas dengan memiliki kewenangan profesional. Peneliti ingin mengetahui apakah kewenangan perawat gigi dalam melaksanakan tugasnya di Puskesmas sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ruang lingkup kewenangan dan tugas perawat gigi diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Dengan adanya ketentuan tersebut, maka dalam menjalankan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut, perawat gigi harus memenuhi syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan.Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan yuridis empiris/sosiologis. Penelitian yang bersifat deskriptif analisis ini dilakukan di Kabupaten Badung, dengan mengambil sampel lokasi di tiga Puskesmas. Metode sampling yang digunakan yaitu purposive sampling. Penelitian ini menggunakan studi lapangan dan studi kepustakaan. Data yang telah terkumpul dianalisis secara kualitatifmenggunakanperaturanperundang-undangan.Pelaksanaan kewenangan perawat gigi dalam pelayanan kesehatan gigi danmulutdi Puskesmas Kabupaten Badung, didasarkan pada Undang-Undang yang pelaksanaanya diatur pada beberapa peraturan teknis. Bentuk pengaturan kewenangan perawat gigi salah satunya diatur pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2012. Pelaksanaan tugas perawat gigi di Puskesmas Kabupaten Badung, dilaksanakan melalui perizinan, penyelenggaraan pekerjaan, serta pembinaan pengawasan. Adapun pelaksanaannya belum sesuai dengan ketentuan hukum tersebut. Hal ini dipengaruhi olehfaktor yuridis dan faktor nonyuridis. Faktor yuridis yaitu tidaksesuainyaamanatUndang-UndangKesehatandenganPeraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 Tahun 2012, ketentuan mengenai kewenangan perawat gigi tidak menjadi dasar hukum pada pembentukkan protap Puskesmas. Faktor nonyuridis diantaranya kurang berperannya lembaga terkait mengenai pelaksanaan kewenangan perawat gigi yaitu Pemerintah dan organisasi profesi belum melakukan pembinaan melalui sosialisasi pelaksanaan penyelenggaraan pekerjaan perawat gigi.Dokter gigi yang memberikan tugas limpah kepada perawat gigi secara lisan yang melanggar ketentuan perundang-undangan,dan perawat gigi yang kurang proaktif menambah wawasan mengenai ketentuan hukum ruang lingkup kewenangan dan tugasnya
ASAS KEHATI-HATIAN DAN TANGGUNG JAWAB HUKUM PIDANA BIDAN PADA KASUS ANGKA KEMATIAN IBU (AKI)
Arief Suryanda;
Endang Wahyati Y.;
Tri Wahyu Murni
SOEPRA Vol 3, No 1 (2017)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (214.483 KB)
|
DOI: 10.24167/shk.v3i1.695
Tesis ini bertujuan untuk mengetahui azas kehati-hatian dan tanggung jawab hukum pidana bidan pada kasus Angka Kematan Ibu dengan mengacu pada Undang-undang Kesehatan No 36 tahun 2009, Undang-undang Praktek Kedokteran, Permenkes RI 149 tahun 2010 dan Permenkes RI 369 tahun 2007 serta KUHPAsas kehatian-hatian dalam profesi bidan sudah melekat dikarenakan merupakan lulusan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan (UU RI No 36/2009 dan UU RI No 29/2004 serta Permenkes No 149/2010,Permenkes RI No 369/2007) dan mempunyai kode etik profesi, standar pelayanan dan adanya pembinaan dan pengawasan dari pemerintah dan organisasi profesi. Sehingga menimbulkan keselamatan pasien yang berakibat menurunnya Angka Kematian Ibu.Pelayanan asuhan kebidanan yang tidak sesuai dengan sesuai dengan standar pelayanan, standar operasional prosedur, melakukan pelayanan asuhan kebidanan dengan melampaui kewenangannya.Yang menimbulkan ketidak puasan pasien/keluarganya, maka hal tersebut menimbulkan tanggung jawab hukum bidan.Dalam kaitannya pada kasus Angka Kematian Ibu diluar persalinan normal, karena tidak dipatuhinya azas kehati-hatian yang ditangani oleh bidan dapat menimbulkan tanggung jawab hukum, baik berupa pidana, perdata maupun administratif.
Pelaksanaan Keselamatan Pasien Melalui Lima Momen Cuci Tangan Sebagai Perlindungan Hak Pasien
Maria Ariani Wijaya;
A Widanti S;
Hartanto Hartanto
SOEPRA Vol 4, No 1: Juni 2018
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (313.332 KB)
|
DOI: 10.24167/shk.v4i1.1481
Healthcare-Associated Infections (HAIs) is one of the risks that threaten patient safety. HAIs causing harms to the patient's family and the hospital. Five Moments Hand Hygiene is one of the safeguards to against the risk of infection transmission. However, the compliance of hand washing in Indonesia is not maximal yet.This research is conduct to knowing the regulations of Five Moments Hand Hygiene implementation, obtaining an overview of its implementation and finding the support and inhibiting factors at St. Elisabeth Hospital. The research was conducted by using juridical-empirical approach. The object of this research is the nurse Five Moments Hand Hygiene behaviors at St. Elisabeth Hospital Inpatient Installation.The results shows the legal basis for the implementation of the Five Moments Hand Hygiene in Indonesia is Health Ministry’s Regulation No. 11/2017 on Patient Safety and Health Ministry’s Regulation No. 27/2017 on Guidelines for Infection Prevention and Control at Health Service Facilities. A hand washing compliance of healthcare workers in St. Elisabeth Hospital in 2017 reached 90%. The Director of the Hospital has fulfilled his obligations establishing the Hand Hygiene Guidelines. Supporting factors include availability of facilities and management support. The inhibiting factor is the nurse workload, poor understanding, and the demands of efficiency. Administrative sanctions may be provided for health workers who are not compliant with the SOP.
KEBIJAKAN ASI EKSKLUSIF DAN KESEJAHTERAAN ANAK DALAM MEWUJUDKAN HAK-HAK ANAK (Berdasarkan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak)
Intan Zainafree;
Agnes Widanti;
Endang Wahyati Y.
SOEPRA Vol 2, No 1 (2016)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (374.808 KB)
|
DOI: 10.24167/shk.v2i1.811
Pemberian ASI (Air Susu Ibu) eksklusif adalah pemberian air susu ibu kepada bayi umur 0 6 bulan tanpa diberikan makanan atau minuman tambahan. ASI mempunyai manfaat yang besar bagi bayi karena memiliki efek positif terhadap pertumbuhan dan perkembangan. Bayi yang mendapatkan ASI akan lebih sehat dan terhindar dari berbagai penyakit infeksi. Hal inilah yang dapat menurunkan Angka Kematian Bayi. Dari aspek hukum, pemberian ASI eksklusif berarti memenuhi hak anak untuk hidup sehat sejahtera lahir dan batin. Berdasarkan hal tersebut, pemerintah mengeluarkan peraturan yang menjamin hak anak untuk mendapatkan ASI, seperti yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan serta Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 Tentang ASI Eksklusif.Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah yuridis normatif yang didasarkan pada data sekunder. Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis, sedangkan analisis datanya menggunakan metode normatif kualitatif. Penelitian yuridis normatif merupakan penelitian yang menganalisa tentang ketentuan hukum/norma hukum, yaitu hubungan antara kebijakan ASI eksklusif yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dengan kebijakan kesejahteraan anak yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak.Kebijakan program ASI eksklusif didasarkan pada Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dengan tujuan untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal dari seorang anak, sehingga diharapkan akan menurunkan Angka Kematian Bayi di Indonesia. Sedangkan tujuan akhir yang ingin dicapai dalam kebijakan kesejahteraan anak adalah terpenuhinya kebutuhan lahir batin dari anak Indonesia, sehingga akan tercapai anak yang sehat. Apabila hal itu dapat terwujud, berarti tujuan dari kesejahteraan anak akan tercapai pula. Saran yang diberikan, diperlukan kerjasama yang erat antar berbagai pihak, baik antara ibu, keluarga, masyarakat, pemerintah dan lembaga-lembaga terkait untuk mewujudkan suksesnya kebijakan program ASI eksklusif
Tinjauan Yuridis Terhadap Kewajiban Penyelenggaraan Tindakan Pencegahan Dan Pengebalan Meningitis Bagi Calon Tenaga Kerja Indonesia Di Arab Saudi Dikaitkan Dengan Asas Keselamatan
Yunita Yitnaningrum;
Lindawaty S. Sewu;
Alma Lucyati
SOEPRA Vol 1, No 1 (2015)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (396.336 KB)
|
DOI: 10.24167/shk.v1i1.1291
Meningitis meningokokus adalah penyakit akut radang selaput otak yang disebabkan oleh bakteri Nisseria meningitidis pada membran pelindung yang menyelubungi otak dan sumsum tulang belakang. Meningitis merupakan penyebab utama kematian dan kesakitan di seluruh dunia. Penyakit ini memilikiperhatiankhusus di Arab Saudi, karena Negara ini adalah Negara epidemis terjadinya penyakit meningokokus. Tenaga Kerja Indonesia ke Arab Saudi membutuhkan kesehatan yang optimal dan kemampuan fisik yang prima dalam bekerja. Untuk menghindari dan mencegah paparan tertularnya penyakit meningitis ini diperlukan vaksin meningitis. Oleh karena itu, kebijakan mengenai kewajiban penyelenggaraan tindakan pencegahan dan pengebalan meningitis bagi calon Tenaga Kerja Indonesia di Arab Saudi harus dibuat untuk memberikan hak perlindungan.Kebijakan ini dapat dituangkan dalam Permenkes RI Nomor 42 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi dan Kepmenkes RI No.1611/ Menkes/ SK/ XI/ 2005 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi.Penelitian menggunakan metode kualitatif dan pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif analisis. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif normatif.Kebijakan tentang kewajiban penyelenggaraan tindakan pencegahan dan pengebalan meningitis adalah kaidah yang bersifat operasional yang mengatur pelayanan kesehatan bagi calon Tenaga Kerja Indonesia. Asas keselamatan dalam tindakan pencegahan dan pengebalan meningitis merupakan prinsip yang menjadi latar belakang terbentuknya kebijakan tersebut. Asas keselamatan ini merupakan asas khusus yang berdasar pada asas-asas umum, yaitu asas keamanan, asas perlindungan dan asas manfaat. Kebijakan yang dituangkan dalam Permenkes RI Nomor 42 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi dan Kepmenkes RI No.1611/ Menkes/ SK/ XI/ 2005 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi ini belum memenuhi asas keselamatan dalam tindakan pencegahan dan pengebalan meningitis. Karena peraturan perundangan tersebut belum memenuhi asas-asas yang membentuk unsur keselamatan dalam pelayanan kesehatan. Sehingga kesehatan calon Tenaga Kerja Indonesia belum dapat terlindungi.
PELAKSANAAN PATIENT SAFETY DALAM PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY MELALUI BAKTI SOSIAL DI RUMAH SAKIT PREMIER JATINEGARA
Gerardus Gegen;
Endang Wahyati Y;
Tri Wahyu Murni
SOEPRA Vol 3, No 2: Desember 2017
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (203.875 KB)
|
DOI: 10.24167/shk.v3i2.781
Dalam memberikan Pelayanan kesehatan yang baik, bermutu, profesional, dan diterima pasien merupakan tujuan utama pelayanan rumah sakit, namun hal ini tidaklah mudah dilakukan mengingat pelayanan kesehatan merupakan suatu organisasi yang sangat komplek, dibutuhkan suatu pengelolaan yang baik sehingga dalam pelayanan pasien merasa terlayani dengan baik. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri kesehatan Nomor 1691/MENKES/PER/VII/2011 Tentang Keselamatan Pasien, dilain pihak Rumah Sakit yangg berbadan hukum PT berkewajiban melaksanakan CSR sebagai mana diatur dalam PP Nomor 47 tahun 2012 tentang tanggungjawab sosial perusahaan. Penelitian ini mengunakan metode penelitian deskritif, dengan metode pendektan yuridis sosiologis sedangkan data yang dikumpulkan adalah berupa data primer dan data sekunder yang diperoleh melalui studi lapangan dan studi empiris, pustaka adapun analisis data dilakukan secara kualitatif.Rumah Sakit Premier Jatinegara adalah rumah sakit swasta yang berbentuk Perseroan Terbatas melaksanakan ketentuan tentang Patient Safety dalam melakukan baksos dalam bentuk pelayanan kesehatan bagi pasien tidak mampu sebagi tanggung jawab sosial sesaui dengan ketentuan perundang-undangan antara lain UU Kesehatan, Rumah Sakit, Perseroan Terbatas dan Penanaman Modal, adapun bentuk pelaksanaan Patient Safety secara internal di lakukan melalui SK direktur tentang Patient Safety dan surat tugas pelaksanaan bakti sosial, adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanannya antara lain: faktor yang mendukung, ketersediaan tenaga sesuai kebutuhan, visi dan misi, karena amanat Undang-Undang, Faktor yang menghambat keterbatasan dana sehinga pelaksanaan baksos hanya tindakan membutuhkan yang tidak terlalu besar, kemudian sponsor hanya diperoleh secara temporel.
TINJAUAN YURIDIS SERTIFIKAT KESEHATAN SEBAGAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENERBANG SIPIL DI INDONESIA
Benny Hosiana Tumbelaka;
Agnes Widanti;
Tri Wahyu Murni
SOEPRA Vol 3, No 1 (2017)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (238.912 KB)
|
DOI: 10.24167/shk.v3i1.705
Penelitian ini meninjau secara yuridis akan keabsahan Sertifikat Kesehatan Penerbangan Sipil di Indonesia dalam kurun waktu, sejak diterbitkan sampai habis masa berlakunya.Metode pendekatan yang dipergunakan adalah metode pendekatan yuridis normatif berdasarkan Undang Undang RI nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan, dan Peraturan Pemerintah RI nomor 3 tahun 2001 tentang keamanan dan keselamatan Penerbangan beserta beserta Peraturan Pelaksanaan dari perundang undangan tersebut.Hasil penelitian ini, bahwa regulasi bidang Keselamatan penerbangan yang berlaku di Indonesia tentang fungsi pengawasan memperoleh Sertifikat Kesehatan, khususnya pada Penerbang Sipil Airline Transport Pilot (Sertifikat Kesehatan kelas satu), telah sesuai dengan standar ICAO, yaitu Keputusan Direktur Jendral Perhubungan Udara Nomor: SKEP/62/V/2004 tentang Sertifikat Kesehatan Personil Penerbangan. Didapatkan juga bahwa langkah yang diambil agar Sertifikat Kesehatan Penerbang Sipil di Indonesia yang berlaku 6 bulan ke depan, belum ada, baik aturannya, mekanismenya bahkan SDM belum memadai secara kualitas dan kuantitas. Sehingga sertifikat tersebut belum dapat terjaga keabsahannya. Sedangkan Penerbang yang mendapatkan medical flexibility perlu dilindungi statusnya dengan Surat keputusan Menteri bagi Tim penilai kesehatan (Medical Asessor) dan Tim Pakar kesehatan Penerbangan (Aeromedical Consultation Service) yang merekomendasi kasus ini. Penerbang tersebut selain mengisi checklist, ia dijadwalkan secara tetap untuk memeriksakan kekurangannya dan melaporkan pada dokter penerbangan.Sebagai saran dalam penelitian ini agar diusulkan kepada Menteri Perhubungan melalui Dirjen Perhubungan Udara beberapa hal, yaitu untuk mengeluarkan keputusan tentang tata kerja menjamin keabsahan Sertifikat Kesehatan Penerbang Sipil di Indonesia. Mengusulkan penambahan personil fungsional pada Pusat Kesehatan Penerbangan Sipil sehingga dapat melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai Keputusan Menhub no. SK 38/OT 002/Phb.83 tentang organisasi dan tata kerja Balai Kesehatan Penerbangan Dirjen Perhubungan Udara. Dan agar setiap operator penerbangan harus mempunyai dokter penerbangan untuk menerima pendelegasian wewenang dalam pengawasan Penerbang di lapangan termasuk kasus medical flexibility. Mengusulkan agar menerbitkan Surat Keputusan Menteri untuk jabatan Medical Asessor, dan Aeromedical Consultation Service, yang berisi fungsi dan wewenangnya serta pengawakannya agar Penerbang yang mendapatkan medical flexibility terlindungi statusnya.
Hak Rumah Sakit Publik Swasta Untuk Memperoleh Insentif Pajak Berdasarkan Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
Arief Tajali;
P.J. Soepratignja;
Daniel Budi Wibowo
SOEPRA Vol 1, No 1 (2015)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (374.435 KB)
|
DOI: 10.24167/shk.v1i1.1282
Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit (UURS) mengatur tentang kesempatan untuk Rumah Sakit Pendidikan dan Rumah Sakit Publik untuk menerima fasilitas insentif pajak sesuai Pasal 30 ayat (1) huruf h. Pasal lain yaitu Pasal 7 ayat (4) menyebutkan bahwa, Rumah Sakit yang didirikan swasta harus berbentuk badan hukum yang kegiatan usahanya hanya bergerak di bidang perumahsakitan. Penelitian ini terbatas untuk mengetahui ketentuan hukum yang mengatur peluang Rumah Sakit Publik Swasta (RSPS) untuk memperoleh insentif pajak dan mengetahui kemungkinan bentuk dan mekanisme pemberian insentif pajak kepada sebuah RSPS.Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif (doctrinal legal approach), yaitu dengan data sekunder yang bersifat kualitatif yang diperoleh dari studi kepustakaan (library research) berdasarkan Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit mengenai pengaturan tentang badan hukum Rumah Sakit dan hak Rumah Sakit untuk memperoleh insentif pajak. Spesifikasi penelitian ini adalah secara deskriptif analitik dan dianalisa secara kualitatif normatif.Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh gambaran bahwa tidak ada kepastian hukum yang mengatur peluang Rumah Sakit publik swasta untuk memperoleh insentif pajak. Akibat dari ketidakpastian makna dari istilah kelola pada Pasal 20 dan 21 UURS menyebabkan ketidakpastian bentuk badan hukum RSPS dan ketidakpastian dalam menentukan pemilik RSPS, yang akhirnya akan membuat ketidakjelasan kepada siapa insentif pajak akan diberikan. Hal ini membuat peluang RSPS untuk mendapatkan insentif pajak menjadi tertutup. Namun dengan ketidakjelasan tersebut juga membuka peluang bagi sebuah Rumah Sakit untuk menghindar dari kewajiban perpajakan, karena apabila sebuah Rumah Sakit tidak dibebankan suatu kewajiban perpajakan, maka hak untuk mendapatkan insentif pajak juga menjadi tidak diperlukan. Satu-satunya bentuk dan mekanisme pemberian insentif pajak adalah melalui Peraturan Pemerintah (PP) nomor 52 tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu yang tidak dapat diterapkan untuk RSPS.
Peran Puskesmas Dalam Pelaksanaan Skrinning Hipotiroid Kongenital Untuk Menjamin Kesehatan Anak Di Puskesmas Kabupaten Oku Timur
Charunia Anggraini;
Y. Budi Sarwo;
Hadi Sulistyanto
SOEPRA Vol 4, No 1: Juni 2018
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (210.367 KB)
|
DOI: 10.24167/shk.v4i1.1292
Health is one of human rights that should be protected and cared for by the Government. Children, as a matter of fact, are to be the generation that will hold this country in the future and that’s why they should be protected. The preliminary study showed that the Congenital Hypothyroid Screening (Skrinning Hipotiroid Kongenital/SHK) had not been implemented in the first level health facility (Public Health Center or Puskesmas) at East OKU Regency. There was no specific regulation on SHK at East OKU Regency so that SHK would not be implemented to newborn babies. Since SHK was one of the national programs it required a governmental regulation, the commitment of health officer and related profession and it should be integrated with the whole health service system.This research implemented a socio-legal approach having analytical-descriptive specification. The objective was to get an overview of the policies of East OKU regency in supporting the implementation of Congenital Hypothyroid Screening (SHK) beside to see the factors influencing. This study was conducted at Puskesmasof East OKU regency by using primary data obtained from 3 resource persons and 5 respondents of the Puskesmasmeanwhile the secondary data were obtained from library and archive studies. The data were then qualitatively analyzed.The results showed that the government of East OKU regency had not had a special regency’s or regent’s regulation on Congenital Hypothyroid Screening. However, there were governmental supports to SHK program that were contained in other regulations such as Regional Regulation (Perda) of East OKU regency Nr. 6 of 2016 on Arrangement and Structure of Regency’s Apparatus of East OKU regency and the Regent's Regulation Nr. 39 of 2016 on Position, Organizational Structure of Duties and Functions and the Working Procedures of the Regional Agencies. Besides, the government of East OKU regency would not complicate but it would even provide budget for UPTD of Health Office in running the health program. In running the program the Health Office would refer to the Health Minister’s Regulation (Permenkes) Nr. 78 of 2014 on Congenital Hypothyroid Screening (SHK). So far,during this study was conducted,there was no a single baby having congenital hypothyroid. In accomplishing its duties the Puskesmashad implemented the Standard Operational Procedure (SOP) got from the Health Office of East OKU regency and the SOP itself was derived from Provincial Health Office.