cover
Contact Name
Ilham
Contact Email
Ilham.fishaholic@gmail.com
Phone
+6221-64700928
Journal Mail Official
jra.puslitbangkan@gmail.com
Editorial Address
Gedung Balibang KP II, Lantai 2 Jl. Pasir Putih II, Ancol Timur, Jakarta Utara 14430
Location
Kab. jembrana,
Bali
INDONESIA
Jurnal Riset Akuakultur
ISSN : 19076754     EISSN : 25026534     DOI : http://doi.org/10.15578/JRA
Core Subject : Agriculture, Social,
Jurnal Riset Akuakultur as source of information in the form of the results of research and scientific review (review) in the field of various aquaculture disciplines include genetics and reproduction, biotechnology, nutrition and feed, fish health and the environment, and land resources in aquaculture
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 763 Documents
IMUNITAS MATERNAL TERHADAP Aeromonas hydrophila: PENGARUHNYATERHADAP FEKUNDITAS DAN DAYA TETAS IKAN PATIN SIAM (Pangasionodon hypophthalmus) Wartono Hadie; Angela Mariana Lusiastuti; Sularto Sularto; Evi Tahapari
Jurnal Riset Akuakultur Vol 5, No 2 (2010): (Agustus 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (116.829 KB) | DOI: 10.15578/jra.5.2.2010.229-235

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemakaian vaksin Aeromonas hydrophila terhadap fekunditas dan daya tetas ikan patin siam, Pangasionodon hypophthalmus. Perlakuan yang diberikan ialah vaksin Aeromonas (hydrovac®) dengan dosis 0,4 mL/kg bobot induk. Pada perlakuan menggunakan ajuvan dengan perbandingan 1:1 antara vaksin dan ajuvan. Injeksi dilakukan secara intra peritoneal, masing-masing pada tiga induk betina dengan ajuvan dan tiga induk betina tanpa ajuvan. Injeksi dilakukan pada tingkat kematangan gonad kedua TKG II. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada serum induk dan ekstrak telur terdeteksi secara positif adanya antibodi, baik pada perlakuan ajuvan (VA) maupun tanpa ajuvan (VNA). Vaksinasi dapat meningkatkan fekunditas hingga 31% dan meningkatkan daya tetas hingga 13%.The aims of this research are to determine the influence of Aeromonas hydrophila vaccines against fecundity and hatchability Pangasionodon hypophthalmus Siamese catfish. Treatment of Aeromonas vaccine is given (hydrovac®) with a dose of 0.4 mL per kg of body weight. The adjuvant which use for treatment with a ratio of 1:1 between vaccines and adjuvants. Intra-peritoneal injection is done, each on three female parent with adjuvant and three female parent without adjuvant. Injection is performed at the level of gonad maturity II. Results showed that the serum of carriers and egg extracts is positively detected the existence of antibodies, both in adjuvant treatment (VA) or without adjuvant (VNA). Vaccination could increase fecundity up to 31% and increases up to 13% hatchability. 
DIAGNOSA "RESTED REVERSE TRANSCRIPTASE-PCR'' UNTUK ''VIRAL NERVOUS NECROSIS'' PADA BENIH IKAN KERAPU BEBEK, Cromileptes altivelis Isti Koesharyani; Hessy Novita
Jurnal Riset Akuakultur Vol 1, No 3 (2006): (Desember 2006)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (534.382 KB) | DOI: 10.15578/jra.1.3.2006.381-386

Abstract

Budi daya kerapu utamanya kerapu bebek (Cromileptes altivelis) sudah berkembang sejak tahun 1998. Kendala utama dalam pembenihan adalah serangan penyakit yang disebabkan oleh virus nervous necrosis (VNN)
PENGANGKUTAN KRABLET KEPITING BAKAU (Scylla paramamosain) DENGAN KEPADATAN BERBEDA Sulaeman Sulaeman; Muhamad Yamin; Andi Parenrengi
Jurnal Riset Akuakultur Vol 3, No 1 (2008): (April 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (106.264 KB) | DOI: 10.15578/jra.3.1.2008.99-104

Abstract

Teknik produksi benih kepiting bakau di perbenihan saat ini sudah semakin layak sehingga penggunaan benih hatcheri diharapkan dapat menggantikan posisi benih alam yang banyak digunakan oleh pembudidaya kepiting akhir-akhir ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan kepadatan optimum dalam pengangkutan krablet kepiting menggunakan sistem tertutup. Krablet yang berasal dari hasil pemijahan satu ekor induk yang ditetaskan berumur sekitar 20 hari (C-20) dan berukuran bobot 0,1 g dipelihara di laboratorium sampai dengan dilakukannya pengangkutan. Krablet ditempatkan di dalam kantong plastik (6 L) yang berisi 2 L air laut salinitas 33 ppt dan oksigen yang kemudian diangkut pada suhu 28oC. Selembar jaring nilon berukuran 20 cm x 40 cm ditambahkan kedalam masing-masing kantong sebagai shelter. Pengangkutan dilakukan dengan menggunakan kendaraan darat roda empat selama lima jam untuk menguji perlakuan padat penebaran yang terdiri atas: 50, 100, dan 150 krablet/L air. Penelitian dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap dengan tiga kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sintasan krablet pada akhir pengangkutan dipengaruhi secara nyata oleh kepadatan tebar. Sintasan semakin menurun dengan meningkatnya padat tebar. Sintasan tertinggi yakni 97% dijumpai pada perlakuan A (50 krablet/L) diikuti oleh perlakuan B (100 krablet/L) dengan sintasan 95% dan sintasan paling rendah yakni 88% didapatkan pada perlakuan C (150 krablet/ L). Karena perlakuan A dan B secara statistik tidak berbeda nyata namun keduanya berbeda dengan perlakuan C, maka dapat disimpulkan bahwa pengangkutan krablet S. paramamosain dapat dilakukan dengan kepadatan sampai dengan 100 krablet/L selama lima jam.Crablet-production technique in hatchery is now become more viable, therefore the used of hatchery-reared juvenile is expected to replace the wild-caught of young crab which is widely stocked by crab farmer until recently. The objective of this experiment is to obtain information on optimum packing densities of mud crab (Scylla paramamosain) crablet during close system transportation. Twenty days old of crablet (C-20) with an average individual weight of 0.1 g originated from a wild brood stock hatched and reared in the laboratory until transported. Crablet were placed in plastic bags (6 L) with 2 L of 33 ppt seawater and oxygen, which were kept at temperature about 28oC. A peace of 20 cm x 40 cm plastic net was added to each bag as shelter. Actual land transport was performed for five ours to investigate three levels of packing densities i.e.: 50, 100, and 150 crab/L-water. The experiment was arranged in completely randomized design in triplicates. The result of the experiment showed that the survival rate of crablet at the end of transportation was significantly affected by packing density. The survival rate decreased while packing density increased. The highest survival rate of 97% was obtained from treatment A (50 ind./ L) followed by treatment B (100 ind./L) of 95% and the lowest at treatment C (150 ind./L) of 88.3%. Since A and B treatments were statistically equal but different from C, suggest that crablet of S. paramamosain could be transported at packing density of 100 ind./L for 5 hours.
KERAGAAN REMATURASI GONAD INDUK TERIPANG PASIR, Holothuria scabra DENGAN PEMBERIAN JENIS PAKAN BERBEDA Sari Budi Moria Sembiring; Ida Komang Wardana; Nyoman Adiasmara Giri; Haryanti Haryanti
Jurnal Riset Akuakultur Vol 12, No 2 (2017): (Juni 2017)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (432.302 KB) | DOI: 10.15578/jra.12.2.2017.147-159

Abstract

Rematurasi gonad induk teripang pasir Holothuria scabra yang sudah memijah masih banyak masalah, padahal rematurasi diperlukan untuk keberlanjutan pemijahan dan penyediaan benih. Tujuan penelitian adalah memperoleh jenis pakan yang dapat mempercepat proses rematurasi gonad terhadap induk alam yang sudah dipijahkan sehingga dapat memenuhi kebutuhan untuk pembenihan teripang di hatcheri, serta mengetahui performa benih yang dihasilkan secara fenotipe dan genotipe. Penelitian rematurasi gonad dengan pemberian pakan berbeda telah dilakukan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut, Gondol. Penelitian dilakukan dengan metode eksperimental secara rancangan acak lengkap dengan perlakuan perbedaan jenis pakan, yaitu: A) Ulva sp. dan bentos; B) Gracilaria sp. dan bentos, dan C) bentos saja. Dosis pemberian pakan sebanyak 4% dari bobot badan dengan frekuensi pemberian 1 kali/hari. Setiap perlakuan terdiri atas tiga ulangan. Jumlah induk setiap ulangan sebanyak tiga ekor dengan ukuran panjang dan bobot 13,08 ± 2,04 cm dan 182,75 ± 47,74 g. Benih yang dihasilkan sebelum induk dirematurasi dan setelah rematurasi diamati performa fenotipe dan genotipenya. Analisis genotipe menggunakan metode mikrosatellit dengan empat lokus (Hsc-11; Hsc-28; Hsc-49; dan Hsc-59). Parameter yang diamati meliputi frekuensi pemijahan induk teripang, tingkat kematangan gonad, indeks gonadosomatik, fekunditas, diameter telur, pertumbuhan benih F-1 sebelum dan sesudah rematurasi, serta performa genotipe benih tersebut. Data indeks gonad somatik dan diameter telur dianalisis dengan ANOVA, sedangkan data pertumbuhan, pemijahan, dan fekunditas disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua perlakuan dapat mempercepat rematurasi gonad dan induk teripang memijah setelah dua bulan pemeliharaan. Jenis pakan bentos menghasilkan indeks gonadosomatik dan diameter telur lebih baik dibandingkan dengan perlakuan pakan lainnya (P<0,05). Keragaman genetik benih dari induk sebelum rematurasi (0,719) berbeda nyata (P<0,05) dengan sesudah rematurasi (0,634); sedangkan secara fenotipe, pertumbuhan panjang, dan bobot benih hingga umur 150 hari tidak berbeda (P>0,05).Successful rate of gonad re-maturation of sea cucumber, H. scabra broodstock after spawning still faces some problems presumably due to lack of essential nutrients to support the process. However, re-maturation is vitally important to speed up the fingerling production. The aim of the research was to determine the best feed composition able to induce gonad re-maturation of sea cucumber natural broodstock which had been previously spawned. In addition, this research was also aimed to study the fingerling genetic performance, both phenotypically and genetically. The research on gonad re-maturation was carried out using different feeds at the Institute for Mariculture Research and Development, Gondol. The research was designed in a completely randomized design with three different feed compositions as treatments: A) Ulva sp. and benthos; B) Gracilaria sp. and benthos, and C) only benthos. The amount of given feed was 4% of the total biomass and once daily. Each treatment has three replicates. The number of broodstock in each replicate was three individuals with the averages of total length and body weight were 13.08 ± 2.04 cm and 182.75 ± 47.74 g, respectively. Fingerlings produced from natural maturation and re-maturation broodstock were phenotypically and genetically analyzed. Microsatellite method was used for the genetic analysis of four loci (Hsc-11; Hsc-28; Hsc-49; and Hsc-59). The parameters measured were gonad maturity level, gonadosomatic index, spawning frequency, fecundity, eggs diameter, phenotypic, and genetic performance of F-1 fingerlings produced from both natural maturation and re-maturation broodstock and compared to each other. Data on gonadosomatic index and eggs diameter were statistically analyzed using Anova-test, while growth rate, spawning, and fecundity were descriptively compared using tables and figures. The results showed that all feed treatments were able to induce gonad re-maturation and all sea cucumber broodstock re-spawned after two months. Benthos feed had a significant effect in increasing gonad somatic index and eggs diameter compared to the other feed treatments (P<0.05). Genetic variance of F-1fingerlings produced from the natural maturation broodstock (0.719) was significantly different (P<0.05) compared to the fingerlings produced from the re-maturated broodstock (0.634). However, phenotypically, the growth of length and weight after 150 days old fingerling was not significantly different (P>0.05) between the two fingerling generations. 
PROPAGASI VEGETATIF RUMPUT LAUT Gracilaria sp. MELALUI KULTUR JARINGAN Sri Redjeki Hesti Mulyaningrum; Rohama Daud; Badraeni Badraeni
Jurnal Riset Akuakultur Vol 9, No 2 (2014): (Agustus 2014)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (665.076 KB) | DOI: 10.15578/jra.9.2.2014.203-214

Abstract

Kultur jaringan merupakan salah satu metode untuk menghasilkan bibit rumput laut secara kontinu. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pertumbuhan dan perkembangan bibit rumput laut Gracilaria sp. pada setiap tahapan proses propagasi vegetatif melalui kultur jaringan. Propagasi di laboratorium dilakukan selama 60 hari menggunakan kontainer kaca berkapasitas 2 L dengan kepadatan eksplan 1.000; 1.500; dan 2.000 eksplan/kontainer, selanjutnya dilakukan aklimatisasi eksplan di tambak menggunakan hapa berukuran 50 cm x 50 cm x 50 cm selama 60 hari dengan kepadatan eksplan 10, 20 dan 30 g/hapa. Propagasi di tambak dilakukan selama lima bulan dengan metode long line dan setiap 30 hari dilakukan perbanyakan bibit dan pengamatan terhadap pertumbuhan. Desain penelitian adalah rancangan acak lengkap dengan tiga ulangan untuk masing-masing perlakuan. Parameter yang diamati adalah sintasan eksplan di laboratorium, pertumbuhan, dan perkembangan bibit. Hasil yang diperoleh pada kultur di laboratorium yaitu sintasan tertinggi (45,38%) diperoleh pada kepadatan 1.500 eksplan/kontainer, pada aklimatisasi di tambak kepadatan eksplan hingga 30 g tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap laju pertumbuhan harian bibit (P>0,05); bobot mutlak tertinggi diperoleh pada perlakuan 30 g/hapa. Laju pertumbuhan bibit rumput laut hasil kultur jaringan pada propagasi di tambak berada pada kisaran 2,33%-4,31%.
SELEKTIF BREEDING UDANG WINDU Penaeus monodon DENGAN KARAKTER PERTUMBUHAN DAN SPF (SPECIFIC PATHOGEN FREE) Ida Komang Wardana; Ahmad Muzaki; Fahrudin Fahrudin; I Gusti Ngurah Permana; Haryanti Haryanti
Jurnal Riset Akuakultur Vol 3, No 3 (2008): (Desember 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1498.468 KB) | DOI: 10.15578/jra.3.3.2008.301-312

Abstract

Riset selektif breeding dengan mengutamakan karakter pertumbuhan dan bebas penyakit (SPF) menjadi pilihan mendesak agar diperoleh calon induk udang windu dengan karakter fenotipe dan genotipe yang lebih baik. Tujuan riset ini adalah mendapatkan teknik selektif breeding dan induk udang hasil seleksi dengan karakter tumbuh cepat serta bebas penyakit (SPF). Metode seleksi diawali dengan pembenihan  induk yang berasal dari alam (F-0) mengikuti kaidah full sib mating, mengaplikasikan teknik probiotik, biosecurity, dan pemantauan infeksi virus. Diagnosis bebas penyakit (SPF) dilakukan dengan pengujian 7 jenis virus (TSV, WSSV, IHHNV, YHV, BP, MBV, HPV). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa 8 famili udang generasi pertama (F-1) memberikan keragaan fenotipe yang bervariasi (ukuran besar, sedang/reguler, dan kecil). Benih generasi pertama (F-1) hasil seleksi fenotipe pertumbuhan cepat (0,78%—9,91%) dari populasi benih udang kemudian dipelihara untuk calon induk. Induk udang yang digunakan pada saat dan setelah pembenihan mempunyai karakter SPF, demikian pula generasi pertama (F-1), walaupun ada kontaminasi IHHNV pada benih dari induk  -18,  -19,  -22. Keragaan genotipe induk udang (F-0) dan generasi pertama (F-1) menunjukkan keragaman genetik yang berbeda. Nilai heterozigositas pada induk udang (F-0) sebesar 0,1436; sedangkan pada generasi pertama (F-1) dengan tumbuh cepat sebesar 0,2659. Penanda gen untuk tumbuh cepat ditunjukkan pada gen dengan berat molekul 1.025 bp, 1.280 bp, dan 1.325 bp serta susunan sequence DNA yang berbeda bila dibandingkan pada penanda gen udang tumbuh lambat.Selective breeding focusing on growth and Specific Pathogen Free (SPF) is a priority to obtain genetically and morphologically better of black tiger shrimp spawner. The objective of the study was to develop selective breeding technique and select spawner better character on growth and Specific Pathogen Free (SPF). Selection method was initiated from the breeding of wild shrimp spawners (F-0) following full sib mating method, probiotics application, biosecurity, and virus diseases diagnosis. Diagnosis of SPF was tested on 7 viruses (TSV, WSSV, IHHNV, YHV, BP, MBV, HPV) by IQ-2000 kit. Result showed that 8 families of first generation (F-1) shrimp phenotypically varied (big, regular and small size). First generation of shrimp produced from phenotype selection with fast growth (0.78%—9.91%) of total fry polulation then reared till reached spawner size. Shrimp spawners used before and after breeding had SPF traits, similar with the first generation of shrimp fry. There was IHHNV contamination on shrimp (F-1) offsprings from  -18,  -19,  -22. Genotype performance shrimp spawner (F-0) and the first generation (F-1) showed different genetic variations. Heterozigosity value of shrimp spawner (F-0) was 0,1436 and the first generation (F-1) with fast growth trait was 0,2659. Gene marker of fast growth was indicated by a gene with molecular weight of 1,025 bp; 1,280 bp; and 1,325 bp and different DNA sequences compared with gen marker of slow growth shrimp.
EVALUASI KESESUAIAN LAHAN AKTUAL TAMBAK YANG ADA DI KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI Rachmansyah Rachmansyah; Akhmad Mustafa
Jurnal Riset Akuakultur Vol 6, No 2 (2011): (Agustus 2011)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1010.527 KB) | DOI: 10.15578/jra.6.2.2011.311-324

Abstract

Tambak di Kabupaten Tanjung Jabung Barat (Tanjabbar), Provinsi Jambi memiliki produktivitas yang relatif rendah dan telah ditetapkan sebagai salah satu lokasi pengembangan kawasan Minapolitan. Oleh karena itu, dilakukan penelitian untuk menentukan kesesuaian lahan tambak yang ada demi peningkatan produktivitas tambak serta mendukung program pengembangan kawasan Minapolitan di Kabupaten Tanjabbar. Faktor yang dipertimbangkan dalam evaluasi lahan adalah: topografi dan elevasi, hidrologi, tanah, dan iklim. Analisis spasial dalam Sistem Informasi Geografis digunakan untuk penentuan kesesuaian lahan budidaya tambak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lahan tambak di Kabupaten Tanjabbar didominasi tanah sulfat masam dengan unsur-unsur toksik yang tinggi dan sebaliknya unsur hara makro yang rendah dengan tekstur tanah dominan  lempung berliat dan lempung berpasir. Topografi lahan umumnya relatif datar dan elevasi yang tergolong rendah.  Salinitas air tergolong rendah dengan tingkat turbiditas yang tergolong tinggi serta pasang surut yang sangat tinggi (4,55 m). Curah hujan yang mencapai 2.393 mm/tahun dengan 2 bulan kering. Hasil analisis kesesuaian lahan aktual menunjukkan bahwa tambak yang ada di Kabupaten Tanjabbar seluas 617,14 ha, di mana  tidak ada lahan tambak yang tergolong sangat sesuai (Kelas S1); 38,40 ha tergolong cukup sesuai (Kelas S2); dan 222,82 ha yang tergolong kurang sesuai (Kelas S3); dan 355,92 ha yang tergolong tidak sesuai (Kelas N).
RESISTENSI UDANG GALAH KETURUNAN PERTAMA TERHADAP INFEKSI Vibrio harveyi Ikhsan Khasani; Alimuddin Alimuddin; Muhammad Zairin Junior; Angela Mariana Lusiastuti; Asep Sopian
Jurnal Riset Akuakultur Vol 10, No 2 (2015): (Juni 2015)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (114.527 KB) | DOI: 10.15578/jra.10.2.2015.251-260

Abstract

Kematian massal udang galah karena infeksi penyakit merupakan masalah serius pada sistem produksi benih udang galah. Penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan resistensi benih udang galah terhadap penyakit vibriosis menggunakan metode seleksi. Larva udang galah GIMacro diinfeksi dengan bakteri patogen Vibrio harveyi untuk mendapatkan populasi benih bertahan hidup, survivor, sebagai pembentuk induk F-0, selanjutnya disebut induk terseleksi. Sub populasi larva dari populasi tersebut tidak diinfeksi dan dipelihara hingga induk sebagai populasi kontrol. Pembentukan populasi F-1 dilakukan dengan mengawinkan antar induk F-0 terseleksi. Infeksi bakteri dilakukan terhadap larva (umur 7-9 hari pascatetas) dengan metode perendaman selama 48 jam, dengan kepadatan awal bakteri V. harveyi sebesar 5 x 105 cfu/mL. Sintasan rata-rata larva dari 24 induk betina adalah sebesar 45,92%-78,50%; dengan koefisien variasi relatif tinggi, sebesar 43%, sehingga seleksi pada karakter tersebut potensial untuk dilakukan. Respons seleksi setelah satu generasi sebesar 10,4% atau peningkatan resistensi sebesar 14,8% dibandingkan kontrol. Sintasan benih F-1 (40,04±11,9%) seleksi pada fase pembenihan standar produksi relatif lebih tinggi dibandingkan benih kontrol (38,04±15,7%). Sintasan benih pada fase pendederan juga demikian, yaitu 78,0±1,7% (F-1) dan 70±4,0% (kontrol). Bobot rata-rata benih udang galah F-1 (23,73±5,40 mg) tidak berbeda nyata dengan benih kontrol (23,40±9,50 mg). Sebagai kesimpulan bahwa peningkatan resistensi udang galah terhadap infeksi penyakit vibriosis dapat dilakukan melalui seleksi berbasis uji tantang.
PERAN GEN AIM1 DAN INTENSITAS CAHAYA TERHADAP KARAKTER POLA PIGMEN IKAN BADUT HITAM (Amphiprion percula) Daniar Kusumawati; S. Permana; Ketut Maha Setiawati; Haryanti Haryanti
Jurnal Riset Akuakultur Vol 7, No 2 (2012): (Agustus 2012)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (203.693 KB) | DOI: 10.15578/jra.7.2.2012.205-219

Abstract

Pola pigmen merupakan faktor utama yang menentukan tingginya kualitas ikan hias. Pada benih-benih F1 populasi budidaya ikan badut hitam (Amphiprion percula) diketahui mengalami degeneratif pola pigmen yang menyimpang dibandingkan dengan populasi di alam. Pola pigmen merupakan salah satu karakter fenotip yang diturunkan di mana ekspresinya bergantung pada interaksi genetik dengan faktor eksternal yaitu lingkungan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji peran gen yaitu Aim1 yang mengontrol sintesis melanin dan kondisi lingkungan dalam menginduksi pola pigmen hitam ikan badut hitam (Amphiprion percula). Analisis gen Aim1 dilakukan dengan menggunakan program speedy PCR dilanjutkan dengan SSCP (single strand confirmation polymorphism) untuk mengidentifikasi variasi genetik dari gen Aim1. Analisis SDS Page dilakukan untuk mengetahui peranan lingkungan terhadap profil protein yang disintesis. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa primer Aim1 memiliki sisi pengenalan pada whole genom ikan badut hitam (Amphiprion percula) pada target sequence 45 bp. Berdasarkan analisis SSCP profil fragmentasi amplicon primer Aim1 pada masing-masing tingkatan pada populasi budidaya homolog dengan populasi alam, sehingga gen Aim1 bukan merupakan gen yang mengontrol fenomena degeneratif pola pigmen ikan badut hitam (Amphiprion percula). Peran lingkungan yaitu cahaya memberikan pengaruh positif dalam menginduksi pola pigmen melalui stimulus pada sistem neuron dan migrasi melanophore.
KELAYAKAN LAHAN PERTAMBAKAN DI TANAH SULFAT MASAM, KABUPATEN LUWU TIMUR, SULAWESI SELATAN Brata Pantjara; Aliman Aliman; Abdul Mansyur; Utojo Utojo
Jurnal Riset Akuakultur Vol 1, No 2 (2006): (Agustus 2006)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (346.661 KB) | DOI: 10.15578/jra.1.2.2006.281-290

Abstract

Salah satu lahan yang bisa dikembangkan untuk budi daya tambak adalah tanah sulfat masam. Di Indonesia potensinya cukup luas dan umumnya lahan semacam ini berada di kawasan pesisir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi kelayakan lahan tanah sulfat masam untuk pertambakan dan optimalisasi pemanfaatannya berdasarkan tingkat kesesuaian lahan dan daya dukung lingkungan. Penelitian dilakukan di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Metode penelitian dengan melakukan survai untuk mendapatkan data primer. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi terkait dan peta yang diperlukan untuk proses analisis dengan Sistem Informasi Geografis (SIG). Analisis data melalui tumpang susun dari beberapa peta dan data primer pada setiap pengamatan dengan mempertimbangkan pembobotan dan skala penilaian untuk mendapatkan nilai skoring dalam menentukan kesesuaian lahan budi daya tambak. Hasil analisis kelayakan lahan untuk tambak didapatkan nilai potensi dan kelayakan seluas 5.617,9 ha yang terdiri atas 709,4 ha kelayakan tinggi; 3.947,7 ha kelayakan sedang; dan 960,7 ha kelayakan rendah.One of land that can be developed for brackish water aquaculture is acid sulfate soil. The potency of acid sulfate soil in Indonesia is relatively large and generally found in coastal area. The objectives of this research to know the potency and land suitability of acid sulfate soil for brackish water aquaculture and optimal utilization based on land suitability level and its carrying capacity. This research was conducted at Malili Sub District; East Luwu Regency, South Sulawesi. Surveys have been done collected primary data. while secondary data was obtained from related Institution and needed maps for Geographic Information System (GIS) analysis, with overlying maps and primary data in each station observation with considering and assessment scale value of determining land suitability for brackish water pond. The result of maps analysis had been obtained the potency and land suitability at Malili Sub district were 5,617.9 ha consisted of 709.4 ha (high suitability); 3,947.7 ha (moderate suitability); and 960.7 ha (low suitability).

Page 10 of 77 | Total Record : 763


Filter by Year

2006 2025


Filter By Issues
All Issue Vol 20, No 2 (2025): Juni (2025) Vol 20, No 1 (2025): Maret (2025) Vol 19, No 4 (2024): Desember (2024) Vol 19, No 3 (2024): September (2024) Vol 19, No 2 (2024): Juni (2024) Vol 19, No 1 (2024): (Maret 2024) Vol 18, No 4 (2023): (Desember, 2023) Vol 18, No 3 (2023): (September, 2023) Vol 18, No 2 (2023): (Juni, 2023) Vol 18, No 1 (2023): (Maret 2023) Vol 17, No 4 (2022): (Desember 2022) Vol 17, No 3 (2022): (September) 2022 Vol 17, No 2 (2022): (Juni) 2022 Vol 17, No 1 (2022): (Maret, 2022) Vol 16, No 4 (2021): (Desember, 2021) Vol 16, No 3 (2021): (September, 2021) Vol 16, No 2 (2021): (Juni, 2021) Vol 16, No 1 (2021): (Maret, 2021) Vol 15, No 4 (2020): (Desember, 2020) Vol 15, No 3 (2020): (September, 2020) Vol 15, No 2 (2020): (Juni, 2020) Vol 15, No 1 (2020): (Maret, 2020) Vol 14, No 4 (2019): (Desember, 2019) Vol 14, No 3 (2019): (September, 2019) Vol 14, No 2 (2019): (Juni, 2019) Vol 14, No 1 (2019): (Maret, 2019) Vol 13, No 4 (2018): (Desember 2018) Vol 13, No 3 (2018): (September 2018) Vol 13, No 2 (2018): (Juni, 2018) Vol 13, No 1 (2018): (Maret 2018) Vol 12, No 3 (2017): (September 2017) Vol 12, No 4 (2017): (Desember 2017) Vol 12, No 2 (2017): (Juni 2017) Vol 12, No 1 (2017): (Maret 2017) Vol 11, No 3 (2016): (September 2016) Vol 11, No 4 (2016): (Desember 2016) Vol 11, No 2 (2016): (Juni 2016) Vol 11, No 1 (2016): (Maret 2016) Vol 8, No 3 (2013): (Desember 2013) Vol 5, No 3 (2010): (Desember 2010) Vol 5, No 2 (2010): (Agustus 2010) Vol 5, No 1 (2010): (April 2010) Vol 2, No 2 (2007): (Agustus 2007) Vol 2, No 1 (2007): (April 2007) Vol 1, No 1 (2006): (April 2006) Vol 10, No 4 (2015): (Desember 2015) Vol 10, No 3 (2015): (September 2015) Vol 10, No 2 (2015): (Juni 2015) Vol 10, No 1 (2015): (Maret 2015) Vol 9, No 3 (2014): (Desember 2014) Vol 9, No 2 (2014): (Agustus 2014) Vol 9, No 1 (2014): (April 2014) Vol 8, No 2 (2013): (Agustus 2013) Vol 8, No 1 (2013): (April 2013) Vol 7, No 3 (2012): (Desember 2012) Vol 7, No 2 (2012): (Agustus 2012) Vol 7, No 1 (2012): (April 2012) Vol 6, No 3 (2011): (Desember 2011) Vol 6, No 2 (2011): (Agustus 2011) Vol 6, No 1 (2011): (April 2011) Vol 4, No 3 (2009): (Desember 2009) Vol 4, No 2 (2009): (Agustus 2009) Vol 4, No 1 (2009): (April 2009) Vol 3, No 3 (2008): (Desember 2008) Vol 3, No 2 (2008): (Agustus 2008) Vol 3, No 1 (2008): (April 2008) Vol 2, No 3 (2007): (Desember 2007) Vol 1, No 3 (2006): (Desember 2006) Vol 1, No 2 (2006): (Agustus 2006) More Issue