cover
Contact Name
Ilham
Contact Email
Ilham.fishaholic@gmail.com
Phone
+6221-64700928
Journal Mail Official
jra.puslitbangkan@gmail.com
Editorial Address
Gedung Balibang KP II, Lantai 2 Jl. Pasir Putih II, Ancol Timur, Jakarta Utara 14430
Location
Kab. jembrana,
Bali
INDONESIA
Jurnal Riset Akuakultur
ISSN : 19076754     EISSN : 25026534     DOI : http://doi.org/10.15578/JRA
Core Subject : Agriculture, Social,
Jurnal Riset Akuakultur as source of information in the form of the results of research and scientific review (review) in the field of various aquaculture disciplines include genetics and reproduction, biotechnology, nutrition and feed, fish health and the environment, and land resources in aquaculture
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 763 Documents
KARAKTERISTIK GENETIK Kappaphycus alvarezii SEHAT DAN TERINFEKSI PENYAKIT ICE-ICE DENGAN METODE Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP) Emma Suryati; Lida Puspaningtyas; Utut Widyastuti; Suharsono Suharsono
Jurnal Riset Akuakultur Vol 8, No 1 (2013): (April 2013)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (132.895 KB) | DOI: 10.15578/jra.8.1.2013.21-31

Abstract

Infeksi penyakit ice-ice pada Kappaphycus alvarezii seringkali menyebabkan penurunan produksi yang sangat signifikan. K. alvarezii merupakan alga merah penghasil karaginan yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan banyak dimanfaatkan dalam berbagai industri, seperti farmasi, makanan, stabilizer, dan kosmetik. Perbaikan genetik sangat diperlukan untuk meningkatkan produksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik kemiripan genetik K. alvarezii sehat dan terinfeksi penyakit dari Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau (BPPBAP), Maros dengan metode Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP). Pada penelitian ini juga dianalisis K. alvarezii asal Bone (BNE), Gorontalo (GRL), Tambalang (TMB), dan Kendari (KND) sebagai kontrol rumput laut sehat. Metode AFLP menggunakan enzim restriksi Psti dan Mset, preamplifikasi dan amplifikasi selektif diawali dengan isolsi DNA, uji genimoc DNA, restriksi dan ligasi. Hasil yang diperoleh menunjukkan penggunaan marker AFLP dengan primer forward P11 dan primer reverse M48, M49 dan M50 terhadap K. alvarezii yang berasal dari Takalar (TKL), dan Mataram (MTR), tanpa infeksi (sehat) dan terinfeksi penyakit Takalar ice (TKL+), Mataram ice (MTR+), serta K. alvarezii kontrol (BNE), (GRL), (TMB), dan (KND) menghasilkan 519 fragmen dalam 122 lokus dengan ukuran 50 - ~370 pb. Kemiripan genetik K. alvarezii yang terinfeksi penyakit ice-ice lebih rendah jika dibandingkan dengan yang sehat. Kemiripan genetik K. alvarezii dari Takalar sehat (TKL) dan terinfeksi ice-ice (TKL+) adalah 0,8176 dan MTR-MTR+ adalah 0,8033.
FAKTOR-FAKTOR DOMINAN YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS TAMBAK DI KABUPATEN PINRANG, SULAWESI SELATAN Akhmad Mustafa; Erna Ratnawati
Jurnal Riset Akuakultur Vol 2, No 1 (2007): (April 2007)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (132.043 KB) | DOI: 10.15578/jra.2.1.2007.117-133

Abstract

Kabupaten Pinrang memiliki tambak terluas di Provinsi Sulawesi Selatan dan ditetapkan sebagai pusat pengembangan produksi udang windu, namun produktivitas tambaknya masih relatif rendah. Oleh karena itu, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor dominan yang berpengaruh terhadap produktivitas tambak di Kabupaten Pinrang. Sebagai peubah tergantung adalah produktivitas tambak, sedangkan sebagai peubah bebas adalah faktor-faktor status pembudi daya tambak, kondisi tambak, pengelolaan tambak, kualitas air tambak, dan kualitas tanah tambak yang masing-masing terdiri atas 9, 11, 31, 11, dan 17 peubah. Regresi berganda dengan peubah boneka digunakan untuk menganalisis data untuk memprediksi peubah tergantung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivitas tambak di Kabupaten Pinrang rata-rata 499 kg/ha/musim. Produktivitas tambak di Kabupaten Pinrang masih dapat ditingkatkan melalui penambahan tenaga kerja dan pemisahan saluran pemasukan dan pengeluaran air serta penambahan tinggi pematang agar tinggi air juga dapat ditingkatkan. Aplikasi pupuk urea pada saat persiapan tambak dan aplikasi urea dan SP-36 sebagai pupuk susulan dapat meningkatkan produktivitas tambak, sebaliknya aplikasi KCl pada saat persiapan tambak dapat menurunkan produktivitas tambak. Pengurangan kapur susulan dan peningkatan pupuk yang mengandung fosfat dapat meningkatkan produktivitas tambak.Pinrang Regency has largest brackishwater ponds in South Sulawesi Province and determined as a centre for developing of shrimp production. However, their brackishwater ponds productivity is still low. Because of that, it was conducted research with aims to know the dominant factors that effect on the productivity of brackishwater pond in Pinrang Regency. As a dependent variable in this research was productivity of brackishwater ponds. Independent variables were grouped into: (a) farmer status factor, consist of 9 variables; (b) pond condition factor, consist of 11 variables; (c) pond management factor, consist of 31 variables; (d) water quality factor, consist of 11 variables and (e) soil quality factor, consist of 17 variables. Multiple regressions with dummy variable were used to analyze the data in predicting dependent variable. The results showed that the productivity of brackishwater pond in Pinrang Regency was 499 kg/ha/cycle in average. The productivity of brackishwater pond could be increased through addition of labor and separating of outlet and inlet canals and making higher the pond dyke for increasing the water depth. Application of urea fertilizer as an initial fertilizing and application urea and SP-36 as a continuing fertilizing could be increased the brackishwater pond productivity. In contrary, application of KCl fertilizer as an initial fertilizing would be decreased the brackishwater ponds productivity. Decreasing of continuing liming and increasing the fertilizer containing phosphate would be increased the brackishwater ponds productivity in Pinrang Regency.
KULTUR MIKROALGA Haematococcus pluvialis UNTUK MENGHASILKAN ASTAXANTIN Ahmad Muzaki; Fahrudin Fahrudin; Ida Komang Wardana; Haryanti Haryanti
Jurnal Riset Akuakultur Vol 3, No 3 (2008): (Desember 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1519.438 KB) | DOI: 10.15578/jra.3.3.2008.351-361

Abstract

Mikroalga merupakan sumberdaya biologis yang eksklusif dan berperan sangat luas untuk aplikasi penyedia komponen bernilai tinggi di bidang perikanan dalam rangka peningkatan ekonomi. Tujuan riset ini adalah mendapatkan teknik pengkulturan Haematococcus pluvialis dan teknik stimulasi melalui penyinaran sel untuk menghasilkan produk astaxantin. Media tumbuh Bold (PIV metal) dan modifikasi Bold (Clewat-32) diujikan untuk pengkulturan. Pengkulturan juga diterapkan dengan menggunakan 6 jenis air tawar dari sumber berbeda (mata air alam, sumur artesis, air mineral kemasan I, air mineral kemasan II, air sumur, dan air PAM). Efek stres dilakukan melalui penyinaran dengan UV selama 3 jam dan inkubasi lanjutan dengan menggunakan penyinaran intensitas cahaya tinggi untuk mendapatkan sel merah yang mengandung astaxantin. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pertumbuhan sel H. pluvialis pada media Bold (PIV metal) lebih baik (55 x 104 sel/mL) dan air tawar yang berasal dari mata air alam menghasilkan kepadatan sel lebih tinggi (166 x 104 sel/mL) pada hari ke-5 dan 245 x104 sel/mL pada hari ke-13 dibandingkan air dari sumber lainnya. Penyinaran UV dan dilanjutkan dengan penyinaran intensitas cahaya tinggi mempercepat perubahan warna sel dan produksi metabolit sekunder sebagai astaxantin. Microalgae are exclusive biological resources to provide valuable compounds in fisheries. The purpose of the research was to evaluate culture technique of H. pluvialis and stimulation technique through UV irradiation to produce astaxanthin. Growth media of Bold (PIV metal) and Bold (clewat-32) modifications were tested to culture microalgae. Other culture technique applied by using 6 fresh water from various sources (natural fresh water, deep well water, mineral water I, mineral water II, well water, and municipal water supply sample). Stress effects were tested by using UV irradiation for 3 hours and incubation with high light intensity to find red cells containing astaxanthin. Result showed that growth cell of H. pluvialis in BOLD media (PIV metal) was higher (550 x 104 sel/mL) than that of in BOLD modification media. Cell density of H. pluvialis cultured with fresh water from natural source was higher (166 x 104 sel/mL) on day 5th and 245 x104 sel/mL on day 13th compared to other water sources. Effect of UV irradiation and high light intensity stimulated cells color change and produced secondary metabolite of astaxanthin.
PUNCAK PREVALENSI PENYAKIT KARANG JENIS SABUK HITAM (BLACK BAND DISEASE) DI KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA Ofri Johan; Anang Hari Kristanto; Joni Haryadi
Jurnal Riset Akuakultur Vol 9, No 2 (2014): (Agustus 2014)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (593.374 KB) | DOI: 10.15578/jra.9.2.2014.307-317

Abstract

Keberadaan penyakit karang akan menyebabkan kerusakan komunitas dan populasi karang di Indonesia, sementara informasi prevalensi penyakit tersebut masih sedikit terpublikasikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi penyakit karang jenis sabuk hitam di Kepulauan Seribu pada enam lokasi di bagian tubir dan 10 lokasi di bagian lereng terumbu yang dilaksanakan pada bulan November 2011. Metode transek sabuk digunakan untuk mendapatkan prevalensi penyakit karang dengan ukuran 1 m ke kiri dan 1 m ke kanan dari garis transek, panjang transek 20 m dan dilakukan tiga ulangan pada setiap lokasi, sehingga total luasan yang teramati adalah 120 m2. Hasil penelitian di bagian tubir berhasil mengamati jumlah koloni sebanyak 4.517, lebih tinggi dibandingkan di lereng terumbu yaitu sebanyak 3.418 koloni. Karang yang dominan ditemukan di lereng terumbu adalah Montipora sp., Acropora sp., dan Porites sp., dengan jumlah koloni berturut-turut yaitu 2.417 koloni, 1.131 koloni, dan 299 koloni, sementara pada lereng terumbu didominasi oleh karang Porites sp., Fungia sp., dan Acropora sp. dengan jumlah koloni berturut-turut yaitu 867 koloni, 596 koloni, dan 496 koloni. Prevalensi penyakit sabuk hitam pada tubir lebih tinggi (12,53%) dibandingkan dengan di lereng terumbu (0,05%), demikian juga dengan faktor penganggu kesehatan karang lebih tinggi di tubir (3,25%) dibandingkan dengan di lereng terumbu (2,68%). Data prevalensi pada penelitian ini merupakan puncak prevalensi (outbreak) dibandingkan dengan data lain yang dilakukan pengamatan selama satu tahun. Prevalensi penyakit sabuk hitam sangat dipengaruhi oleh adanya peningkatan suhu dan intensitas cahaya, sehingga prevalensi di perairan dangkal (tubir) lebih tinggi dibandingkan dengan di lereng terumbu.
PENGGUNAAN DUA JENIS HORMON GONADOTROPIN UNTUK MERANGSANG PEMIJAHAN IKAN BALASHARK (Balanteocheilus melanopterus) Darti Satyani; Siti Subandiyah; Irsyaphiani Insan
Jurnal Riset Akuakultur Vol 3, No 2 (2008): (Agustus 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (555.323 KB) | DOI: 10.15578/jra.3.2.2008.157-164

Abstract

Penelitian yang bertujuan untuk memperoleh cara yang lebih baik dan efisien dalam pemijahan buatan induk balashark dilakukan dengan memilih induk yang matang gonad dari bak-bak pemeliharaan. Sebanyak 20 ekor terdiri atas 12 ekor betina dan 8 ekor jantan terpilih dari 40 ekor (25 betina dan 15 jantan) pada bulan Juni dan Agustus 2007. Perlakuan stimulasi untuk pemijahan dilakukan terhadap induk matang gonad ini dengan dua macam jenis hormon gonadotropin yaitu ovaprim dengan dan tanpa kombinasi HCG. Stimulasi dilakukan dengan dua kali suntikan untuk betina dan satu kali untuk jantan. Suntikan pertama adalah ovaprim 0,4 mL/kg bobot tubuh untuk perlakuan tanpa kombinasi dan 300 IU/kg HCG untuk perlakuan kombinasi. Suntikan kedua dengan interval waktu masing-masing 6 dan 12 jam, adalah ovaprim 0,6 mL/kg bobot tubuh untuk semua perlakuan. Induk jantan disuntik dengan ovaprim 0,6 mL/kg bersamaan dengan suntikan pertama betina. Pembuahan buatan dilakukan pada telur dan sperma yang dikeluarkan dengan cara penyalinan. Penetasan telur terbuahi di dalam corong inkubator bervolume 5 (lima) liter. Hasil penelitian ini adalah diameter telur induk matang gonad yang terpilih antara 0,8—1,28 mm. Perlakuan kombinasi HCG dan ovaprim memberikan hasil yang lebih baik dalam semua parameter yang diamati daripada dengan ovaprim saja. Telur ovulasi lebih banyak, derajat pembuahan dan penetasan lebih tinggi. Bulan Agustus merupakan waktu yang lebih sesuai untuk pemijahan.This research was aimed to obtain a better and efficient method in artificial propagation of Balashark by selection of mature broodstocks from rearing tanks. There were 20 fish selected consisted of 12 females and 8 males from 40 mature broodstock fish (25 females and 15 males). The selection process was carried out in June and August, 2007. Stimulation treatments for these selected mature broodstocks were conducted using two kinds of gonadotrophine hormones i.e ovaprim combined with and without HCG. Stimulation treatments were conducted twice for the females and only once for the males. For female, the first treatment was with 0.4 mL/kg body mass of ovaprim and added with 300 iu/kg body mass of HCG for combination treatment. The second treatment was using 0.6 mL/kg body mass of ovaprim for all females with six hours interval from the first treatment and 12 hours interval for combination treatment. Males were injected with 0.6 mL/kg body mass of ovaprim at the same time with the first injection to the females. Artificial fertilization was given to all ovulated eggs with the sperm collected from the males. Fertilized eggs were hatched in five liter volume capacity of funnel incubator. The experiment results showed that the egg diameter produced by the females were ranging from 0.8–1.28 mm with the average diameter of 1.0–1.18 mm. Combination treatments using ovaprim and HCG gave better results in all observed parameters compared to the treatments that used only ovaprim (no combination). Combination treatment also resulted in greater ovulated eggs as well as higher fertilization and hatching rates. August was assumed to be a better and appropriate time period for Balashark broodstock induced spawning.
MODEL ANALISIS SPASIAL KESESUAIAN LAHAN TAMBAK SKALA SEMI-DETAIL BERDASARKAN PEUBAH KUNCI TAMBAK SISTEM EKSTENSIF DAN SEMI-INTENSIF Tarunamulia Tarunamulia; Akhmad Mustafa; Jesmond Sammut
Jurnal Riset Akuakultur Vol 3, No 3 (2008): (Desember 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1692.522 KB) | DOI: 10.15578/jra.3.3.2008.449-461

Abstract

Penerapan metode evaluasi multi-kriteria dalam penilaian spasial kesesuaian lahan tambak terbukti belum efektif di Indonesia. Hal ini terutama dipengaruhi oleh tidak cukup tersedianya data spasial pendukung dalam analisis tersebut. Analisis spasial yang diterapkan dalam penilaian kesesuaian lahan tambak selama ini lebih banyak mengadopsi model evaluasi multikriteria seperti yang umumnya diterapkan pada analisis kesesuaian lahan terdahulu seperti analisis kesesuaian lahan pertanian atau pemukiman yang tentunya memiliki karakteristik yang berbeda. Beberapa peubah lingkungan yang digunakan dalam analisis multikriteria tersebut kadangkala tidak memperhatikan kesesuaian skala peta yang berhubungan dengan level informasi. Tulisan ini bertujuan untuk menguraikan metode alternatif penilaian kesesuaian lahan tambak ekstensif dan semiintensif pada skala semidetail (1:50.000) dengan memanfaatkan peubah kunci lingkungan tambak yang mempengaruhi keberhasilan sistem budidaya tersebut. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Barru, dengan memanfaatkan informasi spasial berupa ketinggian lahan, kawasan sempadan pantai dan sungai, penggunaan lahan eksisting, dan jangkauan pasang surut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan memanfaatkan peubah kunci dalam model, sudah dapat ditentukan wilayah kelayakan lahan tambak secara umum di lokasi penelitian. Studi ini juga menguraikan manfaat peta kesesuaian lahan tambak dari model tersebut untuk kepentingan perencanaan dan penelitian lebih lanjut. Model ini secara umum berhasil memberikan dasar penting dalam analisis spasial lingkungan pantai untuk kepentingan budidaya sesuai dengan tingkat skala peta yang dibahas. Penelitian ini juga memberikan peluang dalam proses pemetaan potensi lahan tambak secara cepat dengan tingkat akurasi yang cukup baik tanpa harus dibatasi oleh ketidaklengkapan data spasial pendukung.Application of multi-criteria evaluation (MCE) for land suitability assessment of brackishwater pond in Indonesia has been hindered by the unavailability of supporting spatial data for the analysis. The existing spatial analysis methods in aquaculture mainly adopt the previously developed spatial assessment techniques in agriculture, urban planning or transportation network that certainly have different characteristics as well as environmental requirements. A number of environmental factors used in the MCE analysis are sometimes inappropriate with the map scale with respect to the level of information presented. The goal of this study was to provide an alternative spatial assessment method for the evaluation of land suitability for brackishwater aquaculture at semi-detailed scale by employing key environmental/ecological factors that influence the success and the sustainability of the coastal industry. This model was developed by employing spatial dataset of Barru coastal areas which include digital land elevation data, map of buffer zone (green belt), existing land use/cover map and information of local tidal range. The research shows that the overall land suitability for brackishwater aquaculture at the scale of 1:50,000 can be achieved despite using only limited number of key environmental factors in the model. This research has also demonstrated the potential application of the map in coastal planning and in a more detailed research. Overall this study has provided a fundamental approach of spatial analysis for coastal management particularly in land-based aquaculture development at respective scale. This model has also offered an alternative solution to quickly and accurately map the potential land for brackishwater aquaculture regardless of partial availability of supporting spatial dataset for the analysis.
KERAGAMAN GENETIK TIGA GENERASI IKAN TAMBAKAN (Helostoma temminkii) DALAM PROGRAM DOMESTIKASI Otong Zenal Arifin; Wahyulia Cahyanti; Anang Hari Kristanto
Jurnal Riset Akuakultur Vol 12, No 4 (2017): (Desember 2017)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (228.147 KB) | DOI: 10.15578/jra.12.4.2017.295-305

Abstract

Suatu penelitian untuk melihat keragaman genetik tiga generasi ikan tambakan dalam program domestikasi telah dilakukan di Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar dan Penyuluhan Perikanan, Bogor. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi keragaman genetik generasi tetua/awal (G0), generasi pertama (G1), dan generasi kedua (G2) dalam program domestikasi ikan tambakan. Pengujian keragaman genetik dilakukan dengan metode PCR-RAPD menggunakan tiga primer, yakni OPA-2, OPA-8, dan OPC-2. Hasil yang diperoleh menunjukkan adanya perbedaan jumlah (7-15) dan ukuran fragmen (200-2.800 bp) yang dihasilkan, dengan frekuensi kemunculan alel berkisar antara 0,00-1,00 dari 31 lokus. Enam fragmen dari OPC-2 (1.400 bp, 1.300 bp, 1.100 bp, 800 bp, 600 bp, 500 bp), lima fragmen dari OPA-2 (1.350 bp, 1.000 bp, 900 bp, 800 bp, 520 bp), dan dua fragmen dari OPA-8 (1.000 bp, 550 bp) merupakan fragmen marka spesifik ikan tambakan pada penelitian ini. Keragaman genetik ikan tambakan antar generasi tergolong rendah, dengan nilai persentase polimorfisme berkisar antara 6,45%-35,48% dan nilai heterozigositas berkisar antara 0,03-0,16. Terjadi penurunan polimorfisme dan heterozigositas dari generasi tetua/awal (G0) ke generasi pertama (G1) dan kembali naik pada generasi kedua (G2). Dalam program domestikasi, nilai efektif induk (Ne) sebaiknya lebih dari 100, dengan nilai laju inbreeding (F) tidak lebih dari 0,005.A study to examine the genetic diversity of three generations of kissing gourami under a domestication program has been conducted at the Research Institute for Freshwater Aquaculture and Fisheries Extension, Bogor. The purpose of this study was to evaluate the genetic diversity of the elder generation (G0), first generation (G1), and second generation (G2) of kissing gourami under the domestication program. The genetic diversity examination was conducted through a PCR-RAPD method using three primers, namely OPA-2, OPA-8, and OPC-2. The obtained results indicated a difference in the number (7-15) and size of the fragments (200-2.800 bp) with the frequency of allele occurrence ranged from 0.00 to 1.00 from 31 loci. Six fragments from OPC-2 (1,400 bp; 1,300 bp; 1,100 bp; 800 bp; 600 bp; 500 bp), five fragments from OPA-2 (1,350 bp; 1,000 bp; 900 bp; 800 bp; 520 bp), and two fragments from OPA-8 (1,000 bp; 550 bp) were considered as species-specific markers of kissing gourami. The genetic diversity among the generations of the kissing gourami was low, with the percentage of polymorphism ranged from 6.45% to 35.48% and the value of heterozygosity ranged from 0.03 to 0.16. There was a decrease in polymorphism and heterozygosity values from the elder generation (G0) to the first generation (G1) and increased again but on the second generation (G2). In addition, the effective breeding value (Ne) in a domestication program should be more than 100, and the average of inbreeding value (F) is less than 0.005.
PENGARUH KO-INFEKSI BAKTERI Streptococcus agalactiae DENGAN Aeromonas hydrophila TERHADAP GAMBARAN HEMATOLOGI DAN HISTOPATOLOGI IKAN TILAPIA ( Oreochromis niloticus ) Desy Sugiani; Sukenda Sukenda; Enang Harris; Angela Mariana Lusiastuti
Jurnal Riset Akuakultur Vol 7, No 1 (2012): (April 2012)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1257.12 KB) | DOI: 10.15578/jra.7.1.2012.85-91

Abstract

Karakteristik hasil ko-infeksi buatan dari penyakit Streptococcosis dan MAS (Motile Aeromonas Septicemia) dapat dilihat dengan menggunakan parameter gambaran hematologi dan histopatologi. Ikan tilapia (Oreochromis niloticus) ukuran 15 g diinfeksi secara intra peritoneal dengan bakteri Streptococcus agalactiae dan Aeromonas hydrophila menggunakan dosis LD50. Perubahan pertahanan non spesifik ikan terhadap infeksi patogen dilihat dengan mengamati level hematokrit, neutrofil, limfosit, monosit, dan indeks fagositik darah ikan tilapia yang diambil dari arteri caudalis pada hari ke-3, 6, 9, 12, dan 15 setelah infeksi. Hasil analisis perubahan level hematokrit dan limfosit lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol, level neutrofil lebih rendah dibandingkan dengan kontrol, dan level monosit dan indeks fagositik fluktuatif selama masa perlakuan memperlihatkan adanya homeostasi gambaran darah ikan terhadap serangan infeksi antigen. Hasil histopatologi organ ginjal, otak, hati, dan limfa memperlihatkan dua pola karakter luka. Pola pertama, luka yang focal sampai terlihat adanya inflamasi dan perdarahan. Pola kedua, luka yang multifocal, luka parah (acute), nekrotik, dan luka inflamasi yang mengakibatkan deformasi sel-sel organ.
ISOLASI, SELEKSI, DAN IDENTIFIKASI BAKTERI DARI SALURAN PENCERNAAN IKAN LELE SEBAGAI KANDIDAT PROBIOTIK Titin Kurniasih; Widanarni Widanarni; Mulyasari Mulyasari; Irma Melati; Zafril Imran Azwar; Angela Mariana Lusiastuti
Jurnal Riset Akuakultur Vol 8, No 2 (2013): (Agustus 2013)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (136.415 KB) | DOI: 10.15578/jra.8.2.2013.277-286

Abstract

Penambahan probiotik pada pakan telah banyak diaplikasikan pada kegiatan akuakultur dan terbukti bermanfaat meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi pakan ikan. Probiotik yang ditujukan untuk membantu meningkatkan aktivitas pencernaan dalam saluran pencernaan ikan, akan lebih baik apabila diisolasi dari saluran pencernaan ikan itu sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bakteri probiotik dari saluran pencernaan ikan lele, mengisolasi, menyeleksi, serta mengidentifikasi bakteri yang didapatkan. Lambung dan usus lele, digerus dan diencerkan, kemudian dikultur dengan teknik cawan sebar. Koloni yang didapat dimurnikan dan diseleksi dengan uji zona hidrolisis protein dan uji patogenisitas, dan diidentifikasi secara biokimiawi dan molekuler. Tahap isolasi mendapatkan 10 isolat, tahap uji zona hidrolisis protein mendapatkan 4 isolat dengan zona hidrolisis tertinggi, sedangkan uji patogenisitas hanya meloloskan 2 isolat, yaitu A1 dan L1. Hasil uji identifikasi biokimiawi dan molekuler menunjukkan bahwa isolat A1 adalah Staphylococcus epidermidis dan L1 adalah Bacillus cereus. Bacillus cereus merupakan spesies yang sebagian besar anggotanya merupakan probiotik bagi hewan darat dan ikan, dengan demikian dari penelitian ini didapatkan bahwa Bacillus cereus merupakan kandidat bakteri yang berpeluang untuk dijadikan probiotik.
POLA AKTIVITAS ENZIM PENCERNAAN LARVA IKAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscogutattus Forsskal, 1775) Regina Melianawati; Rarastoeti Pratiwi
Jurnal Riset Akuakultur Vol 6, No 1 (2011): (April 2011)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (278.339 KB) | DOI: 10.15578/jra.6.1.2011.51-61

Abstract

Masalah utama yang masih dihadapi dalam usaha budidaya ikan kerapu macan adalah tingkat mortalitas yang tinggi pada stadia larva. Perkembangan struktur sistem pencernaan dan fungsi enzimatik yang masih sederhana dan belum sempurna diyakini merupakan salah satu penyebab terjadinya hal tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeteksi waktu awal aktivitas enzim pencernaan dan (2) mengetahui pola aktivitas enzim pencernaan pada larva umur 1 hingga 20 hari. Enzim yang dianalisis meliputi protease, amilase, dan lipase. Penelitian dilaksanakan dengan melakukan pengamatan secara berkesinambungan terhadap perkembangan yang terjadi secara alami pada larva selama periode waktu tertentu. Larva dipelihara di dalam hatcheri. Pakan yang diberikan kepada larva meliputi pakan alami rotifer Brachionus rotundiformis dan pakan buatan. Pengambilan sampel larva dilakukan pada larva umur 1, 2, 3, 5, 8, 11, 14, 17, dan 20 hari. Variabel yang diamati meliputi: aktivitas enzim, jumlah pakan alami pada saluran pencernaan larva dan histologis larva. Data hasil pengukuran dianalisis secara deskriptif kuantitatif dan ditampilkan dalam bentuk grafik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) aktivitas amilase dan lipase mulai terdeteksi pada larva umur 1 hari, sedangkan protease mulai terdeteksi pada larva umur 2 hari, (2) pada larva umur 1 hingga 20 hari, pola aktivitas protease dan amilase menunjukkan peningkatan dari larva umur 1 hingga 11 hari, dan kemudian cenderung menurun, sedangkan pola aktivitas lipase menunjukkan penurunan dari larva umur 1 hingga 8 hari, kemudian cenderung meningkat. Aktivitas protease dan amilase yang tertinggi selama periode waktu tersebut terjadi pada larva umur 11 hari, sedangkan aktivitas lipase yang tertinggi pada larva umur 17 hari

Page 9 of 77 | Total Record : 763


Filter by Year

2006 2025


Filter By Issues
All Issue Vol 20, No 2 (2025): Juni (2025) Vol 20, No 1 (2025): Maret (2025) Vol 19, No 4 (2024): Desember (2024) Vol 19, No 3 (2024): September (2024) Vol 19, No 2 (2024): Juni (2024) Vol 19, No 1 (2024): (Maret 2024) Vol 18, No 4 (2023): (Desember, 2023) Vol 18, No 3 (2023): (September, 2023) Vol 18, No 2 (2023): (Juni, 2023) Vol 18, No 1 (2023): (Maret 2023) Vol 17, No 4 (2022): (Desember 2022) Vol 17, No 3 (2022): (September) 2022 Vol 17, No 2 (2022): (Juni) 2022 Vol 17, No 1 (2022): (Maret, 2022) Vol 16, No 4 (2021): (Desember, 2021) Vol 16, No 3 (2021): (September, 2021) Vol 16, No 2 (2021): (Juni, 2021) Vol 16, No 1 (2021): (Maret, 2021) Vol 15, No 4 (2020): (Desember, 2020) Vol 15, No 3 (2020): (September, 2020) Vol 15, No 2 (2020): (Juni, 2020) Vol 15, No 1 (2020): (Maret, 2020) Vol 14, No 4 (2019): (Desember, 2019) Vol 14, No 3 (2019): (September, 2019) Vol 14, No 2 (2019): (Juni, 2019) Vol 14, No 1 (2019): (Maret, 2019) Vol 13, No 4 (2018): (Desember 2018) Vol 13, No 3 (2018): (September 2018) Vol 13, No 2 (2018): (Juni, 2018) Vol 13, No 1 (2018): (Maret 2018) Vol 12, No 3 (2017): (September 2017) Vol 12, No 4 (2017): (Desember 2017) Vol 12, No 2 (2017): (Juni 2017) Vol 12, No 1 (2017): (Maret 2017) Vol 11, No 3 (2016): (September 2016) Vol 11, No 4 (2016): (Desember 2016) Vol 11, No 2 (2016): (Juni 2016) Vol 11, No 1 (2016): (Maret 2016) Vol 8, No 3 (2013): (Desember 2013) Vol 5, No 3 (2010): (Desember 2010) Vol 5, No 2 (2010): (Agustus 2010) Vol 5, No 1 (2010): (April 2010) Vol 2, No 2 (2007): (Agustus 2007) Vol 2, No 1 (2007): (April 2007) Vol 1, No 1 (2006): (April 2006) Vol 10, No 4 (2015): (Desember 2015) Vol 10, No 3 (2015): (September 2015) Vol 10, No 2 (2015): (Juni 2015) Vol 10, No 1 (2015): (Maret 2015) Vol 9, No 3 (2014): (Desember 2014) Vol 9, No 2 (2014): (Agustus 2014) Vol 9, No 1 (2014): (April 2014) Vol 8, No 2 (2013): (Agustus 2013) Vol 8, No 1 (2013): (April 2013) Vol 7, No 3 (2012): (Desember 2012) Vol 7, No 2 (2012): (Agustus 2012) Vol 7, No 1 (2012): (April 2012) Vol 6, No 3 (2011): (Desember 2011) Vol 6, No 2 (2011): (Agustus 2011) Vol 6, No 1 (2011): (April 2011) Vol 4, No 3 (2009): (Desember 2009) Vol 4, No 2 (2009): (Agustus 2009) Vol 4, No 1 (2009): (April 2009) Vol 3, No 3 (2008): (Desember 2008) Vol 3, No 2 (2008): (Agustus 2008) Vol 3, No 1 (2008): (April 2008) Vol 2, No 3 (2007): (Desember 2007) Vol 1, No 3 (2006): (Desember 2006) Vol 1, No 2 (2006): (Agustus 2006) More Issue