Jurnal Hukum Samudra Keadilan
Jurnal Hukum Samudra Keadilan merupakan jurnal ilmiah di bidang ilmu hukum yang diterbitkan oleh Fakultas Hukum Universitas Samudra, guna penyebarluasan kajian konseptual dan hasil penelitian. Jurnal Hukum Samudra Keadilan terbit dua kali dalam setahun (Januari-Juni dan Juli-Desember). Jurnal Hukum samudra Keadilan ditujukan untuk kalangan pakar, akademisi, praktisi, penyelenggara negara, LSM, serta pemerhati hukum.
Articles
243 Documents
REKONSTRUKSI PERMA No. 1 TAHUN 2016 SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI PENGADILAN
Mariah S.M. Purba
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 13 No 1 (2018): Jurnal Hukum Samudra Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (407.172 KB)
|
DOI: 10.33059/jhsk.v13i1.693
Penegakan hukum tidak hanya terjadi melalui proses peradilan (pro justitia). Penegakan hukum yang lebih berkeadilan dapat kita temui melalui perdamaian,, salah satunya melalui penyelesaian sengketa alternatif (alternativedispute resolution/ADR), praktik ini makin berkembang karena tidak mahal, dan memakan waktu yang lama. Hasilnya (out put) bukan kalah atau menang (win lost solution). Dalam penyelesaian sengketa alternatif yang dituju adalah win-win solution. Telah lama berkembang pemikiran untuk mencari pilihan mekanisme penyelesaian sengketa selain melalui jalur litigasi yaitu alternatif penyelesaian sengketa (Alternative Dispute Resolution), salah satunya adalah mediasi. Untuk mengintegrasikan mediasi dalam hukum acara perdata di Pengadilan tingkat pertama, maka Mahkamah Agung menerbitkan PERMA No. 02 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, kemudian diperbaharui dengan PERMA No. 1 Tahun 2008, dan terakhir diterbitkan PERMA No. 1 Tahun 2016. Perubahan PERMA tersebut diharapkan untuk memperoleh aturan hukum yang lebih lengkap, dan sempurna. Namun dengan terbitnya PERMA No. 1 Tahun 2016 masih diketemukan kelemahan atau ketidaklengkapan aturan hukum tersebut sehingga dipandang perlu untuk direkonstruksi kembali
PENGUJIAN KEPUTUSAN OLEH PENGADILAN TATA USAHA NEGARA TERHADAP DISKRESI YANG DILAKUKAN OLEH PEJABAT PEMERINTAHAN
Rahmad Tobrani
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 13 No 1 (2018): Jurnal Hukum Samudra Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (136.48 KB)
|
DOI: 10.33059/jhsk.v13i1.694
Berdasarkan Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, diskresi adalah keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan. Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat menjadi acuan yang dapat menunjang tugas Badan/Pejabat Pemerintahan dalam menerbitkan keputusan diskresi, sebaliknya bagi Pengadilan Tata Usaha Negara agar memiliki acuan dalam menguji keputusan-keputusan yang lahir dari kewenangan diskresi. Dasar diterbitkannya keputusan diskresi adalah adanya “keadaan mendesak”, dan pengujian terhadap keputusan diskresi oleh Pengadilan Tata Usaha Negara dilakukan tidak dengan menggunakan peraturan perundang-undangan yang berlaku, melainkan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB) kemudian, produk hukum dari badan/pejabat pemerintahan yang dapat dijadikan objek segketa dan diuji pada pengadilan Tata Usaha Negara berupa keputusan (beschikking), sedangkan dokumen-dokumen yang mengandung materi pengaturan yang bersifat umum berupa peraturan (regeling) tidak dapat dijadikan objek sengketa dan tidak dapat diuji di pengadilan tata usaha negara.
TELAAH PEMIKIRAN HUKUM PROGRESIF UMAR BIN KHATAB PERSPEKTIF INDONESIA
Ridwan Ridwan
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 13 No 1 (2018): Jurnal Hukum Samudra Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (688.608 KB)
|
DOI: 10.33059/jhsk.v13i1.696
Hukum progresif merupakan ikhtiar ilmiah yang mengkritik mekanisme/cara berhukum konvensional; yakni berhukum dengan mengedepankan kebenaran legal formal, yang menjadi sebab penegakan hukum di negeri ini tidak dapat memberi kebahagiaan kepada para pencari keadilan. Orientasi hukum progresif adalah bagaimana membumikan sebenar keadilan (subtantive justice), dengan berpangkal pada pokok pikiran bahwa hukum adalah untuk manusia, latar belakang lahirnya pemikiran hukum progresif tidak lain akibat banyaknya persoalan yang melanda penegakan hukum di Indonesia dan tidak pernah tuntas disebabkan semua elemen masyarakat tidak berani untuk keluar dan tradisi penegakan aturan perundang-undangan atau masih menganut legisme. Hukum bukanlah semata-mata ruang hampa yang steril dari konsep-konsep non hukum. Hukum juga harus dilihat dari perspektif sosial, perilaku yang senyatanya dan dapat diterima oleh dan bagi insan yang ada di dalamnya. Gagasan pemikiran hukum progresif memang menarik untuk dibicarakan, ditelaah maupun dikaji secara mendalam karena progresif berarti kemajuan, yakni hukum hendaknya mampu mengikuti perkembangan zaman, mampu menjawab perubahan zaman dengan segala dasar di dalamnya, serta mampu melayani masyarakat dengan menyandarkan pada aspek moralitas dari sumber daya manusia penegak hukum itu sendiri, Bila dilihat dari sejarah perkembangan hukum Islam, temyata di zaman Khalifah Umar bin Khattab (634 s/d 644 M), beliau banyak mengeluarkan ijtihad yang kontroversial yang secara kasat mata bertentangan dengan Al-Qur'an ataupun Hadits. Pemikiran-pemikiran ataupun hasil ijtihad Umar bin Khattab juga identik dengan hukum progresifnya.
EFEKTIFITAS PENGHUKUMAN BAGI PELAKU MAISIR (PERJUDIAN) DI KOTA LANGSA
Siti Sahara;
Meta Suriyani
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 13 No 1 (2018): Jurnal Hukum Samudra Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (197.591 KB)
|
DOI: 10.33059/jhsk.v13i1.697
Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat, yang mengatur tentang maisir ini adalah mempunyai tujuan untuk mencegah dan menanggulangi kejahatan maisir karena maisir yang merupakan salah satu tindak pidana yang sangat meresahkan masyarakat. Akibat yang ditimbulkannya bukan saja mengganggu ketertiban di masyarakat, tetapi akibatnya juga sangat dirasakan oleh keluarga dari si pemain judi. Maisir kerap menimbulkan kejahatan-kejahatan lainnya seperti minuman-minuman keras, pencurian, kekerasan dalam rumah tangga, perkelahian dan lain sebagainya.Penghukuman bagi pelaku maisir (perjudian) di Kota Langsa belum efektif dapat dilihat dari Penghukuman berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku diantaranya ‘Uqubat Hudud dan Takzir. Proses peradilan menerapkan asas cepat, sederhana dan biaya ringan Ex Narapidana tidak mengulangi perbuatan yang sama (residivis).Penegak hukum saling berkoordinasi dalam penegakan tidak pidana maisir. Durasi masa hukuman yang singkat.Menghemat pengeluaran Negara. Namun tidak menutup kemungkinan masih terdapat hambatan yaitu menimbulkan efek jera hanya bagi nara pidana dan sebahagian masyarakat di Kota Langsa dan tidak menutup kemungkinan selalu adanya pelaku baru dan belum adanya sumber daya manusia dari WH yang berkapasitas/kompeten sebagai PPNS sehingga belum dapat mandiri dalam melakukan penegakan hukum. Penelitian ini mengunakan penelitian hukum empiris, yaitu dengan cara mengumpulkan data data di lapangan melalui wawancara langsung dengan responden dan informan.
PENEGAKAN HUKUM KETENTUAN PIDANA PASAL 200 UU NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN
Tisa Windayani
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 13 No 1 (2018): Jurnal Hukum Samudra Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (663.202 KB)
|
DOI: 10.33059/jhsk.v13i1.698
Pasal 200 UU No. 36/2009 Tentang Kesehatan mengatur bahwa setiap orang yang dengan sengaja menghalangi pelaksanaan program ASI eksklusif diancam dengan sanksi pidana. Walaupun demikian, penegakan hukum atas pasal ini belum berjalan dengan baik. Di lain pihak ibu menyusui adalah subjek sentral dari pelaksanaan ketentuan ini. Penelitian ini membahas mengenai mengapa penegakan hukum Pasal 200 belum berjalan namun dilihat dari aspek budaya hukum ibu menyusui sebagai elemen penting bagi penegakkan hukum. Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa budaya hukum responden ibu menyusui merupakan salah satu factor yang mendasari keputusan responden untuk tidak menggunakan Pasal 200 ketika hak nya dilanggar
DOMEIN VERKLARING DALAM PENDAYAGUNAAN TANAH DI ACEH
Zainuddin Zainuddin;
Zaki Ulya
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 13 No 1 (2018): Jurnal Hukum Samudra Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (127.989 KB)
|
DOI: 10.33059/jhsk.v13i1.699
Pengaturan mengenai domein verklaring (hak menguasai negara) diatur dalam Pasal 33 Ayat (3) UUD Tahun 1945 yang kemudian diatur lebih lanjut dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria. Undang-undang ini merupakan sebuah reformasi hukum dalam bidang agraria. permasalahan tanah terlantar merupakan permasalahan yang marak terjadi di Indonesia, termasuk di Aceh. Prihal yang menarik dikaji dalam hal hak menguasai negara dibidang pertanahan khusus di Aceh adalah masih berlakunya tiga sistem hukum yang berbeda di Aceh serta munculnya kelembagaan Badan Pertanahan Aceh dan Baitul Mal yang memiliki wewenang untuk mengelola dan mendayagunakan hak atas tanah tersebut.
RELEVANSI PUTUSAN HAKIM DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA LALU LINTAS
Zuleha Zuleha
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 13 No 1 (2018): Jurnal Hukum Samudra Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (111.407 KB)
|
DOI: 10.33059/jhsk.v13i1.700
Terjadinya kecelakaan lalu lintas banyak menimbulkan korban, meninggal dunia maka bagi pelaku bisa dijerat dengan pembunuhan karena kealpaan atau kelalaian dalam mengemudikan kendaraan bermotor. Penerapan tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Namun dalam beberapa perkara kecelakaan lalu lintas yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap di Pengadilan Negeri, hukuman yang dijatuhkan majelis Hakim kepada sipelaku yang melakukan tindak pidana karena kelalaianya masih banyak yang tidak mengacu pada ketentuan Undang-undang. Hasil kajian menunjukkan bahwa dari faktor penyebab putusan hakim tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang dalam perkara kecelakaan lalu lintas adalah adanya pihak kepolisian yang memperbolehkan perdamaian tindak pidana lalu lintas, Dalam penerapan hukum terhadap kecelakaan lalu lintas yaitu, putusan majelis hakim terhadap kecelakaan lalu lintas, menjatuhkan pidana penjara minimum.
MEMAHAMI KEMBALI RUMPUN ILMU HUKUM TATA NEGARA
Wiratmadinata Wiratmadinata
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 13 No 1 (2018): Jurnal Hukum Samudra Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (852.916 KB)
|
DOI: 10.33059/jhsk.v13i1.731
Perkembangan hukum yang terjadi mengakibatkan munculnya persoalan hukum dalam segala bidang, baik bidang publik maupun privat. Begitu juga halnya dalam tataran Hukum Tata Negara, yang tidak hanya membahas mengenai pemilu dan pejabat pemerintahan. Pemahaman mengenai persialan hukum tersebut hanya diketahui oleh orang terdidik saja namun juga perlu diketahui bagi orang awam dalam memahami hakikat hukum sendiri. Membahas hukum tentunya dimulai dari filsafat dengan menelaah dari manakah asalnya? Apakah landasan sejarah, teori dan landasan konseptual yang melatarbelakanginya? Darimanakah asal perkembangan ilmu tersebut dan apa sajakah cabang-cabang dari Ilmu Hukum tersebut?. Kajian ini secara lebih khusus dalam bidang Ilmu Hukum Tata Negara yang merupakan salah satu Disiplin Ilmu Hukum. Adapun metode pendekatan yang dgunakan dalam kajian ini menggunakan pendekatan filsafat dan pendekatan sistem. Di dalam pendekatan ini penulis mencoba menjelaskan posisi Hukum, Ilmu Hukum, Ilmu Hukum Tata Negara dalam satu struktur dan fungsi rumpun-rumpun Ilmu Hukum.
PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP GAGASAN LEGALISASI GANJA DI INDONESIA
Hanri Aldino
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 13 No 2 (2018): Jurnal Hukum Samudra Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (969.342 KB)
|
DOI: 10.33059/jhsk.v13i2.906
Ganja merupakan tamanan yang ilegal di Indonesia saat ini. Indonesia bahkan mengeluarkan Undang-Undang Narkotika No. 35 Tahun 2009 tentang larangan proses produksi, distribusi sampai tahap konsumsi dari tanaman ganja. Namun terdapat fenomena yang sangat menarik ditandai dengan kehadiran sebuah gerakan yang mendukung legalisasi ganja di Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan sikap seseorang terhadap gagasan legalisasi ganja di Indonesia serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pembentukan sikap tersebut. Lingkup penelitian dibatasi pada mahasiswa, menggunakan paradigma post-positivis dengan uji statistik non parametrik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa ternyata bersikap netral terhadap gagasan legalisasi ganja di Indonesia, dengan penjelasan setuju kepada pemanfaatan ganja untuk industri dan medis, namun tidak setuju untuk rekreasional. Dan sikap tersebut dipengaruhi oleh empat faktor, yakni gender, self experience, significant others, dan media.
BUKTI TIDAK LANGSUNG (INDIRECT EVIDENCE) DALAM PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA
Mahmul Siregar
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 13 No 2 (2018): Jurnal Hukum Samudra Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (1277.515 KB)
|
DOI: 10.33059/jhsk.v13i2.910
Penggunaan bukti tidak langsung (indirect evidence, circumstantial evidence) dalam penegakan UU No.5 Tahun 1999 sangat diperlukan mengingat karakteristik khusus dari hukum persaingan usaha dan perbuatan anti persaingan itu sendiri. Namun demikian, penggunaan bukti tidak langsung tersebut masih mengandung kontraversi dan ketidakpastian hukum. Keberadaan bukti tidak langsung tidak disebutkan secara eksplisit dalam UU No. 5 Tahun 1999 tetapi keberadaannya dikenal luas dalam penegakan hukum persaingan usaha di berbagai negara dan praktek-praktek internasional. Oleh karena itu diperlukan tindakan-tindakan yang strategis untuk mewujudkan kepastian hukum terkait penggunaan bukti tidak langsung