cover
Contact Name
Zaki Ulya
Contact Email
zaki.ulya@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
zakyulya@unsam.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota langsa,
Aceh
INDONESIA
Jurnal Hukum Samudra Keadilan
Published by Universitas Samudra
ISSN : 26153416     EISSN : 26157845     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal Hukum Samudra Keadilan merupakan jurnal ilmiah di bidang ilmu hukum yang diterbitkan oleh Fakultas Hukum Universitas Samudra, guna penyebarluasan kajian konseptual dan hasil penelitian. Jurnal Hukum Samudra Keadilan terbit dua kali dalam setahun (Januari-Juni dan Juli-Desember). Jurnal Hukum samudra Keadilan ditujukan untuk kalangan pakar, akademisi, praktisi, penyelenggara negara, LSM, serta pemerhati hukum.
Arjuna Subject : -
Articles 243 Documents
PEMBAYARAN GANTI RUGI BAGI KORBAN PEMERKOSAAN DALAM QANUN ACEH NOMOR 6 TAHUN 2014 Nairazi AZ; Aidil Fan
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 15 No 1 (2020): Jurnal Hukum Samudra Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (185.707 KB) | DOI: 10.33059/jhsk.v15i1.1686

Abstract

Korban pemerkosaan mengalami dampak fisik berupa kerusakan organ tubuh berupa robeknya selaput dara, terkena penyakit menular seksual, kehamilah yang tidak dikehendaki, dan korban juga rentan mengalami trauma yang cukup parah. Ganti rugi bagi korban pemerkosaan dalam Qanun Aceh No. 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat tertuang dalam Pasal 51 yang besaran uqubat restitusi maksimal 750 gram emas. Untuk implementasi kasus jarimah pemerkosaan yang diputuskan oleh Mahkamah Syar’iyah Kota Langsa pada Tahun 2016 tidak diberikannya restitusi, karena permintaan korban mengenai resitusi tidak dituangkan di dalam gugatan kejaksaan, dan korban juga tidak menuntut ulang gugatan mengenai restitusi. Sedangkan untuk kompensasi belum adanya aturan terperinci yang mengatur tentang hal tersebut pada saat itu, terutama lembaga yang berwenang untuk membayar kompensasi tersebut yaitu Baitul Mal Kota. Di dalam HAM Internasional sendiri menyebutkan pentingnya ganti rugi yang diberikan kepada korban, maupun keluarga korban jika korban menjadi tulang punggung keluarga, dan mengalami kecacatan, baik berbentuk restitusi, kompensasi maupun bantuan-bantuan lain yang dituangkan di dalam perundang-undangan Negara, ini tertuang di dalam “Declaration of Basic Principles of Justice for Victims of Crime and Abuse of Power” di Milan Pada Tahun 1985, karena deklarasi sebelumnya mengenai tindak pidana hanya memprioritaskan sisi hukuman manusiawi yang diberikan kepada pelaku, sedangkan hak-hak korban terabaikan. Jika dilihat dari sisi yuridis mengenai uqubat ta’zir jarimah pemerkosaan, terutama mengenai ganti rugi telah berkesesuain dengan HAM Internasional, yaitu aspek yuridis Qanun Aceh No. 6 Tahun 2014 tidak mengabaikan hak-hak korban pemerkosaan.
PERLINDUNGAN PEMBAYARAN UPAH PEKERJA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 100/PUU-X/2012 TENTANG UJI MATERIAL UU NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN Dede Agus Agus
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 15 No 1 (2020): Jurnal Hukum Samudra Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (148.549 KB) | DOI: 10.33059/jhsk.v15i1.1819

Abstract

Employers may be protected from the obligation to pay wages and any payments arising from employment if it has expired two year since the inception of the right. This is unfair to workers (harm), then judicial review an article 96 of Law No.13 of 2003 on Manpower to Constitution by the Constitutional Court Decision Number 100 / PUU-X / 2012. Therefore, this paper is aimed to discuss the protection of wage payment of workers post-judicial review. This research method, normative juridical based on the secondary data and the statute approach, conceptual approach, case approach and qualitative descriptive analysis. The results showed that the Post-Decision of the Constitutional Court payment of wages of workers has been protected, this is no expiry in the payment of wages and other benefits. The Constitutional Court declares that Article 96 of Law No.13 of 2003 is contradictory to the Constitution, and has no binding force. The Constitutional Court's verdict provides legal certainty that wages and any payments arising from employment relationships may at any time be prosecuted if they have not been fulfilled, but on the other hand it creates legal uncertainty, since the expiration institution is created by law in the context of legal certainty.
IMPLEMENTASI PROGRAM PELAYANAN ADMINISTRASI TERPADU KECAMATAN PILOT PROJECT DI KABUPATEN ACEH BARAT Nila Trisna; Putri Kemala Sari; Safrida Safrida
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 15 No 1 (2020): Jurnal Hukum Samudra Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (125.482 KB) | DOI: 10.33059/jhsk.v15i1.1987

Abstract

Pelayanan publik adalah kegiatan yang berhubungan dengan memberikan pelayanan berupa jasa kepada masyarakat, persoalan yang sering muncul dalam pelayanan belum maksimalnya dengan permasalahan tersebut pemerintah berupaya untuk meningkatkan Pelayanan berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 tahun 2010 tentang Pedoman Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN). Pemerintah Aceh mengeluarkan Instruksi Gubernur Aceh nomor 01/INSTR/2011 tentang penerapan Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN) dalam wilayah Kecamatan Aceh khususnya Penelitian dilakukan tiga (3) Kecamatan Johan Pahlawan, Meureubo dan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat. Namun dalam implementasi pelayanan PATEN masih belum terlaksana dengan baik.Metode yang digunakan secara deskriptif kualitatif dengan menggunakan teori implementasi dan pelayanan. Adapun penentuan informan menggunakan teknik non probabillity sampling degan cara purposive sampling hal ini karena dalam penelitian kualitatif penentuan informan melihat kedalaman data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil penelitian yang dilakukan di tiga (3) Kecamatan yang menjadi Pilot Project PATEN di Kabupaten Aceh Barat belum berjalan seperti yang amanahkan di dalam UU PATEN.Hal ini terlihat masih ada keluhan masyarakat terkait dengan pelayanan PATEN di tingkat Kecamatan. Selama ini Kecamatan hanya melayani perizinan non perizinan sedangkan untuk perizinan belum dilakukan, bahkan masih ada kecamatan yang belum mengetahui akan program PATEN untuk memudahkan masyarakat dalam mendapatkan pelayanan
Penegakan Kode Etik Penyelenggara Pemilu berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Pada Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD di Provinsi Kepulauan Riau Ukas; Razaki Persada; Zuhdi Arman
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 15 No 1 (2020): Jurnal Hukum Samudra Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (254.035 KB) | DOI: 10.33059/jhsk.v15i1.2104

Abstract

Sistem pemerintahan demokrasi didapati dimana–mana termasuk di Indonesia, hal ini terkait dengan proses politik dalam suatu pemilihan yang dikenal dengan pemilu, dimana pemilu itu sendiri memilih anggotaDPR, DPD dan DPRD Provinsi, Pemilu berfungsi sebagai sirkulasi elit politik eksekutif, dan legislatif secara teratur dan berkesinambungan, sesuai tujuan politik dan pemilihan itu sendiri berdasarkan UUD 1945 dan Undang-Undang Pemilihan Umum yang terkait serta beberapa Peraturan Perundangundanganlainnya. Dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan pemilu yang memiliki integritas dan kredibilitas, maka melalui Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011dibentuk lembaga yang bertanggung jawab mengenaipenyelenggara pemilu yaitu Dewan Penyelenggara Pemilu(DKPP) yang bertujuan untuk menjaga Pelaksanaan Kode Etik Penyelenggara Pemilu sesuai Pasal 110 (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011. Penegakan Kode Etik Penyelenggara Pemilu. Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD di Provinsi Kepulauan Riau tetap mengedepankan profesinal serta mempunyai integritas, kapabilitas, dengan daerah pemilihan 7 (tujuh) Kabupaten/Kota. Selain ketentuan hukum Penegakan Kode Etik Penyelenggara Pemilu, khususnya di Provinsi Kepulaiaun Riau secara umum sudah berjalan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011, sekalipun ada sedikit hambatan dan permasalahanyang dianggap tidak mencerminkan pelanggaran berat dalam pelaksanaan kode etik penyelenggara pemilu. Pelakanaan pemilu dan kemandirian penyelenggara pemilu di Provinsi Kepulauan Riau. Dalam pelaksanaan pemilu seperti yang disebutkan di atas telah melalui beberapa tahapansesuai yang telah ditetapkandalam Undang-Undang.Terkait dengan kode etik penyelenggara pemilusudah dilaksanakan sesuai yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang, dan pengawasan dari DKPP berjalan sesuai arus dan prosodural yang ada. Pada simpulannya bahwa penegakan kode etik dan penyelenggara pemilu di Provinsi Kepulauan Riau berdasrkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011telah memperlihatkan kemandirian, penegakan kode etik telah mengikuti prosudur yang telah ditetapkan serta efektivitasnya berjalan dengan baik.
BATAS TANGGUNG JAWAB HUKUM DAN ETIS ATAS PERILAKU TERCELA ADVOKAT DALAM PERSIDANGAN Gladwin Lukman; Findy khu; Indra Kho; Edric Victori
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 15 No 1 (2020): Jurnal Hukum Samudra Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (120.675 KB) | DOI: 10.33059/jhsk.v15i1.2111

Abstract

Di ranah hukum, peran advokat sangatlah penting, yaitu yang berkaitan dengan berperkara di hadapan pengadilan karena kemahiran serta wawsasan di bidang hukum sebagai bekal utamanya dan dapat diperhatikan peranan seorang advokat tentang memberikan jasa hukum pada klien. Penulisan artikel ini didasarkan pada penelitian hukum yuridis normatif dengan metode pendekatan yang menggunakan konsepsi legis positivis. Adapun metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif yaitu menyajikan kajian pada data-data yang diperoleh dari objek penelitian. Berhubungan dengan pemberian jasa hukum peranan advokat tak terbatas pada satu tingkat saja, tapi bisa dimulai dari tingkat PN (pengadilan Negeri), Pengadilan Tinggi, bahkan sampai tingkat Mahkamah Agung. Pelaksanaan peranan advokat dalam memberikan jasa hukum pada klien tergantung dari surat kuasa sejauh mana kuasa diberikan. Di dalam menjalankan profesinya sebagai seorang Advokat mempunyai tugas, hak dan tanggungjawabnya. Terkait batas tanggungjawab hukum dan etis perilaku tercela yang dilakukan Advokat dalam persidangan terdapat dalam Kode Etik Advokat yang telah secara jelas mengatur terkait sanksi-sanksi yang dapat dijatuhkan, apabila terjadi pelanggaran terhadap Kode Etik Advokat, tepatnya dalam Pasal 16
PIMPINAN KOMISI PEMBRANTASAN KORUPSI DAN TANTANGAN PENANGGULANGAN KORUPSI DI ERA 4.0 Wawan Fransisco
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 15 No 1 (2020): Jurnal Hukum Samudra Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (159.048 KB) | DOI: 10.33059/jhsk.v15i1.2148

Abstract

The Corruption Eradication Commission was formed with the main mission of carrying out prevention and law enforcement in eradicating corruption. The Chairperson of the Corruption Eradication Commission (KPK) is the spearhead in tackling corruption in Indonesia. In fact, political transactions in the election of the Corruption Eradication Commission (KPK) leader may be eliminated, so candidates with high integrity can be eliminated. The method in this paper uses the normative legal writing method because it examines the laws and regulations, literature, and journals relating to the material examined, which consists of the type of data obtained in this study is secondary data that is data obtained from library research and documentation , which is the result of research and processing of others, which are already available in the form of literature or documentation. The development of technology is now increasingly rapid where everything is completely digital, this era of sophisticated even even corruption can be digital, therefore the ability of the Corruption Eradication Commission (KPK) must be upgraded according to the times to be able to detect and solve corruption cases that are increasingly complicated transactions
DARURAT PERATURAN TENTANG GANGGUAN KEAMANAN DAN KETERTIBAN DI DALAM LEMBAGA PEMASYARAKATAN Muhammad Syahdiyar
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 15 No 1 (2020): Jurnal Hukum Samudra Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (119.727 KB) | DOI: 10.33059/jhsk.v15i1.2167

Abstract

Per tanggal 28 Februari 2018, data dari smslap.ditjenpas menunjukkan jumlah narapidana sebanyak 204.647 orang dan jumlah tahanan sebanyak 60.434 orang untuk jumlah total dari UPT pemasyarakatan yang tersebar di 33 provinsi di seluruh Indonesia. Angka tersebut menunjukkan bahwa keadaan Lembaga Pemasyarakatan di seluruh wilayah Indonesia sudah tidak sanggup menampung jumlah tahanan dan narapidana sesuai kapasitas yang sudah ditentukan. Situasi ini lebih sering kita kenal dengan keadaan overcowded, yang tidak bisa kita pungkiri lagi ternyata berdampak besar pada kondisi keamanan dan ketertiban di Lembaga Pemasyarakatan. Jika diururt ke belakang, sepanjang tahun 2019 saja sudah tercatat beberapa kejadian kerusuhan di beberapa Lapas di Indonesia. Juni 2019, narapidana di Lapas Polewali mengamuk dan membuat kerusuhan di Lapas tersebut. Kemudian, di bulan yang sama, kerusuhan juga terjadi di Rutan Lhoksukon yang berakhir pada kaburnya beberapa tahanan dan napi. Mei 2019, kerusuhan juga terjadi di Lapas Narkotika Langkat yang pada saat itu dihuni oleh 1.635 orang narapidana sedangkan kapasitasnya hanya diperuntukkan untuk 915 orang. Dan masih banyak lagi beberapa kerusuhan yang terjadi dalam kurun waktu 2 atau 3 tahun belakangan ini. Kerusuhan tersebut di atas menunjukkan suatu keadaan yang sangat berbeda jauh dari tujuan pemasyarakatan dan cita-cita mulia yang digagas oleh Bapak sahardjo sejak awal dibentuknya Lembaga pemasyarakatan sebagai tempat untuk membina, membimbing dan menegakkan hak-hak asasi warga binaan pemasyarakatan.
Meminta Pertanggungjawaban Pidana Perusahaan Induk Atas Perbuatan Tindak Pidana Lingkungan Hidup Yang Dilakukan oleh Anak Perusahaan Herlina Manullang
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 15 No 1 (2020): Jurnal Hukum Samudra Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (128.314 KB) | DOI: 10.33059/jhsk.v15i1.2170

Abstract

Peran korporasi di era globalisasi telah memberikan keuntungan ekonomi bagi dunia dan juga memberikan sumbangan pendapatan bagi negara, khususnya memberikan bagi pemasukan negara dalam bentuk devisa. Akan tetapi disatu sisi keberadaan korporasi juga memberikan dampak negatif, seperti terjadinya tindak pidana lingkungan hidup. Terjadinya tindak pidana lingkungan adalah disebabkan kurangnya perhatian korporasi terhadap pencegahan dan penegakan tindak pidana lingkungan.Keberadaan perusahaan group dewasa ini masih menjadi perdebatan yang panjang di kalangan para ahli, perbedaan ini sampai juga kearah pengertian perusahaan group.Perbedaan pendapat terjadi disebabkan belum adanya pengakuan yuridis terhadap status badan hukum pada perusahaan group.Bahkan Undang-Undang No.40 Tahun 2017 tentang Perseroan Terbatas tidak mengatur secara konkret berkaitan dengan eksistensi perusahaan group.Perusahaan induk sebagai pengendali perusahaan anak dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana berdasarkan doktrin tanggung jawab pengganti (vicarious liability) dalam hal pertanggunjawaban pidana perusahaan anak dalam hal terjadinya tindak pidana lingkungan hidup.Pasal 116 Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH). Pasal 116 ayat (2) UUPPLH, perusahaan induk dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana atas tindakan lingkungan hidup yang dilakukan perusahaan anak dengan dasar bahwa tindak pidana tidak hanya dilakukan oleh perusahaan anak, tetapi perusahaan induk, yang mengendalikan perusahaan anak secara operatingholding company, juga turut serta dalam terjadinya tindak pidana lingkungan tersebut.
REKONSTRUKSI SISTEM PEMIDANAAN TINDAK PIDANA KORUPSI DAN PENCUCIAN UANG DALAM PENDANAAN PEMILIHAN UMUM July Esther
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 15 No 1 (2020): Jurnal Hukum Samudra Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (164.413 KB) | DOI: 10.33059/jhsk.v15i1.2171

Abstract

Pelaporan dana kampanye pasangan calon merupakan salah satu informasi publik bentuk kejujuran atas laporan transaksi keungan yang valiud dan transparan. Pendanaan dalam proses kampaye pemilihan umum di Indonesia menjadi salah satu sorotan modus terjadinya tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum telah menentukan perbuatan yang dapat dipidana sebagai bentuk tindak pidana pemilihan umum dalam hal dana kampanye Pemilihan Umum yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan undang-undang, yakni pendanaan yang digunakan untuk kampanye berasal dari tindak pidana korupsi berupa suap ataupun gratifikasi. Perbuatan tersebut diantaranya adalah dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan dan setiap orang, kelompok, perusahaan, dan/atau badan usaha non pemerintah yang memberikan dana kampanye pemilu melebihi batas yang ditentukan. Hasil suap ataupun gratifikasi yang digunakan untuk pendanaan kampanye pemilihan umum inilah yang berindikasi sebagai modus baru terjadinya tindak pidana pencucian uang. Permasalahannya dalam penelitian ini adalah rekonstruksi pemidanaan pelaku tindak pidana korupsi dan pencucian uang dalam pemilihan umum. Pemidanaan bagi pelaku tindak pidana korupsi dan pencucian uang dalam pemilihan umum seyogyanya menerapkan ketiga undang-undang tersebut melalui surat dakwaan yang berbentuk komulatif. Sistem pemidanaan tersebut sebagai rekonstruksi dalam melakukan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi dan pencucian dalam pendanaan kegiatan pemilihan umum.
PASIVITAS FUNGSI ADVOKAT DALAM PROSES PRA-ADJUDIKASI: MEMBONGKAR TINDAKAN KOMUNIKATIF INSTRUMENTAL PENYIDIK Rocky Marbun
Jurnal Hukum Samudra Keadilan Vol 15 No 1 (2020): Jurnal Hukum Samudra Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Samudra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (180.084 KB) | DOI: 10.33059/jhsk.v15i1.2190

Abstract

Proses pemeriksaan dalam penyidikan terhadap Tersangka dan Saksi selalu berbentuk Berita Acara Pemeriksaan (BAP) sebagai produk hukum yang sah. Berdasarkan Pasal 117 ayat (2) KUHAP, Penyidik memiliki kewajiban untuk menuangkan keterangan yang diperoleh melalui tindak tuturan tanpa adanya upaya reifikasi terhadap Tersangka atau Saksi. Guna menjaga kondisi komunikasi intersubjektif tersebut, KUHAP memberikan hak bagi Tersangka untuk mendapatkan bantuan hukum semenjak proses penyidikan. Namun demikian, berdasarkan Pasal 115 ayat (1) KUHAP, fungsi pendampingan tersebut bersifat pasif. Oleh karena itu, Peneliti mengajukan rumusan masalah “Bagaimanakah seharusnya model pendampingan oleh Advokat sebagai Kuasa Hukum dalam mendampingi Kliennya pada proses penyidikan?” Pada penelitian ini, Peneliti menggunakan Metode Yuridis Normatif yang berbasis kepada data sekunder. Adapun untuk melengkapi metode penelitian tersebut, Peneliti pula menggunakan beberapa pendekatan penelitian antara lain pendekatan filsafat, pendekatan konseptual, dan pendekatan linguistik. Adapun hasil dari penelitian ini adalah menempatkan posisi Advokat secara setara dengan Penyidik melalui penghapusan frasa dalam Pasal 115 ayat (1) KUHAP guna mewujudkan perlindungan Hak Asasi Manusia dari terperiksa.

Page 10 of 25 | Total Record : 243