cover
Contact Name
Darwanto
Contact Email
bawal.puslitbangkan@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
bawal.puslitbangkan@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Bawal : Widya Riset Perikanan Tangkap
ISSN : 19078229     EISSN : 25026410     DOI : -
Bawal Widya Riset Perikanan Tangkap dipublikasikan oleh Pusat Riset Perikanan yang memiliki p-ISSN 1907-8226; e-ISSN 2502-6410 dengan Nomor Akreditasi RISTEKDIKTI: 21/E/KPT/2018, 9 Juli 2018. Terbit pertama kali tahun 2006 dengan frekuensi penerbitan tiga kali dalam setahun, yaitu pada bulan April, Agustus, Desember. Bawal Widya Riset Perikanan Tangkap memuat hasil-hasil penelitian bidang “natural history” (parameter populasi, reproduksi, kebiasaan makan dan makanan), lingkungan sumber daya ikan dan biota perairan.
Arjuna Subject : -
Articles 388 Documents
KARAKTERISTIK PUKAT CINCIN MINI DI PEMALANG. JAWA TENGAH Erfind Nurdin; Hufiadi Hufiadi
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 1, No 3 (2006): (Desember 2006)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2480.492 KB) | DOI: 10.15578/bawal.1.3.2006.89-94

Abstract

Penelitian mengenai karakteristik pukat cincin mini di Pemalang, Jawa Tengah merupakan bagain dari hasal penelitian cahaya pada tahun 2004 di Pemalang, Jawa Tengah, dengan cara mengikuti kapal mini purse sene komersil yang menggunakan alat bantu cahaya. Pengukuran dimensi alat tangkap dan biologi ikan dominan hasil tangkapan dilakukan di atas kapal.
FEKUNDITAS DAN TINGKAT KEMATANGAN GONAD RAJUNGAN (Portunus pelagicus) BETINA MENGERAMI TELUR DI TELUK LASONGKO, SULAWESI TENGGARA Abdul Hamid; Yusli Wardiatno; Djamar T.F.Lumban Batu; Etty Riani
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 7, No 1 (2015): (April 2015)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (780.649 KB) | DOI: 10.15578/bawal.7.1.2015.43-50

Abstract

Kajian kematangan gonad pada rajungan betina mengerami telur dan fekunditas berdasarkan warna telur masih terbatas. Penelitian ini menganalisis fekunditas dan tingkat kematangan gonad rajungan betina mengerami telur di Teluk Lasongko, dilakukan dari bulan April 2013 sampai Maret 2014. Fekunditas rajungan dianalisis berdasarkan kelas ukuran tubuh danwarna rajungan betina mengerami telur. Tingkat kematangan gonad ditentukan berdasarkan perubahan warna dan morfologi gonad. Fekunditas rajungan berkisar 69.747-2.078.874 butir dengan lebar karapas 86,6-162,3mm. Fekunditas rajungan bervariasi terhadap ukuran tubuh dan warna rajungan mengerami telur, serta berkorelasi dengan ukuran tubuh dan berat telur. Rajungan betina mengerami telur ditemukan dari TKGI sampai IV. Fekunditas rajungan di perairan ini tergolong sedang sampai tinggi, rajungan betina mengerami telur berwarna kuning dan orange didominasi belum matang gonad sedangkan berwarna coklat dan abu-abu gelap didominasi matang gonad.
KEPADATAN DAN KONDISI HABITAT KERANG KIMA (CARDIIDAE: TRIDACNINAE) DI BEBERAPA LOKASI DI PERAIRAN SULAWESI UTARA Ucu Yanu Arbi
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 3, No 2 (2010): (Agustus 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (306.514 KB) | DOI: 10.15578/bawal.3.2.2010.139-148

Abstract

Kima merupakan salah satu jenis kerang laut yang telah dieksploitasi oleh nelayan Sulawesi Utara dalam skala besar karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kepadatan dan kondisi habitat kerang kima di perairan Sulawesi Utara pada tahun 2007-2009. Daerah penelitian ini meliputi perairan Bitung, Pulau Lembeh, Taman Nasional Bunaken, Likupang, Pulau Talise, Kepulauan Sangihe, dan Kepulauan Talaud. Pengambilan data dilakukandengan metode rapid reef resources inventory dan metode kuadrat transek garis. Ditemukan 1.064 individu kima yang terdiri atas tujuh jenis, yaitu Tridacna crocea, Tridacna squamosa, Tridacna maxima, Tridacna derasa, Tridacna gigas, Hippopus hippopus, dan Hippopus porcelanus. Kepadatan kimasecara keseluruhan di lokasi penelitian rata-rata 0,53 ind./m2. Kepadatan tertinggi adalah jenis Tridacna crocea (rata-rata 0,32 ind./m2), sedangkan terendah adalah jenis Tridacna gigas, Tridacna derasa, dan Hippopus porcelanus (0,01 ind./m2). Giant clam is one of the sea shells that have been exploited by the fisherman of North Sulawesi, a large scale because it has a high economic value. This study aims to determine the distribution and density of giant clams in North Sulawesi waters in 2007-2009. Research conducted in the waters of Bitung, Pulau Lembeh, Bunaken National Park, Likupang, Talise Island, Sangihe Islands, and Talaud Islands. Data retrieval is done by the rapid reef resources inventory method and the quadrat line transect method. 1.064 individual of giant clams was found consisting of seven species, there are Tridacna crocea, Tridacna squamosa, Tridacna maxima, Tridacna derasa, Tridacna gigas, Hippopus hippopus and Hippopus porcelanus. Density of giant clams density is 0,53 ind./m2. The highest density of individuals is Tridacna crocea (0,32 ind./m2), while the lowest is Tridacna gigas, Tridacna derasa and Hippopus porcelanus (0.01 ind./m2).
ASPEK BIOLOGI DAN FLUKTUASI HASIL TANGKAPAN CUCUT TIKUSAN, (ALOPIAS PELAGICUS) DI SAMUDERA HINDIA Dharmadi Dharmadi; Fahmi Fahmi; Setya Triharyuni
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 4, No 3 (2012): (Desember 2012)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (314.835 KB) | DOI: 10.15578/bawal.4.3.2012.131-139

Abstract

Cucut tikusan (Alopias pelagicus) merupakan salah satu spesies cucut yang habitatnya di perairan oseanik dan umumnya sering tertangkap dengan jaring insang tuna yang beroperasi di perairan Samudera Hindia. Penelitian ini dilakukan pada April 2002 sampai Desember 2007 di tempat pendaratan ikan Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan pengamatan langsung di lapangan dan pengumpulan data melalui enumerator. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara panjang total dengan panjang klasper bersifat logaritmik (R2 = 0,8694) dan berbeda nyata (P < 0,05). Hubungan antara panjang total dan panjang standar baik jantan dan betina bersifat linier masing-masing dengan nilai ( R2= 0,9803, dan R2=  0,9423). Frekuensi panjang terendah pada cucut tikusan jantan antara 150-170 cm (kelompok muda) dan antara 291-310 cm (kelompok dewasa). Frekuensi tertinggi terdapat pada ukuran antara 231-250 cm dan antara 251-270 cm. Pada cucut tikusan betina, frekuensi panjang terendah adalah 200-220 cm (kelompok muda) dan antara 321-340 cm (kelompok dewasa), dan tertinggi antara   261-280 cm.  Sedangkan rasio kelamin jantan dan betina cucut tikusan mendekati 1:1 (51% : 49%). Hasil tangkapan cucut tikusan selama enam tahun mengalami penurunan sebesar 34,9 %. Ada indikasi terjadi penurunan kelimpahan cucut tikusan di perairan Samudera Hindia. Pelagic thresher shark (Alopias pelagicus) is one of shark species that habitat in oceanic waters and are generally caught with gill nets of tuna fishing gear that operates in the Indian Ocean. This research was conducted in April 2002 until December 2007 at Cilacap fish landings. Research methodology with direct observation and data collection by enumerators. The results showed that the relationship between the total length and the clasper  length was logaritmic (R2 = 0,8694) and significant different (P<0,05). Relationship between the total length and the precaudal length of both male and female were linier (R2= 0,9803, dan R2=  0, 9423) respectively. Length frequency of male Alopias pelagicus was lowest between 150-170 cm total length (young group) and between 291-310 cm total length (adult group). The highest frequency contained in the size between 231-250 cm and between 251-270 cm. The lowest frequency of female Alopias pelagicus was 200-220 cm total length (young group) and between 321-340 cm total length (adult group), and the highest between 261-280 cm total length. While the sex ratio of male and female Alopias pelagicus aproximately 1: 1 (51%: 49%). The catches of species within six years decreased by 34.9%, this indicated that the abundance of Alopias pelagicus was decline in the Indian Ocean.
PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA Erfind Nurdin
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 1, No 6 (2007): (Desember 2007)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (160.698 KB) | DOI: 10.15578/bawal.1.6.2007.215-220

Abstract

Penelitian tentang pengaruh jumlah lampu terhadap hasil tangkapan pukat cincin mini di perairan utara Jawa Tengah khususnya di Pemalang dilakukan pada bulan September 2004.Dalam pengoperasiaan, selain menggunakan rumpon juga digunakan cahaya sebagai alat bantu penangkapan. Pengukuran nilai intensitas cahaya lampu dilakukan dengan meggunakan LI COR 250 quantum meter (μmol s ¹ m ²) pada intensitas atau jumlah lampu yang berbeda @ 400 watt(2 galaksi, 5 mercury), (6 mercury), dan (2 galaksi, 6 mercury). Jumlah hasil tangkapan pukat cincin mini di perairan utara Jawa tengah 3.393,5 kg dengan laju tangkap (catch rate) 125,7 kg per tawur. Komposisi hasil tangkapan didominasi oleh ikan tembang (60,4% dari jumlah hasil tangkapan keseluruhan), diikuti layur (11,3%), cumi (8,8%), tongkol (6,7%), bawal (3,0%), kembung (2,7%), tetengkek (2,2%), dan lain-lain (kurang dari 2%). Uji statistik menunjukkan penggunaanjumlah lampu 6, 7, dan 8 buah tidak berpengaruh nyata pada hasil tangkapan ikan.
POTENSI INVASIF IKAN ZEBRA CICHLID (Amatitlania nigrofasciata Günther, 1867)DI DANAU BERATAN, BALI DITINJAU DARI ASPEK BIOLOGINYA Agus Arifin Sentosa; Danu Wijaya
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 5, No 2 (2013): (Agustus 2013)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (314.76 KB) | DOI: 10.15578/bawal.5.2.2013.113-121

Abstract

Danau Beratan yang terletak di kawasan Bedugul, Bali telah terintroduksiikan zebra cichlid (Amatitlania nigrofasciata Günther, 1867) secara tidak sengaja. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui potensi ikan zebra sebagai ikan asing invasif di Danau Beratan berdasarkan kajian pada beberapa aspek biologinya. Penelitian dilakukan dengan metode survei lapang di Danau Beratan, Bali pada bulan Mei, Juli dan Oktober 2011. Contoh ikan diperoleh menggunakan jaring insang percobaan dan jaring tarik. Analisis data meliputi hubungan panjang berat, faktor kondisi, parameter pertumbuhan, kebiasaan makanan dan aspek reproduksi ikan. Hasil penelitian menunjukkan ikan zebra mendominasi hasil penangkapan. Ikan tersebut memiliki faktor kondisi yang baik dengan nilai laju pertumbuhan tahunan (K) yang tinggi, bersifat generalis dalam memanfaatkan sumber daya makanan dan matang gonad pada ukuran panjang yang kecil. Karakteristik biologi inimengindikasikan ikan tersebut memiliki potensi invasif yang cukup tinggi. Lake Beratanislocated inBedugul, Balihas been an unintentional introduction ofzebracichlid(Amatitlania nigrofasciataGünther, 1867). The aim of this research was to determine thepotential ofzebra cichlid becomeinvasivealienfish speciesinLake Beratanbasedonseveralbiological aspects.The study was carried outby field surveymethods in Lake Beratan, Bali on May, JulyandOctober 2011. Fish samples was obtained usingexperimentalgillnetsandmodification ofseine nets. Data analysis included the lengthweightrelationship, conditionfactor, growth parameters, foodhabitsand its reproduction aspects. The results showedthat zebracichliddominatethe experimental catchin LakeBeratan. Analysis showedthese fishhavea goodconditionwith ahigh growth rate, have a generalist characteristic in exploitingthe natural food resourcesandmatureat small length size. A reviewforseveral biological aspects ofthe zebra cichlidshowedthatfishhavea highinvasivepotentialinLake Beratan.
KEMATIAN MASSAL IKAN DAN SEBARAN PARAMETER KUALITAS AIR DI TELUK JAKARTA Masayu Rahmia Anwar Putri; Sri Turni Hartati; fayakun satria
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 8, No 2 (2016): (Agustus 2016)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (734.855 KB) | DOI: 10.15578/bawal.8.2.2016.77-90

Abstract

Berbagai jenis ikan, dengan bobot total lebih dari 650 kg ditemukan mati di pesisir Pantai Ancol tanggal 30 November 2015, diantaranya yang dominan adalah gulamah (Scianidae). Kematian ikan yang sering terjadi akan menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan. Identifikasi faktor penyebab terjadinya peristiwa ini sangat penting untuk diketahui dalam rangka pengelolaan populasi ikan dan penyusunan tindakan pencegahan sehingga bisa mengurangi frekuensi dan besarnya tingkat kematian ikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran spasial beberapa parameter kualitas airguna mengidentifikasi faktor penyebab kematian masal ikan di Teluk Jakarta yang terjadi pada tanggal 30 November 2015. Pengamatan dilakukan pada tanggal 1-3 Desember 2015 di 14 stasiun penelitian mencakup14 parameter fisika, kimia dan biologi perairan. Sebaran spasial beberapa parameter perairan dipetakan dengan menggunakan software ArcGIS 9.3. Parameter perairan (kedalaman, kecerahan, suhu air, pH, oksigen terlarut dan ORP (Oxidation Reduction Potential)) diukur secara insitu dan contoh air permukaan diambil untuk pengamatan plankton serta parameter kimia air di laboratorium (nitrat, fosfat, ammonia, biochemical oxygen demand, total suspended solid, sulfide dan bahan organik terlarut). Berdasarkan analisa dari 14 parameter fisika, kimia dan biologi perairan diketahui faktor penyebab kematian masal ikan di Teluk Jakarta pada 30 November 2015 disebabkan karena rendahnya kandungan oksigen terlarut(0,07mg/l pada lokasi pusat kematian ikan),kadar nutrien yang berlebihan(nitrat,0,003-0,389 mg/l dan fosfat 0,811-1,653 mg/l,)dan tingginya konsentrasi ammonia yang merupakan gas beracun dan berbau (0,227-1,944 mg/l). On November 30th, 2015, more than 650 kg fishes found dead in the coast of Ancol. The identification of its causes is very vital to develop mitigation for managing fish population and preventing economic loss. This study aims to examine several waters parameters to identify the factors causing mass deaths of fish. The study was conducted on 1-3 December 2015 in Jakarta Bay by analyzing 14 parameters of physical, chemical and biological aspect. Spatial distribution of water parameters mapped using ArcGIS 9.3 software. Some water parameters were measured in situ (depth, brightness, water temperature,pH, dissolved oxygen and ORP (oxidation reduction potential) while surface water samples were taken and analyzed in the laboratory (Nitrate, phosphate, ammonia, biochemical oxygen demand. The result showed that a mass fish kills in Jakarta Bay on 30 November 2015 due to low dissolved oxygen content, release of toxic gas into the water, excessive nutrient and high ammonia.
BREAKING STRENGTH BENANG PA MULTIFILAMEN 210D/6 PADA PENYIMPANAN DI RUANG TERBUKA Mokhamad Dahri Iskandar; Andhika Prima Prasetyo
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 3, No 1 (2010): (April 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1375.249 KB) | DOI: 10.15578/bawal.3.1.2010.57-63

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkuantifikasikan pengaruh lama penyimpanan dan pengaruh perendaman dengan cairan berupa solar, oli, dan ter terhadap penurunan nilai kekuatan putus benang polyamide 210 D/6. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kekuatan putus benang jaring semakin menurun setelah mengalami penyimpanan di ruang terbuka selama satu bulan (bulan ke satu) menjadi 5,8657 kgf dari 7,2903 kgf pada awal penyimpanan (bulan ke nol). Penurunan tersebut terus berlanjut sampai bulan keenam. Hasil analisis ragam (ANOVA) dengan taraf uji 5% (α=5%) menunjukan bahwa lama penyimpanan secara nyata berpengaruh terhadap nilai kekuatan putus (breaking strength) benang polyamide pada ruang terbuka (P<0,05). Kekuatan putus benang Polyamide yang direndam pada cairan perendam berupa oli, solar, dan ter secara keseluruhan mengalami penurunan. Penurunan kekuatan putus terbesar dialami oleh benang yang direndam dengan solar dengan derajat penurunan kekuatan putus mencapai 30%. Hasil analisis ragam (ANOVA) dengan taraf uji 5% (α=5%) menunjukan bahwa cairan perendam secara signifikan berpengaruh terhadap kekuatan putus (breaking strength) benang polyamide (P<0,05). Hasil uji lanjutan BNT menunjukan bahwa nilai kekuatan putus benang polyamide yang diberi pelakuan cairan perendam solar, oli, dan ter berbeda nyata terhadap benang kontrol (P<0,05). The objective of this experiment was to quantify the effect of storage duration and immersed liquid such as diesel fuel, lubricant and tar on the breaking strength of polyamide of 210 D/6. Results of experiment revealed that breaking strength of twine decrease after first month out door storage to be 5,8657 kgf from 7,2903 kgf in begining of storage. Decreasing of twine continued until sixth month of storage. Analyses of variances of 5% significance level indicated that length duration of storage for polyamide twine significantly different to the breaking strength. Breaking strength of polyamide twine which immersed in the lubricant, fuel diesel, and tar generally decreased. The biggest reduction of breaking strength occurred for twine immersed in the fuel diesel with reduction level until 30 %. Analyses of variances of 5% significance level indicated that immersed liquid significantly affected breaking strength of polyamide twine. Post Hoc test of LSD also indicated that breaking strength of polyamide twine significantly different (P<0,05) between lubricant, fuel diesel, and tar toward control twine
JENIS, UKURAN DAN DAERAH PENANGKAPAN HIU THRESHER (FAMILI ALOPIIDAE) YANG TERTANGKAP RAWAI TUNA DI SAMUDERA HINDIA Agustinus Anung Widodo; Ralph Thomas Mahulette
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 4, No 2 (2012): (Agustus 2012)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (405.112 KB) | DOI: 10.15578/bawal.4.2.2012.75-82

Abstract

Sebagai anggota Indian Ocean Tuna Commision (IOTC) Indonesia wajib mengadopsi isi Resolusi IOTC 10/12 yang mengatur pengelolaan sumberdaya ikan hiu thresher (famili Alopiidae). Secara spesifik Indonesia belum melaksanakan pengelolaan sumberdaya hiu thresher karena spesies tersebut belum mendapatkan perhatian serius. Tulisan ini bermaksud menyampaikan hasil penelitian tentang ikan hiu thresher (Famili Alopiidae) yang tertangkap rawai tuna di Samudera Hindia berbasis di Cilacap. Data diperoleh dari kegiatan pengambilan contoh di pelabuhan tahun 2010, kegiatan observasi di atas kapal rawai tuna bulan Januari 2010 dan laporan statistik PPS Cilacap tahun 2006-2010. Hasil kajian menunjukkan bahwa: (a) di perairan Indonesia ada dua spesies dari tiga spesies hiu thresher yang ada di dunia, yaitu hiu monyet atau pelagic thresher (Alopias pelagicus Nakamura 1935) dan hiu paitan atau bigeye thresher (A. superciliosus Lowe 1840). Satu spesies lainnya yang belum pernah ditemukan adalah thinfin thresher (A.vulpinus Bonnaterre1788).  Dilihat dari teknologi rawai tuna yang digunakan, daerah sebaran hiu thresher sama dengan tuna di Samudera Hindia, sehingga sulit untuk menghindari tidak tertangkapnya hiu thresher oleh rawai tuna. Jumlah dari jenis hiu monyet yang tertangkap rawai tuna di Samudera Hindia berkisar 0,1-0,6 % dan hiu paitan berkisar 0,1-1,3 % dari total tangkapan. Ukuran hiu thresher yang tertangkap rawai tuna umumnya ikan yang telah dewasa (berkisar 54-74%) dan diduga telah mengalami pemijahan. Hampir semua bagian hiu thresher dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan farmasi. Selain dipasarkan di dalam negeri, ikan hiu thresher juga diekspor terutama siripnya ke manca negara dan terbanyak ke China. As a member of IOTC, Indonesia is obliged to implement all IOTC’s resolutions including resolution 10/12 on the conservation of thresher sharks (Family Alopiidae) caught in association with fisheries in the IOTC area of competence. Indonsia has not implementing the Resolution 10/12 yet, especifically for thresher sharks as an important resource. Therefore, in order to support implementation of the IOTC Resolution 10/12, this paper presents results of a research on thresher shark caught by tuna long line operated in Indian Ocean based at Cilacap was carried out.  Data obtained by port sampling program in Cilacap Fishing Port in 2010, onboard observer program on the commercial tuna long line vessel based in Cilacap on January 2010 and annual report (fisheries statistic) of Cilacap Fishing Port 2006-2010 were used within this paper. The result showed that: (a) thresher sharks are one of bycatch in tuna long line fisheries; (2) there are two species of thresher shark caught by tuna long liner i.e. pelagic thresher (Alopias pelagicus Nakamura 1935) and bigeye thresher (A.superciliosus Lowe 1840), while thinfin or fox thresher (A.vupinus Bonneterre 1788) has not been noted in the catch composition so far.  The percentage of pelagic and bigeye thresher sharks caught by tuna long liner were 0.1-0.6 % and 0.1-1.3 % of the total catch, respectively. Mostly, the thresher shark caught by tuna long line is adult fishes (54-74%) this predicted that this species has spowned.  The products of thresher are marketed locally and exported, mainly to China, especially for their fin.
PERIKANAN DEMERSAL DI SEKITAR KEPULAUAN TOGEAN, TELUK TOMINI*) Awwaluddin Awwaluddin; Rusmadji Rustam
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 1, No 4 (2007): (April 2007)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (16767.111 KB) | DOI: 10.15578/bawal.1.4.2007.145-153

Abstract

Penelitian perikanan demersal dan ikan-ikan karang di daerah sekitar Kepulauan Togean, Teluk Tomini telah dilakukan pada tahun 2004. Data yang dikumpulkan dari daerah pengambilan contoh Kecamatan Pagimana, Kabupaten Banggai berupa data-data primer hasil pengambilan contoh pada bulanAgustus dan Desember 2004 yang meliputi data alat tangkap pancing dasar, daerah penangkapan ikan, komposisi jenis, laju tangkap ikan, dan ukuran panjang dan bobot ikan hasil tangkapan dominan. Data sekunder untuk mendukung hasil penelitian diperoleh dari enumerator dan PPI Pagimana, Kecamatan Pagimana, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah. Berdasarkan pada hasil penelitian dapat diketahui bahwa alat tangkap utama dan dominan untuk menangkap ikan demersal di perairan Kepulauan Togean adalah pancing rawai dasar. Perahu yang digunakan adalah perahu jukung yang dilengkapi katir dan berdimensi (LxBxD)=(700x60x100) cm berkekuatan 5,5 pk. Daerah penangkapan nelayan pancing hampir di seluruh perairan Teluk Tomini, khusus daerah-daerah yang berkarang seperti di Kepulauan Togean (sekitar Pulau Poat, Pulau Bangoh, dan Tanjung Keramat), Dondola sampai dengan di utara Bualemo. Penangkapan ikan ke sekitar Kepulauan Togean (Pulau Poat, Pulau Bangoh, dan Tanjung Keramat) dilakukan sepanjang tahun, hal ini karena daerah penangkapan tersebut relatif dekat dan mudah dicapai. Konsentrasi pendaratan ikan demersal hasil pancingan di wilayah Kabupaten Banggai adalah di PPI Pagimana, Banggai Kepulauan, Bualemo, dan Toili. Hasil tangkapan pancing dasar didominasi oleh jenis kerapu atau grouper (Serranidae), kakap (Lutjanidae), daging putih ataulencam (Lethrinidae) dan suntung batu (Sephia sp.), serta gurita (Octopus sp.). Pada bulan Mei sampai dengan Desember 2004 laju tangkap harian berkisar antara 10,8 sampai dengan 65,4 kg per kapal per hari. Jenis ikan daging putih atau lencam (Lethrinidae) pada umumnya mendominasi hasil tangkapansetiap bulan dengan persentase rata-rata tertangkap 35,04%. Jenis-jenis kerapu atau Serranidae (Plectropomus sp., Ephinephelus sp., Variola sp.) dan jenis-jenis kakap atau Lutjanidae (Lutjanus sp., Aprion sp., dan Pristipomoides sp.) yang merupakan sasaran tangkapan utama memiliki persentaserata-rata tertangkap cukup tinggi yaitu masing-masing 18,96 dan 18,82%. Jenis tangkapan lain yang juga mendominasi adalah gurita (Octopus sp.) yang rata-rata mencapai 13,45%, suntung batu (Sepia sp.) rata-rata 3,34%. Berdasarkan pada hasil pengukuran panjang beberapa jenis ikan dominan, ukuranpanjang jenis ikan ekor bulan (Variola albimarginata) yang tertangkap berkisar antara 24 sampai dengan 34 cm. Jenis ikan sunu super (Plectropomus leopardus) yang tertangkap mempunyai ukuran panjang yang berkisar antara 28 sampai dengan 49 cm. Kerapu coklat (Ephinephelus areolatus) yang tertangkap mempunyai ukuran 40 sampai dengan 82 cm. Ukuran ikan kakap merah (Lutjanus malabaricus) berkisarantara 40,5 sampai dengan 72,5 cm. Sunu macan (Plectropomus areolatus) berukuran antara 39 sampai dengan 64 cm. Kerapu muso atau gomes (Ephinephelus fuscoguttatus) pada umumnya memiliki ukuran yang lebih besar bila dibandingkan dengan jenis ikan lain dengan ukuran panjang antara 64 sampai dengan 89 cm. Pemantauan aktivitas penangkapan nelayan di wilayah ini harus dilakukan untuk menghindari terjadi penangkapan yang illegal maupun penangkapan yang tidak memperhatikankelestarian.

Filter by Year

2006 2025


Filter By Issues
All Issue Vol 17, No 2 (2025): Agustus 2025 Vol 17, No 1 (2025): April 2025 Vol 16, No 3 (2024): Desember 2024 Vol 16, No 2 (2024): AGUSTUS 2024 Vol 16, No 1 (2024): (APRIL) 2024 Vol 15, No 3 (2023): (DESEMBER) 2023 Vol 15, No 2 (2023): (AGUSTUS) 2023 Vol 15, No 1 (2023): (APRIL) 2023 Vol 14, No 3 (2022): (DESEMBER) 2022 Vol 14, No 2 (2022): (Agustus) 2022 Vol 14, No 1 (2022): (APRIL) 2022 Vol 13, No 3 (2021): (DESEMBER) 2021 Vol 13, No 2 (2021): (AGUSTUS) 2021 Vol 13, No 1 (2021): (April) 2021 Vol 12, No 3 (2020): (Desember) 2020 Vol 12, No 2 (2020): (AGUSTUS) 2020 Vol 12, No 1 (2020): (April) 2020 Vol 11, No 3 (2019): (Desember) 2019 Vol 11, No 2 (2019): (Agustus) 2019 Vol 11, No 1 (2019): (April) 2019 Vol 10, No 3 (2018): (Desember) 2018 Vol 10, No 2 (2018): (Agustus) 2018 Vol 10, No 1 (2018): April (2018) Vol 9, No 3 (2017): (Desember) 2017 Vol 9, No 2 (2017): (Agustus 2017) Vol 9, No 1 (2017): (April, 2017) Vol 8, No 3 (2016): (Desember, 2016) Vol 8, No 2 (2016): (Agustus 2016) Vol 8, No 1 (2016): (April 2016) Vol 7, No 3 (2015): (Desember 2015) Vol 7, No 2 (2015): (Agustus 2015) Vol 7, No 1 (2015): (April 2015) Vol 6, No 3 (2014): (Desember 2014) Vol 6, No 2 (2014): (Agustus 2014) Vol 6, No 1 (2014): (April 2014) Vol 5, No 3 (2013): (Desember 2013) Vol 5, No 2 (2013): (Agustus 2013) Vol 5, No 1 (2013): (April 2013) Vol 4, No 3 (2012): (Desember 2012) Vol 4, No 2 (2012): (Agustus 2012) Vol 4, No 1 (2012): (April 2012) Vol 3, No 6 (2011): (Desember 2011) Vol 3, No 5 (2011): (Agustus 2011) Vol 3, No 4 (2011): (April 2011) Vol 3, No 3 (2010): (Desember 2010) Vol 3, No 2 (2010): (Agustus 2010) Vol 3, No 1 (2010): (April 2010) Vol 2, No 6 (2009): (Desember 2009) Vol 2, No 5 (2009): (Agustus 2009) Vol 2, No 4 (2009): (April 2009) Vol 2, No 3 (2008): (Desember 2008) Vol 2, No 2 (2008): (Agustus 2008) Vol 2, No 1 (2008): (April 2008) Vol 1, No 6 (2007): (Desember 2007) Vol 1, No 5 (2007): (Agustus 2007) Vol 1, No 4 (2007): (April 2007) Vol 1, No 3 (2006): (Desember 2006) Vol 1, No 2 (2006): (Agustus 2006) Vol 1, No 1 (2006): (April 2006) More Issue