cover
Contact Name
Harls Evan Siahaan
Contact Email
evandavidsiahaan@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
kurios@sttpb.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Kurios
ISSN : 2615739X     EISSN : 26143135     DOI : -
KURIOS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) merupakan wadah publikasi hasil penelitian teologi dan Pendidikan Agama Kristen dengan nomor ISSN: 2614-3135 (online), ISSN: 2406-8306 (print), yang diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa Jakarta.
Arjuna Subject : -
Articles 25 Documents
Search results for , issue "Vol. 10 No. 2: Agustus 2024" : 25 Documents clear
Kompetensi manajerial pendeta sebagai solusi bagi kepemimpinan gereja: Studi kasus di lingkungan Gereja Protestan Maluku Onisimus Amtu; Jeditia Taliak; Franklin Untailawan; Maikel Aituty
KURIOS Vol. 10 No. 2: Agustus 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v10i2.652

Abstract

The idea of church leadership becomes more interesting because it is associated with managerial competencies that pastors need to have as leaders in the congregation. The pastor's leadership as a congregation pastor is considered sufficient if not given the mandate to manage the organization according to managerial principles. This qualitative research study uses a descriptive and case study approach to explore and map the organizational roles and functions inherent in every pastor as a church leader. The results show that pastors lack the skills of a manager, which impacts the church organization's management quality. They need to equip themselves with managerial skills to carry out management functions such as planning, organizing, implementing, controlling, evaluating, and optimally managing the structure and resources of the church organization to increase the competitiveness of the church in society. The church, in stages, needs to schedule education and training programs, workshops, and comparative studies for pastors. These findings will become a framework for pastors as church leaders today and in the future.   Abstrak Gagasan mengenai kepemimpinan gereja menjadi lebih menarik sebab dikaitkan dengan kompetensi manajerial yang perlu dimiliki pendeta sebagai pemimpin di jemaat. Kepemimpinan pendeta sebagai gembala jemaat dianggap cukup jika tidak diberikan mandat mengelola organisasi sesuai prinsip-prinsip manajerial. Ini adalah sebuah kajian riset kualitatif yang menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus untuk mengeksplorasi dan memetakan peran dan fungsi manajerial yang melekat erat dalam diri setiap pendeta sebagai pemimpin gereja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para pendeta kurang memiliki keterampilan sebagai seorang manajer sehingga berdampak terhadap kualitas pengelolaan organisasi gereja. Mereka perlu melengkapi diri dengan keterampilan manajerial sehingga dapat melaksanakan fungsi-fungsi manajemen seperti merencanakan, mengorganisasi, melaksanakan, mengendalikan, mengevaluasi dan mengelola struktur serta sumber daya organisasi gereja secara maksimal untuk meningkatkan daya saing gereja di masyarakat. Gereja secara berjenjang, perlu mengagendakan program-program pendidikan dan pelatihan, workhsop, dan studi banding bagi para pendeta. Hasil temuan ini menjadi kerangka kerja bagi para pendeta sebagai pemimpin gereja di masa kini maupun di masa mendatang.
Keberpihakan Yesus kepada si kaya atau si miskin: Sebuah kajian biblis pada injil-injil kanonik Asigor Parongna Sitanggang
KURIOS Vol. 10 No. 2: Agustus 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v10i2.762

Abstract

Rich and poor are an ancient enigma as old as humanity. The Bible contains many narratives about the problem of the rich and poor. Jesus was very often in touch with the issue of rich and poor. The four canonical gospels provide many accounts of Jesus' response to the question of rich and poor. Therefore, a study of the canonical records is necessary to reveal Jesus’ partisanship, whether to the poor or the rich. This paper demonstrates this partisanship, i.e., embracing both groups where He is the meeting point. As the new body of Christ, the church continues the role of Jesus as a bridge for both groups to meet and make peace. A more extraordinary task is given to the rich to help the poor out of their poverty. Jesus offers a third way.   Abstrak Persoalan kaya dan miskin adalah persoalan yang sangat tua, setua kemanusiaan itu sendiri. Alkitab berisikan banyak narasi mengenai persoalan kaya dan miskin. Yesus sendiri sangat sering bersentuhan dengan persoalan kaya dan miskin. Keempat injil kanonik memberikan banyak catatan mengenai respons Yesus mengenai persoalan kaya dan miskin. Karenanya mempelajari catatan-catatan kanonik diperlukan untuk menyingkap keberpihakan Yesus, apakah kepada kelompok orang yang miskin atau kelompok orang yang kaya. Makalah ini menunjukkan keberpihakan tersebut, yang mana adalah merangkul kedua kelompok di mana diri-Nya adalah titik temu. Gereja sebagai tubuh Kristus melanjutkan peranan Yesus tersebut yaitu menjadi jembatan bagi kedua kelompok tersebut, bukan hanya untuk bertemu tetapi berdamai. Tugas lebih besar diberikan kepada mereka yang kaya untuk membantu yang miskin keluar dari kemiskinannya. Yesus menawarkan jalan ketiga.
Berteologi yang humanis: Membangun spiritualitas kesetaraan di antara perbedaan pandangan teologis Afaradi, Asep
KURIOS Vol. 10 No. 2: Agustus 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v10i2.788

Abstract

The phenomenon of theology in the digital space has shown a worrying escalation, where pastors, theologians, or those who call themselves apologists tend to be condescending; they often label each other "heretics." This article aims to share the concept of humanist theology by building a spirituality of equality rooted in the life of the Triune God. Using a literature study approach, through the results of previous research on equality in church and theology, it was found that the church must imitate the life of the Triune God and live it in theology. This study concludes that the spirituality of doing church built on the life of the Triune God makes the church a container of humanity, so in theology, it must be in a humanizing or humanist corridor.   Abstrak Fenomena berteologi di ruang digital telah menunjukkan sebuah eskalasi yang memprihatinkan, di mana secara gamblang pendeta, teolog, atau mereka yang menyebut diri sebagai apologet cenderung bersikap yang merendahkan; tidak jarang mereka saling memberi label "sesat" terhadap sesama. Artikel ini bertujuan untuk membagikan konsep berteologi yang humanis dengan membangun spiritualitas kesetaraan yang berakar pada kehidupan Allah Trinitas. Dengan menggunakan pendekatan studi pustaka, melalui hasil riset sebelumnya tentang kesetaraan dalam bergereja dan teologi, maka didapati bahwa gereja harus mengimitasi kehidupan Allah Trinitas dan menghidupinya dalam berteologi. Simpulan penelitian ini, bahwa spiritualitas menggereja yang dibangun pada kehidupan Allah Trinitas menjadikan gereja wadah kemanusiaan, sehingga dalam berteologi harus berada pada koridor yang memanusikan atau humanis.
Studi Kejadian 2:4b-3:24 dengan konsep naratologi Tzvetan Todorov Yohanes Setiawan; Sia Kok Sin
KURIOS Vol. 10 No. 2: Agustus 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v10i2.818

Abstract

This study aims to analyze the narrative of Genesis 2:4 b-3:24 using Tzvetan Todorov's narratology theory, which consists of five phases: equilibrium, disruption, recognition, repair, and new equilibrium. This study uses a descriptive-qualitative approach to reveal the socio-theological aspects present in the text. The findings show that the narrative structure reflects a cycle of harmony and conflict, starting with the initial equilibrium of the relationship between God, humans, and creation. Disruption occurs through the serpent's temptation, which leads to human transgression and subsequent acts of recognition. The narrative continues to repair, where consequences are imposed, and finally reaches a new equilibrium that illustrates God's justice and mercy in providing a new beginning for humans. This analysis not only enhances the understanding of the socio-theological implications of the text but also invites a re-evaluation of traditional interpretations of humanity's expulsion from Eden and the ongoing relationship between society, creation, and God.   Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis narasi Kejadian 2:4 b-3:24 menggunakan teori naratologi Tzvetan Todorov, yang terdiri dari lima fase: equilibrium, disruption, recognition, repair, dan new equilibrium. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif untuk mengungkap aspek sosial-teologis yang ada dalam teks. Temuan menunjukkan bahwa struktur narasi mencerminkan siklus harmoni dan konflik, dimulai dengan equilibrium awal hubungan antara Tuhan, manusia, dan ciptaan. Disruption terjadi melalui godaan ular, yang mengarah pada pelanggaran manusia dan selanjutnya ada aksi recognition. Narasi berlanjut ke repair, di mana konsekuensi dipaksakan, dan akhirnya mencapai new equilibrium yang menggambarkan keadilan dan belas kasihan Tuhan dalam memberikan awal yang baru bagi manusia. Analisis ini tidak hanya meningkatkan pemahaman tentang implikasi sosial-teologis dari teks tetapi juga mengundang evaluasi ulang terhadap interpretasi tradisional mengenai pengusiran manusia dari Eden dan hubungan yang berkelanjutan antara umat manusia, ciptaan dan Tuhan.
Trinitas, tondi, dan ekologi: Dialog konstruktif ekologis konsep tondi dalam kosmologi Batak dan Trinitas Panenteisme Jurgen Moltmann Herman Sutiono Nainggolan
KURIOS Vol. 10 No. 2: Agustus 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v10i2.819

Abstract

Forest destruction in Indonesia is mainly caused by illegal logging, forest and land fires, mining activities, forest conversion into large-scale plantations or industrial plant forests, and unsustainable logging. Before Christianity came, the Batak people in North Sumatra respected the forest because it was considered a place where Tondi (Spirit) existed. Forests cannot be encroached on arbitrarily just for the greed of a group of people. This article aims to construct a constructive dialogue with the concept of tondi in Batak cosmology with the Trinitarian theology of panentheism. The research results show that the Christian Panentheism Trinity can build an understanding of the tondi Batak community that is more ecologically and environmentally friendly.   Abstrak Kerusakan hutan di Indonesia terutama disebabkan oleh penebangan liar (illegal logging), kebakaran hutan dan lahan, kegiatan penambangan, peralihan fungsi hutan (konversi) menjadi perkebunan skala besar atau hutan tanaman industri, dan penebangan tidak lestari (unsustainable logging). Sebelum masuknya Kekristenan, masyarakat Batak di Sumatera Utara sangat menghormati hutan karena dianggap sebagai tempat hadirnya tondi (Roh). Hutan tidak dapat dirambah secara sewenang-wenang hanya demi keserakahan sekelompok orang. Artikel ini bertujuan untuk melakukan dialog secara konstruktif konsep tondi dalam kosmologi Batak dengan gagasan teologi Trinitas panenteisme. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gagasan Trinitas panenteisme Kristiani dapat mengonstruksi pemahaman tentang tondi masyarakat Batak yang lebih ekologis dan ramah lingkungan.
Meneroka kesetaraan dan keadilan gender dalam gereja dan masyarakat Toraja Johana Ruadjanna Tangirerung; Judith D. L. Wangania; Meike Roselyna Tapparan
KURIOS Vol. 10 No. 2: Agustus 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v10i2.826

Abstract

Toraja society, which has a bilateral kinship system, accommodates matriarchal and patriarchal systems. This system has elements of equality. However, church and community life phenomena are still less visible, especially regarding leadership. This paper will further explore the existence of women in broader leadership through the historical experience of leadership in the Toraja Church. The method used is qualitative descriptive by presenting various realities of injustice from multiple surveys in general and the history of the leadership of the Toraja Church itself in accepting women as church officials. The discussion results are various causes of injustice, namely the influence of theological understanding from Zending, who came to Toraja, and the influence of patriarchal ideology. The conclusion is that it is necessary to continuously carry out gender literacy to the church and community regarding equality.   Abstrak Masyarkat Toraja yang sistem kekerabatannya bilateral, mengakomodasi baik sistem matriarkar maupun patriarkar. Sistem ini sejatinya memiliki unsur kesetaraan. Namun melihat fenomena dalam kehidupan gereja dan masyarakat, masih kurang terlihat, khususnya terkait kepemimpinan. Tulisan ini akan meneroka lebih jauh keberadaan perempuan dalam kepemimpinan yang lebih luas melalui pengalaman sejarah kepemimpinan dalam Gereja Toraja. Metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dengan mengemukakan berbagai realitas ketidakadilan dari berbagai survei secara umum dan realitas dalam sejarah kepemimpinan Gereja Toraja sendiri dalam menerima perempuan menjadi pejabat gerejawi. Hasil pembahasan adalah ditemukan berbagai sebab ketidakadilan yaitu pengaruh pemahaman teologi dari Zending yang datang ke Toraja dan pengaruh ideologi patriarkalisme. Riset ini menyimpulkan, perlunya terus-menerus melakukan literasi gender kepada gereja dan masyarakat terkait kesetaraan.  
Mengembangkan praktik moderasi beragama melalui hospitalitas berbasis iman: Sebuah tawaran model menggereja pada pembacaan Ibrani 13:2 Saetban, Sem; Baun, Soleman; Kase, Simon
KURIOS Vol. 10 No. 2: Agustus 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v10i2.859

Abstract

Amidst Indonesia's pluralistic yet friction-prone religious landscape, the idea of ​​religious moderation is crucial. This article presents a theological and practical model for the church to make substantive contributions to this agenda. Building on an exegetical-hermeneutical reading of Hebrews 13:2, this article argues that the practice of hospitality toward "strangers" is central to Christian faith identity and can be translated into a "churching model" that promotes religious moderation. Using qualitative literature studies, this article discusses the theological foundations of hospitality, connects them with the pillars of religious moderation, formulates a dialogical and diaconal model of churching, and identifies its practical implications and challenges. The result is a contextual ecclesiology that transforms the church from an inward-focused entity into an embracing community that provides grace to others, regardless of differences in religious identity.   Abstrak Di tengah lanskap keagamaan Indonesia yang plural namun rentan terhadap friksi, gagasan moderasi beragama menjadi krusial. Artikel ini menawarkan sebuah model teologis-praktis bagi gereja untuk berkontribusi secara substantif dalam agenda tersebut. Berangkat dari pembacaan eksegetis-hermeneutis terhadap Ibrani 13:2, artikel ini berargumen bahwa praksis hospitalitas (keramahan) terhadap "orang asing" merupakan inti dari identitas iman Kristen yang dapat diterjemahkan menjadi sebuah "model menggereja" yang promotif terhadap moderasi beragama. Dengan menggunakan metode kualitatif studi literatur, artikel ini mendiskusikan landasan teologis hospitalitas, mengkoneksikannya dengan pilar-pilar moderasi beragama, merumuskan sebuah model menggereja yang dialogis dan diakonis, serta mengidentifikasi implikasi praktis maupun tantangannya. Hasilnya adalah sebuah tawaran eklesiologi kontekstual yang mentransformasikan gereja dari entitas yang berfokus ke dalam menjadi komunitas yang merangkul dan menjadi rahmat bagi sesama, terlepas dari perbedaan identitas keagamaan.
Keadilan sebagai imparsialitas koheren dalam tradisi penghapusan utang bangsa Yahudi: Proses dialektika trilateral bersama John Rawls dan Amartya Sen Osian Orjumi Moru
KURIOS Vol. 10 No. 2: Agustus 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v10i2.917

Abstract

Justice is one of the fundamental issues in human life. This fact has placed the issue of justice as one of the essential goals fought for in various dimensions of human life. One form of effort to fight for justice is establishing the tradition of debt forgiveness in the history of the Jewish people. Dialectically, the concept of justice in the debt forgiveness tradition is the most progressive and proportional compared to John Rawls and Amartya Sen's idea of justice. This concept of justice is referred to as coherent impartiality. The notion of justice as coherent impartiality has four principles that become its primary foundation. The four principles are the principle of local wisdom, the principle of proportional participation, the principle of procedure, and the teleological principle. These four principles become the basic principles of justice in the concept of coherent impartiality that can bridge the gap between the concepts of justice of closed impartiality and open impartiality based on the context of Jewish life. Justice as coherent impartiality emphasizes the balance between universal and contextual values of justice.   Abstrak Keadilan merupakan salah satu persoalan mendasar dalam kehidupan umat manusia. Fakta tersebut telah menempatkan persoalan keadilan sebagai salah satu tujuan penting yang diperjuangkan dalam berbagai dimensi kehidupan manusia. Salah satu bentuk usaha untuk memperjuangkan keadilan adalah pembentukan tradisi penghapusan utang dalam sejarah bangsa Yahudi. Jika dipercakapkan secara dialektis, konsep keadilan dalam tradisi penghapusan utang merupakan konsep keadilan yang paling progresif dan proporsional daripada konsep keadilan John Rawls dan Amartya Sen. Konsep keadilan ini disebut sebagai imparsialitas koheren. Konsep keadilan sebagai imparsialitas koheren memiliki empat prinsip yang menjadi fondasi utamanya. Empat prinsip tersebut yakni prinsip kearifan lokal, prinsip partisipan proporsional, prinsip prosedur, dan prinsip teleologis. Keempat prinsip itu menjadi prinsip dasar keadilan dalam konsep imparsialitas koheren yang dapat menjembatani kesenjangan antara konsep keadilan imparsialitas tertutup dan imparsialitas terbuka berdasarkan konteks kehidupan bangsa Yahudi. Keadilan sebagai imparsialitas koheren menekankan keseimbangan antara nilai-nilai keadilan yang bersifat universal dan kontekstual.  
Unlocking meaning: Truth-conditional semantic and syntactic analysis in the Bible Margaret Stevani
KURIOS Vol. 10 No. 2: Agustus 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v10i2.925

Abstract

This research focused on complex conditional sentences in the Christian bible, employing truth-conditional semantics and syntactic analysis to uncover their theological messages. A qualitative study analyzed 20 verses, categorized into four types of conditional sentences according to Ferdinand de Saussure's syntagmatic and paradigmatic relations. It involved word analysis, structural classification, context correlation, synonymous exploration, and historical and theological consideration. The findings revealed several key insights. First, conditional sentences in the Christian bible predominantly featured compound-complex structures with an active voice, highlighting subjects and actions in religious verses. Second, they adhered to declarative formats, aligning with truth-telling principles in religious contexts. Third, complex structures and subordinate clauses conveyed conditional details, reasons, and situations, elaborating on the interplay between syntax and semantics. This research enriched our understanding of the relationship among verb forms, modal verbs, and diverse meanings within English conditional sentence types in the Christian bible. Fourth, this research had a significant social impact on human development from a theological perspective by enhancing spiritual growth, critical thinking, and ethical understanding. It promoted personal transformation and reflective faith, providing religious leaders with tools to interpret scripture more accurately. Additionally, the research clarified how biblical language communicated moral imperatives, supported ethical frameworks, and facilitated interfaith dialogue. Preserving theological heritage contributed to the holistic development of individuals and communities. Ultimately, this study aimed to ensure the Bible's relevance in shaping social behavior aligned with Christian teachings.
Revitalisasi filsafat eksistensialisme Kristen dalam manajemen pendidikan kristiani: Merancang sistem pembelajaran yang resilien dan bermakna Donna Sampaleng
KURIOS Vol. 10 No. 2: Agustus 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v10i2.931

Abstract

Christian education in Indonesia faces excellent challenges in responding to rapid social, cultural, and technological changes. This research uses the literature method to explore the application of Christian Existentialism Philosophy, based on the thoughts of Søren Kierkegaard and Jean-Paul Sartre, in a more reflective, authentic, and resilient Christian education management. This research consists of three steps: critical analysis of the results-oriented educational paradigm, study of existentialism, and development of an academic management model. The results show that the overly rigid and result-oriented model of Christian education ignores critical existential and spiritual dimensions. Integrating existentialism principles can help create a more inclusive, dialogical, and responsive educational management of the local context. Moreover, by incorporating reflective approaches, authentic experiences, and community engagement, Christian education can be more adaptive in shaping students' characters with integrity, insight, and ability to face global challenges. The model also underscores the importance of collaboration between schools, churches, and families in building a holistic and transformative educational ecosystem.   Abstrak Pendidikan Kristen di Indonesia menghadapi tantangan besar dalam merespons perubahan sosial, budaya, dan teknologi yang cepat. Penelitian ini menggunakan metode kepustakaan untuk mengeksplorasi penerapan Filsafat Eksistensialisme Kristen, berdasarkan pemikiran Søren Kierkegaard dan Jean-Paul Sartre, dalam manajemen pendidikan Kristen yang lebih reflektif, otentik, dan resilien. Penelitian ini terdiri dari tiga langkah: analisis kritis terhadap paradigma pendidikan yang berorientasi hasil, kajian konsep eksistensialisme, dan pengembangan model manajemen pendidikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pendidikan Kristen yang terlalu kaku dan berorientasi pada hasil mengabaikan dimensi eksistensial dan spiritual yang penting. Integrasi prinsip-prinsip eksistensialisme dapat membantu menciptakan manajemen pendidikan yang lebih inklusif, dialogis, dan responsif terhadap konteks lokal. Selain itu, dengan menggabungkan pendekatan reflektif, pengalaman otentik, dan keterlibatan komunitas, pendidikan Kristen dapat lebih adaptif dalam membentuk karakter siswa yang berintegritas, berwawasan luas, dan mampu menghadapi tantangan global. Model ini juga menggarisbawahi pentingnya kolaborasi antara sekolah, gereja, dan keluarga untuk membangun ekosistem pendidikan yang holistik dan transformatif.

Page 1 of 3 | Total Record : 25