cover
Contact Name
Badrah Uyuni
Contact Email
badrahuyuni.fai@uia.ac.id
Phone
+6285811994027
Journal Mail Official
admin.fai@uia.ac.id
Editorial Address
Fakultas Agama Islam | Universitas Islam As-Syafi'iyah Gedung Alawiyah Lt. 6, Jalan Raya Jatiwaringin No. 12 Pondok Gede, Jakarta, Indonesia, 17411
Location
Kota bekasi,
Jawa barat
INDONESIA
Al-Risalah : Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam
ISSN : 20855818     EISSN : 26862107     DOI : https://doi.org/10.34005/alrisalah
Al-Risalah focuses on publishing original research articles reviewing articles from contributors and current issues related to Islamic dawah, thought and education.
Articles 150 Documents
AMTSAL OF THE QUR'AN IN DAKWAH: ACTUALIZATION OF QUALITY HUMANS BASED ON SURAH IBRAHIM: 24-25 Kuswati Kuswati
Al-Risalah : Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam Vol 12 No 2 (2021): Al-Risalah : Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam
Publisher : Fakultas Agama Islam, Universitas Islam As-Syafiiyah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34005/alrisalah.v12i2.1450

Abstract

One of the language styles conveyed by Allah through the Qur'an is in the form of parables (amtsal al-Qur'an). This form becomes interesting as it presents something abstract into a real form, by analogizing objects or situations that have similarities. No doubt that the language style with this example gives a beautiful impression and makes an impression. With the inseparability of three things; dakwah, communication, and language, the delivery of information packaged in the form of an example becomes something important and has many benefits for mad'u. Allah exemplifies quality humans in Surah Ibrahim/14: 24-25 with a good tree where the tree is one of Allah's creations that is close to humans. Quality humans are good quality humans, who are described as trees with strong roots, branches soaring to the sky and can be harvested at any time. The actualization of this example illustrates the condition of quality human beings who have a solid creed, because this creed is the basis for implementing God's rules. Always do good and benefit others wherever and whenever we are. Salah satu gaya bahasa yang di sampaikan Allah melalui al-Qur’an adalah dengan bentuk perumpamaan (amtsal al-Qur’an). Bentuk ini menjadi menarik karena menghadirkan sesuatu yang abstrak menjadi bentuk nyata, dengan cara menganalogikan benda atau keadaan yang memiliki keserupaan. Dan tidak dipungkiri gaya bahasa dengan permisalan ini memberi kesan yang indah dan membekas. Dengan tidak bisa dipisahkannya tiga hal yakni: dakwah, komunikasi dan bahasa, maka penyampaian informasi yang dikemas dalam bentuk permisalan menjadi sesuatu yang penting dan memiliki banyak manfaat bagi mad’u. Allah mempermisalkan manusia berkualitas dalam surah Ibrahim/14: 24-25 dengan sebuah pohon yang berkualitas baik di mana pohon adalah salah satu ciptaan Allah yang dekat dengan manusia. Manusia berkualitas adalah manusia yang bermutu baik, yang digambarkan sebagai pohon yang kuat akarnya, cabangnya menjulang ke langit dan dapat dipanen setiap saat. Aktualisasi permisalan ini menggambarkan kondisi manusia berkualitas adalah yang memiliki akidah yang kokoh, karena akidah inilah yang menjadi dasar melaksanakan aturan-aturan Allah. selalu berbuat kebajikan dan bermanfaat bagi orang lain di manapun dan kapanpun berada.
EDUCATION FROM ISLAMIC PERSPECTIVE Sutiono Sutiono
Al-Risalah : Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam Vol 12 No 2 (2021): Al-Risalah : Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam
Publisher : Fakultas Agama Islam, Universitas Islam As-Syafiiyah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34005/alrisalah.v12i2.1453

Abstract

We have confirmed that Islamic education is not the same as the goals of western education, because there are differences in understanding the nature, role, and purpose of human life in the world. This is a very basic problem that is being faced in the world of Islamic education, therefore a solution must be found. The formulation of the goals of Islamic education, one of which is to deliver to the purpose of human creation, which is to become a caliph on earth as stated in the holy book of the Qur'an. The essence of Islamic education is personal development in all its aspects (body, mind, and heart). And is an activity or effort that a person does in order to achieve maximum positive development in humans. The business or activity in question can be in the form of teaching, habituation, giving examples, giving gifts and praise, as well as developing one's knowledge, skills, and life experience. In addition to being interpreted as an activity, education can also be seen as a system. Education as a system is nothing but a functional totality that is directed at one goal. The purpose of education is to achieve the target in accordance with the purpose of creating humans to become caliphs on earth, then the Qur'an and hadith are used as the basis for Islamic education. Steps are needed to reformulate the goals of Islamic education in accordance with the guidance of the Qur'an and Hadith and refer to the Islamic intellectual tradition that has brought glory and prosperity to mankind. Pendidikan Isam sudah kita pastikan tidak sama dengan tujuan pendidikan barat, oleh karena terdapat perbedaan dalam memahami hakikat, peranan dan tujuan hidup manusia di dunia. Ini adalah persoalan yang sangat mendasar yang sedamg dihadapi pada dunia pendidikan Islam, oleh karena itu harus dicari solusinya.Rumusan tujuan pendidikan Islam salah satunya adalah menghantarkan pada tujuan penciptaan manusia, yaitu menjadi khalifah di muka bumi sesuai yang ertuang dalam kitab suci al-Qur’an. Hakikat pendidikan Islam adalah pengembangan pribadi dalam seluruh aspeknya (jasmani, akal, dan hati). Dan merupakan aktivitas atau usaha yang dilakukan seseorang agar tercapai perkembangan maksimal yang positif dalam diri manusia. Usaha atau kegiatan yang dimaksud dapat berbentuk pengajaran, pembiasaan, pemberian contoh dan teladan, pemberian hadiah dan pujian, maupun pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan atau pengalaman hidup seseorang. pendidikan selain dimaknai sebagai sebuah aktivitas, dapat juga dipandang sebagai sebuah sistem. Pendidikan sebagai sebuah sistem, tidak lain merupakan suatu totalitas fungsional yang terarah pada satu tujuan. tujuan pendidikan mencapai sasaran sesuai dengan tujuan penciptaan manusia menjadi khalifah di muka bumi, maka al-Qur’an dan hadits yang dijadikan sebagai landasan dalam pendidikan Islam. Perlu langkah untuk merumuskan kembali tjuan pendidikan Islam sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan Hadits serta mengacu pada tradisi intelektual Islam yang telah membawa kegemilangan dan kesejahteraan kepada ummat manusia.
INTERPRETATION APPROACH IN THE DYNAMICS OF SHARIA BANKING Zamakhsyari Abdul Majid
Al-Risalah : Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam Vol 12 No 2 (2021): Al-Risalah : Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam
Publisher : Fakultas Agama Islam, Universitas Islam As-Syafiiyah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34005/alrisalah.v12i2.1471

Abstract

Indonesia is a country with the largest Muslim population in the world with a Muslim population of around 204 million. This large Muslim population represents a great potential for the development of Islamic banking. This Islamic banking began to get the government's attention with the issuance of a law that supports Islamic banking. With various policies and decisions from a period of approximately 36 years (1974-2008), starting with the holding of a national seminar on relations between Indonesia and the Middle East which contained the idea of ​​realizing the Islamic Banking Law. This article is a qualitative study. The existence of Islamic-based Rural Banks encourages the establishment of interest-free commercial banks. With various developments that continue to be carried out by the Indonesian Banking, in 2008 the enactment of Law no. 21 of 2008 concerning Islamic Banking which is expected to provide significant prospects for Islamic Banking. Basically the concept in Islam cannot be separated from the 5 pillars of primary needs (al-dlaruriyyatul al-khams), namely: hifdhun nafs (guaranteed protection of the soul), hifdhul 'aql (guaranteed protection of reason), hifdhul mâl (guarantee of property protection), hifdhun nasl (guaranteed protection of offspring), and hifdhud dn (guaranteed protection of religion). Indonesia merupakan negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia dengan jumlah penduduk muslimnya sekitar 204 juta jiwa. Populasi Muslim yang besar ini merupakan potensi besar bagi perkembangan perbankan syariah. Perbankan syariah ini mulai mendapat perhatian pemerintah dengan dikeluarkannya undang-undang yang mendukung perbankan syariah. Artikel ini merupakan studi kualitatif. Dengan berbagai kebijakan dan keputusan dari kurun waktu kuranglebih selama 36 tahun (1974-2008), dimulai dari diselenggarakannya seminar nasional hubungan antara Indonesia-Timur Tengah yang berisikan tentang ide merealisasikan UU Perbankan Islam. Keberadaan Bank-bank Perkreditan Rakyat yang berbasis Islam tersebut mendorong untuk didirikannya bank umum yang bebas bunga. Dengan berbagai perkembangan yang terus di lakukan oleh Perbankan Indonesia, pada tahun 2008 disahkannya UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Islam yang diharapkan memberikan prospek yang signifikan bagi Perbankan Islam. Pada dasarnya konsep dalam Islam itu tidak lepas dari 5 pilar kebutuhan primer (al-dlaruriyyatul al-khams), yaitu: hifdhun nafs (jaminan perlindungan jiwa), hifdhul ‘aql (jaminan perlindungan akal), hifdhul mâl (jaminan perlindungan harta), hifdhun nasl (jaminan perlindungan keturunan), dan hifdhud dîn (jaminan perlindungan agama).
BUILDING CHARACTER IN ISLAMIC EDUCATION PERSPECTIVE Ahmad Faqihuddin
Al-Risalah : Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam Vol 12 No 2 (2021): Al-Risalah : Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam
Publisher : Fakultas Agama Islam, Universitas Islam As-Syafiiyah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34005/alrisalah.v12i2.1504

Abstract

Building Character in the Perspective of Islamic Education. Character education is education to shape one's personality, through education that Indonesians are familiar with, namely character, behavior, honesty, responsibility, respect for others, hard work, and so on, which is an important education to develop one's character. This character education involves aspects of knowledge (cognitive), feelings (feeling), and action (action). These three aspects are the unity that makes the action real in human behavior. The existence of problems in society such as crime, drugs, violence between students, widespread corruption, domestic violence is evidence of a crisis of national identity. The answer is the existence of character education to answer these problems. Islamic religious education is the spirit of character education through the development of akhlaqul karimah, human morals are formed with noble values ​​and religious teachings. Those values ​​must be expressed in one's amaliah. Therefore, character education through religious education is very important for the Indonesian people who are famous for being religious. Pendidikan karakter adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian seseoranag, melalui pendidikan yang orang Indonesia tidak asing lagi yaitu budi pekerti, tingkah laku, kejujuran, tanggung jawab, menghormati orang lain, kerja keras, dan sebagainya merupakan pendidikan yang penting untuk mengembangkan karakter seseorang. Pendidikan karakter ini melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Ketiga aspek merupakan kesatuan yang menjadikan perbuatan itu nyata dalam tingkah laku manusia. Adanya persoalan di masyarakat misalnya kriminalitas, narkoba, kekerasan antar pelajar, semaraknya korupsi, kekerasan dalam rumah tangga merupakan bukti adanya krisis jati diri bangsa. Sebagai jawabannya adalah adanya pendidikan karakter untuk menjawab permasalahan tersebut. Pendidikan agama Islam merupakan ruh dari pendidikan karakter melalui pembinaan akhlaqul karimah, moral manusia dibentuk dengan nilai-nilai luhur dan ajaran agama. Nilai-nilai itu harus dinyatakan dalam amaliah seseorang. Oleh karena itu, pendidikan karakter melalui pendidikan agama sangat penting untuk bangsa Indonesia yang terkenal religius.
RATIONALITY IN SCIENCE: A COMPARISON STUDY BETWEEN IBNU RUSYD AND RENE DESCARTES Nabila Huringiin; Sayyid Muhammad Indallah
Al-Risalah : Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam Vol 13 No 1 (2022): Al-Risalah : Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam
Publisher : Fakultas Agama Islam, Universitas Islam As-Syafiiyah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34005/alrisalah.v13i1.1549

Abstract

This article aims to compare the concept of rationality between Rene Descartes and Ibn Rushd. Namely Rene Descart who only uses reason or ratio, while Ibn Rushd who uses reason and revelation in reaching the ultimate truth. This article is a literature review where research data are taken from books and written sources that discuss the two figures. The method used in compiling this article is comparative descriptive with a philosophical approach. The results of this study conclude that the two concepts have something in common, namely the ratio or reason used to reach the truth. Even though they use the same ratio or reason, the main sources of knowledge between the two are very different. According to Rene Descartes, those who only use reason or reason will be able to reach the ultimate truth. Meanwhile, Ibn with his rationality based on revelation will reach the ultimate truth. Artikel ini bertujuan untuk membandingkan konsep rasionalitas antara Rene Descartes dan Ibnu Rusyd. Yaitu Rene Descart yang hanya menggunakan akal atau rasio, sedangkan Ibnu Rusyd yang menggunakan akal dan wahyu dalam mencapai kebenaran yang hakiki. Artikel ini adalah kajian pustaka dimana data penelitian diambil dari buku-buku dan sumber-sumber yang tertulis yang membahas antara kedua tokoh tersebut. Metode yang digunakan dalam menyusun artikel ini adalah deskriptif komparatif dengan pendekatan filosofis. Hasil dari kajian ini menyimpulkan, bahwasannya kedua konsep tersebut memiliki kesamaan yaitu pada rasio atau nalar yang digunakan untuk mencapai kebenaran tersebut. Meskipun menggunakan rasio atau nalar yang sama namun sember utama ilmu pengetahuan antara keduanya sangat berbeda. Menurut Rene Descartes yang hanya menggunakan akal atau rasio akan dapat mencapai kebenaran yang hakiki. Sedangkan Ibnu dengan rasionalitasnya dengan berlandaskan wahyu akan mencapai kebenaran hakiki.
TARIQ RAMADAN: INCLUSIVE AND PLURAL VALUE IN ISLAMIC INTELLECTUAL TRADITION Ahmad Nabil Amir
Al-Risalah : Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam Vol 13 No 1 (2022): Al-Risalah : Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam
Publisher : Fakultas Agama Islam, Universitas Islam As-Syafiiyah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34005/alrisalah.v13i1.1550

Abstract

This paper aims to reflect the progressive ideal of reform of Tariq Said Ramadan (born 1962), an accomplished Muslim reformist dan leading exponent of modern Islam in 21th century and its instrumental impact based on his extensive philosophical writings. It argued that Ramadan was arguably the most influential modernist and its leading proponent in the modern history of Islam. The paper endeavors to analyze his modern ideal as articulated in his works such as What I Believe, Radical Reform, To Be A European Muslim and Western Muslims and the Future of Islam. Aspiring for meaningful realization of reform and inclusivism, it brought forth his perspective on minority Muslim in Europe and highlights its compelling and dynamic influence in modern intellectual discourse of civil Islam. Paul Donnelly in The Washington Post has rightly acclaimed him as “A Muslim Martin Luther”. His profound and discursive thoughts essentially emphasize on radical reform, pluralism and ijtihad (independent thinking), articulating its contextual interpretation and significant meaning. The study is based on qualitative method focusing on descriptive and historical analysis of related works and studies of his principal works. The finding shows that Ramadan has brought forth significant reform in the Muslim world that creatively responds to the present challenge of the western world. Tulisan ini bertujuan mengetengahkan pemikiran Tariq Said Ramadan (lahir 1962), reformis Islam abad ke dua puluh satu, dan menyorot pengaruh intelektual dan idea pembaharuan Islamnya dari sumber-sumber penulisannya yang ekstensif. Kajian membuktikan bahawa Ramadan merupakan antara penganjur Islam moden yang terpenting di abad ke-21. Idealisme pembaharuan ini diketengahkan dalam buku-bukunya seperti What I Believe, Radical Reform, To Be A European Muslim dan Western Muslims and the Future of Islam yang membawa filsafat pemikiran modennya dan tinjauannya tentang Islam dan masyarakat Muslim di Eropah. Pengembangan pengaruh intelektualnya di kalangan Muslim Eropah banyak terkesan oleh karya dan wacana modennya yang berpengaruh tentang semangat inklusivisme dan pluralisme, idea reform, masyarakat sivil, prinsip ijtihad dan pembelaan kaum minoriti. Paul Donnelly dalam The Washington Post mengungkapkannya sebagai “A Muslim Martin Luther” atau “Martin Luther-nya Islam”. Kaedah penelitian bersifat kualitatif, berasaskan tinjauan kepustakaan dan analisis kandungan terhadap sumber data secara deskriptif dan historis. Hasil kajian menyimpulkan bahawa Ramadan telah menggerakkan reformasi yang signifikan di dunia Islam dalam menghadapi tantangan moden Barat dan memainkan peran yang instrumental dalam membawa kesedaran budaya dan persefahaman nilai yang menentukan.
CHANGES AND DEVELOPMENT OF THE MEANING OF SECULARISM IN ISLAMIC THOUGHT Zulkifli Abdurrahman Usman
Al-Risalah : Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam Vol 13 No 1 (2022): Al-Risalah : Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam
Publisher : Fakultas Agama Islam, Universitas Islam As-Syafiiyah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34005/alrisalah.v13i1.1651

Abstract

Abstract: Secularism is one of the most controversial concepts in Islamic thought. This concept which is rooted in Western history is not only opposed and rejected by some Muslim thinkers, but also critically accepted by some other Muslim thinkers. Muslim thinkers with various scientific backgrounds such as Abdul Karim Sorous, Nasir Hamid Abu Zayd, Nurcholis Madjid tend to accept the concept critically. This paper with descriptive analysis method shows that the elaboration of the concept of secularism by these thinkers not only shows the problematic and controversial concept of secularism, but also proves that the concept is transformed into the Islamic tradition both socio-historical, political, and philosophical. Sekularisme menjadi salah satu konsep yang paling kontroversial dalam pemikiran Islam. Konsep yang berakar dari sejarah Barat ini bukan hanya ditentang dan ditolak oleh sebagian pemikir Muslim, namun juga diterima secara kritis oleh sebagian pemikir Muslim kontemporer. Pembahasan artikel ini dengan metode komparatif dan deskriptif kualitatif serta dengan pendekatan filosofis menemukan bahwa pemikir-pemikir muslim mengkritik sekularisme model Barat, dan merekonstruksi makna sekularisme sesuai dengan konteks sosial, politik, dan kepercayaan masyarakat muslim. Atas dasar temuan ini, artikel ini menyimpulkan bahwa konsep sekularisme mengalami transformasi dan pergeseran makna dalam pemikiran Islam. Keywords: Secularism, Islamic Thought, Transformation, Abdul Karim Sorouh, Nasr Hamid Abu Zayd Abstrak: Sekularisme menjadi salah satu konsep yang paling kontroversial dalam pemikiran Islam. Konsep yang berakar dari sejarah Barat ini bukan hanya ditentang dan ditolak oleh sebagian pemikir Muslim, namun juga diterima secara kritis oleh sebagian pemikir Muslim lainnya. Pemikir-pemikir Muslim dengan berbagai latar belakang keilmuan seperti Abdul Karim Sorous, Nasir Hamid Abu Zayd, Nurcholis Madjid cenderung menerima konsep tersebut secara kritis. Makalah ini dengan metode deskriptif analisis menunjukkan bahwa elaborasi konsep sekularisme oleh pemikir-pemikir tersebut bukan hanya menunjukkan betama problematis dan kontroversialnya konsep sekularisme, namun membuktikan pula bahwa konsep tersebut ditransformasi ke dalam tradisi Islam baik secara sosio-historis, politik, maupun filosofis. Kata kunci: Sekularisme, Pemikiran Islam, Transformasi, Abdul Karim Sorouh, Nasr Hamid Abu Zayd
RUQIYAH IN THE PERSPECTIVE OF ISLAMIC FIQH Sarbini Anim
Al-Risalah : Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam Vol 13 No 1 (2022): Al-Risalah : Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam
Publisher : Fakultas Agama Islam, Universitas Islam As-Syafiiyah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34005/alrisalah.v13i1.1696

Abstract

Ruqyah is understood as a treatment in the style of the Prophet SAW to eliminate diseases that originate from outside humans, people call it trance due to the entry of jinn and devils in humans. If this ruqyah is only understood as an appropriate solution to eliminate mental illness. So this research is on the contrary, that this ruqyah not only serves to cure psychological diseases that come from jinn disorders but also cures diseases caused by physical diseases, such as cancer, lung, kidney, diabetes and other diseases that afflict the human body. The issue of ruqyah has caused a lot of misunderstanding among the people. They consider that all ruqyah is permissible and correct, even though it cannot be separated from the role of the media in presenting and displaying the figure of a person who is powerful, great, has advantages, is able to ward off jinn, and even has congregations or followers. When assessing the phenomena that occur in Indonesia, it is not difficult to find and find people who are smart, and dress like kyai who practice shamanism. Their appearance is wrapped with Islamic appearance to make it seem right. Ruqyah Syar`iyyah is an Islamic treatment that uses the recitation of the Qur'an, dhikr, and prayer. Diseases that can be cured by ruqyah syar'iyyah with Allah's permission are physical and mental illnesses, or physical and mental illnesses, in other words physical or mental illnesses. The basis of Islamic healing lies in the Qur'an and the hadith of the prophet. Even though there are arguments, Islam's attitude towards Rukiah can be divided into three parts: Dalil, Tafris, and Mutadil. Asking for meruqyah is only allowed for patients who are suffering from the law, but peruqyah for circumcision helps those who seek help. The scholars use this Rukiyah with the holy verses of the Qur'an, believe that humans are only intermediaries, and agree that the problem of healing is the permission of Allah SWT. The Prophet practiced three sacred medicines: Ruqyah Sayar'iyyah, Thabi'iyyah, and Al Jam'u bainahuma. All three are integrated in one system called Thibbun Nabawi. With Allah's permission, Rukiyah healed the sick and alerted those who were previously unconscious. In our area known as the Qur'an, Dhikr, Bata Tamba, which means treating shamanism by using the holy book of prayer. Currently, the term Ruqyahs yar'iyyah is popular. Ruqyah is currently practiced or practiced on television, YouTube and in certain locations that offer official treatment. Besides Rukiyah who is sick, there are healthy people who know and suspect that Jin is there, so ask for Rukiyah. Eventually, he passed out as if possessed by a ghost, and after reading Rukiyah's recitation, some vomited and urinated. This situation contradicted Rukiyah's goal of healing the sick and awakening the unconscious. The unconscious person is forced to faint (a kind of trance). Of course, if he had died at that time, he would have forgotten Allah. Ruqyah dipahami sebagai pengobatan ala Rasulullah SAW untuk menghilangkan penyakit yang bersumber dari luar diri manusia, orang menyebutnya dengan kesurupan dikarenakan masuknya jin, dan syetan pada diri manusia. Apabila ruqyah ini hanya dipahami sebagai sebuah solusi yang tepat untuk menghilangkan penyakit psikis. Maka penelitian ini sebaliknya, bahwa ruqyah ini tidak hanya berfungsi untuk menyembuhkan penyakit psikis yang berasal dari gangguan jin saja tetapi juga menyembuhkan penyakit-penyakit yang disebabkan penyakit fisik, seperti kanker, paru-paru, ginjal, diabetes dan penyakit lainnya yang menimpa tubuh manusia. Persoalan ruqyah banyak menimbulkan kesalahfahaman di kalangan masyarakat masyarakat. Mereka menilai bahwa semua ruqyah itu boleh dan benar, padahal itu tidak lepas dari peran media yang menyuguhkan dan menayangkan sosok seeorang yang sakti, hebat, punya kelebihan, mampu menangkal jin, dan bahkan mempunyai jama’ah atau pengikut. Ketika menilai fenomena yang terjadi di Indonesia, maka tidak sulit menemui dan mencari orang yang pintar, dan berpakaian seperti kyai yang menjalankan praktik perdukunan. Penampilan mereka dibungkus dengan penampilan Islami agar terkesan benar. Ruqyah Syar`iyyah adalah pengobatan Islami yang menggunakan bacaan Al-Qur'an, dzikir, dan doa. Penyakit yang dapat disembuhkan dengan ruqyah syar'iyyah dengan izin Allah adalah penyakit fisik dan mental, atau penyakit fisik dan mental, dengan kata lain penyakit fisik atau mental. Dasar penyembuhan Islam terletak pada Al-Qur'an dan hadits nabi. Meskipun ada dalilnya, sikap Islam terhadap Rukiah dapat dibagi menjadi tiga bagian: Dalil, Tafris, dan Mutadil. Meminta meruqyah hanya diperbolehkan untuk pasien yang menderita hukum, tetapi peruqyah untuk khitan membantu mereka yang mencari pertolongan. Para ulama menggunakan Rukiyah ini dengan ayat-ayat suci Al-Qur'an, percaya bahwa manusia hanyalah perantara, dan setuju bahwa masalah penyembuhan adalah izin Allah SWT. Nabi mempraktikkan tiga obat suci: Ruqyah Sayar'iyyah, Thabi'iyyah, dan Al Jam'u bainahuma. Ketiganya terintegrasi dalam satu sistem yang disebut Thibbun Nabawi. Dengan izin Allah, Rukiyah menyembuhkan orang sakit dan mengingatkan mereka yang sebelumnya tidak sadar. Di daerah kami dikenal dengan Al-Qur'an, Dzikir, Bata Tamba, yang artinya mengobati penyakit perdukunan dengan menggunakan kitab suci doa. Saat ini, istilah Ruqyahs yar'iyyah sedang populer. Ruqyah saat ini dipraktikkan atau dipraktikkan di televisi, YouTube, dan di lokasi tertentu yang menawarkan perawatan resmi. Selain Rukiyah yang sakit, ada orang sehat yang tahu dan curiga ada Jin, jadi mintalah Rukiyah. Akhirnya, dia pingsan seolah-olah dirasuki hantu, dan setelah membaca bacaan Rukiyah, beberapa muntah dan buang air kecil. Situasi ini bertentangan dengan tujuan Rukiyah untuk menyembuhkan orang sakit dan membangunkan orang yang pingsan. Orang yang tidak sadar dipaksa pingsan (semacam kesurupan). Tentu saja, jika dia meninggal pada saat itu, dia akan melupakan Allah.
APPLICATION OF QORDH, IJARAH AND WAKALAH BIL UJRAH IN AQAD FINANCING ON FINANCIAL TEHCNOLOGY Ahmad Zubaidi
Al-Risalah : Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam Vol 13 No 1 (2022): Al-Risalah : Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam
Publisher : Fakultas Agama Islam, Universitas Islam As-Syafiiyah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34005/alrisalah.v13i1.1716

Abstract

The development of Sharia Financial Technology raises the question of what contracts are used so that sharia fintech practices are in accordance with sharia provisions. In this interest, DSN MUI has issued Fatwa DSN MUI Number 117/DSN-MUI/II/2018 concerning Information Technology-Based Financing Services Based on Sharia Principles. However, the application of this fatwa also requires other DSN fatwas in order to create a fintech product that can answer the needs of the community but still comply with sharia. One of the products needed by the business world is financing for company receivables due to the provision of work from other parties for which cash payments are not made. One solution is to provide financing by using qordh, ijarah and wakalah bil ujrah contracts. This article will explain how the Qord, Ijarah, and wakalah bil Ujrah contracts are applied to the fintech industry which can be applied to the Islamic finance business, their implementation models, the policies of the Financial Services Authority, and fatwas related to fintech. Berkembangnya Financial Technology Syariah memunculkan pertanyaan akad-akad apa yang digunakan agar praktik fintech syariah sesuai dengan ketentuan syraiah. Dalam kepentingan ini, DSN MUI sudah mengeluarkan Fatwa DSN MUI Nomor 117/DSN-MUI/II/2018 Tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah. Namun, demikian dalam pengaplikasian fatwa ini juga membutuhkan fatwa-fatwa DSN yang lain agar tercipta sebuah produk fintech yang dapat menjawab kebutuhan masyarakat tetapi tetap sesuai syariah. Salah satu prodk yang dibutuhkan dunia usaha adalah pembiayaan terhadap piutang perusahaan akibat adanya pemberian kerja dari pihak lain yang tidak dilakukan pembayaran secara kontan. Salah satu solusinya adalah dengan pemberian pembiayaan dengan menggunaan akad qordh, ijarah dan wakalah bil ujrah. Artikel ini akan menjelaskan bagaimana akad Qord, Ijarah, dan wakalah bil Ujrah diterapkan pada Industri fintech dapat diterapkan dalam bisnis keuangan syariah, model-model penerapannya, kebijakan Otoritas Jasa Keuangan, dan Fatwa-fatwa yang berkaitan dengan fintech.
THE CONCEPT OF INTEGRATION OF SCIENCE AND RELIGION Neneng Munajah
Al-Risalah : Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam Vol 13 No 1 (2022): Al-Risalah : Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam
Publisher : Fakultas Agama Islam, Universitas Islam As-Syafiiyah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34005/alrisalah.v13i1.1728

Abstract

The idea of ​​integrating science and religion continues to resonate in the Islamic world. This idea becomes an alternative for the development of Islamic scholarship, and will break the ice that still surrounds the Islamic world. Because of its problematic nature, the responses and responses of Muslim scholars to the idea have varied greatly. There are pros and cons, some Muslim scientists support it, and some reject it. This article uses a qualitative method and uses a variety of literature to explain the background of the importance of the concept of integrating science and religion, as well as discussing the model or its form. Gagasan mengenai Integrasi ilmu dan agama, tetap menggema di dunia Islam. Gagasan tersebut menjadi alternative bagi pengembangan keilmuan Islam, dan akan mendobrak kebekukan yang kini masih menyelimuti dunia Islam. Karena sifatnya yang problematis, maka tanggapan dan respon cendekiaan Muslim terhadap gagasan tersebut, menjadi sangat beragam. Ada yang pro dan kontra, sebagian ilmuan Muslim mendukungnya, dan sebagian yang lain menolaknya. Artikel ini menggunakan metode kualitatif dan menjadikan beragam literature untuk menjelaskan latar belakang pentingnya konsep integrasi ilmu dan agama, juga mengetengahkan tentang model atau bentuknya.

Page 8 of 15 | Total Record : 150