cover
Contact Name
Maryuliyanna
Contact Email
maryuliyanna@gmail.com
Phone
+6285321043550
Journal Mail Official
hermeneutikapascaugj@gmail.com
Editorial Address
Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati Jl. Terusan Pemuda No. 01 A Cirebon, 45132
Location
Kota cirebon,
Jawa barat
INDONESIA
Hermeneutika : Jurnal Ilmu Hukum
ISSN : 23376368     EISSN : 26154439     DOI : http://dx.doi.org/10.33603/hermeneutika
Core Subject : Social,
JURNAL HERMENEUTIKA diterbitkan oleh Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati. JURNAL HERMENEUTIKA tujuannya merupakan kumpulan karya tulis ilmiah hasil riset maupun konseptual bidang ilmu hukum dengan ruang lingkup Hukum pidana, Hukum perdata, Hukum tata negara, Hukum administrasi negara, Hukum international, Hukum masyarakat pembangunan, Hukum islam, Hukum bisnis, Hukum acara, dan Hak asasi manusia. JURNAL HERMENEUTIKA menerima tulisan dari para akademisi maupun praktisi dengan proses blind review, sehingga dapat diterima disetiap kalangan dengan penerbitan jurnal ilmiah berkala terbit setiap dua kali dalam setahun periode Februari dan Agustus dengan nomor p-ISSN 2337-6368 serta e-ISSN 2615-4439.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 201 Documents
IMPLEMENTASI PENEGAKKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI PASCA BERLAKUNYA UU NO 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN Sutrisno Sutrisno; Ibnu Artadi
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 3, No 2 (2019): HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/hermeneutika.v3i2.2600

Abstract

Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk dapat mengetahui dan medeskripsikan implikasi penegakan hukum tindak pidana korupsi pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Untuk dapat mengetahui dan medeskripsikan idealnya pengaturan ke depan agar masalah penyalahgunaan kewenangan karena jabatan tidak menjadi sengketa kewenangan mengadili antara Peradilan Tipikor dan Peradilan TUN. Metode penelitian dalam penulisan ini menggunakan metode pendekatan Normatif dimana meliputi pengaturan ke depan masalah penyalahgunaan kewenangan karena jabatan tidak menjadi sengketa kewenangan mengadili antara Peradilan Tipikor dan Peradilan TUN, jenis data Dilakukan dengan cara wawancara di Kejaksaan Negeri Indramayu dan Pengadilan Negeri Indramayu untuk data sekunder dan data primer adalah hasil wawancara dengan Kajari Indramayu dan dengan Erwin Eka saputra Hakim Pengadilan Negeri Indramayu. Tehnik pengumpulan data untuk data sekunder dilakukan dengan studi dokumen untuk data primer didapat dengan cara melakukan wawancara dengan sumber yang ada. Analisis data adalah data yang telah terkumpul akan disusun secara Normatif Kualitatif. Implikasi hukum Kebijakan legislasi yang memberikan kewenangan untuk memeriksa dan memutus penyalahgunaan kewenangan karena jabatan kepada Peradilan Tipikor dan Peradilan TUN, adalah: Potensi timbulnya sengketa kewenangan mengadili (kompetensi absolut) selain itu menimbulkan ketidakpastian hukum pada mekanisme penanganan Tipikor, karena adanya perbedaan perspektif dalam melihat keberlakuan UU Administrasi Pemerintahan terhadap kewenangan memeriksa dan memutus unsur “menyalahgunakan kewenangan” dalam Tipikor. Akibatnya proses peradilan Tipikor tidak lagi memenuhi asas peradilan sederhana, cepat, dan biaya murah, sehingga menghambat upaya pemberantasan Tipikor.
KOORDINASI PPNS BEA CUKAI DAN PENYIDIK KEPOLISIAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI BIDANG KEPABEANAN Andi Tomy Aditya Mardana; Syamsul Bachri; Nur Azisa
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 5, No 1 (2021): HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/hermeneutika.v5i1.4893

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bentuk koordinasi yang dilakukan oleh PPNS Bea Cukai dan Penyidik Kepolisian dalam penyidikan tindak pidana di bidang kepabeanan. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif yang dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Bentuk koordinasi yang dilakukan oleh PPNS Bea Cukai dan penyidik Polri dalam penyidikan tindak pidana di bidang Kepabeanan adalah pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) dan penyampaian hasil penyidikan dari PPNS ke penyidik Polri baik secara lisan maupun tertulis. Sementara pelaksanaan pengawasan penyidikan dapat dilakukan dalam bentuk bantuan penyidikan yang berupa bantuan taktis berupa personil maupun peralatan penyidikan, bantuan teknis penyidikan, bantuan pemeriksaan ahli dalam rangka pembuktian secara ilmiah, dan bantuan upaya paksa.
KEDUDUKAN HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI YANG DILAKUKAN OLEH AHLI WARIS TERHADAP HARTA WARISAN YANG BELUM DIBAGI Patma Patma; Suwarti Suwarti; Nam Rumkel
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 5, No 2 (2021): HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/hermeneutika.v5i2.5703

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perlindungan hukum jual beli yang dilakukan oleh ahli waris terhadap harta warisan yang belum dibagi. Tipe penelitian ini adalah socio-legal research. Jenis dan sumber data adalah mengenal dari mana data diperoleh, apakah data yang diperoleh dari sumber langsung (data primer) atau data diperoleh dari sumber tidak langsung (data sekunder). Data yang diperoleh baik secara sekunder dan primer dalam penelitian ini akan dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlindungan hukum bagi pembeli tanah warisan yang belum dibagi adalah pembeli dapat mengajukan gugatan secara perdata terhadap penjual, serta notaris dan PPAT yang merupakan pejabat umum yang terlibat dalam proses pembuatan akta jual beli tanah warisan tersebut, yaitu gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) Pasal 1365 KUHPerdata Selain itu, pembeli juga dapat mengajukan tuntutan secara pidana, yaitu melaporkan adanya dugaan tindak pidana penipuan berdasarkan ketentuan pasal 378 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
KEBIJAKAN FORMULASI PENJATUHAN SANKSI PIDANA MINIMUM DALAM KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI Sugali Sugali
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 3, No 1 (2019): HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/hermeneutika.v3i1.2004

Abstract

Adil atau tidak, benar atau salah suatu putusan pengadilan, terletak di tangan hakim. Sering kali, dalam menangani suatu perkara sampai pada putusan akhir, hakim tidak cermat dalam melihat berbagai hal terkait dengan perkara yang sedang ditanganinya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kebijakan formulasi penjatuhan sanksi pidana minimum dalam kasus tindak pidana korupsi dan penerapan kebijakan formulasi sanksi pidana minimum oleh hakim dalam penjatuhan putusan bagi pelaku tindak pidana korupsi. Metode penelitian paradigma postpositivisme, yuridis normatif, penelitian pustaka melalui pengumpulan bahan hukum primer, sekunder, tersier, penelitian empiris melalui pengisian kuisioner, teknik wawancara. Hasil penelitian kebijakan formulasi penjatuhan sanksi pidana minimum dalam kasus tindak pidana korupsi terdapat dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta Penerapan penjatuhan sanksi pidana dibawah batas minimum khusus dalam kasus tindak pidana korupsi oleh hakim ternyata ada dan pertimbangannya adalah karena kerugian negara tidak terlalu besar.
PERKAWINAN SIRI (KEDUA DAN SETERUSNYA) PASANGAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI PEMERINTAHAN KABUPATEN SERANG MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 1990, HUKUM ISLAM DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM Djanuardi Djanuardi; Eidy Sandra; Nindya Tien Ramadhanty
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 4, No 2 (2020): HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/hermeneutika.v4i2.4045

Abstract

Perkawinan adalah akad antara seorang pria dengan seorang wanita yang mengikatkan diri dalam hubungan suami istri. Pelaksanaan perkawinan di Indonesia bervariasi, mulai dari perkawinan yang dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA), perkawinan di bawah umur dan perkawinan siri. Perkawinan siri merupakan perkawinan sah menurut agama, namun tidak memiliki kekuatan secara formal. Faktanya perkawinan siri (kedua dan seterusnya) yang dilakukan oleh pasangan Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Peraturan Pemerintah. Permasalahan yang sering terjadi adalah PNS Pria melakukan perkawinan siri (kedua seterusnya) dengan PNS Wanita di pemerintahan Kabupaten Serang. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan keabsahan dan akibat hukum dari perkawinan siri (kedua dan seterusnya) yang dilakukan oleh pasangan PNS menurut PP Nomor 45 Tahun 1990 Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian PNS dan Kompilasi Hukum Islam. Penelitian ini disusun dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif yaitu metode penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif kemudian dianalisis secara normatif kualitatif sehingga mendapat suatu fakta. Hasil dari penelitian ini perkawinan siri (kedua dan seterusnya) tidak sah menurut PP Nomor 45 Tahun 1990 Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian PNS dan Kompilasi Hukum Islam. Sedangkan perkawinan siri (kedua dan seterusnya) sah menurut Hukum Islam. Akibat hukum dari perkawinan siri ini adalah anak akan dinggap sebagai anak luar kawin yang hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibu dan keluarga ibunya. Akibatnya anak tersebut tidak memiliki hubungan nasab, wali nikah, dan waris dengan ayah biologisnya hanya berhak atas wasiat wajibah.
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ODONG-ODONG MOBIL KARENA TIDAK MEMENUHI KEWAJIBAN UJI TIPE BERDASARKAN HUKUM POSITIF INDONESIA Andika Dwi Yuliardi; Puti Priyana
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 5, No 2 (2021): HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/hermeneutika.v5i2.5425

Abstract

Adanya berbagai kontroversi di beberapa daerah, karena terdapat permasalahan peraturan hukum berlalu lintas, atau peraturan tata ruang Kota terkait Odong-odong mobil. Kendaraan ini selain sebagai daya tarik wisatawan, namun dapat pula sebagai mata pencaharian sebagian masyarakat, namun memiliki dampak negatif atau resiko kecelakaan yang ditimbulkan saat menaiki odong-odong mobil karena pengelola tidak memperhatikan faktor kesehatan dan keselamatan. Seperti yang terjadi di Ciamis, 20 Juni 2021 pukul 15.30, mobil odong-odong membawa 18 penumpang oleng di Jalan Gunungsari Desa Panyingkiran, Ciamis. Kemudian tertanggal 22 Juni 2021 pukul 11.30, mobil odong-odong membawa 13 penumpang oleng di jalan Cireong Dusun Walahir Desa Sukaresik Sindangkasih Ciamis, semua penumpang mengalami luka ringan. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis pengaturan hukum odong-odong mobil di Indonesia berdasarkan Hukum Positif serta penegakan hukum terhadap eksistensi odong-odong mobil. Tipe penelitian ini adalah yuridis normatif, dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Analisis secara kualitatif dipergunakan untuk menarik kesimpulan dari data yang telah terkumpul. Hasil penelitian menunjukkan bahwa odong-odong mobil tidak diatur dalam undang-undang, peraturan pemerintah, maupun peraturan daerah. Odong-odong mobil sebagai kendaraan modifikasi telah melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan. Odong-odong mobil dianggap ilegal apabila beroperasi di jalan umum, karena tidak memenuhi standar, sehingga dapat menimbulkan risiko bahaya yang tinggi. Penegak hukum dapat menerapkan Pasal 285 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada saat pengemudi atau pemilik odong-odong mobil dengan sanksi berupa pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). Serta bagi siapa saja yang memodifikasi odong-odong mobil yang tidak memenuhi persyaratan uji tipe dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
ANALISIS IMPLEMENTASI ANTI SLAPP DALAM PERLINDUNGAN PARTISIPASI PUBLIK DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP (Studi Kasus Jomboran, Sleman) Muhamad Agil Aufa Afinnas; Abimanyu Abimanyu; Shendy Pratika Nyomansyah
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 6, No 1 (2022): HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/hermeneutika.v6i1.6777

Abstract

Implementasi Pasal 66 UUPPLH patut dipertanyakan karena sering muncul gugatan maupun tuntutan yang merupakan Strategic Lawsuit Against Public Participation atau SLAPP. Tindakan SLAPP tersebut dialami oleh dua warga di Jomboran, Sleman. Warga yang sedang memperjuangkan lingkungan dari adanya kerusakan yang disebabkan oleh kegiatan pertambangan di wilayah Sungai Progo mengalami kriminalisasi. Saat ini, belum ada putusan pengadilan terkait kasus tersebut dan proses hukum masih berjalan. Penelitian ini berusaha untuk menjawab pertanyaan bagaimana permasalahan SLAPP yang dialami oleh warga Jomboran serta bagaimana implementasi mekanisme Anti SLAPP diterapkan dalam kasus tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum empiris dan menggunakan analisis kualitatif sehingga menghasilkan data deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dua masyarakat Jomboran mengalami SLAPP. Masyarakat dalam hal ini sedang menjalankan haknya untuk berpartisipasi dalam perlindungan lingkungan hidup. Hal tersebut tentunya tidak memperbolehkan adanya tuntutan pidana. Selain itu, terlihat bahwa penerapan mekanisme Anti SLAPP dalam kasus tersebut masih jauh dari idealnya.
KEBIJAKAN ALIH FUNGSI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN KAWASAN PERUMAHAN DI KABUPATEN CIREBON Agus Manurung
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 1, No 1 (2015): Jurnal Ilmu Hukum Hermeneutika
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/hermeneutika.v1i1.1956

Abstract

The growth of the housing industry in Cirebon is growing rapidly the last five years . This correlates with the urgent needs of the land , sparking rampant conversion of agricultural land . Is the land acquisition have noticed regulations set zoning in which productive agricultural land as a safeguard sustainable food security . Cirebon District Regulation No. 17 Year 2011 on Spatial Planning has arranged it . But the problem is , whether the land conversion policy in Cirebon has been referred to the applicable law and how policy formulation over the land to be allocated for housing development .
TINJAUAN HUKUM ATAS BATAS MINIMAL USIA UNTUK MELAKUKAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 16 TAHUN 2019 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NO. 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Padma D. Liman; Birkah Latif; Nur Azisa; Andi Syahwiah A. Sapiddin; Anhar Aswan; Maria Deriana Rosari Putrina Naha; Kadarudin Kadarudin
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 5, No 2 (2021): HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/hermeneutika.v5i2.5633

Abstract

Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan junto Undang-Undang RI Nomor 16 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 mengatur bahwa perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian, sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir/jasmani, tetapi unsur bathin/rokhani juga mempunyai peranan yang penting. Salah satu akibat perkawinan yang dapat membentuk keluarga yang bahagia, adalah dengan hadirnya keturunan dalam perkawinan tersebut, yang pemeliharaan dan pendidikannya menjadi hak dan kewajiban orang tua. Agar diperoleh keturunan yang baik dan sehat maka calon suami dan istri yang akan melangsungkan perkawinan harus telah matang jiwa raganya sehingga dapat pula mewujudkan tujuan perkawinan karena tercipta keluarga yang harmonis dan tidak mudah berakhir dengan perceraian. Di samping itu, perkawinan mempunyai hubungan dengan masalah kependudukan. Ternyata bahwa batas umur yang lebih rendah bagi seorang wanita untuk kawin, mengakibatkan laju kelahiran yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan batas umur yang lebih tinggi. Berhubung dengan hal itu, maka diperlukan pengaturan batas usia minimal untuk kawin bagi pasangan calon suami isteri.
URGENSITAS GBHN PASCA REFORMASI Agus Setiawan
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 6, No 1 (2022): HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/hermeneutika.v6i1.6756

Abstract

Strategi dalam menjalankan roda pemerintahan adalah mutlak adanya. Dengan strategi, jalannya pembangunan akan mempunyai peta jalan, arah, tujuan dan target yang akan dicapai oleh negara. Begitu pula sebaliknya tidak adanya target pembangunan, arah dan tujuan negara hanya akan membuat lingkaran yang terus berulang-ulang menghabiskan energi bangsa ini. Dengan pergantian periode kepemimpinan, kerap kali akan berganti target pembangunan. Sehingga bagi sebagian masyarakat menilai Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) masih diperlukan. Sedangkan sekarang sistem pemerintahan negara Indonesia merupakan sistem Presidensiil, dengan multi partai. Kedudukan Presiden dengan MPR sederajat seperti yang sudah tertuang dalam amandemen UUD 1945. Tulisan ini akan memaparkan urgensitas GBHN, konsekuensi hukum manakala GBHN akan diterapkan kembali dan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.