cover
Contact Name
Dina Elisabeth Latumahina
Contact Email
dina.latumahina@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
dina.latumahina@gmail.com
Editorial Address
Jl. Indragiri No. 5, Kota Wisata Batu, Jawa Timur, Indonesia, 65301
Location
Kota batu,
Jawa timur
INDONESIA
Missio Ecclesiae
ISSN : 20865368     EISSN : 27218198     DOI : -
Missio Ecclesiae adalah jurnal open access yang menerbitkan artikel tentang praktek, teori, dan penelitian dalam bidang teologi, misiologi, konseling pastoral, kepemimpinan Kristen, pendidikan Kristen, dan filsafat agama melalui metode penelitian kualitatif dan kuantitatif. Kriteria publikasi jurnal ini didasarkan pada standar etika yang tinggi dan kekakuan metodologi dan kesimpulan yang dilaporkan.
Articles 141 Documents
TUHAN MENGUBAH MARA MENJADI MATOV ( KITAB RUT) Awasuning Manaransyah
Missio Ecclesiae Vol. 6 No. 2 (2017): Oktober
Publisher : Institut Injil Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52157/me.v6i2.71

Abstract

Firman Tuhan dalam kitab Rut ini sangat istimewa. Pada bagian awal, kita melihat kepahitan hidup yang sangat menyedihkan hati Naomi, namun di bagian akhir, kepahitan hati Naomi diselesaikan Tuhan dengan rencana Tuhan yang spektakuler. Tentu Naomi tidak pernah berpikir dan merencanakan bahwa ia akan menjadi seorang nenek (band. Rut 1:11-13), tetapi Tuhan membuat lebih dari pada itu. Penghiburan dan pemulihan yang Tuhan kerjakan dalam kehidupan Naomi, harus dijalani oleh Naomi tahap demi tahap dan inilah yang disebut dengan proses. Proses itu sendiri membutuhkan waktu, ketekunan, kesetiaan, kebergantungan kepada Tuhan. Saya ingin katakan bahwa belajarlah, berusahalah mengerti kehendak Tuhan dari kepahitan hati yang terjadi. Bangkit dan arahkan langkah hidupmu ke dalam persekutuan yang intim dengan Tuhan. Nikmatilah setiap langkah-langkah yang Tuhan pimpin menuju kehidupan yang sangat/sungguh indah bersama dengan Tuhan.
SOROTAN ALKITABIAH TERHADAP KONSEP KESELAMATAN MENURUT JOHN HICK Dora Hutasoit
Missio Ecclesiae Vol. 6 No. 2 (2017): Oktober
Publisher : Institut Injil Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52157/me.v6i2.72

Abstract

Setelah disinggung sekilas-lintas tentang latar belakang Hick, yaitu dari segi biografinya dan revolusi Kopernikusnya yang merupakan titik balik dari paham Ptolomeus; serta setelah menyoroti secara alkitabiah terhadap konsep “keselamatan”nya, maka penulis menyimpulkan sebagai berikut: 1) Hick telah membuang atau meninggalkan landasan yang terpenting dalam Firman Tuhan atau tradisi kekristenan, yaitu dengan menyangkal keabsolutan, keunikan, dan finalitas Kristus. Dengan demikian dia tidak mengakui bahwa keselamatan hanya oleh penebusan Yesus Kristus; 2) Hick telah berusaha dengan kemampuan intelektualnya, melalui revolusi Kopernikusnya, menciptakan suatu teori “keselamatan” yang menurutnya berlaku bagi semua agama; dan 3) Paham/teori keselamatannya Hick tentang transformasi dari self-centeredness kepada reality-centeredness, patut ditolak karena sangat kontradiksi dengan Firman Tuhan (Alkitab).
PENDERITAAN MENURUT ROMA 8:18-25 DAN IMPLIKASINYA BAGI GEREJA TUHAN MASA KINI Iwan Setiawan
Missio Ecclesiae Vol. 6 No. 2 (2017): Oktober
Publisher : Institut Injil Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52157/me.v6i2.73

Abstract

Penderitaan adalah kata yang sering dihindari oleh manusia termasuk orang percaya. Selain itu situasi zaman sekarang yang semakin menekan umat manusia, seperti yang dikatakan Tuhan Yesus bahwa zaman akhir dunia ini ditandai bukan oleh perdamaian, melainkan oleh peperangan yang bertambah-tambah (Mat. 24:6). Banyak martir di negara-negara komunis yang menjadi korban kekerasan dan penindasan, yang mengakibatkan penderitaan. Mengenai Indonesia, meskipun bukan negara komunis atau negara terlarang untuk Injil, namun ratusan gereja telah dirusak dan dibakar, yang mengakibatkan korban yang cukup banyak. Ada cukup banyak kesaksian tentang penderitaan orang percaya karena iman mereka kepada Kristus, namun tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak orang percaya yang belum memahami arti penderitaan itu. Hal ini nampak pada seringnya jemaat disuguhkan Firman Tuhan yang menawarkan kesenangan hidup belaka, tanpa harus mengalami penderitaan. Karena itu mereka lebih banyak melarikan diri, putus asa dan kecewa ketika mengalami penderitaan, padahal sesungguhnya penderitaan tidak dapat dihindari, namun yang dimaksudkan penulis adalah cara menanggapi penderitaan itu harus sesuai dengan apa yang Tuhan ajarkan, yaitu bahwa penderitaan yang dialami manusia itu tidak sebanding dengan kemuliaan yang akan dinyatakan (Rm. 8:18). Paulus menegaskan bahwa bahwa orang percaya akan mengalami penderitaan, namun penderitaan itu hanya sedikit atau sebagian kecil dari kemuliaan yang akan dinyatakan. Penderitaan dan hawa nafsu terjadi karena dunia ini memang berdosa. Penderitaan yang diderita umat manusia terjadi setelah kejatuhan manusia ke dalam dosa. Masa sekarang ini semuanya jahat, diwarnai oleh dosa, kematian dan kebinasaan. Suatu ketika akan datang hari Tuhan, yaitu hari penghakiman, ketika dunia akan digoncangkan sampai ke dasarnya; tetapi sesudah itu akan datang suatu dunia baru. Ketika Paulus menggambarkan ini, ia memakai pengertian yang setiap orang Yahudi sudah mengenal dan mengerti. Ia berbicara tentang masa sekarang dan tentang kemuliaan yang akan dinyatakan. Dengan demikian, yang dimaksud Paulus dalam bagian ini adalah keyakinan kita bahwa penderitaan sekarang tidak sebanding dengan kemuliaan yang akan datang yang akan dinyatakan kepada kita orang yang percaya kepada-Nya. Jadi penderitaan yang kita tanggung sebagai pengikut Kristus menunjukkan keikutsertaan kita dalam penderitaan Kristus, dan dapat disebut juga “menggenapkan apa yang belum tercakup dalam penderitaan Kristus”, supaya kita dapat bersekutu dengan Kristus dalam penderitaan-Nya. Dengan demikian pengharapan di sini berarti harapan adanya suatu keyakinan dan kepastian bahwa orang percaya akan dibebaskan atau dimerdekakan dari kesia-siaan. Tuhan telah mengaruniakan Roh Kudus sebagai jaminan pemberian lebih besar yang akan diterima di masa depan. Inilah pengharapan orang percaya, yaitu penantian penuh keyakinan akan berkat-berkat yang dijanjikan yang sekarang belum ada atau belum tampak. Tidak ada ketekunan yang tidak diawali dengan penderitaan. Ketekunan disediakan bagi kita sebagai hasil penderitaan. Orang yang menolak penderitaan dengan mengeluh dan mencari jalan keluar sendiri tidak akan memperoleh ketekunan.
KUALIFIKASI PEMIMPIN MENURUT RASUL PAULUS (STUDI EKSEGETIS SURAT TITUS 1:5-9) Jeny Marlin
Missio Ecclesiae Vol. 6 No. 2 (2017): Oktober
Publisher : Institut Injil Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52157/me.v6i2.74

Abstract

Dari hasil analisa eksegetis Titus 1:5-9, penulis menyimpulkan bahwa: Titus bukan orang Yahudi, namun menjadi satu tim dalam pelayanan Rasul Paulus, dan ditugaskan di Pulau Kreta untuk memelihara jemaat di sana. Rasul Paulus dalam suratnya kepada Titus, bermaksud mendorong dan menghimbau Titus, tentang betapa pentingnya mengatur kembali agar lebih baik lagi apa yang masih perlu/kurang/seharusnya diatur, yaitu menetapkan para pemimpin rohani yaitu para penatua yang ditempatkan atau ditugaskan sebagai ketua gereja atau pemimpin bagi jemaat. yang terdapat di tiap-tiap kota. 1) Pemimpin yang sedang dan terus-menerus tidak tercela” di antara para jemaat dan suami dari seorang/satu istri saja; 2) Pemimpin yang mempunyai anak-anak yang beriman, yang memiliki pola hidup anak-anak seorang pemimpin rohani, tidak hidup dalam tuduhan/tidak hidup dalam kekacauan/hidup tidak liar, tidak punya malu, bukan tidak bermoral, atau anak-anak yang bukan tak mau patuh, tidak durhaka dan bukan pemberontak. Sebaliknya anak-anak seorang pemimpin rohani adalah anak-anak yang hidup tertib, tahu malu, bermoral, patuh, menjaga nama baik keluarga dan menghormati orang tua; 3) Seorang pemimpin rohani adalah pengawas jemaat yang sedang dan terus-menerus hidup suci dan tidak bercela, tetapi dia juga menjadi sedang dan terus-menerus menjadi (must be above reproach as God's steward), artinya “harus sempurna seperti pelayan Tuhan” atau is entrusted with God's work artinya “dipercayakan pekerjaan Tuhan; 4) Seorang pemimpin rohani adalah “bukan seorang yang memuaskan diri sendiri, bukan seorang yang keras kepala dan bukan seorang yang angkuh.” Hal ini identik terlihat jelas dengan karakter atau temperamen seseorang dalam memimpin demi kepentingan orang banyak, yang bersedia menerima kritik atau teguran dan yang rendah hati atau tidak sombong; 5) Pemimpin rohani adalah bukan seorang pemimpin yang dikuasai kemarahan/pemarah, berdarah panas dan cepat marah, tetapi pemimpin yang mampu menundukkan kemarahan, panjang sabar, dan lemah-lembut; 6) Seorang pemimpin rohani hidupnya tidak mengkomsumsi minuman keras seperti anggur yang membuat dia mabuk, karena akan kecanduan, sehingga hidupnya dikuasai oleh kemabukan. Tetapi sebaliknya seorang pemimpin rohani memiliki hidup yang senantiasa menjaga tubuhnya dalam kesucian dan kekudusan; 7) Seorang pemimpin rohani adalah seorang yang tidak suka berkelahi, tidak pemarah dan seorang yang tidak kejam, melainkan seorang yang suka damai, pembawa damai, lemah-lembut atau baik; 8) Seorang pemimpin rohani adalah seorang yang jujur atau tidak tamak akan uang dan tidak berlaku curang atau serakah; 9) Pemimpin rohani ialah seorang yang ramah, penuh kasih dan kebaikan dan yang mencintai kebaikan serta suka akan hal-hal yang baik dalam masa kepemimpinannya; dan10) Seorang pemimpin rohani ialah seorang yang bijaksana, tertata, masuk akal, seorang yang taat terhadap hukum, tegak lurus, benar, adil dan seorang yang tulus, memuaskan ke Tuhan, taat, bermoral dan yang kudus.
ESENSI KEPEMIMPINAN DALAM PERSPEKTIF PERJANJIAN LAMA Wilianus Illu
Missio Ecclesiae Vol. 6 No. 2 (2017): Oktober
Publisher : Institut Injil Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52157/me.v6i2.75

Abstract

Penulis menyimpulkan bahwa memang kepemimpinan di abad postmodern ini telah mengalami krisis yang sangat signifikan yang merambat pada semua elemen dalam bidang kehidupan manusia, mengapa tidak? Karena para pemimpin lebih kepada kepentingan pribadi, keluarga, kelompok dan komunitas yang mendukungnya sebagai pemimpin. Yang lebih ironisnya adalah massa atau komunitas yang tadinya mendukung, namun ada hal-hal teknis yang kemudian berbeda pendapat antara massa atau komunitasnya dengan pemimpinnya. Sebagai reaksinya seorang pemimpin langsung mengambil keputusan dengan cara memecat. Maka dalam tulisan-tulisan sebelumnya dalam makalah ini secara gamblang telah menjelaskan bahwa krisis ini bukan hanya terjadi pada kepemimpinan yang sekuler saja, melainkan terjadi pada kepemimpinan gereja, yayasan bahkan lembaga Kristen lainnya juga telah mengalami krisis yang begitu berbahaya bagi kepemimpinan sekarang maupun pada kepemimpinan yang akan datang. Jika tidak segera dibuat standar pembaharuan-pembaharuan di dalamnya, tentu akan memunculkan permasalah-permasalahan yang baru lagi.
SOROTAN YOHANES 17:20-23 TENTANG KESATUAN ALLAH DAN MANUSIA TERHADAP MISTIK TOENGGOEL WOELOENG Fredi Purwanto
Missio Ecclesiae Vol. 7 No. 1 (2018): April
Publisher : Institut Injil Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52157/me.v7i1.79

Abstract

Bila kita tinjau mistik Toenggoel Woeloeng dalam terang firman Tuhan, secara khusus dari Yoh. 17:20-23, maka jelaslah bahwa konsep Toenggoel Woeloeng mengenai dirinya sebagai Kanjeng Rama Ana atau Kristus yang kelihatan adalah tidak alkitabiah sehingga tidak dapat dibenarkan karena hal itu merupakan sinkretisme. Hal ini dilatarbelakangi bahwa ia adalah seorang Jawa yang tidak mau meninggalkan kebiasaan nenek moyangnya yang telah berurat akar dalam masyarakatnya. Ia beranggapan bahwa pelajaran yang diberikannya sesudah ia menjadi seorang Kristen tidaklah jauh berbeda dengan apa yang diberikannya di lereng Gunung Kelud. Dengan menyebut dirinya sebagai Kanjeng Rama Ana sebenarnya dapatlah disimpulkan bahwa dia sedang memposisikan dirinya sebagai “manusia sempurna” dalam pengertian mistik Jawa. Itu berarti bahwa dia adalah representasi dari Allah Bapa, atau dengan kata lain ia sedang menyejajarkan dirinya dengan Kristus. Sehingga tidaklah mengherankan kalau dia mengajarkan bahwa setiap bangsa yang menjadi Kristen harus punya pemimpinnya sendiri yang dapat dilihat. Bahwa orang Jawa bergabung dengan penginjil Eropa adalah salah: mereka harus menjadi orang Kristen Jawa dan mencari Kristus-nya “sendiri”. Oleh sebab itu, para murid Toenggoel Woeloeng mengharapkan bahwa Ratu Adil akan datang di sekitar Bondo. Pengajarannya lebih mudah diterima oleh orang Jawa, sehingga pengikutnya banyak, bahkan ia dipuja-puja oleh pengikutnya sebagai kiai dan dianggap sakti serta punya kekuatan magis karena ia punya kesaktian dari pertapaanya di Gunung Kelud.
PERSEPULUHAN MENURUT MALEAKHI 3:7-12 Afgrita Fendy Christiawan
Missio Ecclesiae Vol. 7 No. 1 (2018): April
Publisher : Institut Injil Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52157/me.v7i1.81

Abstract

Kitab Maleakhi menyatakan ketertinggalan bangsa Israel dalam mewujudkan ketaatannya kepada Allah. Meskipun demikian Allah tetap mengasihi mereka. Maleakhi mengajak bangsa ini untuk memulihkan hubungan mereka dengan Tuhan dengan cara memulihkan kerohanian mereka. Tidak hanya kepada seluruh suku, tetapi juga sampai kepada pelayan Tuhan yaitu Lewi dan Imam. Maleakhi berbicara dalam otoritas ucapan ilahi. Taurat adalah pemberian Tuhan untuk mengatur prilaku bangsa Israel sebagai umat kepunyaan Allah. Persepuluhan adalah bentuk peribadatan dan wujud keaktifan dalam mendukung kegiatan keimamatan dalam bait Allah. Pengabaian persepuluhan berdampak kepada terhambatnya pelayanan karena para imam bekerja bagi nafkah mereka masing-masing. Taurat itu sendiri tidak hanya berlaku kepada bangsa Israel, tetapi juga kepada bangsa-bangsa lain yang percaya kepada YHWH. Perbuatan baik adalah penting, tetapi persepuluhan juga penting. Tidak boleh mengabaikan salah satunya. Suku Lewi tidak menerima persepuluhan sebagai upah, tetapi sebagai warisan. Persepuluhan adalah wajib. Tidak memandang pekerjaan ataupun tingkat penghasilan. Suku Lewi hidup dari persepuluhan, namun mereka juga memberikan persepuluhan terbaik mereka kepada para imam. Bangsa Israel telah menghina Tuhan, khususnya para imam dengan tidak hormat dan tidak takut kepada Tuhan. Hidup mereka sudah jauh bertentangan dengan hukum Tuhan dengan mempersembahkan persembahan yang tidak layak, kawin-cerai dan kawin campur dengan bangsa kafir. Mereka juga berbicara dengan sembarangan memuji orang-orang gegabah dan fasik. Tuhan mengingatkan mereka bahwa ada hari penghakiman dan penghukuman bagi orang angkuh dan berbuat jahat, namun juga hari kemenangan bagi orang benar. Dalam menjalankan persepuluhan memerlukan kesungguhan seperti yang diteladani dari Abraham (dan Yakub). Persepuluhan Musa juga memandang kepada teladan Abraham. Persepuluhan harus jujur dan utuh. Sejak nenek moyang mereka, bangsa Israel sudah mengesampingkan ketetapan Tuhan. Masalah ini akan tetap berlangsung jika mereka tidak bertobat. Mereka juga sudah lama tidak menjalankan persembahan persepuluhan sehingga tempat perbendaharaan tidak terisi dan tidak ada makanan bagi orang Lewi. Tuhan kecewa kepada Lewi dan Imam yang mengabaikan tugas mereka dan bertindak dengan pandang bulu. Mereka gagal memberikan instruksi yang benar dalam Taurat. Mengakibatkan Bangsa Israel bertindak menyimpang dan tidak tahu bahwa itu salah. Bangsa ini hancur dalam ketidaktahuan. Mereka merampok Allah dengan terus menerus tidak memberikan persepuluhan dan persembahan. Tindakan itu sudah menjadi kebiasaan buruk (profesi). Maleakhi menyerukan pertobatan dan supaya bangsa Israel mengingat kembali akan kesetiaan Tuhan. Mereka dituduh telah merampok Tuhan karena lalai pada persepuluhan dan persembahan khusus yang adalah nafkah para imam. Persepuluhan adalah serius, sehingga dengan tidak memberikannya sama saja dengan merampok Tuhan. Cara untuk kembali kepada Tuhan di antaranya adalah dengan menghiraukan persepuluhan. Bangsa Israel tidak memberikan persepuluhan atau memberikan namun tidak sebagaimana seharusnya. Kesulitan ekonomi menjadi alasan bangsa Israel untuk tidak memberikan persepuluhan. Mereka merasa dirinya begitu susah sehingga layak jika bertindak tidak hormat kepada Tuhan. padahal justru pengabaiannya terhadap persepuluhan itulah yang membuat berkat mereka terhambat. Mereka tidak sadar bahwa tindakan mereka justru memperburuk keadaan karena mendatangkan pengadilan, peringatan dan kutuk dari Tuhan. “Dengan kutukan kamu terus menerus dikutuk, tetapi masih tetap terus menerus merampok Tuhan”. Kutuk itu mengikat dan membatasi berkat. Bangsa Israel menjadi bangsa yang besar karena Tuhan, namun mereka tetap merampok Tuhan. Orang yang tidak tahu bagaimana memberi, maka mereka akan menerima makin lama makin sedikit. Tuhan meminta mereka menguji Dia dengan persepuluhan karena Ia pasti memulihkan perekonomian mereka. Berkat akan dicurahkan berlimpah sampai tidak lagi diperlukan. Tuhan adalah sumber penghidupan mereka, karena itu memberikan persepuluhan tidak mengurangi penghasilan mereka, justru lebih. Allah memerintahkan agar kembali melakukan persepuluhan yang lama diabaikan ke Bait Allah yang adalah rumah perbendaharaan. Ketaatan mereka memenuhinya adalah wujud ketaatan kepada Allah. Ada jaminan bagi yang taat. “Ujilah Aku” perintah Tuhan sebagai bukti kesetiaan-Nya. Bangsa Israel meragukan pemeliharaan Tuhan dalam ketidaktahuan mereka, karena itu tantangan dari Tuhan ini muncul. Mereka bertanggungjawab jika Imam dan Lewi kelaparan karena absen nya persepuluhan. Karena memberi persepuluhan semata-mata karena menghormati Tuhan. Kegagalan persepuluhan sebenarnya berakar kepada kekikiran karena tidak percaya/ meragukan Allah. Memberikan Persepuluhan merupakan bentuk ketaatan. Allah adalah sumber berkat dan hanya dirasakan oleh orang yang takut kepada-Nya. Berkat adalah Kekuatan dari Allah yang datang dari Allah yang mendatangkan keberuntungan dan kekayaan bagi manusia. Tuhan menjaga sumber penghasilan umat-Nya. Tuhan akan menghardik belalang pelahap tidak hanya saat ini tetapi seterusnya. Allah mengusir binatang pelahap agar tidak merusak hasil panen mereka. Negeri itu menjadi negeri kesukaan karena tanah tersebut menjadi berkat bagi setiap orang dan setiap orang menjadi kesukaan atas negeri.
PELAYANAN PASTORAL KONSELING BERDASARKAN 1 PETRUS 5 : 1 – 11 Hanok Tuhumury
Missio Ecclesiae Vol. 7 No. 1 (2018): April
Publisher : Institut Injil Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52157/me.v7i1.82

Abstract

Pergantian sistem pemerintahan di Israel dalam 1 Samuel 8:1-22 yang menyoroti suasana transisi dari pemerintahan hakim ke pemerintahan raja menuntut agar kita tidak menghayati iman secara naif, dalam arti hitam-putih saja, tetapi secara mendalam, secara dialektis. Di dalam ayat 7 barulah jelas bahwa persoalan dalam perikop ini bukanlah sekadar masalah sekular mengenai pergantian sistem, tetapi persoalan iman. Sebab dengan mengajukan tuntutan meminta raja, bukannya Israel menolak Samuel, tetapi menolak Tuhan sendiri. Kesetiaan iman terhadap Tuhan ternyata tidak menuntut agar kita mengidentikkan iman dengan zaman apa saja, entah itu masa lalu, masa kini atau masa depan. Kerajaan Allah melampaui gambaran apa pun yang dapat digambarkan oleh manusia. Maka yang dituntut dari orang beriman dalam rangka menghadapi perubahan zaman sehingga dapat setia kepada imannya maupun kepada konteks, adalah sikap dialektis. Tetapi yang ditekankan adalah kesetiaan iman saja, dan tidak peduli pada perubahan konteks yang terjadi di sekitarnya. Penulis melihat bahwa hal tersebut yang membuat bebarapa anggota gereja Bala Keselamatan Jember, akhirnya kalah dalam peperangan rohani karena tidak peduli dengan konteks, imannya “terjual” karena menikah dengan orang yang tidak seiman dan akhir terjadi perceraian karena tidak adanya kesesuaian dalam hidup rumah tangga. Bagaimana supaya kita dapat terhindar dari kesalahan ini, sehingga bisa membangun sikap dialektis yang dapat memampukan kita untuk setia pada iman sekaligus setia pada konteks?. Emanuel Gerrit Singgih mengemukakan tiga hal, sebagai berikut: Pertama, kita perlu kembali kepada Alkitab. Harus bertolak dari teks Alkitab sehingga dapat menuntun kita untuk mengambil sikap yang tepat sesuai dengan suasana perubahan sehingga bisa menghayati imannya sesuai dengan konteks yang ada. Kedua, kita perlu kembali kepada reformator-reformator, yang adalah para pembaru gereja dengan prinsip reformasi: yaitu “Ecclesia Reformata, semper roformanda” (gereja reformasi selalu bereformasi). Para reformator telah berhasil memecahkan kebekuan teologis yang ada dengan memprotes konteks, “penggunaan bahasa Latin sebagai bahasa ibadah dan menggantikan dengan bahasa setempat (konteks). Ketiga, beralih dari managemen top-down, kepada managemen bottom-up, sehingga jemaat yang ada dalam segala pergumulan hidupnya tetap dihargai karena mereka adalah domba dari Kristus, jemaat dan gembala/majelis semuanya adalah kawan sekerja Allah.
PASTORAL KONSELING BAGI PASANGAN SUAMI ISTRI YANG TIDAK SEIMAN BERDASARKAN 1 KORINTUS 7:12-16 Mansyukur Waruwu
Missio Ecclesiae Vol. 7 No. 1 (2018): April
Publisher : Institut Injil Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52157/me.v7i1.83

Abstract

Dari bentuk-bentuk Pastoral Konseling yang sudah diuraikan di atas, maka dari 1 Korintus 7:12-16, ada 4 nasehat Pastoral Konseling yang dilakukan Paulus kepada jemaat Korintus bagi pasangan yang tidak seiman, nasehat tersebut diberikan untuk memberikan solusi atas pertanyaan dan persoalan yang dihadapi, dialami jemaat Korintus. Nasehat tersebut adalah model pastoral konseling bagi pasangan yang tidak seiman yaitu; Model Pastoral Konseling Edukatif, Supportif, Model Spiritual, dan Model konfrontatif.
PASTORAL KONSELING KEPADA REMAJA KRISTEN INDONESIA DALAM MENGHADAPI PERGAULAN BEBAS Agus Sanjaya
Missio Ecclesiae Vol. 7 No. 1 (2018): April
Publisher : Institut Injil Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52157/me.v7i1.84

Abstract

Berdasarkan acuan pada kajian teoritik, hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian sesuai dengan fokus dan sub fokus, maka peneliti memberikan kesimpulan sebagai berikut: Pertama, ditemukannya kelemahan model pelayanan pastoral konseling terhadap remaja Kristen Indonesia. Hamba Tuhan / pendeta sebagai gembala yang bertanggung jawab atas jemaatnya, tidak konsen terhadap pelayanan pastoral konseling, ini ditandai kurang dipersiapkannya pemimpin komsel yang ditugaskannya untuk memimpin dan membimbing remaja dengan ilmu-ilmu konseling sedangkan remaja sangat membutuhkan bimbingan atau pendampingan agar mereka tidak terpengaruh oleh pergaulan bebas. Oleh karena itu pemimpin komsel kurang memahami tentang pengertian konseling, khususnya konseling Kristen sehingga pemimpin komsel tidak memberikan pemahaman yang benar dan membimbing dengan maksimal remaja Kristen. Kedua, keterbatasan waktu yang dimiliki oleh pemimpin komsel atau konselor dalam memberikan pembimbingan dan perhatian kepada remaja, mengakibatkan remaja terpengaruh oleh ajakan teman dan lingkungan sekitar sehingga mereka pergi dan menikmati pergaulan bebas. Ketiga, konselor atau pemimpin komsel belum mempersiapkan model pastoral konseling dan bahan-bahan pembimbingan yang cocok dan sesuai untuk digunakan dalam pembimbingan agar dapat dipahami dan diterima oleh remaja sehingga mereka mampu dalam menghadapi pergaulan bebas.

Page 6 of 15 | Total Record : 141