cover
Contact Name
Oheo K.Haris
Contact Email
oheokh@gmail.com
Phone
+6281245739333
Journal Mail Official
pps_unhalu@yahoo.com
Editorial Address
http://ojs.uho.ac.id/index.php/holresch/about/editorialTeam
Location
Kota kendari,
Sulawesi tenggara
INDONESIA
Halu Oleo Legal Research
Published by Universitas Halu Oleo
ISSN : -     EISSN : 26570017     DOI : DOI: http://dx.doi.org/10.33772/jpep.v5i2.839
Core Subject : Humanities, Social,
The aim of this journal is to provide a venue for academicians, researchers and practitioners for publishing the original research articles or review articles. The scope of this articles published in this journal deal with a broad range of topics, including: Criminal law; Private law, including business law, economic law, Islamic law, inheritor law, agrarian law, and custom law; Constitutional law; Administrative and government law, including maritime law, mining law, and environmental law.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 79 Documents
Keberlakuan Produk Hukum Daerah Tanpa Prosedur Fasilitasi dalam Pembentukan Peraturan Daerah Hasan, Muhammad; Sensu, La; Jafar, Kamaruddin
Halu Oleo Legal Research Vol 1, No 1 (2019): Halu Oleo Legal Research: Volume 1 Issue 1
Publisher : Halu Oleo University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/holresch.v1i1.6149

Abstract

Penelitian ini difokuskan pada keberlakuan produk hukum daerah tanpa prosedur fasilitasi dalam pembentukan peraturan daerah. keberlakuan produk hukum daerah berkaitan dengan pembentukan Peraturan Daerah di Kabupaten/Kota tanpa prosedur fasilitasi ke Gubernur dalam pembentukan Peraturan Daerah. Oleh karena itu, penelitian ini memfokuskan pada masalah sebagai berikut: 1. Apakah rancangan peraturan daerah (ranperda) tanpa prosedur fasilitasi dalam pembentukan produk hukum daerah dapat diberlakukan? 2. Bagaimana kedudukan hukum fungsi fasilitasi dalam pembentukan produk hukum peraturan daerah kabupaten/kota? Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu melihat keberlakuan dengan menjawab, menganalisis keberlakuan produk hukum daerah terhadap fasilitasi dalam pembentukan peraturan daerah. Penelitian yang berbasis pada inventarisasi hukum positif, penelitian terhadap asas-asas hukum, dan penelitian hukum inconcreto. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan secara yuridis normatif. Pendekatan secara yuridis normatif adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara mempelajari perundang-undangan, teori-teori dan konsep-konsep yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti. Penelitian ini menggunakan bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang erat kaitannya dengan permasalahan yang akan diteliti yang meliputi peraturan perundang-undangan dan bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, meliputi dokumen, buku, makalah, laporan penelitian, serta bahan hukum lainnya yang relevan dengan materi penelitian ini.Berdasarkan penelitian yang dilakukan, hasil penelitian menunjukkan bahwa rancangan Perda tanpa prosedur fasilitasi dalam pembentukan produk hukum daerah tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam hal ini UU No. 23 Tahun 2014, karena prosedur fasilitasi merupakan bagian dari prosedur dalam pembentukan rancangan Perda sebagaimana dimaksud dalam UU No. 23 Tahun 2014. Sehingga dalam pembentukan rancangan Perda harus melewati prosedur fasilitasi sebagai pedoman dalam pemberian nomor register rancangan Perda sebelum ditetapkan oleh Kepala Daerah dan diundangkan oleh Sekretaris Daerah dan dampak/akibat hukum tanpa prosedur fasilitasi dalam pembentukan Perda adalah batal demi hukum karena melanggar prosedur pemberian nomor register rancangan Perda sebagaimana diatur dalam UU No. 23 Tahun 2014 yang mencakup pula prosedur fasilitasi yang diatur dalam Permendagri No. 80 Tahun 2015 sebagai pedoman dalam pemberian nomor register rancangan Perda.
Kedudukan Hukum Peraturan Desa dalam Sistem Peraturan Perundang-Undangan Agustin, Agustin; Sinapoy, Muh. Sabaruddin; Jafar, Kamaruddin
Halu Oleo Legal Research Vol 1, No 1 (2019): Halu Oleo Legal Research: Volume 1 Issue 1
Publisher : Halu Oleo University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/holresch.v1i1.6123

Abstract

Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa. Setelah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan berlaku, menghapus peraturan desa dalam jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan. Peraturan Desa yang berbentuk rancangan Peraturan Desa, mendapatkan evaluasi dari Bupati/Walikota sebelum ditetapkan menjadi Peraturan Desa. Terkait dengan pembentukan Peraturan Desa, pembinaan dan pengawasan dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud yakni melakukan evaluasi dan pengawasan Peraturan Desa. Pengawasan dalam hal ini adalah termasuk pembatalan peraturan desa.
Kepastian Hukum Putusan Mahkamah Agung RI No. 129 K/TUN/2011 dan Putusan Mahkamah Agung RI No. 225 K/TUN/2014 Terhadap Izin Kuasa Pertambangan di Kabupaten Konawe Utara Razak, Abdul; Dewa, Muhammad Jufri; Jafar, Kamaruddin
Halu Oleo Legal Research Vol 1, No 1 (2019): Halu Oleo Legal Research: Volume 1 Issue 1
Publisher : Halu Oleo University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/holresch.v1i1.6317

Abstract

Izin Usaha Pertambangan merupakan legalitas untuk melaksanakan kegiatan pengelolaan hasil-hasil alam yang terkandung dalam perut bumi dengan tujuan untuk menciptakan kemakmuran rakyat, sebagaimana yang diamanahkan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 kegiatan usaha dibidang pertambangan dapat dikelola langsung oleh negara melalui Badan Usaha Milik Negara dan atau badan usaha milik daerah dan/atau badan usaha milik swasta dan atau perorangan dan koperasi.Berdasarkan uraian di atas, ditemukan masalah antara lain, bagaimana Kepastian Hukum terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia yang Berbeda atas Izin Kuasa Pertambangan pada wilayah pertambangan yang sama dan Apa konsekuensi hukum yang timbul akibat ketidakpastian hukum atas putusan mahkamah agung pada lokasi pertambangan yang sama. Adapun Metode Penelitian yang digunakan adalah normatif, dengan Pendekatan kasus (case approach), pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach), dan pendekatan konseptual (conseptual approach). Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan antara lain, Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 225 K/TUN/2014 sebagai penyebab tumpang tindih WIUP karena judex facti pada Pengadilan Tata Usaha Negara. Dan akibat tumpang tindih putusan berkonsekuensi tidak adanya kepastian hukum, yang mengakibatkan: (1) Tidak adanya Kegiatan Penambangan oleh Pemegang Hak Izin Pertambangan baik PT. Aneka Tambang Maupun 11 Perusahaan yang tertindih WIUP-nya (2) terjadi Pemutusan hubungan Kerja besar besaran dan (3) Penghasilan Daerah dan Negara menjadi hilang dari sektor Pertambangan di WIUP yang tumpang tindih.
Pengawasan Pemerintahan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tidak Bertentangan dengan Kedudukan Hukum Kepala Daerah sebagai Anggota Partai Politik Rusmayadi, Rusmayadi; Sinapoy, Muh. Sabaruddin; Jafar, Kamaruddin
Halu Oleo Legal Research Vol 1, No 2 (2019): Halu Oleo Legal Research: Volume 1 Issue 2
Publisher : Halu Oleo University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/holresch.v1i2.6536

Abstract

Tulisan ini ditujukan untuk mengidentifikasi Pengawasan pemerintahan oleh DPRD tidak bertentangan dengan kedudukan hukum kepala daerah sebagai anggota partai politik sebagaimana dalam paham negara kita adalah negara demokrasi yang mana peranan masyarakat dalam hal ini DPRD melakukan kontrol terhadap penyelenggara pemerintahan daerah.  Kedudukan kepala daerah sebagai anggota partai politik dengan menitik beratkan pada pengawasan DPRD Melalui lembaga legislatif inilah dapat di lihat pelaksanaan fungsi DPRD sebagai alat kontrol masyarakat terhadap pemerintah daerah baik secara transparansi, partisipasi, akuntabilitas, demokrasi dan berkeadilan.  Penelitian ini menggunakan metode pendekatan normatif yakni adanya teori dan konsep yang di kemukakan oleh pendapat para ahli dan perundang-undangan. berdasarkan teori yakni trias politika yang di kemukakan oleh John Locke (16321704), dan ahli filsuf Monstequieu pada tahun 1748.  Adapun hasil dari penelitian ini, berdasarkan isu yang berkembang bahwa ada beberapa daerah yang kepala daerah yang masih menggunakan hak progresifnya berdasarkan kebijakan partai politik menjadi wadah organisasinya. Sehingga segala keputusan berdasarkan asumsi-asumsi dari pada partai pendukung atas kebijakan pemerintah saat ini. Seperti di kabupaten Konawe kepala daerah di usung dari partai PAN, Kabupaten Konawe Selatan di usung dari partai GOLKAR dan kabupaten Bombana di usung oleh Partai PAN yang mana masing-masing dari kepala daerah memiliki hak untuk menentukan Kedudukan Ketua DPRD dari partai yang sama.  Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa fungsi pengawasan pemerintahan oleh DPRD tidak bertentangan dengan kedudukan hukum kepala daerah sebagai anggota partai politik karena dalam hal ini DPRD sebagai media kontrol masyarakat dalam mengawasi roda pemerintahan kepala daerah menuju pemerintahan yang baik.
Kedudukan Hukum Tenaga Honorer Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara Masna, Masna; Sensu, La; Jafar, Kamaruddin
Halu Oleo Legal Research Vol 1, No 2 (2019): Halu Oleo Legal Research: Volume 1 Issue 2
Publisher : Halu Oleo University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/holresch.v1i2.7108

Abstract

Wewenang pemerintah adalah penyelenggaraan pembangunan di segala aspek termasuk di dalamnya adalah pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dan Pengangkatan Tenaga Honorer. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara keberadaan tenaga honorer ini kemudian dihapus. Istilah tenaga honorer tidak ada dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 ini dan digantikan dengan istilah pegawai pemerintah dengan penggunaan kontrak (PPPK). Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian normatif. Penelitian normatif merupakan penelitian hukum, sebab didasarkan pada pengkajian aturan hukum yang terkait dengan fakta hukum, serta posisi hukum adalah menguji fakta sehingga menghasilkan beberapa model pendekatan normatif seperti pendekatan undang-undang, pendekatan kasus dan pendekatan konseptual sesuai dengan kebutuhan penelitian ini. Adapun hasil penelitian adalah Kedudukan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) adalah sebagai Unsur Aparatur Negara. Sebagai unsur aparatur sipil negara maka Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja mesti melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh pimpinan instansi pemerintah dan harus bebas dari pengaruh intervensi dari semua golongan dan partai politik. Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja juga mempunyai hak-hak mendapatkan gaji dan tunjangan, cuti, perlindungan jaminan kematian, bantuan hukum dan pengembangan kompetensi. Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja memperoleh hak yang berbeda dengan PNS.
Delegasi Wewenang dalam Penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) Amiruddin, Rahmi Paramitha; Tatawu, Guasman; Jafar, Kamaruddin
Halu Oleo Legal Research Vol 1, No 3 (2019): Halu Oleo Legal Research: Volume 1 Issue 3
Publisher : Halu Oleo University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/holresch.v1i3.9874

Abstract

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 82 Tahun 2014 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Persetujuan Berlayar, maka syahbandar dapat melakukan pendelegasian wewenang dengan cara menunjuk pejabat dan/atau petugas yang memiliki kompetensi di bidang Kesyahbandaran agar pelayanan pelayaran tetap berjalan dengan baik dan lancar tanpa ada hambatan. Dan dengan dasar pasal 1 angkat 56 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran yaitu Syahbandar adalah pejabat pemerintah di pelabuhan yang diangkat oleh Menteri dan memiliki kewenangan tertinggi untuk menjalankan dan melakukan pengawasan terhadap dipenuhinya ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran dimana salah satu upaya dalam penegakan hukum di laut adalah pengawasan terhadap kapal-kapal yang berlayar di wilayah perairan Indonesia. Dengan kata lain syahbandar merupakan motor dalam suatu sistem untuk menggerakkan segala kegiatan yang berlangsung di pelabuhan.
Pembatasan Penggantian Pejabat Defenitif Dalam Jangka Waktu 6 (enam) Bulan Setelah Pelantikan Kepala Daerah Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Hidayat, Rahmad; Sensu, La; Jafar, Kamaruddin
Halu Oleo Legal Research Vol 2, No 1 (2020): Halu Oleo Legal Research: Volume 2 Issue 1
Publisher : Halu Oleo University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/holresch.v2i1.10597

Abstract

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah pembatasan penggantian pejabat definitif sebelum enam bulan setelah pelantikan tidak bertentangan dengan tanggung jawab jabatan Kepala Daerah, dan mengetahui peluang digunakannya diskresi oleh Kepala Daerah jika terdapat kondisi-kondisi yang memungkinkan untuk diterbitkannya diskresi tersebut. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual sehingga dalam proses penelitian dilakukan dengan menelaah peraturan perundang-undangan yang terkait dan konseptual yang berhubungan dengan permasalahan hukum yang terjadi serta teori-teori hukum yang relevan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, Pembatasan penggantian pejabat definitif yang diatur dalam UU Pilkada telah menghambat kepala daerah dalam menjalankan tugasnya menciptakan pelayanan publik didaerah sehingga aturan ini telah bertentangan dengan tanggung jawab jabatan Kepala Daerah dimana senantiasa dituntut dan bertanggung jawab untuk menjawab ekspektasi masyarakat dalam menciptakan pelayanan publik yang efektif di daerah. Kedua, tindakan diskresi dapat digunakan untuk melakukan penggantian pejabat definitif di daerah sebelum mencapai jangka waktu enam bulan setelah pelantikan selama terdapat kondisi-kondisi mendesak dan persoalan yang mengakibatkan terjadinya stagnasi pemerintahan yang timbul secara tiba-tiba dan tindakan tersebut dilakukan semata-mata untuk tugas-tugas pelayanan publik dan tindakan tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan secara hukum.
Pelaksanaan Konstitusional Kewenangan Bawaslu sebagai Pengawas Pemilu dan Mengadili Sengketa Proses Pemilu Abidin, Yessinia Bela; Sensu, La; Tatawu, Guasman
Halu Oleo Legal Research Vol 2, No 2 (2020): Halu Oleo Legal Research: Volume 2 Issue 2
Publisher : Halu Oleo University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/holresch.v2i2.12527

Abstract

Kewenangan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) sebagai lembaga negara yang memiliki dua kewenangan sekaligus yaitu kewenangan mengawasi tahapan penyelenggaraan pemilihan umum dan mengadili sengketa proses pemilihan umum harus sesuai dengan konstitusi negara (Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945) dalam pelaksanaannya agar tidak menyebabkan tindakan atau putusan yang dikeluarkan Bawaslu menjadi cacat wewenang. Terkait hal tersebut, secara atribusi eksistensi Bawaslu dalam menjalankan fungsi penyelenggaraan pengawasan tahapan Pemilu serta memeriksa, mengkaji, mengadili dan memutus sengketa proses Pemilu yang terdiri dari pelanggaran administratif dan sengketa proses Pemilu berujung pada putusan yang final dan mengikat guna mewujudkan Pemilu yang Luber-Jurdil dan menegakkan keadilan proses Pemilu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Pelaksanaan wewenang penyelenggaraan pengawasan Pemilu yang dilakukan oleh Bawaslu Provinsi Sulawesi Tenggara telah sesuai dengan konstitusi negara (Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945) dan kaidah hukum Pemilu dalam hal ini Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan peraturan-peraturan teknis pelaksanaan kewenangan Bawaslu dengan menjalankan fungsi-fungsi pencegahan pelanggaran dengan meningkatkan partisipasi masyarakat/publik. 2) Pelaksanaan kewenangan mengadili sengketa proses Pemilu yang terdiri dari pelanggaran administratif Pemilu dan sengketa proses Pemilu, Bawaslu Provinsi Sulawesi Tenggara secara institusional telah melaksanakan fungsi tersebut secara optimal.
Izin Dewan Pengawas dalam Kewenangan Penyadapan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Wulandari, Oktavia; Sinapoy, Muhammad Sabaruddin; Jafar, Kamaruddin
Halu Oleo Legal Research Vol 2, No 3 (2020): Halu Oleo Legal Research: Volume 2 Issue 3
Publisher : Halu Oleo University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/holresch.v2i3.14082

Abstract

Kedudukan Dewan Pengawas di dalam kelembagaan KPK adalah sebagai Lembaga Pengawas. Menempatkan dewan Pengawas sebagai pemberi izin penyadapan tentu saja bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan teori/konsep hukum. Izin Dewan Pengawas terkait tindakan penyadapan juga bertentangan dengan kerahasiaan penyadapan. Sebab sangat riskan terjadinya kebocoran karena Dewan Pengawas dibentuk dan keanggotaannya dipilih langsung oleh Presiden RI dan tentu saja dalam pelaksanaan tupoksinya akan sangat berpengaruh dengan wajah kekuasaan yang membentuknya terlebih ketika perkaranya menyangkut dengan penguasa organisasi kekuasaan Republik Indonesia tersebut.
Perlindungan Hukum Terhadap Istri dalam Perkawinan yang Tidak Dicatat Secara Hukum Nuraeni, Nuraeni; Haris, Oheo K.; Handrawan, Handrawan; Yuningsih, Deity
Halu Oleo Legal Research Vol 2, No 3 (2020): Halu Oleo Legal Research: Volume 2 Issue 3
Publisher : Halu Oleo University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/holresch.v2i3.15427

Abstract

Perkawinan yang tidak tercatat adalah perkawinan yang tidak resmi menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perkawinan. Dasar hakim menerapkan Pasal 351 ayat (3) KUHP dalam putusan Nomor 146/Pid.Sus/2017/PN.Srl adalah dengan memperhatikan fakta-fakta hukum bahwa Perkawinan yang tidak resmi atau tidak tercatat tersebut menjadi problematik hukum, karena meskipun sah, akan tetapi dalam ketentuan negara perkawinan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum, suatu perbuatan hukum yang tidak mempunyai kekuatan hukum maka tidak dapat diakui oleh negara sebagai alas hak untuk mengurus segala kepentingan yang berkaitan dengan negara (karena tidak tercatat pada administrasi perkawinan negara) Namun berbeda halnya dengan pertimbangan hakim pada pengadilan Negeri pada Putusan Nomor 323/Pid.Sus/2016/PN.Gto, Majelis hakim memberikan pendapat bahwa Terdakwa melakukan pemukulan terhadap korban yang merupakan istri sah secara agama namun tidak di catatkan secara hukum. Oleh sebab itu, majelis hakim memberikan pertimbangan bahwa unsur lingkup rumah tangga dalam undang-undang PKDRT telah terpenuhi. 2) Berdasarkan Pasal 10 a UU PKDRT, selain itu bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada istri sebagai korban KDRT yang tidak tercatat pernikahannya secara hukum yaitu korban berhak mendapatkan perlindungan dari keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan pemerintah perlindungan dari keadilan.