Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum
REFLEKSI HUKUM is a peer-review scholarly Law Journal issued by Faculty of Law Satya Wacana Christian University which is purported to be an instrument in disseminating ideas or thoughts generated through academic activities in the development of legal science (jurisprudence). REFLEKSI HUKUM accepts submissions of scholarly articles to be published that cover original academic thoughts in Legal Dogmatics, Legal Theory, Legal Philosophy and Comparative Law.
Articles
158 Documents
PERANAN AUTOPSI FORENSIK DAN KORELASINYA DENGAN KASUS KEMATIAN TIDAK WAJAR
Widowati Widowati;
Y. A. Triana Ohoiwutun;
Fiska Maulidian Nugroho;
Samsudi Samsudi;
Godeliva Ayudyana Suyudi
Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum Vol 6 No 1 (2021): Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Kristen Satya Wacana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (271.119 KB)
|
DOI: 10.24246/jrh.2021.v6.i1.p1-18
A forensic autopsy aims to find a definite cause of a person’s death by revealing the material truth scientifically from the beginning of case investigation to its trial examination. In judicial practices, a forensic autopsy is considered a pivotal tool in proving material criminal acts. However, KUHP Article 222 and KUHAP Article 133-134 regulate forensic autopsy procedures requiring prior notification to the victim's family. These provisions have hindered law enforcement in certain unnatural death cases. Therefore, this article encourages forensic autopsy implementation must not wait for a family consent of a victim for the sake of fair legal certainty to the victims, perpetrators, and also for society.
DIVIDEN PERSEROAN TERBATAS YANG TIDAK DIBAGIKAN KEPADA PEMEGANG SAHAM SEBAGAI UTANG DALAM KEPAILITAN
Devi Andani
Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum Vol 6 No 1 (2021): Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Kristen Satya Wacana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (224.548 KB)
|
DOI: 10.24246/jrh.2021.v6.i1.p53-70
Abstrak Tulisan ini ingin membahas dividen perseroan terbatas yang tidak dibagikan kepada pemegang saham sebagai utang dalam kepailitan. Persoalannya berkenaan dengan apakah dividen perseroan terbatas yang tidak dibagikan kepada pemegang saham sebagai utang dalam kepailitan, serta akibat hukum dividen perseroan terbatas yang tidak dibagikan kepada pemegang saham dalam kepailitan. Hasil studi menunjukkan bahwa dividen perseroan terbatas yang belum dibagikan kepada pemegang saham dapat dianggap sebagai utang perseroan, yang mana utang tersebut dapat ditagihkan ke perseroan. Akibatnya adalah perseroan yang belum membagikan dividen kepada para pemegang saham dapat dipailitkan oleh pemegang saham dengan berlandaskan pada dividen yang dianggap sebagai utang.
PERTANGGUNGJAWABAN PEMEGANG SAHAM PERSEROAN TERBATAS MELALUI INDIKATOR ALTER EGO DALAM PENERAPAN DOKTRIN PCV DI INDONESIA
Gideon Paskha Wardhana
Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum Vol 6 No 1 (2021): Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Kristen Satya Wacana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (243.472 KB)
|
DOI: 10.24246/jrh.2021.v6.i1.p19-36
This research aims to understand the purpose of the adaption of the alter ego as an indicator to the doctrine of piercing the corporate veil (PCV) and the concept of personal liability in Act No. 40 of 2007 on Limited Liability Company (LLA 2007). In addition, this research will evaluate the effectiveness of the legal protection that is given through the implementation of the alter ego. This juridical and normative research uses literature and qualitative research method on the secondary resources. The research result shows that the responsibility of shareholders in a limited company (PT) is limited to the number of shares they have in the company. Currently, this characteristic of limited liability and separate legal entities is often misused to create a shield for shareholders so that they can avoid being personally liable for their illegal acts. To prevent this deviant practice, the PCV doctrine, which acts as an exception to the principle of limited liability, has been adopted by the LLA 2017. However, the PCV doctrine is only partially adopted. Likewise with the alter ego is an indicator, which is ineffective and rarely used.
EKSISTENSI ADAT DALAM KETERATURAN SOSIAL ETNIS DAYAK DI KAMPUNG BONSOR BINUA SAKANIS DAE
Efriani Efriani;
Jagad Aditya Dewantara;
Meliya Fransiska;
Iwan Ramadhan;
Edy Agustinus
Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum Vol 6 No 1 (2021): Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Kristen Satya Wacana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (586.891 KB)
|
DOI: 10.24246/jrh.2021.v6.i1.p87-106
Abstrak Masyarakat Dayak di Kampung Bonsor Binua Sakanis Dae, hingga kini menggunakan adat sebagai instrumen penyelesaian sengketa ataupun persoalan sosial budaya ini bertujuan untuk mengungkapkan eksistensi adat dalam keteraturan sosial masyarakat Dayak di Kampung Bonsor Binua Sakanis Dae. Penelitian ini menggunakan pendekatan etnografis yang dilakukan dengan wawancara secara mendalam, observasi partisipatif dan juga pendokumentasian data dan informasi. Penelitian ini menunjukkan bahwa eksistensi adat sebagai sistem hukum di dalam kehidupan masyarakat di Kampung Bonsor Binua Sakanis Dae tampak dalam empat fenomena (1) diakui adat sebagai sistem nilai dan hukum oleh masyarakat di Kampung Bonsor, (2) terdapatnya pola kepemimpinan tradisional yang terstruktur dalam bentuk Binua, (3) terdapatnya prosedur penyelesaian sengketa/permasalahan berupa baras banyu, buah tangah, tail, dan pati nyawa, dan (4) memiliki jangkauan yang bersifat teritorial genealogis yang berlaku berdasarkan wilayah adat.
TRADISI NGEMBLOK DALAM PERKAWINAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENGUASAAN HARTA DI KOMUNITAS NELAYAN PANDANGAN WETAN REMBANG
Agus Sudaryanto
Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum Vol 6 No 1 (2021): Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Kristen Satya Wacana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (413.771 KB)
|
DOI: 10.24246/jrh.2021.v6.i1.p71-86
Abstrak Proses perkawinan pada masyarakat Jawa umumnya inisiatif lamaran dari pihak calon suami Di lingkungan masyarakat nelayan Rembang justru inisiatif proses perkawinan dilakukan oleh pihak calon istri. Inisiatif perkawinan disertai tradisi ngemblok merupakan hukum adat yang masih eksis dan dijalankan oleh masyarakat nelayan. Dalam rangka mempertahankan tradisi ngemblok, sanksi akan diberikan bagi warga yang tidak menjalankan. Penelitian ini fokus untuk mengetahui tradisi ngemblok dalam perkawinan pada komunitas nelayan Desa Pandangan Wetan Rembang. Di samping itu, untuk mengetahui pula tentang pelaksanaan tradisi ngemblok dan implikasinya dalam penguasaan harta perkawinan. Hasil penelitian menunjukkan, alasan komunitas nelayan Desa Pandangan Wetan menjalankan tradisi ngemblok dikarenakan tradisi yang sudah turun menurun, demi harga diri dan jaminan ikatan yang serius menuju perkawinan. Tradisi ngemblok diawali dengan perkenalan, pacaran dan penjajagan hubungan yang serius. Prosesi ngemblok dilakukan setelah pihak perempuan sudah siap dinikahi dan mampu menyediakan barang hantaran. Penguasaan harta perkawinan, pada umumnya lelaki tidak menguasai karena suami tidak begitu memikirkan masalah harta yang ada dalam rumah tangga. Namun dalam kasus tertentu, penguasaan harta perka-winan menjadi variatif sangat tergantung situasi dan kondisi suatu keluarga.
KEKUATAN EKSEKUSI JAMINAN LETTER OF UNDERTAKING PADA PEMBIAYAAN PERBANKAN
Rio Christiawan
Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum Vol 6 No 1 (2021): Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Kristen Satya Wacana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (217.937 KB)
|
DOI: 10.24246/jrh.2021.v6.i1.p37-52
Abstrak Dalam perjanjian kredit sering kali digunakan letter of undertaking (LoU) sebagai jaminan khusus untuk menjamin pembiayaan yang diberikan oleh bank selaku kreditur. Dengan jaminan LoU maka berdasarkan Pasal 1134 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) kedudukan bank sebagai kreditur akan lebih tinggi dari kreditur lainnya. Persoalan hukum yang hendak dibahas terkait kekuatan eksekutorial dari jaminan LoU dalam hal nasabah debitur tidak mampu memenuhi kewajibannya. Metode penelitian adalah yuridis normatif dengan pengambilan data secara kepustakaan dengan cara berpikir deduktif dalam melakukan verifikasi data. Temuan dalam penelitian ini adalah LoU dipandang sebagai bentuk jaminan khusus seharusnya bank sebagai kreditur dapat melakukan eksekusi atas jaminan tersebut untuk melunasi kewajiban pembiayaan yang tidak dapat dipenuhi oleh nasabah debitur.
MENYOAL PENERAPAN JUDICIAL PRAGMATISM PADA KASUS PENENTUAN HARGA TRANSFER DI PENGADILAN PAJAK
Arvie Johan;
Dahliana Hasan
Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum Vol 6 No 2 (2022): Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Kristen Satya Wacana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24246/jrh.2022.v6.i2.p143-160
Judicial pragmatism is a system of jurisprudence that tests the validity of a decision by its tendency to achieve market efficiency actively. The article examines the scope and limitations of judicial pragmatism in three transfer pricing cases in the Tax Court, namely Tax Court Ruling Number: 61601/2015, Number: 63364/2015, and Number: 089897.15/2018. The three decisions have the same positive correction of net income from royalties and stem from a discussion of the existence of the beneficiaries of intangible assets/obtaining services, the existence of economic benefits, and the similarity of transaction values. It is found that the application of judicial pragmatism was limited to the aspect of economic benefits in Tax Court Ruling Number: 61601/2015 and Number: 63364/2015. In this aspect, the judge did not analyse the economic benefits of the intellectual property on which the product was made. Therefore, the application mentioned shows that the judges did not appropriately implement judicial pragmatism.
PRAKTIK BERACARA PENYELESAIAN SENGKETA ADAT SUMATERA BARAT BERDASARKAN ASAS BAJANJANG NAIAK BATANGGO TURUN
Hazar Kusmayanti;
Dede Kania;
Galuh Puspaningrum
Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum Vol 6 No 2 (2022): Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Kristen Satya Wacana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24246/jrh.2022.v6.i2.p185-202
Dengan adanya kebijakan penghapusan peradilan adat maka secara yuridis yang diakui dalam sistem peradilan di Indonesia yaitu peradilan negara. Namun di Sumatera Barat eksistensi lembaga penyelesaian sengketa adat ini masih berjalan sebagaimana mestinya. Berdasarkan hal tersebut tulisan ini akan mengkaji mengenai praktik penyelesaian sengketa adat di Sumatera Barat. Penulisan artikel ini menggunakan metode pendekatan sosiologis yuridis, mengkaji kaidah, konsep, pandangan masyarakat, doktrin-doktrin hukum. Hasil kajian menunjukkan bahwa tahapan beracara penyelesaian sengketa secara adat dilakukan dengan asas bajanjang naiak batanggo turun yaitu melalui tahap Bakaum (musyawarah antara kaum), Bakampuang (penyelesaian di setiap kampung), kemudian tahap Pasukuan (penyelesaian dibantu oleh suku lain) dan Babalai Bamusajik. Apabila tidak selesai maka diajukan kepada Lembaga Kerapatan Nagari.
TRANSISI KEKUASAAN DARI ABDURRAHMAN WAHID KE MEGAWATI: SEBUAH CARA PANDANG BERBEDA
Kuswanto Kuswanto
Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum Vol 6 No 2 (2022): Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Kristen Satya Wacana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24246/jrh.2022.v6.i2.p127-142
Artikel ini mendiskusikan proses transisi kekuasaan dari Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ke Megawati Soekarnoputri. Proses tersebut didahului dengan keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk memberhentikan Gus Dur dari jabatan presiden. Banyak yang meyakini bahwa proses pemberhentian tersebut adalah pemakzulan. Artikel ini berpandangan sebaliknya. Proses tersebut hendaknya dikualifikasikan sebagai pemberian mosi tidak percaya ketimbang pemakzulan. Gus Dur menjadi presiden karena mendapatkan kepercayaan dari Majelis Permusyawaratan Rakyat. Atas dasar itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat juga memiliki kekuasaan untuk memberhentikannya dengan mosi tidak percaya. Kesimpulan ini logis karena hubungan legislatif – eksekutif di Indonesia, sesuai Konstitusi orisinal, ditata berdasarkan kombinasi antara presidensialisme dan parlementarisme. Oleh sebab itu, sesuai sistem parlementer, ketentuan tentang pembubaran pemerintah berada di tangan parlemen, dalam hal ini Majelis Permusyawaratan Rakyat.
KEBIJAKAN NEGARA PADA PENGATURAN HAK ATAS TANAH PASCA UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA
Gunanegara Gunanegara
Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum Vol 6 No 2 (2022): Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Kristen Satya Wacana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24246/jrh.2022.v6.i2.p161-184
Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja membuat kebijakan hukum hak atas tanah berubah drastis, misalnya hak guna bangunan dan hak pakai memberikan hak tidak hanya untuk tanah di permukaan bumi dan sekarang diperluas sampai ke ruang atas tanah dan ruang di bawah tanah. Masalah hukum yang lain, jangka waktu hak diatur sekaligus sampai 50 tahun untuk hak guna bangunan dan 60 tahun untuk hak guna usaha dan masih memiliki hak untuk pembaruan sampai 30 tahun untuk hak guna bangunan atau 35 tahun untuk hak guna usaha. Sebagai implikasinya, saat ini, Indonesia memiliki dua undang-undang yang sama-sama mengatur hak atas tanah, yaitu Undang-Undang Pokok Agraria dan Undang-Undang Cipta Kerja. Hal demikian membuat hukum agraria Indonesia mengalami anomali. Solusi terbaik penyelesaian masalah anomali hukum hak atas tanah adalah dengan tidak melanjutkan law remaking Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 atau melakukan reinterpretation of norm.