cover
Contact Name
Luqman Haqiqi Amirulloh
Contact Email
luqman.haqiqi.amirulloh@uingusdur.ac.id
Phone
+6282327578127
Journal Mail Official
al-hukkam@uingusdur.ac.id
Editorial Address
Jl. Pahlawan KM. 05 Rowolaku, Kajen, Pekalongan 51161.
Location
Kota pekalongan,
Jawa tengah
INDONESIA
Al-Hukkam : Journal of Islamic Family Law
ISSN : 27988759     EISSN : 28283066     DOI : https://doi.org/10.28918/al-hukkam
The articles of this journal are Focus and Scope: (1) Islamic Family Law; (2) Islamic Inheritance Law; (3) Islamic Waqf Law; (4) Islamic Astronomy; and (5) Mediation of Divorce and Inheritance Disputes
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 75 Documents
Kajian Pemikiran Ibnu Hazm tentang Pemberian Nafkah Istri Kepada Suami dan Implementasinya di Tengah Masyarakat NU Desa Pegaden Tengah Kecamatan Wonopringgo Muhammad Abdul latif; Maghfur Maghfur; M Zulvi Romzul Huda F
Al-Hukkam: Journal of Islamic Family Law Vol. 1 No. 2 (2021)
Publisher : Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1105.129 KB) | DOI: 10.28918/al-hukkam.v1i2.4827

Abstract

Tulisan ini bertujuan untuk mencari serta mendalami problematika pemberian nafkah istri kepada suami yang merupakan buah pemikiran dari Ibnu Hazm dalam implementasinya pada masyarakat NU di Desa Pegaden Tengah Kecamatan Wonopringgo. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini menggunakan yuridis sosiologis, dengan pendekatan kualitatif. Teknik datanya menggunakan observasi, wawancara, dan studi pustaka. Teknik pengecekan data menggunakan triangulasi dan analisis menggunakan model interaktif. Hasil penelitian menunjukan bahwa pendapat Ibnu Hazm mengambil dari zhahir ayat Al-Qur’an yang kemudian dikuatkan dengan penjelasan shahabat (Qoul Al-shahabiy) yang menunjukan bahwa adakalanya istri juga berkewajiban memberikan nafkah, yaitu tatkala suami dalam keadaan miskin dan tidak mampu. Sedangkan dalam praktiknya pada masyarakat di Desa Pegaden Tengah, menunjukan bahwa mereka lebih sama dalam penerapannya dengan pendapat Ibnu Hazm, yang dimana ketika suami tidak mampu bekerja yang disebabkan beberapa faktor istri merasa wajib juga untuk menafkahi suami dan keluarga. Hal ini disebabkan karena perubahan keadaan dan zaman serta kebutuhan membuat para istri tidak membeda-bedakan antara kewajiban istri dan suami, sehingga para istri menyatakan bahwa mencari nafkah adalah kewajiban bersama, dan ketika suami dalam keadaan tidak bekerja atau tidak mampu bekerja adalah wajib baginya untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Peran Penyuluh Agama dalam Menekan Angka Perceraian di Wilayah KUA Kecamatan Pekalongan Utara Tahun 2017-2019 Nur Chayati; Uswatun Khasanah; Iqbal Kamalludin
Al-Hukkam: Journal of Islamic Family Law Vol. 1 No. 2 (2021)
Publisher : Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (890.558 KB) | DOI: 10.28918/al-hukkam.v1i2.4828

Abstract

Angka perceraian di Wilayah KUA Kecamatan Pekalongan Utara dari tahun 2017 hingga 2019 mengalami naik turun. Peningkatan angka cerai gugat ditahun 2017 sebanyak 41 kasus dari tahun 2016 yang hanya 32 kasus, sedangkan talak ditahun 2017 mengalami penurunan 4 kasus dari tahun sebelumnya 2016 ada 11 kasus talak. Pada tahun 2018 kasus talak ada 4 kasus dan cerai gugat ada 26 kasus. Namun pada tahun 2019 mengalami lonjakan yang signifikan untuk talak naik menjadi 16 kasus dan cerai gugat ada 58 kasus. Jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini adalah Penelitian Lapangan (field reseach) yakni penelitian yang langsung berhubungan dengan obyek yang diteliti dengan metode pengamatan objek dan wawancara. Teknik analisis data yang akan digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah “analisa kualitatif” yaitu suatu cara penelitian yang menggunakan dan menghasilkan data secara deskriptif analisis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa realitas angka perceraian di Wilayah KUA Kecamatan Pekalongan Utara Tahun 2017-2019 mengalami naik- turun. Kemudian pada tahun 2018 peran penyuluh agama sangat baik, hal ini ditunjukkan turunnya angka perceraian saat itu, dan tahun 2019 angka perceraian mengalami lonjakan yang banyak, namun demikian peran penyuluh agama masih ada, akan tetapi kurang bisa menekan angka perceraian.
Akuntabilitas Nazhir Perseorangan dalam Mengelola Wakaf di Kecamatan Tirto: Studi di Desa Silirejo, Sidorejo dan Karang Jompo Ihya' Ulumudin; Sam'ani Sam'ani; 'Alamul Yaqin
Al-Hukkam: Journal of Islamic Family Law Vol. 1 No. 2 (2021)
Publisher : Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (896.173 KB) | DOI: 10.28918/al-hukkam.v1i2.4829

Abstract

Akuntabilitas adalah permintaan pertanggungjawaban dan pemenuhan tanggungjawab yang diserahkan kepadanya sedangkan nadzhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk di kelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukanya. Menjalankan tugasnya, nadzhir baik itu perseorangan, badan hukum maupun organisasi di atur tugasnya dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 pada Pasal 11. Yaitu : melakukan pengadiministrasian harta benda wakaf, mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan peruntukanya dan mengawasi, melindungi serta melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada BWI (Bada Wakaf Indonesia).Paper ini mengkaji tentang status hukum Nadzhir perseorangan dalam prespektif Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004, akuntabilitas nadzhir perseorangan di Kecamatan Tirto dalam mengelola wakaf, serta kendala nadzhir perseorangan dalam mengelola wakaf. Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah lapangan atau field research. Penelitian yang dilakukan deskriptif analitik. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan observasi, wawancara, kepustakaan dan dokumentasi. Adapun metode analisis data yang digunakan yaitu analisis deskriptif, karena metode yang digunakan merupakan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nadzhir perseorangan di Kecamatan Tirto dari tiga Desa yang menjadi sampel Penelitian bisa di katakan belum akuntabilitas karena semua nadzir belum sepenuhnya menjalankan tugasnya sesuai dengan Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 pasal 11.
Pantangan Menikah Di Hari Peringatan Meninggalnya Orang Tua Di Desa Sarwodadi Kecamatan Comal Kabupaten Pemalang Dalam Perspektif 'Urf Kiki Alfiyani; abdul hamid
Al-Hukkam: Journal of Islamic Family Law Vol. 2 No. 1 (2022)
Publisher : Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (426.972 KB) | DOI: 10.28918/al-hukkam.v2i1.4967

Abstract

Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui terkait pantangan menikah di hari peringatan meninggalnya orang tua di Desa Sarwodadi Kecamatan Comal Kabupaten Pemalang yang dilaksanakan oleh masyarakat. Kemudian menjelaskan bagaimana latar penyebab adanya pantangan tersebut ada dan konsep pantangan menikah di hari peringatan meninggalnya orang tua dalam perspektif urf. Jenis penelitian sosiologi hukum (Islam) dengan pendekatan kualitatif dalam hal ini kajian hukum yang objeknya terkait fenomena hukum. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi dan studi literatur. Informan dalam penelitian ini adalah tokoh masyarakat dan masyarakat Desa Sarwodadi. Analisis data menggunakan teknik menganalisis dengan reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan dari data-data yang ada. Hasil penelitian menunjukkan pantangan menikah di hari peringatan meninggalnya orang yang di Desa Sarwodadi Kecamatan Comal Kabupaten Pemalang sudah ada sejak lama dan berlangsung secara turun-temurun. Pantangan tersebut sudah menjadi adat kebiasaan masyarakat sebagai bentuk penghormatan kepada orang tua yang sudah meninggal. Jika melanggar pantangan tersebut diyakini akan mendapatkan bala (musibah). Selain itu pantangan menikah di hari peringatan meninggalnya orang tua masuk ke dalam urf shahih, karena tidak bertentangan dengan dalil syara tidak bertentangan dengan mashlahah mutabarah dan tidak mendatangkan mafsadah yang nyata.
Pemenuhan Hak Nafkah Bagi Narapidana Perempuan Di Rumah Tahanan IIA Kota Pekalongan Dalam Perspektif Hukum Islam Ilzam gigih santoso; makrum kholil
Al-Hukkam: Journal of Islamic Family Law Vol. 2 No. 1 (2022)
Publisher : Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (318.092 KB) | DOI: 10.28918/al-hukkam.v2i1.5207

Abstract

Skripsi ini membahas tentang pemenuhan hak nafkah bagi narapidana perempuan di Rumah Tahanan IIA Kota Pekalongan dalam perspektif hukum Islam, penulisan penelitian ini dilator belakangi oleh banyaknya narapidana perempuan yang masih berstatus sebagai seorang istri. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pemenuhan hak nafkah bagi narapidana wanita di Rumah Tahanan IIA Kota Pekalongan dan untuk meemberikan jawaban tentang pemenuhan hak nafkah bagi narapidana wanita menurut teori hukum. Penelitian ini membahasa tentang salah satu problem dalam sebuah keluarga yang biasa terjadi adalah persoalan tidak terpenuhinya kebutuhan nafkah sebagaimana mestinya. Di Rumah Tahanan Kelas IIA Kota Pekalogan terdapat beberapa narapidana perempuan yang tidak mendapatkan pemenuhan nafkah dari suaminya. Dalam masalah ini tentunya akan muncul masalah masalah baru diantaranya seoarang istri yang menjadi narapidana tidak dapat melaksanakan kewajiban serta tidak mendapatkan haknya sebagai sorang istri.Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (Field Research). Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana pemenuhan hak nafkah bagi narapidana wanita di Rumah Tahanan IIA Kota Pekalongan dan Bagaimana pemenuhan hak nafkah bagi narapidana wanita menurut teori hukum. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa hak nafkah bagi narapidana perempuan di Rumah Tahanan IIA Kota Pekalongan dapat terpenuhi berupa nafkah lahir, lembaga Rumah Tahanan IIA Kota Pekalongan menyediakan rekening bersama sebagai sarana penyaluran hak nafkah dari suami kepada istri yang ditahan karena terjerat kasus dan dalam pandangan hukum seorang suami wajib memberikan hak nafkah dan memenuhi kebutuhan seorang istri walaupun seorang istri tersebut berstatus sebagai seorang narapidana atau ditahan didalam rumah tahanan.
Tinjauan Maqashid Syariah Terhadap Pertukaran Kewajiban Nafkah Antara Suami Dan Istri Muhammad Furqon; Siti Qomariyah
Al-Hukkam: Journal of Islamic Family Law Vol. 2 No. 1 (2022)
Publisher : Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1246.569 KB) | DOI: 10.28918/al-hukkam.v2i1.6011

Abstract

In this study, we will discuss the practice of exchanging income obligations between husband and wife in Karangsari Village, and review the maqasid sharia of this practice. This research is a field research, and the approach used is a normative approach. Using two types of data, namely primary data and secondary data. The analysis technique uses qualitative techniques, starting with data collection, data reduction, data collection, and presentation of conclusions. The result of the research is that the exchange of the role of breadwinner between husband and wife is a solution to overcome the difficulties of the husband's lack of livelihood for the purpose of maintaining family integrity. The exchange of living obligations means that the husband is placed to take care of the house and children while the wife is the breadwinner working both inside and outside the home. In terms of qualification, the practice of maslahah can be related to maslahah dharuriyyah, namely primary benefits and maslahah hajiyyat, namely regarding the fulfillment of human needs, and relates to safeguarding the five points contained in maqasid sharia, namely hifdzun nasl and hifdzun mal because it is an effort to protect family and descendants. and maintain the family economy.
Efektivitas Implementasi E-court Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik maratul ulfa; Mubarok
Al-Hukkam: Journal of Islamic Family Law Vol. 2 No. 1 (2022)
Publisher : Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (381.414 KB) | DOI: 10.28918/al-hukkam.v2i1.6280

Abstract

Implementasi e-court merupakan trobosan dan inovasi dari sistem peradilan elektronik yang terbentuk dari PERMA Nomor 3 Tahun 2018 seiring berjalannya waktu di perbarui menjadi PERMA 1 Tahun 2019 yang mengatur terkait e-filling (pendaftaran), e-payment (pembayaran), e-summons (pemanggilan), dan e-litigation (persidangan), hal terebut sebagaimana diterapkan di Pengadilan Agama Kajen.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana efektivitas implementasi e-court di Pengadilan Agama Kajen. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang cenderung berupa analisis sesuai dengan fakta yang ada di lapangan dengan pendekatan yuridis emperis. Data primer diambil dari wawancara dengan petugas e-court, hakim, panitera, pihak berperkara e-court, pihak berperkara manual dan jua advokat serta penulis melakukan observasi di lingkungan Pengadilan Agama Kajen sedangkan data sekunder yang digunakan seperti buku-buku, jurnal, penelitian terdahulu yang terkait dengan tema yang sama. Hasil penelitian ini adalah mengukur tingkat keefektifan e-court di Pengadilan Agama Kajen dengan analisis efektivitas hukum serta mengetahui penyelesaian berperkara di Pengadilan Agama Kajen dengan asas peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan. Realitanya Implementasi e-court di Pengadilan Agama Kajen sudah cukup baik, namun masih banyak yang harus diperbaiki dari faktor kendalanya dalam pelaksanaan e-court dilihat dari akses pembayaran lewat transfer ke Bank yang masih error dan kendala lainnya. Di tinjau dari analisis efektivitas hukum tersebut maka Implementasi e-court belum bisa tercapai secara maksimal yang diterima oleh masyarakat yang berperkara.
Pertimbangan Hakim Dalam Memutuskan Perkara Perceraian Dengan Alasan Murtad ulfi muflikhah; triana sofiani
Al-Hukkam: Journal of Islamic Family Law Vol. 2 No. 1 (2022)
Publisher : Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (368.845 KB) | DOI: 10.28918/al-hukkam.v2i1.6285

Abstract

Apostasy in fiqh can be used as a cause for the breakup of a marriage. Many divorce cases are handled by the Religious Courts. One of them is two cases of divorce cases that occurred between the applicant and the respondent but of different religions. There is a disparity in the two decisions, in Decision Number: 1808/Pdt.G/2017/Pa.Pwt and Decision Number: 426/Pdt.G/2020/Pa.Pkl. The two decisions above have similarities in illat, namely one of the spouses both apostates, but there are differences in judges in deciding the divorce case where in Decision Number: 1808/Pdt.G/2017/Pa.Pwt the judge decided on the imposition of talak ba'in sughro, while in Decision Number: 426/ Pdt.G/2020/Pa.Pkl the judge terminated the marriage relationship between the applicant and the respondent with Fasach. This research is a normative juridical research and uses a statute approach, a conceptual approach, a comparative approach and a case approach. The results of this study are the judges' considerations in passing a divorce decision on the grounds of apostasy in Decision Number 1808/Pdt.G/2017/Pa.Pwt with talak one ba'in shughraa because the judge views that the main factor in divorce is quarrels and disputes that occur regularly. continuously because the Respondent apostatized and in accordance with Article 119 regarding the divorce of one ba'in shughraa, while Decision Number 426/Pdt.G/2020/Pa.Pkl was terminated by terfasakh their marriage because it took into account the concept of Islamic law where the Petitioner had no right to refused because he had apostatized.
PERALIHAN FUNGSI TANAH WAKAF DARI MASJID MENJADI LAHAN PARKIR DALAM PERSPEKTIF FIKIH DAN HUKUM POSITIF (STUDI KASUS DI MASJID BAITUL MUTTAQIN DESA GUNUNGSARI KEC. PULOSARI KAB. PEMALANG) Jamaludin Ridwan
Al-Hukkam: Journal of Islamic Family Law Vol. 2 No. 2 (2022): Vol. 2 No. 2 (2022)
Publisher : Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28918/al-hukkam.v2i2.6396

Abstract

Peralihan fungsi tanah wakaf hampir di semua wilayah tidak dapat dielakkan karena berbagai kebutuhan, umumnya disebabkan untuk kepentingan umum, baik untuk pembangunan sarana prasarana masyarakat maupun pemerintah. Peralihan fungsi tanah wakaf di masjid Baitul Muttaqin dukuh Sibedil muncul dilema pada sebagian tokoh masyarakat yang berpendapat memperbolehkan dan tidak memperbolehkan sehingga peneliti merumuskan masalah riset ini sebagai berikut : 1). Bagaimana hukum peralihan fungsi tanah wakaf Masjid Baitul Muttaqin Desa Gunungsari dalam perspektif Fikih ? 2). Bagaimana hukum peralihan fungsi tanah wakaf Masjid Baitul Muttaqin Desa Gunungsari dalam perspektif hukum positif?. Jenis penelitian ini adalah lapangan (field research) dengan pendekatan kualitatif yang tahapannya adalah deskriptif analisis dengan cara mendeskripsikan secara faktual dan akurat tentang peralihan peruntukan tanah wakaf, data yang dikumpulkan melalui penelitian pustaka dan lapangan. Teknik pengumpulan data lapangan menggunakan interview dan data dokumentasi. Hasil penelitian ini menyimpulkan, bahwa peralihan fungsi tanah wakaf di Masjid Baitul Muttaqin Desa Gunungsari di perbolehkan dalam perspektif Hukum Islam dan dalam perspektif hukum positif dengan melihat kepentingan dan kemaslahatan umum.
PEMBATALAN KHITBAH DAN PENGEMBALIAN HANTARAN KHITBAH MENURUT HUKUM ISLAM (STUDI KASUS DI KECAMATAN BOJONG KABUPATEN PEKALONGAN) hesti silfiani
Al-Hukkam: Journal of Islamic Family Law Vol. 2 No. 2 (2022): Vol. 2 No. 2 (2022)
Publisher : Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28918/al-hukkam.v2i2.6400

Abstract

Sermons are bound by the consequences of promises by both that must be kept. However, not all of those who do sermons reach marriage, as in Bojong District, Pekalongan Regency, the cancellation of the sermon considers that the best way for couples who have held a sermon with the problems they face. This choice does not make the right solution to the problem but creates new problems after the sermon is canceled. This also relates to the goods given by the men when the khitbah is canceled. This problem is not a trivial thing to be played with. There are various reasons for the cancellation of the sermon from each party, it seems that they are playing games, not applying the value of the sermon, namely heading to the marriage level. This research is a field research, using a normative approach that is based on Islamic law and is descriptive qualitative. This research is based on primary and secondary data collected in interview, observation and documentation studies. This study explores the causes of the cancellation of the sermon and the return of the delivery of the sermon that occurred in the District of Bojong, Pekalongan Regency and analyzed them from the perspective of Islamic law. The phenomenon of the cancellation of the sermon and the return of the delivery of the sermon that occurred in Bojong District, Pekalongan Regency, was caused by differences in weton, no compatibility and the presence of a third party. Regarding the delivery of the sermon, there are also parties who take the initiative to return it and are asked to return it.