cover
Contact Name
Noor Hasanah
Contact Email
jurnaltashwir@uinantasari.ac.id
Phone
+6282350565148
Journal Mail Official
jurnaltashwir@uinantasari.ac.id
Editorial Address
Jalan Jenderal Ahmad Yani KM. 4,5 Kel. Kebun Bunga Kec. Banjarmasin Timur Kota Banjarmasin 70235
Location
Kota banjarbaru,
Kalimantan selatan
INDONESIA
Tashwir: Jurnal Penelitian Agama dan Budaya
ISSN : 23389702     EISSN : 30321166     DOI : https://doi.org/10.18592/jt
The focus of this journal is on important and actual issues regarding Islam, social and culture, such as; Religious Values, and Local Wisdom Issues, Islam Integration, History of Islam and Turats. o Contemporary Islamic Religious Social Phenomena o Islamic Spirituality o Religious Values o Local Wisdom Issues o Islam Integration o History of Islam dan Turats.
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 113 Documents
LIVING SUNNAH “TRADISI DZIKIR 7 LAKSA” PERSPEKTIF TASAWUF Aminudin, Muhammad; Nirwana, Dzikri; Saifuddin, Saifuddin
TASHWIR Vol. 13 No. 01 (2025)
Publisher : Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18592/jt.v13i01.15848

Abstract

Abstract: Dhikr is an important spiritual practice in Islam that connects the servant with Allah SWT both outwardly and inwardly. One of the dhikr traditions that has developed strongly in the Nusantara region, especially in South Kalimantan, is the “dzikir 7 laksa,” which involves reciting the tahlil phrase “Lā ilāha illā Allāh” 70,000 times. This article examines dzikir 7 laksa from a Sufi perspective by studying its scriptural basis and spiritual wisdom. Through the study of classical texts and the stories of Sufi scholars such as Sheikh Ibn ‘Arabi and Sayyid Muhammad Amin Kutbi, dzikir 7 laksa is understood not merely as a ritual for atonement but also as a process of purifying the heart (tazkiyatun nafs) and a path towards the knowledge of Allah (ma‘rifatullah). This practice has a strong social dimension in strengthening Islamic brotherhood (ukhuwah Islamiyah) within the community. A qualitative method with literature review is used to describe and analyze the meaning and function of dzikir 7 laksa as a manifestation of the living Sunnah among Muslims in the Nusantara. This study emphasizes the importance of preserving the tradition of dzikir as a profound spiritual heritage as well as a reinforcement of social solidarity. Keywords: 7 Laksa Dhikr, Tahlil, Sufism, Redemption of Sins, Ma'rifatullah   Abstrak; Dzikir merupakan amalan spiritual penting dalam Islam yang menghubungkan hamba dengan Allah SWT secara lahir dan batin. Salah satu tradisi dzikir yang berkembang kuat di Nusantara khususnya Kalimantan Selatan adalah dzikir 7 laksa, yakni pengucapan kalimat tahlil “Lā ilāha illā Allāh” sebanyak 70.000 kali. Artikel ini mengkaji dzikir 7 laksa dari perspektif tasawuf dengan menelaah landasan dalil dan hikmah spiritualnya. Melalui kajian teks klasik dan kisah para ulama sufi seperti Syekh Ibnu ‘Arabi dan Sayyid Muhammad Amin Kutbi, dzikir 7 laksa dipahami bukan sekadar ritual penebus dosa, tetapi juga sebagai proses penyucian hati (tazkiyatun nafs) dan jalan menuju ma‘rifatullah. Praktik ini memiliki dimensi sosial yang kuat dalam mempererat ukhuwah Islamiyah di masyarakat. Metode kualitatif dengan studi pustaka digunakan untuk mendeskripsikan dan menganalisis makna serta fungsi dzikir 7 laksa sebagai wujud living sunnah di tengah umat Islam Nusantara. Kajian ini menegaskan pentingnya pelestarian tradisi dzikir sebagai warisan spiritual yang mendalam sekaligus penguat solidaritas sosial. Kata Kunci: Dzikir 7 Laksa, Tahlil, Tasawuf, Penebusan Dosa, Ma'rifatullah
EKSPLORASI MULTIKULTURAL: SINTESIS PARIBASA SUNDA DAN FALSAFAH ABADI TORAJA SEBAGAI NILAI HIDUP DI ERA DISRUPSI DIGITAL Ramadhan, Muhammad Ilham; Miharja, Sugandi; Salsabila , Rofiqa Zulfa; Dahlan, Bayani
TASHWIR Vol. 13 No. 01 (2025)
Publisher : Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18592/jt.v13i01.16420

Abstract

Abstract: Highlighting the need for integration of local wisdom into education and community development in the digital era, in order to build resilience amidst rapid change. By adopting a multicultural approach, communities are expected to be able to face digital disruption without losing their identity and traditional values ​​that have been inherited. This study explores the synthesis between Sundanese paribasa and Toraja's eternal philosophy as an effort to principle life values ​​in understanding and maintaining local wisdom values ​​in the era of digital disruption. With the rapid development of information technology, many traditional values ​​are threatened, so an approach is needed that can harmonize cultural heritage with the demands of the times. The research method used is descriptive qualitative. The data collection methods used are interviews, observations, and literature studies on Sundanese paribasa and Toraja philosophy and their relevance in the context of modern life. The results of the study show that both Sundanese paribasa and Toraja philosophy emphasize the importance of love for nature, social solidarity, and balance in life, which are very relevant in facing the challenges of globalization and digital disruption. The synthesis of these two cultures can be used as a basis for building ethical and responsible characters in using technology, as well as strengthening community identity. This research is expected to be a reference for the development of education and policies that support the preservation of local wisdom amidst the rapid flow of change. Keywords:. Multicultural, Synthesis, Sundanese paribasa, Toraja eternal philosophy, era of digital disruption   Abstrak:Menyoroti perlunya integrasi kearifan lokal ke dalam pendidikan dan pengembangan komunitas dalam era digital, agar dapat membangun resilien di tengah perubahan yang cepat. Dengan mengadopsi pendekatan multikultural, masyarakat diharapkan dapat menghadapi disrupsi digital tanpa kehilangan identitas dan nilai-nilai tradisional yang telah terwariskan.Penelitian ini mengeksplorasi sintesis antara paribasa Sunda dan falsafah abadi Toraja sebagai upaya untuk prinsip nilai hidup dalam memahami dan mempertahankan nilai-nilai kearifan lokal di era disrupsi digital. Dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi, banyak nilai-nilai tradisional yang terancam keberadaannya, sehingga diperlukan pendekatan yang dapat mengharmonisasikan warisan budaya dengan tuntutan zaman. Metode penelitian yang digunakan yaitu deskriptif kualitatif. Adapun metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, dan studi pustaka mengenai paribasa Sunda dan falsafah Toraja serta relevansinya dalam konteks kehidupan modern. Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik paribasa Sunda maupun falsafah Toraja menekankan pentingnya kecintaan terhadap alam, solidaritas sosial, dan keseimbangan hidup, yang sangat relevan dalam menghadapi tantangan globalisasi dan disrupsi digital. Sintesis kedua budaya ini dapat dijadikan sebagai dasar untuk membangun karakter yang etis dan bertanggung jawab dalam menggunakan teknologi, serta memperkuat identitas masyarakat. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi pengembangan pendidikan dan kebijakan yang mendukung pelestarian kearifan lokal di tengah arus perubahan yang cepat Kata Kunci : Multikultural, Sintesis, Paribasa sunda, Falsafah abadi toraja,disrupsi digital
TRADISI DAN RELIGI DALAM PRAKTIK PERNIKAHAN: STUDI TENTANG LARANGAN MENIKAH SATU ARAH RUMAH DENGAN SAUDARA KANDUNG DI SUMBERJATI, BLITAR Amanda, Elsa
TASHWIR Vol. 13 No. 01 (2025)
Publisher : Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18592/jt.v13i01.11854

Abstract

Abstract: In Javanese customs, every marriage or marriage has many meanings contained in each procession. Researchers want to conduct a research renewal that is more focused on one issue, namely the prohibition of marrying in the same direction as siblings (Mlumah Murep). This aims to analyze the views of society in this modern era, whether people still believe in this taboo or not. From this case, a case study was conducted in Sumberjati village, Kademangan sub-district, Blitar regency. The type of research used is qualitative with a case study approach. From the opinions of religious leaders and traditional leaders, it can be concluded that although the religious rules do not mention the prohibition of marrying in the same direction as siblings or Mlumah Murep, to respect existing customs as Javanese society. In addition, the majority of the Sumberjati Village community still believes in the prohibition of marrying in the same direction as siblings (Mlumah Murep). Keywords: Javanese custom, Taboo on marriage, Mlumah Murep.   Abstrak: Dalam adat Jawa pada umumnya dalam setiap pernikahan atau perkawinan itu memiliki banyak makna yang terkandung dalam setiap prosesinya. Peneliti ingin melakukan pembaharuan penelitian yang lebih terfokus pada satu permasalahan yakni larangan menikah satu arah rumah dengan saudara kandung (Mlumah Murep). Hal ini bertujuan untuk mengurai pandangan masyarakat bagaimana di era yang modern ini, apakah masyarakat masih mempercayai larangan tersebut ataukah tidak. Dari kasus tersebut, studi kasus yang dilakukan yakni di desa Sumberjati, kecamatan Kademangan kabupaten Blitar. Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Dari pendapat tokoh agama dan tokoh adat dapat disimpulkan bahwa meski dalam aturan agama tidak disebutkan mengenai larangan menikah satu arah rumah dengan saudara kandung atau Mlumah Murep namun untuk menghargai adat istiadat yang ada sebagai masyarakat Jawa. Selain itu, mayoritas dari Masyarakat Desa Sumberjati masih mempercayai mengenai larangan menikah satu arah rumah dengan saudara kandung (Mlumah Murep). Kata Kunci: Adat Jawa, Larangan Menikah, Mlumah Murep

Page 12 of 12 | Total Record : 113