cover
Contact Name
Siti Tatmainul Qulub
Contact Email
tatmainulqulub@uinsa.ac.id
Phone
+6285290373455
Journal Mail Official
prodifalak@gmail.com
Editorial Address
Syari'ah dan Hukum UIN Sunan Ampel, Jl. Jend. A. Yani No. 117 Surabaya 60237. Telp. (031) 8417198. E-mail: prodifalak@gmail.com
Location
Kota surabaya,
Jawa timur
INDONESIA
Azimuth: Journal of Islamic Astronomy
ISSN : 27758206     EISSN : 27747719     DOI : https://doi.org/10.15642/azimuth.2020.1.1
Azimuth Journal of Islamic Astronomy merupakan jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Program Studi Ilmu Falak Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya. Jurnal ini terbit dua kali dalam satu tahun pada bulan Januari dan Juli. Jurnal ini memuat artikel tentang ilmu falak dan ilmu-ilmu terkait.
Articles 52 Documents
Verifikasi Keakuratan Aplikasi Penentu Arah Kiblat dengan Metode Bayang-bayang Matahari Hanifah, Umi; Nadiroh, Umi; Chusna, Ufiq Ashfiyatul
Azimuth: Journal of Islamic Astronomy Vol. 4 No. 1 (2023): Januari
Publisher : Program Studi Ilmu Falak UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15642/azimuth.v4i1.2209

Abstract

menghadap ke arah kiblat. Bagi seseorang yang sedang berada diluar kotanya sendiri pasti bingung dan ragu-ragu untuk menghadap ke arah mana. Pada zaman sekarang perkembangan teknologi sudah sangat maju sehingga ada aplikasi yang bisa digunakan untuk menentukan arah kiblat. Seperti aplikasi Pencari Kiblat, kompas qibla, muslim pro, dan masih banyak lagi. Sebelum adanya aplikasi-aplikasi tersebut pencarian arah kiblat masih menggunakan alat-alat klasik atau cara manual salah satunya menggunakan bayang-bayang matahari. Namun cara tersebut jarang digunakan pada zaman sekarang walaupun bayang-bayang matahari hasilnya lebih akurat. Dikarenakan lebih praktis menggunakan aplikasi yang sudah ada. Tetapi menentukan arah kiblat menggunakan aplikasi belum tentu sesuai. Maka perlu dilakukan penelitian untuk memverifikasi aplikasi tersebut sesuai dengan arah kiblat yang sebenarnya dengan menggunakan bayang-bayang matahari. Metode yang digunakan penulis untuk melakukan penelitian ini yakni metode penelitian lapangan (field research) menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan mengumpulkan data-data tentang aplikasi yang diuji keakuratannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada sedikit kemelencengan arah kiblat pada ketiga aplikasi tersebut.Kata Kunci: Arah kiblat, aplikasi pencari kiblat, kompas qibla, muslim pro. Abstract: A Muslim, in carrying out prayer services, must face the Qibla direction. For someone who is out of town, they must be confused and unsure which way to face. Nowadays, technological developments are so advanced that there are applications that can be used to determine Qibla direction, such as the Qibla direction finder applications, Qibla compass, Muslim Pro, and many more. Prior to these applications, the search for the Qibla direction still used classic tools or the manual method, one of which was using the sun's shadow. However, this method is rarely used today, even though the sun's shadow results are more accurate. Because it is more practical to use existing applications. However, determining the Qibla direction using an application is not necessarily appropriate. So, it is necessary to research and verify that the application is in accordance with the actual Qibla direction by using the sun's shadow. The method used by the author to conduct this research is the field research method, using a descriptive qualitative approach by collecting data about the application being tested for accuracy. The results of the study show that there is a slight deviation from the Qibla direction in the three applications.Keywords: Qibla direction, qibla finder application, qibla compass, muslim pro.
Akurasi Jam Bencet Pada Waktu Salat Zuhur di Masjid Jami’ Azharul A’wan Desa Pagelaran Malang Jawa Timur Al-Asy’ari, Adhira Firza Fauzi Syam; Kamelia, Berocca Ahmada; Mumtaz, Dewi Atikah; Yulian, Rafli Syahrul; Qulub, Siti Tatmainul
Azimuth: Journal of Islamic Astronomy Vol. 4 No. 1 (2023): Januari
Publisher : Program Studi Ilmu Falak UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15642/azimuth.v4i1.2210

Abstract

Abstrak: Di era modern yang serba praktis ini, jam bencet / jam istiwa’ hampir jarang kita temui keberadaannya. Karena keberadaannya sudah tergantikan oleh jam digital. Seperti pada Masjid Azharul A’wan Desa Pagelaran, Kab. Malang, Jawa Timur ini, jam bencet ini dahulunya masih sering digunakan. Menurut wawancara takmir masjid dahulu jam bencet biasanya digunakan untuk menentukan awal waktu salat jum'at saja, untuk waktu salat selain zuhur menggunakan perhitungan hisab kontemporer. Penggunaan jam bencet yang harus membutuhkann cahaya sinar matahari membuat jam bencet hanya dapat digunakan pada waktu zuhur saja. Namun, karena tidak ada yang menjadi penerus mengoperasikan jam bencet di masjid tersebut, maka jam bencet tersebut tidak lagi digunakan oleh pengurus masjid dan beralih menggunakan jam digital. Berdasarkan keterangan inilah penulis ingin mengkaji dengan judul Akurasi Jam Bencet Pada Waktu Salat Zuhur di Masjid Azharul A’wan Desa Pagelaran, Kab. Malang, Jawa Timur dengan tujuan agar dapat mengetahui apakah jam bencet tersebut masih bisa digunakan atau tidak, dan mengetahui mengenai tingkat akurasi pada jam bencet tersebut.Kata Kunci: Jam Bencet, Istiwa’, Akurat, Waktu Zuhur Abstract: In this modern era that is all practical, bencet / istiwa' clock is almost rare to find its existence. Because digital clocks have replaced their existence, such as in the Azharul A'wan Mosque, Pagelaran Village, Malang Regency, and East Java, this bencet clock was once still often used. According to an interview with the mosque takmir, the bencet clock was used to determine the beginning of Friday prayer time only for prayer times other than zuhur, using contemporary hisab calculations. The use of bencet clocks that require sunlight means bencet clocks can only be used at zuhur time. However, because there is no successor to replace a local falak to calculate the bencet clock in the mosque, the bencet clock is no longer used by the mosque management and switches to using a digital clock. Based on this information, the author wants to study with the title Accuracy of the Bencet Clock at Zuhur Prayer Time at the Azharul A'wan Mosque, Pagelaran Village, Malang Regency, East Java with the aim of knowing whether the bencet clock can still be used or not, and learning about the level of accuracy of the bencet clock.Keywords: Bencet Clock, Istiwa', Accurate, Zuhur Time  
Persepsi Metode Bara’ Ḍâjâ(H) Masyarakat Desa Wonojati Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember Hakim, Alfian Nurul; Sari, Asri Arum; Aryani, Puput Dwi
Azimuth: Journal of Islamic Astronomy Vol. 2 No. 2 (2021): Juli
Publisher : Program Studi Ilmu Falak UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15642/azimuth.v2i2.2212

Abstract

Bara’ ḍâjâ(h) merupakan istilah dalam bahasa Madura yang digunakan oleh masyarakat Desa Wonojati, Kecamatan Jenggawah, Kabupaten Jember untuk menentukan arah kiblat dalam pelaksanaan ibadah shalat. Metode ini merujuk pada arah tengah antara barat dan utara (barat laut) sebagai acuan arah kiblat. Namun, dalam praktiknya, terdapat perbedaan pandangan di kalangan masyarakat mengenai akurasi dan pemahaman terhadap metode tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap keakuratan metode bara’ ḍâjâ(h) dan sejauh mana arah kiblat yang ditentukan sesuai dengan arah azimuth yang tepat, yaitu 292∘2′24″. Penelitian ini menggunakan metode penelitian lapangan (field research) dengan pengumpulan data melalui wawancara kepada beberapa warga Desa Wonojati yang dianggap representatif, kemudian dianalisis menggunakan aplikasi Google Earth untuk memverifikasi arah kiblat. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan persepsi di antara masyarakat terkait arah kiblat yang ditentukan dengan metode bara’ ḍâjâ(h), dan ditemukan pula bahwa arah yang digunakan sebagian masyarakat masih mengalami penyimpangan dari arah azimuth yang sebenarnya. Kata Kunci:         Bara’ ḍâjâ(h), arah kiblat, persepsi masyarakat, metode tradisional, Google Earth, azimuth.   Abstract:              Bara’ ḍâjâ(h) is a term in the Madurese language used by the community of Wonojati Village, Jenggawah Subdistrict, Jember Regency, to determine the Qibla direction for performing prayers. This method refers to a midpoint between west and north (northwest) as the reference for Qibla direction. However, in practice, there are differing views among the local people regarding the accuracy and interpretation of this method. This study aims to explore the community’s perception of the accuracy of the bara’ ḍâjâ(h) method and the extent to which the determined Qibla direction aligns with the correct azimuth, which is 292∘2′24″. The research employs a field research method by conducting interviews with several representative residents of Wonojati Village. The data collected were then analyzed using the Google Earth application to verify the Qibla direction. The findings reveal varying perceptions among community members regarding the Qibla direction determined by the bara’ ḍâjâ(h) method. It was also found that the direction used by some members of the community deviates from the accurate azimuth. Keywords:           Bara’ ḍâjâ(h), Qibla direction, community perception, traditional method, Google Earth, azimuth.
Perbandingan Arah Candi Gunung Gangsir Dengan Masjid Hidayatullah di Pasuruan Hayati, Atika; Saputro, Bayu Ardi; Rahma, Lintang Putri; Sisilia, Dea Anugrah; Maulana, Muhammad; Dzulfani, Syafina Irlin
Azimuth: Journal of Islamic Astronomy Vol. 4 No. 1 (2023): Januari
Publisher : Program Studi Ilmu Falak UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15642/azimuth.v4i1.2213

Abstract

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan arah bangunan Candi Gunung Gangsir dengan arah kiblat Masjid Hidayatullah yang terletak berdekatan di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Kajian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif melalui pengamatan visual dan pengukuran arah menggunakan aplikasi Google Earth, serta penghitungan arah kiblat menggunakan rumus-rumus ilmu falak (hisab). Hasil analisis menunjukkan bahwa arah bangunan Candi Gunung Gangsir dan Masjid Hidayatullah memiliki selisih kemiringan yang sangat kecil terhadap arah kiblat Pasuruan, yaitu sekitar 1 menit 7 detik. Temuan ini menunjukkan bahwa meskipun tidak dibangun berdasarkan prinsip kiblat Islam, orientasi Candi Gunung Gangsir ternyata cukup dekat dengan arah kiblat. Studi ini memberi kontribusi terhadap kajian interdisipliner antara arkeologi, falak, dan kajian budaya.Kata Kunci: arah kiblat, candi, masjid, ilmu falak, Google Earth Abstract: This study aims to compare the direction of the building of Mount Gangsir Temple with the direction of the qibla of the Hidayatullah Mosque, which is located adjacent in Pasuruan Regency, East Java. This study was carried out with a qualitative approach through visual observation and direction measurement using the Google Earth application, as well as calculating the direction of the qibla using astronomy (hisab) formulas. The results of the analysis showed that the direction of the building of Mount Gangsir Temple and the Hidayatullah Mosque had a very small difference in slope to the direction of the Qibla of Pasuruan, which was about 1 minute 7 seconds. These findings show that even though it was not built based on the principle of the Islamic qibla, the orientation of Mount Gangsir Temple turned out to be quite close to the direction of the qibla. This study contributes to the interdisciplinary study of archaeology, falak, and cultural studies.
Akurasi Arah Barat Sejati Pada Pintu Candi Dermo Dengan Arah Barat Sejati Dalam Perspektif NOAA Pratama, Muhammad Farhan Putra; Kamilah, Aqila Sofia; Rosyidah, Nur Hidhayatur; Wibisono, Amri Mashuri; Nisak, Khoirun; Santoso, Akhsan Fitri; Sa’adah, Silvia Bilqis
Azimuth: Journal of Islamic Astronomy Vol. 3 No. 2 (2022): Juli
Publisher : Program Studi Ilmu Falak UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15642/azimuth.v3i2.2214

Abstract

Abstrak: Eksistensi Ilmu Falak yang dimulai dengan perhitungan yang secara klasik dan digital, begitupun dengan bangunan kuno salah satunya seperti Candi Dermo. Hasil pengamatan yang berada di lokasi candi Dermo dengan alat bantuan kompas yang mendapatkan titik barat sejati dengan nilai 278⁰. Nilai tersebut didapatkan dengan mengukur pintu candi tersebut yang konon hampir mendekati arah titik barat dari rotasi bumi. Penelitian kuantitatif ini menggunakan metode observasi langsung di lapangan dan metode deskriptif analisis secara matematis. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui teori, data website yang melalui satelit NOAA secara komparatif. Penelitian ini menemukan bahwa alat digital berupa kompas memiliki penyimpangan antara titik utara kompas dengan utara sejati bumi. Dikarenakan arah utara yang sebenarnya mengalami penyimpangan maka akan mempengaruhi arah barat sejati dari rotasi bumi juga. Sehingga perlu adanya pengoreksian akurasi secara matematis dalam menemukan arah barat dari rotasi bumi yang sesungguhnya.Kata Kunci: Candi Dermo, Kompas, NOAA, Barat Sejati, Akurasi Abstract: The existence of Astrology began with classical and digital calculations, as well as with ancient buildings, one of which is Candi Dermo. The results of observations at the location of the Dermo temple, with the help of a compass, found a true west point with a value of 278⁰. This value is obtained by measuring the door of the temple, which is said to be almost close to the western point of the Earth's rotation. This quantitative research uses direct observation methods in the field and descriptive methods of mathematical analysis. This study aims to find out the theory and website data via the NOAA satellite, comparatively. This study found that a digital tool in the form of a compass has deviations between the north point of the compass and true north of the Earth. Because the true north direction is distorted, it will affect the true west direction of the Earth's rotation as well. So it is necessary to correct the mathematical accuracy in finding the west direction of the actual Earth's rotation.Keywords: Dermo Temple, Compass, NOAA, True West, Accuracy
Uji Akurasi Arah Mata Angin Melalui Bangunan Candi Pari Dengan Alat Bantu Kompas Cahyani, Hanis Intan; Zauri, Farhan Kahbi; Wulandari, Fitri Ayu; Dwiyanti, Nur Aini; Nugraha, Wahyu Adji; Wahyuningsih, Yuniar
Azimuth: Journal of Islamic Astronomy Vol. 3 No. 2 (2022): Juli
Publisher : Program Studi Ilmu Falak UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15642/azimuth.v3i2.2215

Abstract

Abstrak: Sebagaimana telah diketahui bahwa Indonesia merupakan negara dengan beragam jenis kebudayaan, salah satu dari keragaman budaya tersebut melahirkan bangunan bersejarah sebagai bukti nyata bahwa di zaman dahulu terdapat kisah bersejarah yang hendaknya diingat sampai kapanpun. Berkaitan dengan itu peneliti tertarik untuk membuat Karya tulis yang didasari dengan penelitian lapangan serta penelitian literatur-literatur yang ada guna mencoba menjawab bagaimana peran salah satu monumen bersejarah di Kota Sidoarjo, tepatnya Monumen Candi Pari yang berada di Desa Candipari, Kecamatan Porong. Candi Pari kini menjadi objek wisata peninggalan kerajaan Majapahit, dimana keberadaan candi ini tida lepas dengan candi yang bersebelahan sekitar 500 meter yaitu Candi Sumur. Adapun aspek yang dikaji adalah relevansi antara keberadaan Candi Pari sebagai salah satu kebudayaan di Desa tersebut dengan Instrumen- instrumen Falak yang ada, seperti pengukuran arah mata angin. Metode yang digunakan dalam karya tulis ini adalah deskriptif kualitatif karena data-data yang dianalisis berupa kalimat hasil wawancara kepada petugas berwenang di Candi tersebut, serta adapun teknik pengumpulan data yang dipakai peneliti yaitu penelitian lapangan, wawancara, dokumentasi rekaman, dan studi kepustakaan dengan memanfaatkan sumber-sumber tertulis lainnya seperti jurnal, artikel ilmiah dan sebagainya. Dalam karya tulis ini, peneliti akan menyajikan hasil dari pengukuran arah mata angin dengan alat bantu kompas, dengan menggunakan lokasi Candi Pari sebagai titik pusat pengukurannya. Mengenai relevansi dari hasil tersebut apakah candi ini menghadap ke arah Mekkah sama seperti Candi Borobudur, akan dipaparkan dalam hasil akhir penulisan.Kata Kunci: Candi Pari, Kebudayaan, Arah Mata Angin. Abstract: As it is well known that Indonesia is a country with various types of culture, one of these cultural diversities gave birth to historical buildings as clear evidence that in ancient times, there were historical stories that should be remembered forever. In this regard, the researcher is interested in writing a paper based on field research and research on existing literature to try to answer the role of one of the historical monuments in Sidoarjo City, to be precise, the Candi Pari Monument in Candipari Village, Porong District. Pari Temple is now a tourist attraction inherited from the Majapahit kingdom, where the existence of this temple cannot be separated from the adjacent temple about 500 meters away, namely Sumur Temple. The aspect studied is the relevance of the existence of Pari Temple as one of the cultures in the village and the existence of Falak instruments, such as measuring the direction of the wind. The method used in this paper is descriptive qualitative because the data analysed is in the form of sentences from interviews with the authorities at the temple, as well as the data collection techniques used by researchers, namely field research, interviews, recorded documentation, and literature studies, by utilising sources. Other written sources include journals, scientific articles, and so on. In this paper, the researcher will present the results of measuring the cardinal directions with a compass, using the location of Pari Temple as the centre point of the measurement. Regarding the relevance of these results, whether this temple faces Mecca in the same way as Borobudur Temple, will be presented in the final results of the writing.Keywords: Pari Temple, Culture, Wind Direction.
Perbandingan Arah Kiblat Antara Candi Dermo Dan Musala Baiturrohman Pawestri, Najwa Risang; Sari, Afifah; Irmadhani, Devi Rofi’ah; Pramono, Dio Safero; Ridwan, Muhammad; Rulamsyahrin, Tirta
Azimuth: Journal of Islamic Astronomy Vol. 2 No. 2 (2021): Juli
Publisher : Program Studi Ilmu Falak UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15642/azimuth.v2i2.2216

Abstract

Pada tahun 5 Masehi sebelum masuknya agama Islam di Indonesia, sebagian besar masyarakat Indonesia menganut agama Hindu-Buddha. Dalam kepercayaan agama Hindu-Buddha, dikenal dengan adanya istilah candi. Berbeda dengan agama Islam, dalam agama Islam dikenal dengan adanya istilah musala. Musala adalah tempat ibadah yang menyerupai masjid hanya saja memiliki ukuran yang lebih kecil. Dalam penelitian ini penulis akan membahas terkait Candi Dermo dan Musala Baiturrohman. Pada hakikatnya latar belakang dari penelitian ini adalah untuk membandingkan arah kiblat antara candi Dermo dengan musala yang berada tepat di sampingnya yakni Musala Baiturrohman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perhitungan arah kiblat menggunakan rumus yang telah ditetapkan untuk Candi Dermo dan musala Baiturrohman. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif yang mana memiliki dua objek yaitu candi Dermo dan musala sebelahnya (Baiturrohman). Sumber data diperoleh dari hasil observasi serta dari beberapa buku, jurnal, serta dari media internet. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwasanya terdapat perbedaan hasil perhitungan arah kiblat meskipun tidak terlalu signifikan yang mana hanya berbeda pada detiknya saja. Selisih yang didapat yakni ( yang mana Candi Dermo memiliki sudut B ( dan mushola disebelahnya memiliki sudut B (, hal tersebut bisa terjadi salah satunya karena faktor lokasi antara Candi Dermo  dan Musala Baiturrohman yang memang berdekatan. Kata Kunci:         Candi Dermo, Musala, Arah kiblat.   Abstract:              In 5 AD, before the entry of Islam in Indonesia, most Indonesians adhered to the Hindu-Buddhist religions and recognized temples as places of worship. In contrast to Islam, which recognizes the term musala. Musala is a place of worship that resembles a mosque but is smaller. In this research, the author will discuss Dermo Temple and Musala Baiturrohman. In essence, the background of this research is to compare the Qibla direction between Dermo Temple and the Musala that is right next to it, namely Musala Baiturrohman. This study aims to determine the Qibla direction calculation using the formula chosen for Dermo Temple and Baiturrohman Musala. The method used in this research is a quantitative method that has two objectives, namely, Dermo temple and the next musala. Data sources were obtained from observations as well as from several books, journals, and internet media. The results obtained from this study show that there are differences in the results of the calculation of Qibla direction, even though it is not too significant, which only differ in seconds. The difference obtained is ( Where Dermo Temple has angle B  And the musala next to it has angle B This can occur due to location factors between Dermo Temple and Musala Baiturrohman, which are indeed close together. Keywords:           Dermo temple, Musala, Qibla direction. Pada tahun 5 Masehi sebelum masuknya agama Islam di Indonesia, sebagian besar masyarakat Indonesia menganut agama Hindu-Buddha. Dalam kepercayaan agama Hindu-Buddha, dikenal dengan adanya istilah candi. Berbeda dengan agama Islam, dalam agama Islam dikenal dengan adanya istilah musala. Musala adalah tempat ibadah yang menyerupai masjid hanya saja memiliki ukuran yang lebih kecil. Dalam penelitian ini penulis akan membahas terkait Candi Dermo dan Musala Baiturrohman. Pada hakikatnya latar belakang dari penelitian ini adalah untuk membandingkan arah kiblat antara candi Dermo dengan musala yang berada tepat di sampingnya yakni Musala Baiturrohman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perhitungan arah kiblat menggunakan rumus yang telah ditetapkan untuk Candi Dermo dan musala Baiturrohman. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif yang mana memiliki dua objek yaitu candi Dermo dan musala sebelahnya (Baiturrohman). Sumber data diperoleh dari hasil observasi serta dari beberapa buku, jurnal, serta dari media internet. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwasanya terdapat perbedaan hasil perhitungan arah kiblat meskipun tidak terlalu signifikan yang mana hanya berbeda pada detiknya saja. Selisih yang didapat yakni ( yang mana Candi Dermo memiliki sudut B ( dan mushola disebelahnya memiliki sudut B (, hal tersebut bisa terjadi salah satunya karena faktor lokasi antara Candi Dermo  dan Musala Baiturrohman yang memang berdekatan. Kata Kunci:         Candi Dermo, Musala, Arah kiblat.   Abstract:              In 5 AD, before the entry of Islam in Indonesia, most Indonesians adhered to the Hindu-Buddhist religions and recognized temples as places of worship. In contrast to Islam, which recognizes the term musala. Musala is a place of worship that resembles a mosque but is smaller. In this research, the author will discuss Dermo Temple and Musala Baiturrohman. In essence, the background of this research is to compare the Qibla direction between Dermo Temple and the Musala that is right next to it, namely Musala Baiturrohman. This study aims to determine the Qibla direction calculation using the formula chosen for Dermo Temple and Baiturrohman Musala. The method used in this research is a quantitative method that has two objectives, namely, Dermo temple and the next musala. Data sources were obtained from observations as well as from several books, journals, and internet media. The results obtained from this study show that there are differences in the results of the calculation of Qibla direction, even though it is not too significant, which only differ in seconds. The difference obtained is ( Where Dermo Temple has angle B  And the musala next to it has angle B This can occur due to location factors between Dermo Temple and Musala Baiturrohman, which are indeed close together. Keywords:           Dermo temple, Musala, Qibla direction.
Menakar Ulang Batas Visibilitas Hilal: Kajian Kritis atas Kriteria Baru Mabims di Wilayah Tropis Amilia, Tsyah; Fatmawati, Emyllia; Putri, Nabila Aliansyah; Prameswari, Zavitri Galuh; Sopwan, Novi
Azimuth: Journal of Islamic Astronomy Vol. 2 No. 2 (2021): Juli
Publisher : Program Studi Ilmu Falak UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15642/azimuth.v2i2.2218

Abstract

Abstrak: Permasalahan penentuan awal bulan kamariah di Indonesia kerap menimbulkan perbedaan di antara organisasi masyarakat (ormas) Islam akibat tidak adanya keseragaman dalam kriteria visibilitas hilal. Untuk menjembatani hal tersebut, kriteria imkanur rukyat MABIMS diharapkan menjadi solusi yang menyatukan pendekatan hisab dan rukyat. Namun, kriteria awal MABIMS (2-3-8) dinilai terlalu rendah dan sulit diaplikasikan secara empirik di wilayah tropis. Oleh karena itu, disepakati kriteria baru MABIMS (IR 3-6,4), yakni tinggi hilal minimal 3 derajat dan sudut elongasi 6,4 derajat. Meski demikian, masih terdapat perdebatan mengenai keakuratannya. Penelitian ini menganalisis usulan batas bawah visibilitas hilal berbasis parameter fisis pada saat kontras maksimum, yang lebih sesuai dengan kondisi tropis Indonesia. Ditemukan bahwa pada saat kontras maksimum (sekitar 25–30 menit setelah matahari terbenam), hilal memiliki ketinggian rata-rata 2° dan elongasi 13°, yang bila ditarik ke waktu ghurub setara dengan ketinggian 5°. Hal ini menunjukkan bahwa hilal sulit terlihat pada ketinggian di bawah 3° tanpa alat bantu. Oleh karena itu, usulan parameter visibilitas hilal ini layak dipertimbangkan sebagai koreksi terhadap kriteria MABIMS di wilayah tropis.Kata kunci: Visibilitas hilal, MABIMS, kontras, wilayah tropis, imkanur rukyat. Abstract: The problem of determining the beginning of the month of Ramadan in Indonesia often causes differences among Islamic community organizations (CSOs) due to the lack of uniformity in the criteria for the visibility of the new moon. To bridge this, the criteria for imkanur rukyat MABIMS are expected to be a solution that unites the hisab and rukyat approaches. However, the initial criteria of MABIMS (2-3-8) were considered too low and difficult to apply empirically in the tropics. Therefore, it was agreed that the new criteria for MABIMS (IR 3-6.4), namely the height of the hilal is at least 3 degrees and the elongation angle is 6.4 degrees. However, there is still debate about its accuracy. This study analyzes the proposed lower limit of hilal visibility based on physical parameters at the time of maximum contrast, which is more in line with Indonesia's tropical conditions. It was found that at the time of maximum contrast (about 25–30 minutes after sunset), the hilal had an average height of 2° and an elongation of 13°, which, when pulled to the ghurub time, was equivalent to a height of 5°. This shows that the hilal is difficult to see at an altitude below 3° without aids. Therefore, this proposed hilal visibility parameter is worthy of consideration as a correction to the MABIMS criteria in the tropics.Keywords: Visibility of the hilal, MABIMS, contrast, tropical regions, imkanur rukyat.  
Penggunaan Teleskop Ekuatorial Dalam Pengamatan Matahari Adji, Bayu Krisna; Frifana, Sherly Olyfiya; Musyafa’, Muhammad Alwi; Wulandari, Siska; Burika, Yuda; Sopwan, Novi
Azimuth: Journal of Islamic Astronomy Vol. 2 No. 1 (2021): Januari
Publisher : Program Studi Ilmu Falak UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15642/azimuth.v2i1.2219

Abstract

Abstrak: Tidak semua pengamatan benda-benda langit dapat dilakukan dengan mata telanjang. Karena itu dibutuhkan alat bantu dalam mengamati benda langit di antaranya dengan menggunakan teleskop. Artikel ini membahas tentang penggunaan teleskop ekuatorial dalam pengamatan matahari. Tujuan penelitian agar dapat mengetahui bagaimana proses pengamatan matahari menggunakan teleskop ekuatorial, dimana teleskop ini berbasis altitude dan azimuth. Metode yang digunakan dalam penulisan ini menggunakan metode kualitatif dengan sumber data yang diperoleh melalui teknik studi kepustakaan atau library research. Hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan teleskop ekuatorial sangat mudah, tetapi diperlukan ketelitian serta kehati-hatian dalam penggunaanya seperti penyesuaian lintang tempat, arah serta ketinggian dan kemiringan teleskop, serta filter matahari agar dapat melindungi mata. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa penggunaan teleskop harus sesuai dengan tata cara dan prosedur, serta filter untuk perlindungan mata dalam pengamatan matahari.Kata kunci: Sejarah teleskop, teleskop ekuatorial, pengamatan, matahari.Abstract: Not all observations of celestial bodies can be made with the naked eye. Therefore, it is necessary to assist in observing celestial bodies, including using a telescope. This article discusses the use of equatorial telescopes in solar observations. The purpose of the research is to find out how the process of observing the sun using an equatorial telescope works, where this telescope is based on altitude and azimuth. The method used in this writing is qualitative, with data sources obtained through library research techniques. The results show that the use of an equatorial telescope is very easy. Still, it requires precision and caution in its use, such as adjusting the latitude of the place, the direction and height and tilt of the telescope, and the sun filter to protect the eyes. Based on this, it can be concluded that the use of telescopes must be in accordance with procedures and filters for eye protection in sun observation.Keywords: History of telescopes, equatorial telescopes, observations, sun.  
Koherensi Dalil Naqli, Pendapat Imam Mazhab dan Astronomi dalam Pemaknaan Fajar Qomariyah, Nur; Maulidia, Rinata; Ihsani, Ma’dinal; Agustina, Indi Rizky Amalia; Sopwan, Novi
Azimuth: Journal of Islamic Astronomy Vol. 4 No. 2 (2023): Juli
Publisher : Program Studi Ilmu Falak UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15642/azimuth.v4i2.2221

Abstract

Abstrak: Persoalan tentang fajar merupakan pembahasan klasik yang penting dalam penentuan waktu ibadah, khususnya salat subuh dan puasa. Artikel ini mengkaji koherensi antara dalil naqli (al-Qur'an dan hadis), pendapat imam mazhab, dan temuan astronomi modern dalam memaknai fajar. Melalui kajian tekstual dan observasi ilmiah, ditemukan bahwa fajar shadiq ditandai dengan cahaya putih horizontal di ufuk timur, sedangkan fajar kadzib adalah cahaya vertikal yang menjulang ke langit. Imam empat mazhab sepakat terhadap karakteristik dasar fajar shadiq, meskipun variasi kecil terkait warna dan sifat cahaya tetap ada. Sementara itu, astronomi modern menunjukkan bahwa fajar kadzib tidak selalu disusul oleh kegelapan, berbeda dari deskripsi klasik. Perbedaan ini kemungkinan dipengaruhi oleh faktor geografis dan kondisi atmosfer. Analisis ini menunjukkan bahwa meskipun terdapat variasi pemaknaan, ketiga pendekatan tersebut sepakat bahwa fajar shadiq menjadi penanda sahnya pelaksanaan salat subuh. Penelitian ini menegaskan pentingnya integrasi antara sumber syar'i, pendapat ulama, dan observasi astronomis dalam memahami fenomena fajar secara lebih akurat dan kontekstual.Kata kunci: Fajar, dalil naqli, imam mazhab, astronomi, waktu salat subuh Abstract: The issue of dawn is an important classic discussion in determining the time of worship, especially dawn prayers and fasting. This article examines the coherence between the postulates of naqli (the Qur'an and hadith), the opinions of madhhab imams, and the findings of modern astronomy in interpreting dawn. Through textual studies and scientific observations, it was found that the dawn of shadiq is characterized by a horizontal white light on the eastern horizon. In contrast, the dawn of kadzib is a vertical light that rises into the sky. The imams of the four schools agree on the basic characteristics of dawn shadiq, although minor variations regarding the color and nature of light remain. Meanwhile, modern astronomy shows that the dawn of kadzib is not always followed by darkness, different from the classical description. Geographical factors and atmospheric conditions likely influence this difference. This analysis shows that although there are variations in meaning, the three approaches agree that the dawn of shadiq is a marker of the validity of the implementation of the dawn prayer. This research emphasizes the importance of integration between shari'i sources, scholars' opinions, and astronomical observations in understanding the dawn phenomenon more accurately and contextually.Keywords: Fajar, postulation of naqli, imam madhhab, astronomy, time of dawn prayer