cover
Contact Name
athifatul wafirah
Contact Email
athifatulwafirah12@gmail.com
Phone
628197444487
Journal Mail Official
stiqnis.alqorni@gmail.com
Editorial Address
Jl. KH. Moh. Sirajuddin No. 03, Pondok Pesantren Nurul Islam, Karangcempaka, Bluto-Sumenep 69466
Location
Unknown,
Unknown
INDONESIA
(Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir)
ISSN : 2502549X     EISSN : 25806394     DOI : -
Jurnal kami bertujuan untuk menerbitkan penelitian atau karya tulis ilmiah lainnya yang berkualitas tinggi di bidang Ilmu al-uran dan Tafsir, dengan penekanan khusus pada aspek Hukum, Sains, historis, teologis, dan sosial-budaya. Kami menyambut artikel penelitian asli atau KTI, ulasan, dan esai kritis yang berkontribusi pada pemahaman pemikiran dan praktik Islam.
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 58 Documents
Konsep Pendidikan Akhlak dalam Surat Luqman Ayat 12-19 (Analisis Tafsir Al-Mishbah) Muwafiq, Ahmad; Hasanah, Innafatun
JURNAL ILMU AL-QUR'AN DAN TAFSIR NURUL ISLAM SUMENEP Vol. 4 No. 2 (2019): Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : STQINIS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Surah Luqman Ayat 12-19 mengandung beberapa nasihat Luqman kepada anaknya. Pada ayat 12 mengandung teladan dari Luqman sebagai hamba yang diberi hikmat oleh Allah, lalu ia bersyukur atas hikmat tersebut, dikarenakan Luqman mendapat hikmat berupa ilmu dan hikmat oleh Allah. Selanjutnya pada ayat 13 merupakan wasiat Luqman kepada putranya berupa larangan mempersekutukan Allah. Mempersekutukan Allah merupakan kezaliman yang besar. Lalu dilanjutkan pada ayat 14, merupakan anjuran berbakti kepada orangtua dikarenakan jerih payah orangtua yang telah mengandung dan merawat kita sejak dalam kandungan yang lelahnya bertambah-tambah, namun Allah memberikan batasan-batasan bakti kita terhadap kedua orangtua selama bakti tersebut tidak membuat murka Allah, yakni mempersekutukan-Nya pada ayat 15. Lalu pada ayat 16-17 merupakan wasiat Luqman kepada anaknya berupa anjuran mendirikan shalat, amar ma’ruf nahi mungkar, dan bersabar atas segala cobaan, merupakan bukti seorang hamba dalam mengesakan Allah. Dilanjutkan dengan ayat 18 merupakan larangan berbuat angkuh dan yang terakhir nasihat-nasihat Luqman pada anaknya, yakni ayat 19 berupa anjuran untuk menjaga sikap, jangan sampai berbuat sombong.
Konsep Pendidikan Anak dalam Al-Qur’an (Studi Komparatif Penafsiran Hamka dan M. Quraish Shihab terhadap QS. Luqman Ayat 12-19) Hasyim, Imam; Hannani, Roniyatul
JURNAL ILMU AL-QUR'AN DAN TAFSIR NURUL ISLAM SUMENEP Vol. 4 No. 2 (2019): Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : STQINIS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tauhid merupakan ajaran pertama dan utama yang harus diberikan kepada anak, agar anak mengerti tentang pelajaran akhirat sebelum mengetahui pelajarann tentang keduniaan. Pelajaran tauhid merupakan pondasi utama kehidupan. Akhlak dalam ajaran agama tidak dapat disamakan dengan ajaran etika, jika etika dibatasi dengan sopan santun antar sesama manusia serta hanya berkaitan dengan tingkah laku lahiriah. Akhlak lebih luas maknanya serta mencakup pula beberapa hal yang tidak merupakan sifat lahiriah. Misalnya yang berkaitan dengan sifat batin atau pikiran. Akhlak diniah (agama) mencakup berbagai aspek, dimulai dari akhlak terhadap Allah hingga kepada sesama makhluk (manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan dan benda-benda tak bernyawa). Ibadah adalah suatu bentuk ketundukan dan ketaatan yang mencapai puncaknya sebagai dampak dari rasa pengagungan yang bersemai dalam lubuk hati seseorang terhadap siapa yang kepadanya ia tunduk. Rasa itu hadir akibat adanya keyakinan dalam diri yang beribadah bahwa objek yang kepadanya ditujukan itu memiliki kekuasaan yang tidak dapat terjangkau hakikatnya.
Pernikahan Beda Agama dalam Perspektif Al Qur’an (Analisis Penafsiran Buya Hamka QS. Al Baqarah:221 dan QS. Al Maidah:05) Amalia, Roziana; Jannah, Jamilatul Jannah
JURNAL ILMU AL-QUR'AN DAN TAFSIR NURUL ISLAM SUMENEP Vol. 4 No. 2 (2019): Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : STQINIS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Ada dua pendangan atau pendapat mengenai hukum nikah beda agama. Pertama, pendapat yang mengharamkan: beberapa ulama’ menyepakati bahwa nikah beda agama adalah haram. Sebagaimana dijelaskan dalam Qs. Al Baqarah: 221. Ayat tersebut merupakan dalil yang jelas melarang orang islam, baik yang laki laki maupun yang perempuan. Kedua, pandangan yang membolehkan, Keterangan dalam surat al maidah ayat: 5 merupakan landasan yang menjelaskan kehalalan nikah beda agama. Pendapat mayoritas ulama, mulai dari sahabat, tabi’un, ulama-ulama masa awal dan kontemporer mengatakan bahwa nikah dengan wanita ahl Kitab hukumnya boleh. Tetapi perlu digaris bawahi bahwa orang muslim yang boleh menikah dengan orang non muslim hanya mereka yang memiliki iman yang kuat saja. Dampak dari pernikahan beda agama adalah Retaknya keharmonisan keluarga, Akan Terlepas Salah Satu Agama, Bimbang Dalam Menentukan Agama Anak, Dampak Dari Lingkungan Sosial. Pernikahan Beda Agama Menurut Buya Hamka Dalam Kitab Tafsir Al Azhar. Pertama, berdasarkan Qs. Al Baqarah:221 Hamka menjelaskan bahwa Laki laki yang beriman kalau menikahi perempuan musyrik akan terjadi hubungan yang kacau dalam rumah tangga. Apalagi kalau sudah memiliki keturunan. Kedua, bedasarkan Qs. Al maidah:05 Di sini diterangkan bahwa orang mukmin halal nikah dengan perempuan yang mukminat dan halal pula nikah dengan perempuan Ahlul Kitab. tetapi perlu di garis bawahi, orang mukmin yang boleh menikah dengan ahlu kitab hanya mereka yang memiliki iman yang kuat.
Tradisi Pembacaan Surat Al-Mulk dalam Arisan Lailatul Ijtima’ MWCNU Kec. Bluto Kab. Sumenep (Studi Living Qur’an) ., Syaoki; Sadewa, Mohammad Aristo
JURNAL ILMU AL-QUR'AN DAN TAFSIR NURUL ISLAM SUMENEP Vol. 4 No. 2 (2019): Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : STQINIS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tradisi pembacaan Surah al-Mulk di arisan lailatul ijtima’ MWCNU Kec. Bluto Kab. Sumenep, merupakan sebuah kegiatan rutin yang diterapkan dalam arisan sebagai isi dari setiap perkumpulan berlangsung. tradisi yang didasari oleh kemuliaan Al-Qur’an dan keutamaan Surah al-Mulk yang diyakini oleh anggota di arisan tersebut. Di dalam tradisi ini, memiliki nilai-nilai agama dan sosial hidup anggota arisan lailatul ijtima’ MWCNU Kec. Bluto Kab. Sumenep, serta menyimpan barokah dariAl-Qur’an. Tradisi pembacaan Surah al-Mulk disepakati oleh 7 orang tokoh yang ada di Kec. Bluto, yang di ajukan oleh K. Fadal Gingging agar bisa diterapkan dalam arisan lailatul ijtima’ MWCNU Kec. Bluto Kab. Sumenep. Surah al-Mulk yang di usulkan tidak hanya berlandaskan pada kemauan semata akan tetapi hal ini diarahkan pada manfaat (faedah) pembacaan Surah al-Mulk, yang diyakini sebagai penghalang siksa kubur kelak serta beberapa manfaat lainnya dan menjadi pahala bagi setiap orang yang membaca Al-Qur’an.Tradisi ini diterapkan sejak diadakanya arisan lailatul ijtima’ MWCNU Kec. Bluto Kab. Sumenep yang diawali dengan perbincangan kecil di Podok Pesantren Nurul Huda Pakandangan Barat tepatnya dirumah alm. K. Sufyan Nawawi. Pada saat bincang kecil yang dilakukan dan di hadiri oleh 7 orang diantaranya K. Fathor Kokkoan Kapedi, K. Fadhal Gingging, dan 3 orang lainnya. Sejak tahun 2012 sampai saat ini arisan berjalan sesuai dengan keinginan yang rencanakan dari awal.
Makna Ukhuwah dalam Al-Qur’an Perspektif M.Quraish Shihab (Analisis Tafsir Tematik) Rahman, Abd. Sukkur; Sadewa, Mohammad Aristo
JURNAL ILMU AL-QUR'AN DAN TAFSIR NURUL ISLAM SUMENEP Vol. 5 No. 1 (2020): Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : STQINIS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Ukhuwah yang berasal dari kata ‘akh yang berarti persaudaraan dalam Al-Qur’an meliputi saudara kandung, ikatan saudara, saudara sebangsa waluapun tidak seagama, saudara kemasyarakatan walaupun sering terjadi selisih paham dan persaudaraan seagama. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam Al-Qur’an menjelaskan dalam hal persaudaraan hendaklah tidak saling mencela antar satu dan lainnya, karena hal tersebut akan memecah belah persaudaraan yang seharusnya dibangun dengan pondasi yang kokoh kemudian retak bahkan bermusuhan akibat permasalahan yang tidak dapat diatasi dengan pemikiran yang jernih. Menurut M.Quraish Shihab dalam tafsir tematiknya menyatakan bahwa ukhuwah bukan hanya saudara seibu, seayah ataupun seketurunan akan tetapi kesamaan unsur suku, bangsa Agama serta setanah air agar terciptanya ketentraman dan keharmonisan dalam hubungan manusia. Ukhuwah yang diajarkan oleh Islam yaitu saling menghargai, menghormati dan juga saling toleransi antar sesama Muslim dan sesama non Muslim. Agar orang-orang non Muslim tidak menganggap bahwa Islam adalah Agama yang kejam. Dengan demikian tetaplah menjaga hubungan persaudaraan dengan siapapun. Menurut beliau dalam ukhuwah terdapat empat macam yaitu ukhuwah ubudiyah, ukhuwah insaniyah atau basyariyah, ukhuwah wathaniyyah wa an-nasab, dan ukhuwah fi din al-Islam. Faktor lahirnya persaudaraan adalah persamaan, semakin banyak persamaan maka akan semakin kokoh pula persaudaraan sehingga melahirkan persaudaraan yang hakiki. Dalam mematapkan ukhuwah dalam Islam mengenalkan konsep khalifah agar dapat memelihara, mengarahkan dan membimbing sesuatu agar mencapai tujuan, Islam juga memperkenalkan ajaran bagi pemeluk agama, menghindari sikap yang dapat memperkeruh suasana antar sesama. Konsep dalam berukhuwah ada tiga yaitu tanawwu’al-‘ibadah, al-mukhti’u fi al-ijtihad lahu ajr, dan la hukma lillah qabla ijthad al-mujtahid. Dalam prakteknya ukhuwah sebenarnya dalam QS. Al-Hujurat ayat 10 dapat dijadikan landasan karenanya harus ada ishlah (perbaikan hubungan).
Ikhlas dalam Perspektif Al–Qur’an (Analisis Tafsir M. Quraish Shihab Terhadap QS. Al–An’am Ayat 162-163) Ridho, Achmad Ainur; Jannah, Jamilatul
JURNAL ILMU AL-QUR'AN DAN TAFSIR NURUL ISLAM SUMENEP Vol. 5 No. 1 (2020): Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : STQINIS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam Surat Al-An’am ayat 162-163 dalam pandangan M.Quraish Shihab di dalam tafsir Al-Misbah yaitu, merupakan sumber nilai ilahi, karena nilai-nilai tersebut merupakan nilai yang berasal dari wahyu Allah Swt, nilai ilahi merupakan nilai yang dititihkan dari Allah SWT melalui para Rasul-Nya, yang diperintahkan untuk menyebutkan empat hal yang berkaitan dengan wujud dan aktivitas beliau yaitu; Shalat dan ibadah, serta hidup dan mati.
Etika Berhias Bagi Wanita Menurut Al-Qur’an Surat Al-Ahzab Ayat: 33 Faruqi, Ahmad; Maghfirah, Layliyatul
JURNAL ILMU AL-QUR'AN DAN TAFSIR NURUL ISLAM SUMENEP Vol. 5 No. 1 (2020): Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : STQINIS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Islam sangat menjaga kesucian dan kebersihan seorang perempuan dengan dilarangnya menampakkan perhiasan mereka terhadap siapa saja yang bukan mahramnya, maka dari itu diwajibkan bagi seorang wanita apabila hendak keluar rumah agar supaya berhijab secara syarar’i demi menjaga kemulyaanya dan memeliharanya dari pandangan-pandangan yang merusak dan penglihatan-penglihatan yang beracun serta membentenginya dari incaran penyeleweng. Allah berfirman: يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا Artinya: Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang. (al-Ahzab ayat 59) Kata الجلا بيب itu adalah jamak dari بجلبا (jilbab) yang dikenakan kaum perempuan di kepalanya untuk berhijab dan menutupi dirinya. Allah memerintahkan semua kaum perempuan mukmin untuk menjulurkan jilbab mereka agar menutupi bagian-bagian yang indah dari diri mereka, yaitu rambut, wajah, dan sebagainya, sehingga mereka dikenal sebagai perempuan yang menjaga diri, sehingga mereka tidak terfitnah dan tidak juga membuat orang lain terfitnah oleh diri mereka, lalu mereka diganggu.[1] Sementara itu, pandangan Ibnu Katsir dalam menafsirkan al-Qur’an dibagi menjadi dua, sumber riwayah dan dirayah.[2] Sumber Riwayah, sumber ini antara lain meliputi al-Qur’an, sunnah, pendapat sahabat, pendapat Tabi’in. Dan sumber-sumber tersebut merupakan sumber primer dalam Tafsir Ibnu Katsir. Sumber Dirayah, yang dimaksud sumber Dirayah adalah pendapat yang telah dikutip oleh Ibnu Katsir dalam penafsirannya. Sumber selain dari kitab-kitab kodifikasi pada sumber Riwayat, juga kitab-kitab tafsir dan bidang selainnya dari ulama’ mutaakhirin sebelum atau seangkatan dengannya. Mengawali penafsirannya Ibnu Katsir mengelompokkan ayat-ayat yang brurutan yang dianggap berkaitan dan berhubungan dalam tema kecil, cara ini tergolong model baru pada masa itu. Pada masa sebelumnya atau semasa dengan Ibnu katsir, para mufassir kebanyakan kata perkata atau kalimat perkalimat. Penafsiran perkelompok ayat ini membawa pemahaman adanya munasabah ayat dalam setiap kelompok ayat itu dalam tartib mushafi. Dengan begini akan diketahui adanya keintegralan pembahasan al-Qur’an dalam satu tema kecil yang dihasilkan kelompok ayat yang mengandung munasabah antara ayat-ayat al-Qur’an, yang mempermudah sesorang dalam memahami kandungan al-Qur’an serta yang paling penting adalah terhindar dari penafsiran secara parsial yang bisa keluar dari maksud teks. Dari cara tersebut, menunjukkan adanya pemahaman lebih utuh yang dimiliki Ibnu Katsir dalam memahami adanya munasabah dalam urutan ayat, selain munasabah antar ayat yang telah banyak diakui kelebihannya oleh para peneliti. [1] Syaikh Abdul Aziz bin Baz, 2019. Tabarruj, Untuk Siapa Engkau Berhias. Op.Cit, ha 7 [2] Nur Faizan Mazwan, 2002. Kajian Deskriptif Tafsir Ibnu katsir. Op.Cit, hal 88
Konsep Sukses dalam Perspektif Al-Qur’an Surah Al-Asr Ayat 1-3 Muwafiq, Ahmad; ., Elminatun
JURNAL ILMU AL-QUR'AN DAN TAFSIR NURUL ISLAM SUMENEP Vol. 5 No. 1 (2020): Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : STQINIS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penafsiran para ulama tafsir tentang surah Al-Ashr yaitu; dalam tafsir Quraish Shihab yang mengkutip penafsiran Imam Syafi’I, mengatakan surah ini sebagai salah satu surat yang paling sempurna petunjuknya yaitu; mengingatkan betapa pentingnya waktu, yang dimana kandungan ayat ini berkebalikan dengan kandungan surah At-Takasur yang menjelaskan betapa sombongnnya manusia yang kebanyakan darinya berlonba-lomba menumpuk harta serta menghabiskan waktunya hanya untuk hal tersebut sehingga mereka lalai akan tujuan utama dari kehidupan ini. Dan juga mengkutip pendapat Al-Maraghi, bliau berpendapat bahwa surah yang lalu menggambarkan sifat manusia (At-Takasur) yang mengikuti hawa nafsunya sehingga terjerumus ke dalam kebinasaan, sedangkan surat al-Ashr berbicara tentang sifat manusia yang menghiasi dirinya dengan sifat-sifat terpuji. Dan menurut M. Quraish Shihab sendiri yaitu bagaiman manusia untuk mengkonsep waktunya sebaik mungkin, karena waktu merupakan modal utama manusia. Apabila waktu tidak di isi dengan baik maka ia akan berlalu begitu saja; ia akan hilang. Dan ketika itu jangankan keuntungan yang di dapat modalpun tak akan kembali. Dalam Tafsir Sayyid Quthub, didalam tafsirnya beliau mengatakan, dalam surah yang kecil ini tergambar suatu peraturan hidup yang sempurna bagi manusia sebagaimana yang dikehendaki islam. Ia meletakkan suatu konstitusi islam dalam kehidupan seorang muslim, tentang hakikat dan tujuan hidupnya yang meliputi kewajiban dan tugas-tugasnya. Sedangkan dalam penafsiran Imam Jalaluddin As-Suyuthi yang dimaksud dengan wal- Ashr yaitu demimasa atau zaman yang dimulai dengan tergelincirnya matahari dan di akhiri dengan terbenamnya matahari, yaitu pada waktu ashar. Manusia tidak termasuk dari orang yang merugi jika ia saling menasihati dalam kebenaran, menjalankan amal ketaatan dan menjauhi kemaksiatan.
Konsep Kebahagiaan dalam Surah Al-Insyirah Ayat 1-8 Analisis Tafsir Al-Azhar Karya Buya Hamka ., Syaoki; Imamah, Nurul
JURNAL ILMU AL-QUR'AN DAN TAFSIR NURUL ISLAM SUMENEP Vol. 5 No. 1 (2020): Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : STQINIS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Berdasarkan penelitian ini penulis dapat menyimpulkan bahwa konsep kebahagiaan dalam kehidupan masyarakat adalah dengan senatiasa bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup terutama kebutuhan primer, menekan atau mengurangi kebutuhan, dimana kebutuhan di sini adalah kebutuhan sekunder. Karena jika kebutuhan primer yang dikurangi kebahagiaan tidak akan terwujud. Namun kedua cara ini sulit mewujudkan kebahagiaan jika tidak diimbangi dengan rasa syukur yang ditopang suasana batin dengan sikap sabar dan qonaah. Kedua sikap ini akan mampu meredam kondisi yang menimbulkan kegelisahan dalam hidup meskipun tidak dalam keadaan harta melimpah. Sedangkan konsep kebahagiaan dalam kajian tafsir al-Azhar surah al-Insyirah meliputi: pertama, puncak kebahagiaan yang sesungguhnya adalah mengenal Allah dengan iman. Kedua, berlapang dada atas ketentuan Allah. Ketiga, adalah meyakini bahwa setiap kesulitan pasti ada kemudahan. Keempat, beserah diri kepada Allah setelah melakukan ikhtiyar dengan sungguh-sungguh. Hal ini menunjukkan bahwa kebahagiaan tidak cukup hanya diukur dengan harta benda dan tahta. Dan utuk mendapatkan kebahagiaan sebagaimana dalam kajian tafsir al-Azhar manusia harus beragama, memiliki otak dan budi, sehat jasmani dan rohani, memiliki harta benda yang cukup.
Nilai-Nilai Aqoid Pernikahan dalam Novel Perempuan Terpasung Karya Hani Naqshabandi ., Kusyairi
JURNAL ILMU AL-QUR'AN DAN TAFSIR NURUL ISLAM SUMENEP Vol. 5 No. 2 (2020): Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : STQINIS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sastra dianggap sebagai hasil aktivitas penulis, yang sering dikaitkan dengan gejala-gejala kejiwaan, seperti: obsesi, kontemplasi, sublimasi, bahkan sebagai neuresis. Oleh karena itulah karya sastra disebut sebagai salah satu gejala kejiwaan (Ratna, 2010: 62).Sastra adalah proses pengimajian penulis, antara realita sosial dengan gejala-gejala kejiwaan yang ada dalam dirinya. Sastra mengungkapkan prilaku manusia dalam suatu komunitas yang dianggap berarti bagi aspirasi kehidupan seniman, kehidupan manusia pada umumnya.Sastra secara otomatis menuliskan sikap dan prilaku, dan kejadian-kejadian yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari.Sastra memberikan pemahaman terhadap masyarakat secara tidak langsung. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah (a) teknik pengumpulan data, (b) teknik analisis data. Teknik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan hasil analisis data tertulis secara rinci setiap permasalahan yang berhubungan dengan Nilai-Nilai AqoidPernikahan dalam novel, kemudian dideskripsikan sesuai dengan hasil analisis. Teknik analisis data dalam penelitian ini meliputi 4 tahap: (1) Identifikasi data, (2) Klasifikasi data, (3) Interpretasi data dan (4) deskripsi data secara kualitatif. Tujuan Penelitian ini untuk mendeskripsikandan memperoleh gambaran objektif tentang nilai-nilai aqoid Pernikahan yang dialami tokoh dalam novel “Perempuan Terpasung” karya Hani Naqshabandi pada aspek: Mardhatillah (mencari ridha Allah),Sakinah (ketentraman hati), Mawaddah Warahmah (terjalinnya cinta kasih),dan Mengikuti sunnah Rasul Hasil analisis data tentang Nilai-Nilai Aqoid Pernikahan dalam Novel Perempuan Terpasung Karya Hani Naqshabandi, peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa:1). Nilai-Nilai Aqoid Pernikahan pada aspek mencari ridha Allah. Sarah dalam menjalani kehidupan rumah tangganya, ia selalu berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan ridha Allah SWT.2). Nilai-Nilai Aqoid Pernikahan pada aspek sakinah mawaddah warahmah. Sarah dalam mengarungi bahtera kehidupan rumah tangganya ia berjuang dan berusaha semaksimal mungkin untuk menciptakan dan mewujudkan keluarga harmonis, penuh sakinah, mawaddah, warahmah, merupakan harapan terakhir yang di inginkan oleh Sarah dalam membina kehidupan rumah tangganya.3).Nilai-Nilai Aqoid Pernikahan pada aspek mengikuti sunnah Rasul. Sarah dalam meniti kehidupan rumah tangganya tidak pernah terlepas dari tuntunan Rasulullah, sehingga kehidupan rumah tangganya penuh ketentraman dan kedamaian Sarah selalu mengerjakan amalan-amalan baik yang diperintahkan Rasulullah demi mengharap syafaatnya.