cover
Contact Name
athifatul wafirah
Contact Email
athifatulwafirah12@gmail.com
Phone
628197444487
Journal Mail Official
stiqnis.alqorni@gmail.com
Editorial Address
Jl. KH. Moh. Sirajuddin No. 03, Pondok Pesantren Nurul Islam, Karangcempaka, Bluto-Sumenep 69466
Location
Unknown,
Unknown
INDONESIA
(Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir)
ISSN : 2502549X     EISSN : 25806394     DOI : -
Jurnal kami bertujuan untuk menerbitkan penelitian atau karya tulis ilmiah lainnya yang berkualitas tinggi di bidang Ilmu al-uran dan Tafsir, dengan penekanan khusus pada aspek Hukum, Sains, historis, teologis, dan sosial-budaya. Kami menyambut artikel penelitian asli atau KTI, ulasan, dan esai kritis yang berkontribusi pada pemahaman pemikiran dan praktik Islam.
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 58 Documents
Hukuman Bagi Pezina dalam QS. An-nur Ayat 2 Menurut M. Quraish Shihab Rahman, Abd. Sukkur; Hendero, Mohammad Bambang
JURNAL ILMU AL-QUR'AN DAN TAFSIR NURUL ISLAM SUMENEP Vol. 3 No. 1 (2018): Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : STQINIS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hukuman bagi pezina dalam Surah An-Nur Ayat 2 menurut M. Quraish Shihab adalah perintah Allah Swt untuk mendera pezina ghoiru muhson perempuan dan pezina laki-laki masing-masing seratus kali. Adapun hukuman bagi pezina muhson adalah dirajam. Sementara orang yang beriman dilarang berbelas kasihan kepada keduanya untuk melaksanakan hukum Allah Swt. Serta pelaksanaan hukuman tersebut disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman dengan maksud agar tidak dicontoh oleh yang lain. Dampak dari hukuman bagi pezina dalam Surah An-Nur Ayat 2 menurut M. Quraish Shihab adalah dampak pada upaya menghidupkan ajaran agama, menyebarkannya, dan mengembalikannya kepada bentuk aslinya pada masa awal Islam, pemeliharaan teks-teks suci keagamaan yang benar dan otentik, metode yang benar dalam memahami teks-teks suci, dampak pada hukum Islam sebagai aturan bagi berbagai aspek kehidupan, terpenuhinya upaya ijtihad, sehingga hukum Islam dapat menjawab segala permasalahan yang muncul dalam masyarakat dan dampak pada membedakan hukum Islam yang sebenarnya dengan yang tidak, baik hal tersebut dari Islam sendiri maupun pengaruh dari luar.
Konsep Birrul Walidain dalam Menghadapi Kenakalan Remaja dalam Al-Qur’an Ridho, Achmad Ainur
JURNAL ILMU AL-QUR'AN DAN TAFSIR NURUL ISLAM SUMENEP Vol. 3 No. 1 (2018): Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : STQINIS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam Alqur’an istilah birr Al-walidain diinterpretasikan dengan beberapa penafsiran, diantaranya, berbuat baik kepada ibu bapak itu harus tetap dijaga sekalipun keduanya termasuk orang musyrik, melaksanakan perintah keduanya selama tidak dalam kemaksiatan, melayani keduanya, menjaga keduanya, lebih-lebih ketika keduanya usia lanjut dan mendoakan keduanya, baik sebelum maupun setelah matinya keduanya.Yang termasuk katagori birr Al-walidain adalah berbuat baik kepada keduanya, melaksanakan perintah keduanya selama tidak dalam kemaksiatan, melayani keduanya, meminta idzin kepada keduanya kalau ingin keluar dari rumah, membayarkan hutang maupun nadzar keduanya setelah mereka berdua sudah meningal, tidak mengangkat suaranya melebihi suara keduanya, tidak menakut-nakuti keduanya , misalnya dengan menghunuskan senjata di hadapanya, tidak menyakiti keduanya, baik dengan perkataan, pukulan, lebih-lebih sampai pembunuhan, mendoakan keduanya,baik sebelum maupuan setelah matinya keduanya dan dan tetap menjalin silaturrahim dengan orang yang dicintai oleh kedua orangtuanya, yaitu teman akrabnya ketika pada waktu hidupnya. Untuk menanggulangi kenakalan remaja dapat dilakukan dengan cara pemberian nasehat. Dalam hal pemberian nasihat ini ada baiknya diberikan nasihat itu kepada orang seseorang dengan penuh kasih sayang dan dengan tidak membentaknya. Apalagi orang yang akan diberikan nasihat itu telah melakukan kegiatan kemusyrikan. Padahal sebagai seorang muslim tujuan hidup ini hanyalah untuk menjadi hamba Allah semata, dan bukan yang lainnya. Di satu sisi, para remaja justru masuk kepada jurang kenistaan. Berbagai macam hal yang melanggar berbagai macam norma telah mereka lakukan. Hal ini telah meresahkan semua lapisan masyarakat. Dari pesan Lukman di atas memberikan hikmah kepada kita semua, bahwa nasihat yang diberikan kepada para remaja agaknya mampu untuk memberikan kepada mereka agar mereka dapat merubah tingkah laku mereka agar tidak melakukan hal yang dilarang oleh agama. Karena sesungguhnya tujuan diciptakan manusia oleh Allah hanyalah untuk mengabdi kepadaNya.
Poligami dalam Perspektif Al-Qur’an (Analisis Tafsir Surat an-nisa’ ayat 3) Faruqi, Ahmad; Aziz, Abd.
JURNAL ILMU AL-QUR'AN DAN TAFSIR NURUL ISLAM SUMENEP Vol. 3 No. 1 (2018): Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : STQINIS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dari paparan di atas, maka bisa disimpulkan bahwa ada tiga pandangan ulama terkait poligami. Yaitu Poligami dibolehkan oleh al-Qur’an. Illat (sebab) kebolehan poligami tersebut bukan didorong oleh motivasi seks atau kenikamatan biologis, tetapi oleh motovasi agama, sosial, dan kemanusiaan dan disertai dengan syarat adil di antara para istri. Meskipun poligami dibolehkan, tetapi perlu digaris bawahi bahwa al-Qur’an mengisyaratkan poligami berpotensi besar untuk menyebabkan kezaliman. Oleh karena itu al-Qur’an menganjurkan untuk monogamy. Prinsip perkawinan dalam al-Qur’an adalah monogamy. Syarat poligami menurut poligami menurut poligami menurut ulama yang membolehkan poligami dengan batas maksimal sembilan istri sebagaimana dicontohkan Nabi Muhammad Saw. Muhammad Saw. mengawini janda-janda yang ditinggalkan suaminya yang tewas dalam peperangan. al-Qur‟an pun membolehkan poligami sampai empat istri. Kebolehan poligami maksimal empat ini pun bisa dilakukan hanya dalam keadaan darurat, dengan syarat berbuatadil. Adapun hikmah dari poligami menurut as}-S}abuni ada tiga. Pertama, mengangkat harkat martabat wanita sendiri. Kedua, untuk keselamatan dan terjaganya keluarga. Ketiga, untuk keselamatan masyarakat umum. Disampingitu, as}-Sa}buni, juga harusdiakui bahwa, poligami masih jauh lebih baik dari pergaulan bebas yang melanda duniasecara umum. Juga tidak kalah pentingnya untuk mencatat bahwa, poligami merupakan salah satunya cara menyelesaikan masalah yang muncul, seperti jumlah wanita yang dalam sejarah umat manusia tetap lebih banyak dari pria. Denngan kata lain, polligami bisa dilakukan lebih banyak karena tuntutan sosial masyarakat yang ada.
Konsep Jihad dalam Perspektif Al-Qur’an (Studi Komparatif Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adzim dan Tafsir Fi Zhilalil Qur’an dalam Surat Al-Baqarah Ayat 190-193) Muwafiq, Ahmad; Sadewa, Mohammad Aristo
JURNAL ILMU AL-QUR'AN DAN TAFSIR NURUL ISLAM SUMENEP Vol. 3 No. 2 (2018): Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : STQINIS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Surah al-Baqarah ayat 192-193 menurut Ibnu Katsir bahwa ayat 192 ialah bahwa ketika mereka berhenti melakukan peperangan di tanah Haram(suci), mereka menyerah mau masuk Islam dan bertobat, sesungguhnya Allah akan mengampuni doosa-dosa mereka, sekalipun mereka telah memerangi kaum Muslimin di tanah suci. Dan ayat 193 ialah fitnah yang dimaksudkan adalah syirik dan agama Allah-lah yang menang lagi tinggi berada di atas agama lainnya.. Sedangkan menurut Sayyid Quthb bahwa ayat 192 ialah sungguh sangat mulia ketika orang-orang kafir Quraisy yang berhenti memerangi kaum muslimin itu tidak boleh ada qishah namun perlu digaris bawahi bahwa ampunan itu ialah sebuah penarik bagi kaum kafir untuk berpindah agama. Ayat 193 tujuan perang adalah supaya tidak terjadi fitnah karena fitnah itu lebih berbahaya atau lebih kejam daripada pembunuhan karena mereka (kaum kafir) menggangu umat Islam dalam melaksanakan kebaikan dan dan manhaj. Ibnu Katsir menurut Adz-Zahabi Tafsir Ibn katsir, menggunakan metode menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an, menafsirkan al-Qur’an dengan hadis, menafsirkan al-Qur’an dengan melihat ijtihad-ijtihad para sahabat dan tabi’in. Dalam penyajian tafsir Ibn Katsir ini, menggunakan metode analitis (tahlili). Sedangkan Sayyid Qutbh dalam menafsirkan al-Qur’an ialah dengan menggunakan metode penafsiran dengan Tahlili, sedangkan sumber penafsiran terdiri dari dua tahapan yakni: mengambil penafsiran bil Ma’tsur, kemudian baru menafsirkan dengan pemikiran, pendapat ataupun kutipan pendapat sebagai penjelas dari argumentasinya. Keprihatinannya terhadap kondisi masyarakat saat itu mendorongnya untuk menulis tafsir ini sebagai solusi bagi permasalahannya dengan kebijakan pemerintah Mesir pada saat itu membuatnya menuliskan tafsir bernafaskan pergerakan. Dengan demikian tafsir Fi Zhilalil Qur’an bisa digolongkan kedalam tafsir al-Adabi Ijtima’i (sastra, budaya dan kemasyarakatan).
Etika Bertamu dalam Al-Qur’an (Analisis Penafsiran Ibnu Katsir Surat An-nur Ayat 27-29) Hasyim, Imam; ., Mahmudi
JURNAL ILMU AL-QUR'AN DAN TAFSIR NURUL ISLAM SUMENEP Vol. 3 No. 2 (2018): Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : STQINIS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pada surah An-Nur ayat 27-29 ini berbicara mengenai etika bertamu. Adapun hukum, petunjuk dan pelajaran yang dapat kita ambil di antaranya adalah: Disunahkan ketika bertamu untuk mendahuluinya dengan salam sebelum meminta izin.Haram hukumnya bagi seseorang memandang ke dalam rumah yang bukan rumahnya tanpa izin.Tidak diperbolehkan meminta izin lebih dari tiga kali. Dalam artian jika telah meminta izin sebanyak 3 kali namun tidak ada jawaban dari pemilik rumah maka hendaklah pihak yang bertamu menunda keinginginannya.Jangan hanya mengatakan “saya” ketika ditanya oleh sipemilik rumah “siapa ini?” sebab hal tersebut dapat mengakibatkan kebingunan lantaran pemilik rumah tidak mengetahui secara pasti siapa yang bertamu.Sepantasnya bagi orang yang meminta izin tidak mengetuk pntu terlalu keras. Karena ini termasuk kurang mempunyai etika.Diriwayatkan dari Anas bin Malik, beliau berkata, “Pintu kediaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam diketuk dengan menggunakan kuku.” (HR.Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad). Jika pemilik rumah menyuruh kembali, maka orang yang meminta izin harus kembali. Namun demikian bukan berarti pemilik rumah memiliki kebebasan untuk mengusir tamunya. Tetap harus menjaga perasaan yang bertamu. Tidak diperbolehkan memasuki rumah yang di dalamnya tidak ada seorang pun. Namun hal ini berbeda jika rumah atau tempat kediaman yang akan dimasuki sudah tidak ada penghuninya atau memang sudah tidak dihuni lagi. Sebagai tuan rumah haruslah memuliakan tamu. Dalam artian penyajiannya tidak bermaksud untuk bermegah-megah dan berbangga-bangga, tetapi bermaksud untuk mencontoh Rasulullah SAW dan para Nabi sebelum beliau, seperti Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Beliau diberi gelar “Abu Dhifan” (Bapak para tamu) karena betapa mulianya beliau dalam menjamu tamu.
Urgensi Zikir Perspektif Al-Qur’an (Analisis Tafsir Al-Misbah) Amalia, Roziana; ., Faizah
JURNAL ILMU AL-QUR'AN DAN TAFSIR NURUL ISLAM SUMENEP Vol. 3 No. 2 (2018): Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : STQINIS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Zikir secara arti bahasa ialah mengingat atau menghafal, sehingga untuk mencapai mengingat atau menghafal maka diperlukan kata yang sering diucapkan secara di ulang-ulang. Akan tetapi zikir tidak hanya bermakna pada pengucapan melalui lisan mengenai kalimat-kalimat tauhid (Allah) saja, akan tetapi lebih mencakup pada tataran penghayatan yang dilakukan oleh hati. Kata zikir dalam berbagai bentuk ditemukan dalam al-Quran tidak kurang dari 280 kali. Zikir menurut M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah: secara pengertian sempit adalah yang dilakukan dengan lidah saja. Zikir dengan lidah ini adalah menyebut-nyebut Allah atau apa yang berkaitan dengan-Nya. Sedangkan Zikir dalam pengertian luas adalah keadaan tentang kehadiran Allah dimana dan kapan saja serta kesadaran akan kebersamaan-Nya dengan makhluk.
Kepemimpinan Wanita dalam Surat An-Nisa’: 34 (Studi Komparatif Tafsir Ibnu Katsir & Tafsir Al-Mishbah) ., Syaoki; Arifin, Syamsul
JURNAL ILMU AL-QUR'AN DAN TAFSIR NURUL ISLAM SUMENEP Vol. 3 No. 2 (2018): Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : STQINIS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pandangan Ibnu Katsir dalam kitab Tafsir Al-Quranul Adzim mengenai kepemimpinan wanita, beliau sangat tegas melarang perempuan menjadi pemimpin dalam semua sektor, baik dalam ranah publik ataupun domestik. Hal ini didasarkan pada teks surat an-nisa’ ayat 34 dan dikuatkan dengan hadits riwayat Abu Bakrah yang menyatakan bahwa “Tidak akan beruntung suatu kaum yang urusan mereka dipegang oleh seorang wanita”. Sedangkan M. Quraish Shihab tidak menentang perempuan untuk menjadi pemimpin dalam ranah publik selama ia mempunyai kepampuan untuk memimpin dan tidak mengabaikan tugas pokoknya sebagai istri.
Peran Perempuan dalam Dinamika Sosial Politik Menurut Perspektif Al-Qur’an (Kajian Tafsir Al-Misbah Surah An-Naml Ayat 23-26) Rahman, Abd. Sukkur; Maulidy, Ach.
JURNAL ILMU AL-QUR'AN DAN TAFSIR NURUL ISLAM SUMENEP Vol. 4 No. 1 (2019): Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : STQINIS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Para ulama kebanyakan mempunyai pendapat yang sama tentang bagaimana kiprah perempuan dalam sosial politik, perempuan dan laki-laki mempunyai hak yang sama dalam berkarir baik dipolitik maupun di pendidikan, dari itu para ulama’ menjelaskan bahwa kkesetaraan dalam berkarir sama namun yang berbeda adalah tingkat ketakwaan dan keimanan setiap umat, hali ini dibuktikan dalam Al-Qur’an surat An-Naml Ayat 23-26. Quraish Shihab sendiri sebagai mufassir kontemporer juga berpendapat tentang bolehnya perempuan dalam berpolitik, Quraish Shihab memberikan pendapatnya Pada ayat diatas M. Quraish Shihab mengatakan “ setelah menguraikan kehebatan kerajaan saba’ dari segi material tapi terdapat kelemahan dari negri saba’ yaitu dari segi spritual sesuai yang diuraikan oleh burung Hud-hud, burung itu berkata aku menemukannya, yakni aku menemukan sng ratu itu dan kaumnya, semua penduduk kerajaan saba’ menyembah matahari, yakni mempertuhankannya selain Allah yang maha Esa; dan setan telah memperindan untuk mereka perbuatan-perbuatan mereka, yakni penyembahan matahari dan bintang-bintang sehingga mereka menganggapnya baik dan benar lalu menghalangi mereka dari jalan Allah.
Ikhlas dalam Perspektif Al–Qur’an (Analisis Tafsir M. Quraish Shihab Terhadap QS. Al–An’am Ayat 162-163) Ridho, Achmad Ainur; Jannah, Jamilatul
JURNAL ILMU AL-QUR'AN DAN TAFSIR NURUL ISLAM SUMENEP Vol. 4 No. 1 (2019): Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : STQINIS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dari penelitian yang sudah penulis lakukan tentang ikhlas menurut M.Quraish Shihab adalah segala hal dan dan tindakan dalam berbuat hendaklah didasari oleh niat yang lain. Fokuskan fikiran hanya kepada Allah Sholat untuk Allah, Dzikir untuk Allah, dan semua amal yang kita lakukan hanya untuk Allah. Lupakan semua urusan duniawi, kita hanya tertuju kepada Allah saja, Jangan melakukan rasa Riya’ atau sombong atau juga sum’ah di dalam diri kita, karena itu semua akan merusak rasa keikhlasan. Kecuali hanya mengharap ridha Allah swt. Dalam Surat Al-An’am ayat 162-163 dalam pandangan M.Quraish Shihab di dalam tafsir Al-Misbah yaitu, merupakan sumber nilai ilahi, karena nilai-nilai tersebut merupakan nilai yang berasal dari wahyu Allah Swt, nilai ilahi merupakan nilai yang dititihkan dari Allah SWT melalui para Rasul-Nya, yang diperintahkan untuk menyebutkan empat hal yang berkaitan dengan wujud dan aktivitas beliau yaitu; Shalat dan ibadah, serta hidup dan mati.
Konsep Musyawarah dalam Al-Qur’an (Kajian Tematik dalam Penafsiran M. Quraish Shihab) Faruqi, Ahmad; fitri, Shofi lailatul
JURNAL ILMU AL-QUR'AN DAN TAFSIR NURUL ISLAM SUMENEP Vol. 4 No. 1 (2019): Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : STQINIS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penafsiran M. Quraish Shihab terhadap ayat-ayat musyawarah; Surah al-Baqarah ayat 233 ialah bahwa dalam hal penyusuan atau penyapihan anak hendaklah kedua orang tua melakukan musyawarah. Akan tetapi dalam ayat tersebut beliau lebih menekankan kepada konsep penyusuan anak. Surah Ali-‘Imran ayat 159 ialah bahwa bermusyawarah dalam melakukan rencana supaya tidak terjadi kesalahpahaman dan dengan sikap lemah lembut. Dalam hal ini yang menjadi ibrah bagi kita adalah peristiwa perang Uhud. Surah Asy-Syura ayat 38 ialah bahwa musyawarah itu disamakan dengan madu di mana madu berarti sesuatu yang hasilnya baik sehingga musyawarah adalah upaya untuk mencari pendapat yang lebih baik dari beberapa orang. Musyawarah menurut M. Quraish Shihab adalah diambil dari asal katanya yaitu madu yang berarti hasilnya yang baik sehingga musyawarah adalah mengambil sesuatu yang baik dari beberapa orang yang sedang berkumpul.