cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota medan,
Sumatera utara
INDONESIA
TRANSPARENCY
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Arjuna Subject : -
Articles 216 Documents
AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PERDAMAIAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG TERHADAP IMBALAN JASA PENGURUS Aprilli Dayanti; Sunarmi Sunarmi; Tri Murti
TRANSPARENCY No 1 (2018)
Publisher : Universitas Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PERDAMAIAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG TERHADAP IMBALAN JASA PENGURUS Prof.Dr. Sunarmi, SH., M.Hum* Tri Murti Lubis, SH., MH** Aprilli Dayanti*** Sikap lalai Debitor terhadap pembayaran utang yang dilakukan oleh Debitor merugikan Kreditor, sehingga Kreditor membutuhkan hukum atau aturan mengenai kepastian jika Debitor tidak melakukan kewajibannya dalam memenuhi  perjanjian terhadap pihak-pihak tertentu. Imbalan jasa Pengurus adalah upah yang harus dibayarkan kepada Pengurus setelah kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang berakhir. Adapun permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini yakni pertama bagaimana penundaan kewajiban pembayaran utang di Indonesia, kedua bagaimana kedudukan hukum Pengurus dalam penundaan kewajiban pembayaran utang, ketiga bagaimana akibat hukum pembatalan perdamaian penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) terhadap imbalan jasa Pengurus.   Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif. Adapun bahan yang dijadikan sumber penelitian berupa data sekunder yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan (Library Research) dan dianalisis secara kualitatif.   Penundaan kewajiban pembayaran utang merupakan upaya untuk memusyawarahkan cara pembayaran hutang dengan memberikan  rencana perdamaian untuk seluruh atau sebagian hutang yang dimiliki oleh Debitor. Pembatalan perdamaian PKPU diatur dalam pasal 291 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Pembatalan perdamaian dapat dilakukan hanya apabila Debitor terbukti lalai dalam memenuhi isi perjanjian perdamaian yang telah disahkan (homologasi) oleh Pengadilan. Pengurusan harta Debitor dalam proses PKPU dilakukan oleh Pengurus. Pengurus diberikan imbalan jasa untuk pekerjaan yang telah dilakukannya. Akibat hukum pembatalan perdamaian PKPU terhadap imbalan jasa Pengurus adalah imbalan jasa akan diberikan kepada Pengurus setelah menyelesaikan tugasnya dalam melakukan pemberesan harta pailit Debitor. Besaran imbalan jasa yang akan diterima Pengurus adalah sesuai dengan ketentuan lampiran dalam Permenkumham Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Permenkumham Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pedoman Imbalan Jasa Bagi Kurator dan Pengurus.
AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PERDAMAIAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG TERHADAP IMBALAN JASA PENGURUS Aprilli Dayanti; Sunarmi Sunarmi; Tri Murti
TRANSPARENCY No 1 (2018)
Publisher : Universitas Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (421.424 KB)

Abstract

AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PERDAMAIAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG TERHADAP IMBALAN JASA PENGURUS Prof.Dr. Sunarmi, SH., M.Hum* Tri Murti Lubis, SH., MH** Aprilli Dayanti*** Sikap lalai Debitor terhadap pembayaran utang yang dilakukan oleh Debitor merugikan Kreditor, sehingga Kreditor membutuhkan hukum atau aturan mengenai kepastian jika Debitor tidak melakukan kewajibannya dalam memenuhi  perjanjian terhadap pihak-pihak tertentu. Imbalan jasa Pengurus adalah upah yang harus dibayarkan kepada Pengurus setelah kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang berakhir. Adapun permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini yakni pertama bagaimana penundaan kewajiban pembayaran utang di Indonesia, kedua bagaimana kedudukan hukum Pengurus dalam penundaan kewajiban pembayaran utang, ketiga bagaimana akibat hukum pembatalan perdamaian penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) terhadap imbalan jasa Pengurus.   Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif. Adapun bahan yang dijadikan sumber penelitian berupa data sekunder yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan (Library Research) dan dianalisis secara kualitatif.   Penundaan kewajiban pembayaran utang merupakan upaya untuk memusyawarahkan cara pembayaran hutang dengan memberikan  rencana perdamaian untuk seluruh atau sebagian hutang yang dimiliki oleh Debitor. Pembatalan perdamaian PKPU diatur dalam pasal 291 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Pembatalan perdamaian dapat dilakukan hanya apabila Debitor terbukti lalai dalam memenuhi isi perjanjian perdamaian yang telah disahkan (homologasi) oleh Pengadilan. Pengurusan harta Debitor dalam proses PKPU dilakukan oleh Pengurus. Pengurus diberikan imbalan jasa untuk pekerjaan yang telah dilakukannya. Akibat hukum pembatalan perdamaian PKPU terhadap imbalan jasa Pengurus adalah imbalan jasa akan diberikan kepada Pengurus setelah menyelesaikan tugasnya dalam melakukan pemberesan harta pailit Debitor. Besaran imbalan jasa yang akan diterima Pengurus adalah sesuai dengan ketentuan lampiran dalam Permenkumham Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Permenkumham Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pedoman Imbalan Jasa Bagi Kurator dan Pengurus.
PENERAPAN PRINSIP PIERCING THE CORPORATE VEIL DALAM KASUS PERDATA ANTARA PT. CIMB NIAGA TBK VS PT. ADI PARTNER PERKASA, DKK (STUDI PUTUSAN NOMOR: 313/PDT.G/2011/PN.JKT.SEL) Ruth Siallagan; Bismar Nasution; Deta Sukarja
TRANSPARENCY Vol 1, No 1 (2015)
Publisher : Universitas Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (368.37 KB)

Abstract

ABSTRAK PenerapanPrinsipPiercing The Corporate Veil dalamKasusPerdataAntara PT. CIMB NiagaTbk VS PT. Adi Partner Perkasa, Dkk. (StudiPutusanNomor: 313/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Sel) Ruth Secylia Siallagan* Bismar Nasution** Detania Sukarja***   Perseroan Terbatas (Perseroan) selaku organisasi usaha berbadan hukum memiliki kedudukan yang setara dengan manusia di hadapan hukum. Hal ini dilandasi dengan kebolehannya untuk melakukan perbuatan hukum dan dapat juga ditutut pertanggungjawabannya atas tindakan yang dilakukan atas nama suatu perseroan. RUPS, direksi dan dewan komisaris selaku organ Perseroan memiliki andil yang besar dalam pengambilan kebijakan (policy) oleh perseroan. Ketiganya berperan aktif dalam menentukan tindakan-tindakan yang dilaksanakan oleh perseroan. Kendati demikian, ketiganya memiliki kewajiban untuk bertanggungjawab atas kerugian yang diperoleh atas tindakan hukum yang dilakukan oleh perseroan. Pertanggungjawaban tersebut bersifat terbatas (limited liability). Namun, ada kalanya pertanggunjawaban tersebut dapat dituntutkan secara penuh kepada organ perseroan yang melakukan perbuatan yang menyalahi tugas dan tanggungjawabnya  atau mempengaruhi kebijakan perseroan yang berujung pada terjadinya pelanggaran hukum atau kerugian terhadap perseroan. Penuntutan pertanggungjawaban ini diakomodir dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dengan berdasar pada prinsip piercing the corporate veil yang merupakan prinsip yang menegasikan pertanggungjawaban terbatas yang dimiliki oleh organ perseroan. Penerapan prinsip piercing the corporate veil telah ada dalam tatanan praktik hukum di Indonesia, penerapan prinsip ini memberikan titik cerah akan transparansi dalam pengelolaan dan pengambilan kebijakan suatu perseroan. Sehingga perseroan melalui organnya juga turut berhati-hati dan taat pada ketentuan peraturan perundang-undangan dalam pengambilan kebijakan perseroan karena telah ada hukum yang mengikatnya. Penulis melaksanakan penelitian terhadap penerapan prinsip ini dalam praktik penegakan hukum di Indonesia. Metode yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian kepustakaan (library research) yang bersifat normatif yaitu penelitian dengan cara mengumpulkan data-data sekunder, yang merupakan bahan hukum primer, sekunder dan tersier melalui peraturan perundang-undangan, buku-buku, dan media elektonik/internet.
PENERAPAN PEMBUKAAN RAHASIA NASABAH BANK OLEH OJK DALAM HAL PEMERIKSAAN PERPAJAKAN MELALUI APLIKASI ELEKTRONIK BERDASARKAN POJK NO.25/POJK.03/2015 Junita Sari Sari; Bismar Nasution; Tri Murti
TRANSPARENCY Vol 1, No 1 (2015)
Publisher : Universitas Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (232.929 KB)

Abstract

ABSTRAK PENERAPAN PEMBUKAAN RAHASIA NASABAH BANK OLEH OJK DALAM HAL PEMERIKSAAN PERPAJAKAN MELALUI APLIKASI ELEKTRONIK BERDASARKAN POJK NO.25/POJK.03/2015 Junita Sari* Bismar Nasution** Tri Murti Lubis*** Bank sebagai lembaga keuangan mempunyai kewajiban menjaga dan melindungi rahasia bank sesuai dengan Perundang-undangan walaupun sifatny terbatas, membuka rahasia bank di perbolehkan demi kepentingan negara dan kepentingan hukum seperti perpajakan, dan lainnya. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan lembaga Keuangan yang berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan dalam sektor jasa keuangan,dimana Ditjen Pajak dan OJK berkoordinasi meliputi pengaturan tentang pembukaan rahasia nasabah bank dalam rangka pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan dan penagihan dibidang perpajakan melalui aplikasi elektronik. Metode penulisan yang dipakai dalam skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif, bahan analisa di dalam penelitian ini adalah bahan skunder, Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research), maka analisis data yang di pergunakan adalah pendekatan kualitatif. Pengaturan mengenai rahasia bank menurut Undang-Undang Perbankan adalah pasal 40 sampai dengan pasal 45 UU No.7 Tahun 1992 Jo UU No.10 Tahun 1998.Koordinasi ditjen pajak dan OJK dalam hal pembukaan rahasia bank adalah dengan ditandatanganinya Nota Kesepahaman SP.22/DKNS/OJK/III/2017 No.10/2017 maka kerjasama dan koordinasi antara OJK dan ditjen pajak semangkin optimal untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dari tugas masing-masing.Penerapan pembukaan rahasia bank oleh OJK dalam Hal pemeriksaan perpajakan melalu aplikasi elektronik berdasarkan POJK No.25/POJK.03/2015 adalah dengan aplikasi pembukaan rahasia bank secara elektronik ini bertujuan untuk mempersingkat waktu penyelesaian permohonan akses data nasabah bank, namun proses penerbitan surat perintah pembukaan rahasia bank tetap mengikuti produser dan memenuhi persyaratan yaang berlaku sesuai UU perbankan dan peraturan pelaksanaan lainnya. OJK juga sedang menyiapkan ketentuan pelaksana lebih lanjut berupa surat edaran OJK yang khusus mengatur mengenai AEOI. Pertukaran informasi secara otomatis adalah pertukaran informasi berkenaan dengan keperluan perpajakan antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Negara Mitra atau Yuridiksi Mitra yang dilakukan secara berkala pada waktu tertentu, sistematis dan berkesinambungan yang jenis dan tata cara pertukaran informasinya diatur berdasarkan perjanjian antara Negara Indonesia dengan Negara Mitra atau Yuridiksi Mitra.
PERTANGGUNGJAWABAN PERUSAHAAN INDUK SEBAGAI CORPORATE GUARANTEE TERHADAP ANAK PERUSAHAAN TERKAIT ADANYA PEMBERIAN FASILITAS KREDIT INVESTASI OLEH PERBANKAN Priawan Harmasandi; Bismar Nasution; Keizerina Devi
TRANSPARENCY Vol 1, No 1 (2015)
Publisher : Universitas Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (290.345 KB)

Abstract

PERTANGGUNGJAWABAN PERUSAHAAN INDUK SEBAGAI CORPORATE GUARANTEE TERHADAP ANAK PERUSAHAAN TERKAIT ADANYA PEMBERIAN FASILITAS KREDIT INVESTASI OLEH PERBANKAN     Priawan Harmasandi Raharjo[1] Bismar Nasution[2] Keizerina Devi Azwar[3] ABSTRACT One which becomes the capital source for subsidiaries namely using their banking credit facilities. But, banks need a guarantee which may give trust and certainty to them to be able to receive their money back in the event of bad debts of the subsidiaries credit. Moreover, credit asked by the subsidiaries is an investment bank credit that categorized as a big one. One who can be credit guarantees for subsidiaries is the parent company. Therefore, the legal act will certainly give legal effects on its own. It becomes a background in writing of this thesis that are to find out the settings guarantee credit banking in Indonesia, to find out legal relationship between parent company and subsidiaries in terms of guarantee in Indonesia, and to find out the accountability of parent company as corporate guarantee to subsidiaries related to the granting of credit facilities by investment banking. Methods used in writing the thesis is normative legal research (juridical normative) because this research done by means of analyzing law written in library materials or secondary data and reference materials in the field of law. Based on the results of the normative legal research (juridical normative) noted that credit guarantee arrangements banking in Indonesia that is generally found in the article 1131 of Book of Civil Law Legislation and also found in Act No. 10 in 1998 about the Changes Of Act No.7 in 1992 On Banking which in the Act is better known as the collateral. The legal relationship that exists between a parent company and its subsidiaries in terms of guarantee in Indonesia is the parent company can provide corporate guarantee for its subsidiaries. The accountability of parent company as corporate guarantee of subsidiaries related to the granting of credit facilities by investment banking, namely that the parent company is fully responsible for the subsidiary's credit. [1] Students of Law Faculty University of Sumatera Utara [2] Supervisor I, Lecturer of Law Faculty University of Sumatera Utara [3] Supervisor II, Lecturer of Law Faculty University of Sumatera Utara
KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM KEGIATAN INVESTASI DI KAWASAAN HUTAN ADAT TERKAIT DENGAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 35/PUU-X/2012 NATASHA Siregar; Mahmul Siregar; Rosnidar Sembiring
TRANSPARENCY Vol 1, No 1 (2016)
Publisher : Universitas Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (321.005 KB)

Abstract

ABSTRAK KEBERADAAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM KEGIATAN INVESTASI DI KAWASAN HUTAN ADAT TERKAIT DENGAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 35/PUU-X/2012 Natasha Siregar* Mahmul Siregar** Rosnidar Sembiring*** Masyarakat hukum adat merupakan elemen dari Negara Republik Indonesia yang memerlukan perhatian khusus dari pemerintah. Sebagai mahluk sosial, masyarakat hukum adat memerlukan sumber-sumber kehidupan. Hutan adat yang dekat dengan masyarakat hukum adat itu menjadi skala prioritas bagi mereka dalam mendapatkan kehidupan. Untuk mendapatkan sumber kehidupan itu dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya melalui investasi pada hutan adat. Ide Investasi ini memiliki bermacam-macam persoalan diantaranya, bagaimana eksistensi dari masyarakat hukum adat dalam melakukan tindakan hukum, bagaimana pengaturan kegiatan investasi yang berada diwilayah hutan, dan bagaimana bentuk dari wujud keterlibatan masyarakat hukum adat dalam investasi tersebut. Hal ini menjadi sangat krusial untuk dibahas sejalan dengan muculnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 tentang pengujian materi Undang-Undang Kehutanan terhadap Undang-Undang Dasar.          Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif. Sumber data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder yang terdiri atas bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Keseluruhan data tersebut dikumpulkan dengan menggunakan metode pengumpulan data studi kepustakaan. Kemudian dalam menganalisis data penelitian digunakan analisis normatif kualitatif, dimana data disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif hingga akhir hasilnya tertuang dalam bentuk skripsi ini. Pengakuan hukum terhadap masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya telah dilaksanakan oleh negara yang masih memerlukan pengkonkritan hak-hak tradisional masyarakat hukum adat. Pengakuan itu bila dilihat dari sudut investasi pada kawasan hutan terdapat perbedaan-perbedaan yang memerlukan unifikasi untuk memudahkan pengguna peraturan. Bila kedua hal diatas terwujud maka keterlibatan masyarakat hukum adat dalam kegiatan
PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 Zepryanto Saragih; Bismar Nasution; Windha Windha
TRANSPARENCY Vol 1, No 1 (2016)
Publisher : Universitas Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (137.305 KB)

Abstract

CONSUMER PROTECTION BASED ON FINANCIAL SERVICES SECTOR LAW NUMBER 21 OF 2011 AND LEGISLATION OF 1999 NUMBER 8 *) Zepryanto P. Saragih **) Bismar Nasution ***) Windha   ABSTRACT Consumer law in perspective Law Number 8 of 1999 on Consumer Protection is the ultimate consumer. According to Law Number 21 of 2011 on the Financial Services Authority, the consumer is not only the end consumer, but also among consumers. Limitation of consumers in these two laws have an impact on consumer protection. The issues raised in this paper is how to limit consumers in the financial services sector, how the form of legal protection for the consumer in terms of Law Number 21 of 2011 on the Financial Services Authority and Law Number 8 of 1999 on Consumer Protection, and how the position of Law Number 8 of 1999 on Consumer Protection against Law Number 21 of 2011 on the Financial Services Authority related to consumer protection. Methods of research conducted in this thesis is the workmanship that relies on normative legal norms, this study is descriptive and analytical, because it describes the problem in a way translate. The method of data collection is library research, which conducts research using data from a variety of reading materials, such as legislation, books, newspapers, and Internet sites are considered relevant to the subject matter covered. Consumer financial services sector, particularly investors in the capital market to the attention of the consumer protection financial services sector. Birth of Law Number 21 of 2011 on the Financial Services Authority puts consumers not only as users, end users or beneficiaries, but also those who commercialize goods and / or services. These developments affect the legal protection of the consumer in a preventive and repressive. The use of the principle of lex specialis derogate lex generalis and principle of lex posterior derogate lex priori is needed in order to provide clarity to the provisions of this law to see the position of Law Number 8 of 1999 on Consumer Protection of the Law Number 21 of 2011 on the Financial Services Authority related to consumer protection.   *) Mahasiswa Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara **) Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ***) Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
AKIBAT HUKUM TERHADAP PENANGGUNG UTANG SEBAGAI JAMINAN PERUSAHAAN YANG DINYATAKAN PAILIT ATAS KREDITUR MENURUT PERATURAN KEPAILITAN (STUDI KASUS PT. JAYA LESTARI) Kristina Nababan; Bismar Nasution; Mahmul Siregar
TRANSPARENCY Vol 1, No 1 (2016)
Publisher : Universitas Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (421.457 KB)

Abstract

ABSTRAK AKIBAT HUKUM TERHADAP PENANGGUNG UTANG SEBAGAI JAMINAN PERUSAHAAN YANG DINYATAKAN PAILIT ATAS KREDITUR MENURUT PERATURAN KEPAILITAN (STUDI KASUS PT. JAYA LESTARI)   Mahasiswa* Dosen Pembimbing I** Dosen Pembimbing II***       Pengaturan yang mengatur secara spesifik terhadap kedudukan hukum guarantor dalam kepailitan, terutama guarantor yang telah melepaskan hak-hak istimewanya sebagai Penanggung. Hal ini menimbulkan ketidakpastian hukum, tercermin dalam perbedaan pendapat ahli hukum serta perbedaan penafsiran Hakim terkait kedudukan hukum guarantor. Tujuan analisis yang dilakukan adalah untuk mengetahui kedudukan hukum Penjamin yang telah melepaskan hak-hak istimewanya dalam kepailitan serta untuk mengetahui penyelesaian terkait permasalahan hukum dimana Corporate Guarantor dipailitkan terlebih dahulu tanpa dipailitkannya Debitur dalam kaitannya dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 158 K/Pdt.Sus Pailit/2014 Tahun 2014. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif yang menggunakan bahan pustaka atau data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data melalui penelusuran dokumen-dokumen maupun buku ilmiah untuk mendapatkan landasan teoritis berupa bahan hukum positif yang sesuai dengan objek yang akan diteliti. Alat pengumpulan data yang dipergunakan berupa dokumen. Teknik analisis data yang dipakai adalah teknik analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan yang berlaku saat ini juga memungkinkan bagi guarantor untuk dipailitkan tanpa dipailitkannya Terjamin atau Debitur-utama. Sebagai studi kasus, dalam skripsi ini diteliti perkara kepailitan PT. Jaya Lestari yang dinyatakan pailit dalam kedudukan hukumnya sebagai guarantor.      
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG SAHAM MINORITAS PADA PERUSAHAAN YANG MELAKUKAN AKUISISI Ruth Marbun; Bismar Nasution; Mahmul Siregar
TRANSPARENCY Vol 1, No 1 (2016)
Publisher : Universitas Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (406.95 KB)

Abstract

ABSTRACT LEGAL PROTECTION FOR MINORITY SHAREHOLDERS ON COMPANIES THAT MAKE ACQUISITIONS The development of the current economic system encourages a lot of companies to make acquisitions in order to strengthen their organization's condition. The acquisition that happens often cause unfairness to minority shareholders. However, based on Law Number 40 of 2007 on Limited Liability Company, it explains that the acquisition must show mutual benefit for both parties. Therefore there is a need to form some type of protection for the minority shareholders in the implementation of the acquisition
PERLINDUNGAN HAK CIPTA KARYA MUSIK TERKAIT KESAMAAN MELODI DALAM DUA KOMPOSISI MUSIK BERBEDA Reinhard Sidabalok; Keizerina Devi; Deta Sukarja
TRANSPARENCY Vol 1, No 1 (2016)
Publisher : Universitas Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (356.289 KB)

Abstract

ABSTRAK   Perlindungan hak cipta diperlukan untuk mendorong apresiasi dan membangun sikap masyarakat untuk menghargai hak seseorang atas ciptaan yang dihasilkannya dan menstimulir atau merangsang aktivitas para pencipta agar terus mencipta serta lebih kreatif. Untuk melindungi karya cipta yang dibuat oleh penciptanya maka Indonesia memiliki Undang-Undang Hak Cipta sendiri. Pemberian perlindungan bagi pencipta lagu memang harus dilaksanakan agar karya-karya intelektual terutama musik atau lagu mendapat kepastian hukum. Hal ini yang melatarbelakangi ketertarikan penulis untuk menulis skripsi ini dengan beberapa permasalahan mengenai bagaimana pengaturan hukum mengenai hak cipta atas karya musikdi Indonesia, bagaimana kriteria kesamaan melodi dalam 2 (dua) komposisi musik yang berbeda dikaitkan dengan tindakan plagiat dan bagaimana perlindungan hak cipta atas karya musik terkait kesamaan melodi dalam 2 (dua) komposisi musik berbeda. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode yang bersifat deskriptif analistis karena hasilnya memberikan gambaran dan sistematik tentang perlindungan hak cipta atas karya musik. Selanjutnya jenis penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang bersifat kualitatif yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam perundang-undangan serta norma-norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Dalam mengumpulkan data-data dalam penelitian ini penulis menggunakan studi pustaka, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang diperoleh melalui peraturan perundang-undangan, buku-buku, pendapat sarjana hukum, hasil seminar, artikel dari media elektronik dan sumber-sumber lain yang berkaitan dengan penelitian ini. Undang-Undang hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 memberikan perlindungan hukum terhadap pencipta lagu dengan mencantumkan sanksi pidana dan sanksi perdata terhadap pihak-pihak yang melakukan pelanggaran. Oleh karena itu pencipta harus lebih teliti dalam menciptakan suatu karya agar tidak dapat dikatakan suatu tindakan pelangggaran hak cipta.

Page 7 of 22 | Total Record : 216