cover
Contact Name
Andi Musthafa Husain
Contact Email
andimusthafa@gmail.com
Phone
+6281328760156
Journal Mail Official
siradpelitawawasan@gmail.com
Editorial Address
Ngelosari, Purwobinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta
Location
Kota yogyakarta,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
SiRad: Pelita Wawasan
Published by Yayasan Nurul Musthafa
ISSN : -     EISSN : 30905591     DOI : https://doi.org/10.64728/sirad.v1i1.art1
The name "SiRad" is an abbreviation of Pelita Wawasan, which translates as "The Light of Insight" a symbol of enlightenment in the world of knowledge. The term also draws inspiration from the Arabic word siraj (siraj), meaning lamp or light, as mentioned in the Quran as a symbol of illumination. In the context of this journal, SiRad represents an intellectual beacon that sheds light on academic discourse and social transformation. Jurnal SiRad: Pelita Wawasan is an open-access scholarly journal published by Yayasan Nurul Musthafa. This journal focuses on the publication of research articles, literature reviews, case studies, and conceptual papers that critically address contemporary issues in the fields of education, humanities, and social sciences. This journal serves as a platform for advancing transformative thinking, interdisciplinary approaches, and critical reflection on the dynamics of education, culture, society, and public policy. Topics covered by this journal include but are not limited to Education - learning technologies, religious moderation, curriculum innovation; Humanities - cultural studies, communication, history, and Islamic civilization; Social Sciences - public policy, political dynamics, behavioral economics, and the intersection of religion and society. Jurnal SiRad: Pelita Wawasan is published three times a year in February, June, and October, and is freely accessible to support inclusive and impactful knowledge dissemination.
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 10 Documents
Search results for , issue "June (Vol. 1 No. 2, 2025)" : 10 Documents clear
Reinterpreting the Concept of Āsyirūhunna bil Ma‘rūf in QS. An-Nisā’ Verse 19 through the Qira’ah Mubādalah Approach Harahap, Adi Harmanto; Rizki, Muh.; Jera, Almi
SiRad: Pelita Wawasan June (Vol. 1 No. 2, 2025)
Publisher : Yayasan Nurul Musthafa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.64728/sirad.v1i2.art1

Abstract

The interpretation of the concept ‘āsyirūhunna bil ma‘rūf in QS. An-Nisā’ verse 19 has become increasingly significant in contemporary Islamic discourse, particularly concerning gender justice and marital relations. Classical tafsir traditions tend to interpret this concept within a patriarchal framework, positioning the husband as the dominant figure in the household. This study aims to offer an alternative reading using the Qira’ah Mubādalah approach, which emphasizes reciprocity, equality, and justice in gender relations. Employing a qualitative method based on literature review, this article analyzes classical interpretations such as those by Ibn Kathīr, al-Ṭabarī, and al-Qurṭubī, alongside contemporary perspectives developed by Faqihuddin Abdul Kodir. The findings reveal that the phrase ‘āsyirūhunna bil ma‘rūf is not merely a command for husbands to treat their wives kindly but reflects a principle of mutual and equitable relationship. The Qira’ah Mubādalah approach allows for a more contextual and inclusive reconstruction of this verse’s meaning, making it relevant to the evolving social realities of contemporary Muslim communities. This study contributes to the development of gender-just Qur'anic interpretations and strengthens the paradigm of marital partnership rooted in mutual respect and fairness. [Penafsiran terhadap konsep ‘āsyirūhunna bil ma‘rūf dalam QS. An-Nisā’ ayat 19 menjadi penting dalam diskursus keislaman kontemporer, terutama terkait isu keadilan gender dan relasi suami-istri. Dalam tradisi tafsir klasik, konsep ini cenderung ditafsirkan dalam kerangka patriarkal yang menempatkan suami sebagai figur dominan dalam rumah tangga. Penelitian ini bertujuan untuk menawarkan pembacaan alternatif melalui pendekatan Qira’ah Mubādalah, yang menekankan prinsip kesalingan, kesetaraan, dan keadilan dalam relasi gender. Dengan menggunakan metode kualitatif berbasis studi pustaka, artikel ini menganalisis berbagai tafsir klasik seperti karya Ibn Kathīr, al-Ṭabarī, dan al-Qurṭubī, serta tafsir kontemporer seperti yang dikembangkan oleh Faqihuddin Abdul Kodir. Hasil kajian menunjukkan bahwa frasa ‘āsyirūhunna bil ma‘rūf tidak semata merupakan perintah bagi suami untuk berbuat baik kepada istri, melainkan mencerminkan prinsip relasi timbal balik yang adil dan setara. Penafsiran melalui Qira’ah Mubādalah mampu merekonstruksi makna ayat ini secara lebih kontekstual dan inklusif, serta relevan dengan dinamika sosial masyarakat Muslim saat ini. Temuan ini memberikan kontribusi terhadap pengembangan tafsir berbasis keadilan gender dan memperkuat paradigma relasi pernikahan yang berlandaskan kemitraan.]
Pengembangan Life Skill Perempuan Lewat Pengelolaan Sampah di Bokoharjo, Sleman Wijayanti, Punik Mumpuni; Utami, Utami
SiRad: Pelita Wawasan June (Vol. 1 No. 2, 2025)
Publisher : Yayasan Nurul Musthafa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.64728/sirad.v1i2.art8

Abstract

At the end of the 21st century, various community empowerment programs have emerged, focusing on environmental sustainability due to increasing environmental degradation and growing awareness of the need for conservation. Indonesia, as the world's second-largest food waste producer in 2021 according to The Economist Intelligence Unit, faces significant waste management challenges.Environmental issues are also linked to ecofeminism, where women play an active role in environmental preservation to create an eco-friendly and women-friendly society. Therefore, this program aims to support women in waste management, enhancing their awareness and concern for environmental sustainability. Bokoharjo Village, where women make up approximately 50% of the total population, has been chosen as the target location to optimize their creativity in waste management, particularly in tourist areas. The program includes condition analysis, increasing women's involvement in household waste management, empowering economically unproductive communities, and fostering partnerships with relevant stakeholders.The program employs a women’s empowerment approach through training and mentoring. The outcomes include the publication of an accredited journal and the development of an independent household waste management system. This initiative has successfully improved women's life skills in household management, creativity, and entrepreneurship. By transforming waste into economically valuable products, women in Bokoharjo can enhance their family income while contributing to environmental conservation. Additionally, the program strengthens women's roles as agents of change within their families and communities, leading to improved well-being and environmental awareness. [Di akhir abad ke-21, muncul berbagai program pemberdayaan masyarakat yang berfokus pada lingkungan akibat meningkatnya kerusakan alam dan kesadaran akan pentingnya keberlanjutan. Indonesia, sebagai penghasil sampah makanan terbesar kedua di dunia pada 2021 menurut The Economics Intelligence Unit, menghadapi tantangan besar dalam pengelolaan limbah.Isu lingkungan juga berkaitan dengan ekofeminisme, di mana perempuan berperan aktif dalam menjaga kelestarian alam demi terciptanya kehidupan yang eco-friendly dan women-friendly. Oleh karena itu, program ini bertujuan mendampingi perempuan dalam pengelolaan sampah guna meningkatkan kesadaran dan kepedulian mereka terhadap lingkungan.Kalurahan Bokoharjo, dengan penduduk perempuan sekitar 50% dari total populasi, menjadi sasaran program ini untuk mengoptimalkan kreativitas mereka dalam mengelola sampah, terutama di kawasan wisata. Program ini meliputi analisis kondisi, peningkatan peran perempuan dalam pengelolaan sampah rumah tangga, pemberdayaan masyarakat tidak produktif secara ekonomi, serta kolaborasi dengan mitra. Metode yang digunakan dalam program ini adalah pemberdayaan perempuan melalui pelatihan dan pendampingan. Hasil dari program ini meliputi penerbitan jurnal terakreditasi dan pengembangan sistem pengelolaan sampah rumah tangga mandiri.Program ini telah berhasil meningkatkan keterampilan hidup (life skill) perempuan dalam manajemen rumah tangga, kreativitas, dan kewirausahaan. Dengan mengolah sampah menjadi produk bernilai ekonomi, perempuan di Bokoharjo mampu meningkatkan penghasilan keluarga sekaligus berkontribusi pada pelestarian lingkungan. Selain itu, program ini juga memperkuat peran perempuan sebagai agen perubahan di keluarga dan komunitas, yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan dan kesadaran lingkungan.]
Gender Role Transformation in The Position of Marriage Registration Officer: A Comparative Study of Islamic Family Law in Indonesia and The Muslim World Afrilian, Andre; Mufti, Zaenul; Akmal, Khairul
SiRad: Pelita Wawasan June (Vol. 1 No. 2, 2025)
Publisher : Yayasan Nurul Musthafa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.64728/sirad.v1i2.art6

Abstract

The role of the Marriage Registration Officer (PPN) is considered very important in the KUA agency because marriage is a sacred event in order to protect the dignity and sanctity, especially of women and aims to provide legal certainty and control over personal interests and social life of the community, therefore it needs to be recorded and it becomes a valid requirement for marriage for the state as Paragraph 2 Article 2 of Law No. 1 of 1974 concerning Marriage. However, in the implementation mechanism, marriage registration officials in Indonesia have only focused on men, and it is questionable whether women can also carry out this task considering that in reality today there are equal rights and obligations between women and men in various spheres of social life. In this case, some people think that Indonesia and several other Islamic countries still do not apply gender equality in their social life which has been applied in several Islamic countries such as Morocco, Egypt and Turkey. The research method used in this research is descriptive-analytical techniques and library research and uses a gender and comparative studies approach that focuses on comparing legal systems and practices in various countries to understand the differences and similarities in the acceptance and implementation of the role of women as Marriage Registrar Employees. The results of this study are the values that motivate some Islamic countries not to make women as marriage registrars such as different madhhabs or different views on the concept of gender in several Islamic countries. [Peranan Pegawai Pencatat Nikah (PPN) dinilai sangat penting dalam instansi KUA karena pernikahan merupakan peristiwa sakral dalam rangka melindungi martabat dan kesucian terutama para wanita dan bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan kontrol terhadap kepentingan pribadi dan kehidupan bersosial masyarakat, oleh karenanya perlu dicatat dan itu menjadi sayarat sahnya pernikahan bagi negara sebagaimana Ayat 2 Pasal 2 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Namun dalam mekanisme pelaksanaannya pegawai pencatat nikah di Indonesia hingga kini hanya berkutat kepada laki-laki, dan menjadi pertanyaan apakah wanita juga bisa mengemban tugas tersebut mengingat realitanya dewasa ini terdapat persamaan hak dan kewajiban antara wanita dan laki-laki dalam berbagai lingkup kehidupan bersosial. Dalam hal ini sebagian orang beranggapan bahwa Indonesia dan beberapa negara Islam lainnya masih belum menerapkan gender equality dalam kehidupan sosialnya dimana telah diterapkan di beberapa negara Islam seperti Maroko, Mesir dan Turki. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah dengan teknik deskriptif-analitis dan studi pustaka (library research) dan menggunakan pendekatan studi gender dan komparatif yang fokus pada perbandingan sistem hukum dan praktik di berbagai negara untuk memahami perbedaan dan persamaan dalam penerimaan dan pelaksanaan peran wanita sebagai Pegawai Pencatat Nikah. Adapun hasil dari penelitian ini adalah adanya nilai-nilai yang melatarbelakangi beberapa negara Islam untuk tidak menjadikan wanita sebagai pencatat nikah seperti berbedanya mazhab atau berbedanya pandangan terhadap konsep gender di beberapa negara Islam.]
Analisis Kebijakan Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran PAI di Sekolah Dwi Marliana, Yufita
SiRad: Pelita Wawasan June (Vol. 1 No. 2, 2025)
Publisher : Yayasan Nurul Musthafa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.64728/sirad.v1i2.art5

Abstract

Nowadays, the topic of character education, especially related to the decline in morality among students, is continuously discussed endlessly in the world of education. Character education policy is all efforts formulated by the government and educational institutions to instill moral values ​​in each individual. The efforts that need to be made to implement character education are through optimizing the PAI learning process. PAI learning plays an important role in building character in each individual. This study aims to analyze the implementation policy of character education in PAI learning in schools, the type of research is through library research, the data collection technique is through literature studies, where the sources of the research are from relevant books and journals. The data analysis is through data reduction, data presentation, and drawing conclusions. The implementation of character education through teaching and learning activities in PAI subjects carried out at the level of education requires collaboration and commitment from the parties concerned so that moral or character values ​​can realize a good person in their entirety. Schools as educational institutions can find out the effectiveness of the implementation of character education policies through comprehensive and ongoing evaluations so that they can take place more optimally. Character education is a strong initial foundation at all levels of education that can have a positive impact on a person. [Pada masa kini, topik permasalahan mengenai pendidikan karakter terutama terkait dengan penurunan moralitas di kalangan pelajar terus-menerus diperbincangkan tiada habisnya di dunia pendidikan. Kebijakan pendidikan karakter adalah segala usaha yang dirumuskan pemerintah dan lembaga pendidikan untuk menanamkan nilai moral pada pribadi masing-masing. Adapun usaha yang perlu dikerahkan untuk mengimplementasikan pendidikan karakter yaitu melalui pengoptimalan proses pembelajaran PAI. Pembelajaran PAI berperan penting untuk membangun karakter pada setiap individu. Penelitian ini memiliki tujuan untuk menganalisis kebijakan implementasi pendidikan karakter dalam pembelajaran PAI di sekolah, jenis penelitiannya yaitu melalui library reasearch, teknik pengumpulan datanya melalui studi pustaka, dimana sumber dari penelitiannya yaitu dari buku dan jurnal yang relevan. Adapun analisis datanya melalui reduksi data, penyajian data, serta penarikan kesimpulan. Implementasi pendidikan karakter melalui kegiatan belajar-mengajar pada mapel PAI yang dilaksanakan pada jenjang pendidikan membutuhkan kolaborasi dan komitmen dari para pihak yang bersangkutan agar nilai moral atau karakter dapat mewujudkan pribadi yang baik seutuhnya. Sekolah sebagai lembaga pendidikan dapat mengetahui efektivitas dari penerapan kebijakan pendidikan karakter melalui evaluasi yang komprehensif dan berkelanjutan agar dapat berlangsung lebih optimal. Pendidikan karakter menjadi pondasi awal yang kuat di semua jenjang pendidikan yang dapat memberikan dampak yang positif untuk seseorang.]
Pembaruan Hukum Keluarga Islam melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan di Indonesia Firdaos, Mochamad
SiRad: Pelita Wawasan June (Vol. 1 No. 2, 2025)
Publisher : Yayasan Nurul Musthafa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.64728/sirad.v1i2.art4

Abstract

Family law holds a highly strategic position in Islamic jurisprudence as it governs the order and harmony of household life. In Indonesia, the reform of Islamic family law has become a necessity due to the continued dominance of classical fiqh interpretations, which often place women in a subordinate role. This condition has prompted efforts toward legislation that is more modern and responsive to the changing times and the values of gender equality. This study employs a library research method by examining historical, normative, and sociological literature to analyze the process and context behind the enactment of Law Number 1 of 1974 on Marriage. The findings indicate that this law represents a significant milestone in the reform of Islamic family law in Indonesia. It aims to unify the marriage law system, enhance protections for women, and align Islamic legal principles with evolving social realities. In conclusion, Law No. 1 of 1974 serves not only as a legal instrument but also as a reflection of socio-religious transformation, affirming the role of the state in reforming Islamic family law toward justice and equality. [Hukum keluarga memiliki posisi yang sangat strategis dalam hukum Islam karena mengatur ketertiban dan keharmonisan kehidupan rumah tangga. Di Indonesia, pembaruan hukum keluarga Islam merupakan suatu keniscayaan mengingat masih dominannya pemahaman fiqh klasik yang cenderung memosisikan perempuan secara subordinatif. Kondisi ini mendorong upaya legislasi yang lebih modern dan responsif terhadap perkembangan zaman dan nilai kesetaraan gender. Penelitian ini menggunakan metode studi kepustakaan (library research) dengan menelaah literatur historis, normatif, dan sosiologis untuk mengkaji proses dan konteks lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Hasil kajian menunjukkan bahwa undang-undang tersebut merupakan tonggak penting dalam reformasi hukum keluarga Islam, yang ditujukan untuk menyatukan sistem hukum perkawinan, meningkatkan perlindungan terhadap perempuan, dan menyesuaikan hukum Islam dengan realitas sosial yang berkembang. Kesimpulannya, Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tidak hanya merupakan instrumen legal, tetapi juga refleksi transformasi sosial-keagamaan yang menegaskan peran negara dalam pembaruan hukum keluarga Islam menuju keadilan dan kesetaraan.]
Analysis of the Relationship Between Effectiveness and Employee Job Success in the Processing of Border Crossing Permits to Improve Service Quality to the Public at the Class II Immigration Office, Immigration Checkpoint (TPI) Atambua, Belu Regency Selviana Veronika Moruk
SiRad: Pelita Wawasan June (Vol. 1 No. 2, 2025)
Publisher : Yayasan Nurul Musthafa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.64728/sirad.v1i2.art2

Abstract

The purpose of this study is to examine the relationship between effectiveness and the success of immigration officers in processing border crossing permits to improve the quality of public services; to identify the supporting and inhibiting factors affecting the effectiveness and success of immigration officers in processing these permits; and to provide solutions for the Head of the Immigration Office to enhance employee effectiveness and success in this regard. The research employed a quantitative descriptive approach. The results show a strong relationship between the effectiveness and job success of employees in processing border crossing permits, aimed at improving public service quality at the Class II Immigration Office, TPI Atambua, Belu Regency, as evidenced by a Pearson correlation coefficient of 0.9604. Supporting factors, which scored above 3.51, include acting with honesty, requesting employee reports, planning payment tariffs, and applicants’ satisfaction with the quality of the permit issuance process. Inhibiting factors, which scored between 0.50 and 2.50, include lack of experience in processing permits, unclear job responsibilities, unfriendliness toward applicants, lack of diligence, absence of permit issuance targets, weak staff assignment planning, issues in inputting applicant data into the information system, and generally poor service quality. [Kegunaan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan efektivitas dengan keberhasilan kerja pegawai imigrasi dalam pengurusan surat lintas batas demi meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat, untuk mengidentifikasikan faktor -faktor yang mendukung dan menghambat efektivitas dan keberhasilan kerja pegawai imigrasi dalam penegurusan surat izin lintas batas demi meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat, untuk memberikan jalan keluar kepada Kepala Kantor Imigrasi dalam meningkatkan efektivitas dengan keberhasilan kerja pegawai imigrasi dalam pengurusan surat izin lintas batas demi meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat di Kantor Imigrasi Kelas II TPI  Atambua Kabupaten Belu Adapun pendekatan penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara Analisis Hubungan efektivitas dengan keberhasilan kerja pegawai dalam pengurusan surat izin lintas batas demi meningkatan mutu pelayanan kepada masyarakat di Kantor Imigrasi Kelas II TPI Atambua Kabupaten Belu yang dibuktikan dengan koefesien korelasi r product moment yang diperoleh sebesar 0,9604. Faktor – faktor pendukung adalah faktor- faktor yang mendapat skor 3,51 ke atas yaitu faktor jujur bertindak, meminta laporan pegawai, rencana tarif pembayaran, kepuasan pemohon pembuatan surat izin lintas batas dengan keadaan baik. Faktor yang menghambat disiplin dengan prestasi kerja adalah faktor yang mendapat skor 0,50- 2,50, yakni faktor berpengalaman mengurus surat izin lintas batas, mengetahui tugas, ramah kepada pemohon pembuatan surat izin lintas batas, rajin bertugas, rencana target penerbitan surat izin lintas batas, rencana penugasan pegawai, penaskahan pemohon pembuatan surat izin lintas batas dalam sistem informasi, kualitas pelayanan dengan keadaan kurang  baik.]
Kontribusi Al-Makmun dalam Transmisi Filsafat Aristotelian ke Dunia Islam Melalui Penerjemahan Buku-Buku Yunani di Bawah Kekhalifahan Abbasiyah Farhan, Farhan Al Fuadi
SiRad: Pelita Wawasan June (Vol. 1 No. 2, 2025)
Publisher : Yayasan Nurul Musthafa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.64728/sirad.v1i2.art10

Abstract

The transmission of Aristotelian philosophy to the Islamic world through the translation of Greek texts into Arabic had a profound influence on philosophy, science, and Islamic theology (kalam). This study aims to examine the historical process of translating texts originating from Greek culture into Arabic, either directly or through the intermediary of Syriac. As is well known, the translation of these works gave rise to the development of philosophical, scientific, and theological traditions within the Islamic intellectual environment during the Abbasid Caliphate, particularly during the reign of al-Ma'mun. Using a qualitative historical analysis method based on primary sources especially al-Fihrist by Ibn al-Nadim this article reconstructs the mechanisms and key figures involved in the transmission process. The analysis reveals that the translation movement was not merely a passive transfer of knowledge but rather a complex project driven by the political patronage of the caliphate, mediated by Syriac-speaking translators, and institutionalized through establishments such as the Bayt al-Hikmah (House of Wisdom). As a result of this transmission of Aristotelian philosophical traditions, we highlight figures such as al-Kindi and al-Farabi, who are recognized as important representatives of the first generation of Muslim philosophers. They contributed significantly by translating, commenting on, summarizing, and reviewing philosophical texts to facilitate philosophical education among Muslim scholars. Hence, al-Farabi came to be known as the “Second Teacher,” with Aristotle regarded as the “First Teacher”. [Transmisi filsafat Aristotelian ke dunia Islam melalui kegiatan penerjemahan buku-buku Yunani ke dalam bahasa Arab memiliki pengaruh besar terhadap filsafat, sains dan kalam. Penelitian ini berusaha mengkaji proses historis penerjemahan buku-buku yang berasal dari kebudayaan Yunani ke dalam bahasa Arab baik langsung atau melalui bahasa Suryani. Sebagaimana kita ketahui, dari proses penerjemahan buku-buku ini, tradisi filsafat, sains dan kalam berkembang dalam lingkungan intelektual Islam di era kekhalifahan Abbasiyah, terutama era al-Makmun. Dengan menggunakan metode analisis historis-kualitatif terhadap sumber primer, terutama al-Fihrist karya Ibnu Nadim, artikel ini merekonstruksi mekanisme dan aktor kunci dalam proses transmisi tersebut. Hasil analisis menunjukkan bahwa gerakan penerjemahan bukan sekadar transfer pengetahuan pasif, melainkan sebuah proyek kompleks yang didorong oleh patronase politik kekhalifahan, dimediasi oleh para penerjemah berbahasa Suryani, dan dilembagakan melalui institusi seperti Bayt al-Hikmah. Sebagai buah dari transmisi tradisi filsafat Aristotelian, kami merujuk pada al-Kindi dan al-Farabi yang diakui sebagai tokoh penting dari kelompok filosof muslim pertama yang berajasa dalam usaha penerjemahan dan menyusun komentar-komentar, ringkasan serta ulasan singkat yang berguna bagi pengajaran filsafat kepada para sarjana muslim. Sehingga al-Farabi disebut “Guru Kedua”dan Aristoteles adalah “Guru Pertama”nya.]
Pernikahan Paksa dan Dampaknya terhadap Keutuhan Rumah Tangga dalam Perspektif Hukum Islam Arief Hanif, Hamdan
SiRad: Pelita Wawasan June (Vol. 1 No. 2, 2025)
Publisher : Yayasan Nurul Musthafa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.64728/sirad.v1i2.art3

Abstract

Marriage in Islamic teachings is a sacred bond that is clearly regulated through the Qur'an and hadith, and aims to create a family that is sakinah, mawaddah, and rahmah. One of the main principles in marriage according to Islamic law is the willingness (ridha) of both parties, both the groom and the bride. However, the reality on the ground shows that the practice of forced marriage still occurs in various regions of Indonesia, especially in communities with strong customs, low socio-economic conditions, and limited understanding of religion. This practice not only contradicts the principles of Islamic law, but also has serious impacts on the integrity of the household, such as prolonged conflict, domestic violence (KDRT), and divorce.This study aims to explore and analyze how Islamic law views forced marriage, as well as examine its social and psychological implications for household stability. Using a normative qualitative approach and library research, this article examines the views of classical and contemporary scholars, and compares them with positive law in Indonesia. The results of the study show that the majority of scholars reject forced marriage because it is contrary to maqashid al-shariah (the objectives of sharia) which uphold freedom, welfare, and protection of individual rights. [Perkawinan dalam ajaran Islam merupakan ikatan suci yang diatur secara jelas melalui Al-Qur’an dan hadis, serta bertujuan untuk menciptakan keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Salah satu prinsip utama dalam pernikahan menurut hukum Islam adalah adanya kerelaan (ridha) dari kedua belah pihak, baik mempelai pria maupun wanita. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa praktik perkawinan paksa masih berlangsung di berbagai wilayah Indonesia, terutama di masyarakat dengan adat yang kuat, kondisi sosial ekonomi rendah, serta pemahaman agama yang terbatas. Praktik ini tidak hanya bertentangan dengan prinsip hukum Islam, tetapi juga menimbulkan dampak serius terhadap keutuhan rumah tangga, seperti konflik berkepanjangan, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), hingga perceraian.Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan menganalisis bagaimana hukum Islam memandang perkawinan paksa, serta menelaah implikasi sosial dan psikologisnya terhadap stabilitas rumah tangga. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif normatif dan studi pustaka (library research), artikel ini mengkaji pandangan ulama klasik dan kontemporer, serta membandingkannya dengan hukum positif di Indonesia. Hasil kajian menunjukkan bahwa mayoritas ulama menolak perkawinan paksa karena bertentangan dengan maqashid al-shariah (tujuan syariat) yang menjunjung tinggi kebebasan, kemaslahatan, dan perlindungan hak individu.]
Analisis Kewajiban Zakat Profesi dari Penghasilan Youtuber dan Selebgram Perspektif Hukum Islam Berdasarkan Konsensus Fatwa MUI Nomor 4/Ijtima Ulama/VIII/2024 Fauzan, Muhammad Dzikri
SiRad: Pelita Wawasan June (Vol. 1 No. 2, 2025)
Publisher : Yayasan Nurul Musthafa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.64728/sirad.v1i2.art7

Abstract

This study aims to analyze the obligation of professional zakat (zakat on earnings) for YouTubers and social media influencers (Selebgram) from the perspective of Islamic law and the MUI Fatwa Consensus No. 4/Ijtima Ulama/VIII/2024. The method used in this research is library research with a descriptive-analytical approach. This study collects data from various sources, such as books, journals, articles, and official documents relevant to the themes of professional zakat and digital monetization. The findings indicate that the income earned by YouTubers and social media influencers can be categorized as zakat mal (wealth zakat), which becomes obligatory once it reaches the nisab (minimum threshold) and fulfils other sharia requirements. The MUI Fatwa stipulates that professional zakat applies to digital creative economy actors if their earnings meet the minimum threshold equivalent to 85 grams of gold and have been held for one lunar year (haul).This study also highlights differing scholarly opinions regarding professional zakat, where the majority of scholars agree that zakat on professional income should be implemented to promote economic balance in society. With the rapid growth of the digital industry and the increasing earnings from platforms like YouTube and Instagram, professional zakat is seen as an important instrument for economic redistribution and reducing social inequality. Therefore, regulations and mechanisms for professional zakat need to be clarified to align with Islamic legal principles and ensure optimal implementation among digital creative industry players. [Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kewajiban zakat profesi dari penghasilan Youtuber dan Selebgram berdasarkan perspektif hukum Islam serta Konsensus Fatwa MUI Nomor 4/Ijtima Ulama/VIII/2024. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (Library Research) dengan pendekatan deskriptif analisis. Studi ini mengumpulkan data dari berbagai sumber, seperti buku, jurnal, artikel, dan dokumen resmi yang relevan dengan tema zakat profesi dan monetisasi digital. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penghasilan yang diperoleh Youtuber dan Selebgram dapat dikategorikan sebagai zakat mal, yang wajib dikeluarkan apabila telah mencapai nisab dan memenuhi ketentuan syariat lainnya. Fatwa MUI menetapkan bahwa zakat profesi berlaku bagi para pelaku ekonomi kreatif digital jika penghasilan mereka telah mencapai batas minimal 85 gram emas dan telah memenuhi satu tahun kepemilikan (haul). Studi ini juga menyoroti perbedaan pandangan ulama mengenai zakat profesi, di mana sebagian besar ulama sepakat bahwa zakat atas pendapatan profesional perlu diterapkan guna menciptakan keseimbangan ekonomi dalam masyarakat. Dengan semakin berkembangnya industri digital dan meningkatnya penghasilan dari platform seperti YouTube dan Instagram, zakat profesi dipandang sebagai instrumen penting dalam pemerataan ekonomi dan pengentasan kesenjangan sosial. Oleh karena itu, regulasi dan mekanisme zakat profesi perlu diperjelas agar sesuai dengan prinsip hukum Islam dan dapat diterapkan secara optimal di kalangan pelaku industri kreatif digital.]
Terminologi Status Anak dalam Penetapan Asal-usul Anak di Pengadilan Agama Pasca Nikah Ulang Arizona, Fauzy
SiRad: Pelita Wawasan June (Vol. 1 No. 2, 2025)
Publisher : Yayasan Nurul Musthafa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.64728/sirad.v1i2.art9

Abstract

This study aims to examine the terminology of child status as determined by the panel of judges in cases concerning the origin of children following remarriage, along with an analysis of the legal considerations underlying such decisions and the implications for the rights and interests of the child. The use of varied terminologies for child status raises several questions, including the background of such differences, the legal basis and reasoning behind them, and their impact on the child’s best interests. The term remarriage in this context refers to a legally recognized and officially registered marriage under Indonesian law, carried out by a couple who had previously entered into an unregistered marriage. The child whose origin is being determined was born from that unregistered marriage. Applications for determining child origins have resulted in varying terminologies of child status in the court rulings. This study is a normative juridical research with a qualitative prescriptive nature, aimed at providing legal arguments for the findings. It analyzes four court decisions from the religious court concerning the origin of children. The research findings reveal that all four rulings granted the applications, but used different terminologies for child status: “legitimate child,” “biological child,” “child of the petitioners,” and “natural child.” The variation in terminology is due to differences in judicial perspectives, influenced by whether the unregistered marriage is considered valid and the legal reasoning employed in their considerations, in which judges combine Islamic law and positive law. These rulings have implications for the future of the child, particularly in the fulfillment of their rights and interests, legal certainty, child protection, and the clarity of the child’s origin. [Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui terminologi status anak yang ditetapkan oleh majelis hakim dalam perkara asal-usul anak pasca nikah ulang, beserta analisis terhadap pertimbangan hukum yang mendasarinya dan implikasi penetapan tersebut terhadap hak dan kepentingan anak. Terminologi status anak yang berbeda-beda menimbulkan beberapa pertanyaan antara lain apa latar belakang perbedaan tersebut, bagaimana dasar hukum dan legal reasoning yang mendasarinya dan apa dampaknya terhadap kepentingan anak. Nikah ulang yang dimaksud adalah perkawinan yang dilakukan secara sah dan tercatat sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia, yang dilakukan oleh pasangan yang sebelumnya telah melakukan perkawinan tak tercatat. Anak yang diajukan permohonan asal-usulnya adalah anak yang lahir dari perkawinan tak tercatat tersebut. Pengajuan asal-usul anak menghasilkan terminologi status anak yang berbeda-beda dalam amar penetapannya. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan sifat penelitian preskriptif kualitatif yaitu untuk memberikan argumentasi atas hasil penelitian yang telah dilakukan. Penelitian ini menggunakan empat penetapan perkara asal-usul anak di pengadilan agama untuk dikaji. Hasil penelitian menunjukkan dalam keempat amar penetapan tersebut menyatakan permohonan dikabulkan, dengan menggunakan terminologi status anak masing-masing yaitu ‘anak sah’, ‘anak kandung’, ‘anak dari para pemohon’ dan ‘anak biologis’. Perbedaan terminologi disebabkan oleh perbedaan pandangan hakim, dipengaruhi oleh fakta sah atau tidaknya perkawinan tak tercatat yang dilakukan dan legal reasoning yang digunakan dalam pertimbangan hukumnya, dimana hakim memadukan antara hukum Islam dan hukum positif. Penetapan ini berpengaruh terhadap masa depan anak dalam pemenuhan hak dan kepentingan anak, kepastian hukum, perlindungan anak dan kejelasan asal-usul anak.]

Page 1 of 1 | Total Record : 10