cover
Contact Name
Amirullah
Contact Email
amirullah8505@unm.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
jurnal.pattingalloang@unm.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota makassar,
Sulawesi selatan
INDONESIA
Pattingalloang : Jurnal Pemikiran Pendidikan dan Penelitian Kesejarahan
Jurnal Pattigalloang adalah Publikasi Karya Tulis Ilmiah dan Pemikiran Kesejarahan dan ilmu-ilmu sosial.
Articles 332 Documents
Negara Boneka Belanda (Negara Indonesia Timur) 1945- 1950 Laessach M Pakatuwo; Mustari Bosra; Ahmadin Ahmadin
PATTINGALLOANG Vol. 5, No. 1, April 2018
Publisher : Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Fakultas Ilmu Sosial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (243.322 KB) | DOI: 10.26858/pattingalloang.v5i2.8467

Abstract

Penelitian ini membahas tentang latar belakang terbentuknya pemerintahan Kota Makassar dan perkembangan Kota Makassar dari masa pemerintahan kolonoial Hindia Belanda hinga Revolusi Fisik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa awal pembentukan pemerintahan kota di Makassar baru terbentuk di masa akhir pemerintahan kolonial Belanda, yaitu pada awal abad ke-20 setelah diundangkannya Undang-undang Disentralisasi tahun 1903. Diundangkannya peraturan tersebut sedikit banyak membawa perubahan dalam tatanan pemerintahan di Hindia belanda. Pada tahun 1906 daerah Makassar mendapatkan status otonom menjadi sebuah kota berdasarkan Ordonansi 12 Maret 1906 Staatsblad van Netherlandsch-Indie Nomor 171 tahun 1906 terhitung sejak 1 April 1906 walaupun demikian roda pemerintahan baru dapat berjalan secara defenitif sejak diangkatnya Mr.J.E Dambrik selaku walikota pada tahun 1918 hingga berakhir 1927. Pemerintahan Kota Makassar masih tetap di pertahankan ketika Jepang berhasil menduduki Kota makassar. Adapun yang bertindak sebagai pejabat walikota adalah Yamasaki. Ketika memasuki masa kemerdekaan, Kota Makassar mengalami perkembangan yang begitu pesat pada tahun 1950. Dapat ditarik kesimpulan bahwa terbentuknya pemerintahan di Kota Makassar tidak terlepas dari undang-undang Disentralisasi yang kemudian membawa dampak yang besar dalam sejarah perkembangan Kota Makassar. Kata Kunci : Kolonoial Hindia Belanda, Kota Makassar Abstract This study discusses the background of the formation of the Makassar City government and the development of Makassar City from the Dutch East Indies colonial period until the Physical Revolution. The results showed that the initial formation of city government in Makassar was only formed in the late Dutch colonial rule, namely at the beginning of the 20th century after the promulgation of the Decentralization Act of 1903. The promulgation of these regulations brought about a change in the governance system in the Dutch East Indies. In 1906 the Makassar region gained an autonomous status as a city based on the Ordinance of March 12, 1906, Staatsblad van Netherlandsch-Indie Number 171 of 1906, effective April 1, 1906, although the new government wheel could run definitively since the appointment of Mr.JE Dambrik as mayor in 1918 until the end of 1927. The Makassar City Government was still maintained when Japan succeeded in occupying the City of Makassar. As for acting as mayor's official is Yamasaki. When entering independence, Makassar City experienced a rapid development in 1950. It can be concluded that the formation of government in the city of Makassar was inseparable from the decentralization law which then had a major impact in the history of the development of Makassar City. Keywords: Kolonoial Dutch East Indies, Makassar City
Politik Luar Negeri Indonesia Masa Transisi Pemerintahan Orde Lama Pemerintahan Orde Baru Tahun 1965-1973 Arifin, M Zulham; Jumadi, Jumadi; Najamuddin, Najamuddin
PATTINGALLOANG Vol. 5 No. 2, Agustus 2018
Publisher : Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Fakultas Ilmu Sosial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (179.576 KB) | DOI: 10.26858/pattingalloang.v5i3.8540

Abstract

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui faktor lahirnya politik luar negeri bebas aktif Indonesia, kondisi politik luar negeri pada masa akhir Orde Lama dan Awal Orde Baru, dan pelaksanaan politik luar negeri Indonesia masa awal Orde Baru. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah yang terdiri dari, heuristik (mencari dan mengumpulkan sumber), kritik sumber (kritik intern dan ektern), interpretasi (penafsiran sumber) dan historiografi (penulisan sejarah). Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan penelitian pustaka terdiri dari  mengumpulkan sumber buku, arsip serta literatur-literatur  yang berhubungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor lahirnya politik luar negeri bebas aktif Indonesia karena terjadi pertentangan ideologi antara kedua blok besar sehingga Indoneisa mencari jalan tengah untuk tidak memihak, kondisi dalam negeri juga sangat mempengaruhi karena terjadinya inflasi yang tidak terkontrol dan perlunya bantuan dari luar negeri, kemudian kondisi politik luar negeri pada pada masa Orde Lama menemui beberapa masalah karena melakukan konfrontasi dan keluarnya Indonesia dari PBB, sedangkan kondisi politiik luar negeri pada masa Orde Baru merupakan antitesa dari politik luar negeri Orde lama. Pelaksanaan  politik luar negeri awal Orde Baru arah kebijakan politiknya menjalin hubungan baik dengan barat dengan adanya IGGI dan Indonesia menjalin hubungan bertetangga yang baik dengan negara kawasan Asia Tenggara dengan adanya ASEAN dan menghentikan konfrontasi dan dalam politik luar negeri awal Orde Baru militer berperaan aktif dalam politik luar negeriKata Kunci : Orde Baru, Politik dan Indonesia
KECAMATAN PALETEANG KABUPATEN PINRANG (2000-2014) Dewi Pratiwi Usman
PATTINGALLOANG Vol. 3 No. 1 Januari - Maret 2016
Publisher : Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Fakultas Ilmu Sosial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26858/pattingalloang.v3i1.2352

Abstract

Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran awal Kecamatan Paleteang diawal pembentukannya, perkembangan Kecamatan Paleteang dan dampak dari pembentukan Kecamatan Paleteang. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah dengan tahapan penulisannya yakni heuristik (pengumpulan data), kritik sumber, interpretasi (penafsiran), dan historiografi (penulisan sejarah).Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Kecamatan Paleteang adalah hasil pemekaran dari Kecamatan Tiroang pada tahun 2000 pemerintah mengeluarkan Perda Nomor 28 Tahun 2000 tentang Pembentukan Kecamatan Paleteang. Namun pada tahun 2000 ini Kecamatan Paleteang hanya di jadikan Kecamatan perwakilan dari Kecamatan Tiroang. Setelah satu tahun di jadikan Kecamatan perwakilan masyarakat mulai memberikan aspirasinya dan menginginkan Kecamatan Paleteang di jadikan sebagai Kecamatan defenitif dengan alasan jauhnya ibukota Kecamatan sehingga masyarakat belum maksimal mendapat pelayanan hal ini di ungkapkan oleh tokoh-tokoh masyarakat yaitu H.Radding dan A.Pattakarrang. setelah melakukan musyawarah dengan Kecamatan Tiroang dan Kecamatan Wattang Sawitto akhirnya pemerintah meresmikan Kecamatan Paleteang sebagai Kecamatan defenitif. Kecamatan Paleteang termasuk Wilayah Penyangga untuk Kota Pinrang dalam sistem Pinrang Metro Politan Area (BMA). Di mana  tingkat perkembangannya cukup tinggi. Dimana dibidang sektor pertanian sudah berkembang dengan baik dengan irigasi (pengairan) teknis. Selain pada sektor pertanian yang berkembang usaha jasa pada Kecamatan Paleteang juga berkembang terutama pada jasa tukang jahit.
Eksistensi Pabbagang Ponrang Kabupaten Luwu 1970-2016 Tantri Wulandari; Muh. Rasyid Ridha; Najamuddin Najamuddin
PATTINGALLOANG Vol. 4, No. 3, Desember 2017
Publisher : Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Fakultas Ilmu Sosial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (227.629 KB) | DOI: 10.26858/pattingalloang.v5i1.6708

Abstract

This paper examines the existence Pabbagang In the village of the District Ponrang Ponrang Luwu Regency (1970-2016). The results of this study on Ponrang Pabbagang in the village at the time and the traditional era, the modern age and socio-economic life and system for the results. This research shows the beginning where pabbagang Village Ponrang, the origin of the naming Pabbagang and discuss the performance of pabbagang traditional performance pabbagang modern as well as how the system of revenue sharing between the owners of capital or owner bagang in every era with pabbagang itself where the system for the results in applied is tesan system, and how the competition between traditional pabbagang with modern pabbagang, and work system in laukan by pabbagang when in the butterflyfish (marine). The main fishing gear being the principal fishing gear used by the fishing village of Ponrang namely Bagang, where in the era of traditional fishermen using bagang step while in the modern era using motion bagang Ponrang village in which the people call Bagang Rambo. and the village social system Pabbagang Ponrang influenced by everyday life of fishermen at the time of the search process fish, In the 1980s Ponrang Pabbagang society has entered the modern era where fishermen are already using modern fishing gear as well. since the social and economic life has improved, and the result of it is also the case that fundamental changes in lifestyle Ponrang village society especially those who cultivate the profession as a fisherman pabbagang or in terms of economic level of society. and the village social system Pabbagang Ponrang influenced by everyday life of fishermen at the time of the search process fish, In the 1980s Ponrang Pabbagang society has entered the modern era where fishermen are already using modern fishing gear as well. since the social and economic life has improved, and the result of it is also the case that fundamental changes in lifestyle Ponrang village society especially those who cultivate the profession as a fisherman pabbagang or in terms of economic level of society. and the village social system Pabbagang Ponrang influenced by everyday life of fishermen at the time of the search process fish, In the 1980s Ponrang Pabbagang society has entered the modern era where fishermen are already using modern fishing gear as well. since the social and economic life has improved, and the result of it is also the case that fundamental changes in lifestyle Ponrang village society especially those who cultivate the profession as a fisherman pabbagang or in terms of economic level of society.  This research is descriptive analysis using historical methods, through the stages of the stages of work which includes; Heusristik, interpretation and Histriografi criticism. As the concept of Social Sciences sociology used to analyze the relevant issues, particularly in assessing the socio-economic life associated with changes in social life in fishing communities
KERAJAAN BONE PADA MASA PEMERINTAHAN WE BENRIGAU DAENG MAROWA (1470-1509) Andi Yulanda Lestari; Jumadi Sahabuddin; Patahuddin Patahuddin
PATTINGALLOANG Vol. 2 No. 2 April - Juni 2015
Publisher : Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Fakultas Ilmu Sosial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (23.905 KB) | DOI: 10.26858/pattingalloang.v2i2.8431

Abstract

Penelitian ini melalui kajian pustaka dengan menggunakan metode penelitian sejarah yaitu heuristik (pengumpulan data), verifikasi (kritik sumber), interpretasi (penafsiran), dan historiografi (penulisan sejarah). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebelum pemerintahan We Benrigau Daeng Marowa, dimasa pemerintahan La Saliyu Kerrampelua (1398-1470) terjadi usaha perluasan wilayah kekuasaan. Perluasan wilayah kekuasaan dilakukan dengan jalan peperangan dan menjalin persahabatan dengan wanua-wanua lain. Sehingga 28 daerah bergabung dengan Kerajaan Bone. Kemudian pada masa pemerintahan We Benrigau Daeng Marowa, ia membeli bulu’ di Cina dengan menukarkannya 90 ekor kerbau yang kemudian dijadikan areal persawahan. Dibelinya juga sawah di sekitar kampung Laliddong dengan menukarkannya 30 ekor kerbau. Dengan demikian areal persawahan semakin luas. Sawah-sawah tersebut dijadikan sebagai sumber produksi beras dan penghasilan bagi rakyat di lingkungan kerajaan. Setelah ±40 tahun memerintah di Kerajaan Bone, ia digantikan oleh putranya yang bernama La Tenri Suki sebagai raja di Kerajaan Bone. Selanjutnya We Benrigau menetap di Cina, dan menurut cerita dalam Lontara’ We Benrigau tidak meninggal melainkan mallajang (menghilang). Kata Kunci : Kerajaan Bone, Pemerintahan We Benrigau Daeng Marowa. 
Komunitas Petani Kopi Ujung Bulu Jeneponto 1986-2018 riskawati riskawati; Ahmadin Ahmadin; Bustan Bustan
PATTINGALLOANG Vol. 6, No. 1, April 2019
Publisher : Universitas Negeri Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26858/pattingalloang.v6i1.10559

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Petani Kopi di Desa Ujung Bulu 1986-2018 dengan memaparkan latar belakang petani kopi di Desa Ujung Bulu, dinamika pertanian kopi di Desa Ujung Bulu tahun 1986-2018, serta kehidupan sosial dan ekonomi Petani kopi di Desa Ujung Bulu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum tahun 1986 sudah ada tanaman kopi yang tumbuh di Desa Ujung Bulu, masyarakat yang ada disana menyebutnya dengan Kopi Arabika Bantaeng. kopi yang kini dibudidayakan oleh masyarakat setempat adalah Kopi Arabika Gowa yang dibawa Oleh Bapak Lompo pada tahun 1986. Pembudidayaan kopi Arabika Gowa dimulai pada tahun 1989 dan pada tahun 1990an mulai banyak masyarakat setempat yang beralih profesi menjadi petani kopi. beralihnya masyarakat di Desa Ujung Bulu menjadi petani kopi disebabkan karena harga jual kopi lebih tinggi dibandingkan tanaman yang mereka tanam sebelumnya. Proses produksi dan pemasaran kopi arabika di Desa Ujung Bulu membutuhkan waktu yang lama dan proses yang tidak mudah. Produksi kopi di Desa Ujung Bulu tidak menetap atau mengalami peningkatan dan penurunan hasil produksi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah mulai masuknya bibir bawang merah di desa ini pada tahun 2015.Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa pembudidayaan kopi Arabika di Desa Ujung Bulu memberikan dampak baik dalam bidang sosial maupun dalam bidang ekonomi terutama dalam mensejahterakan kehidupan masyarakat yang ada di Desa Ujung Bulu.Penelitian ini dilakukan melalui wawancara dan kajian pustaka dengan menggunakan metode penelitian sejarah dengan menempuh beberapa tahapan yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Wawancara dilakukan dengan aparat Desa Ujung Bulu dan beberapa Petani kopi di Desa Ujung Bulu.This study aims to describe the Coffee Farmers in Ujung Bulu Village 1986-2018 by describing the background of coffee farmers in Ujung Bulu Village, the dynamics of coffee farming in Ujung Bulu Village in 1986-2018, and the social and economic life of coffee farmers in Ujung Bulu Village. The results showed that before 1986 there were coffee plants growing in Ujung Bulu Village, the people there called it Bantaeng Arabica Coffee. coffee which is now cultivated by the local community is Gowa Arabica Coffee which was brought by Mr. Lompo in 1986. The cultivation of Gowa Arabica coffee began in 1989 and in the 1990s many local people began to switch professions to become coffee farmers. the conversion of people in Ujung Bulu Village into coffee farmers was due to the higher selling price of coffee compared to the crops they had planted before. The process of producing and marketing Arabica coffee in Ujung Bulu Village takes a long time and is not an easy process. Coffee production in Ujung Bulu Village does not settle or has increased and decreased production yields. This is caused by several factors, one of which is the entry of onion lips in this village in 2015. Based on the results of the study, it can be concluded that the cultivation of Arabica coffee in Ujung Bulu Village has an impact both in the social and economic fields, especially in the welfare community life in Ujung Bulu Village. This research was conducted through interviews and literature review using historical research methods by taking several stages, namely heuristics, criticism, interpretation, and historiography. Interviews were conducted with Ujung Bulu Village officials and several coffee farmers in Ujung Bulu Village.
KABUPATEN MAMUJU PADA MASA PEMERINTAHAN SUHARDI DUKA (2005-2015) Sri Pribandari
PATTINGALLOANG Vol. 3 No. 4 Oktober - Desember 2016
Publisher : Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Fakultas Ilmu Sosial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26858/pattingalloang.v3i4.12184

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menngetahui kondisi kebijakan yang menjadi prioritas pada masa pemerintahan Suhardi Duka, perkembangan Kabupaten Mamuju selama pemerintahan Suhardi Duka dan dampak perkembangan pembangunan terhadap masyarakat selama pemerintahan Suhardi Duka pada tahun (2005-2015). Penelitian ini bersifat deskriptif analisis dengan menggunakan metode penelitian sejarah yang terdiri dari empat tahap, yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi dan historiografi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum masa pemerintahan Suhardi Duka. Kabupaten Mamuju berada dalam pemerintahan H. A. Almalik Pababari. Dimana keadaan Kabupaten Mamuju pada masa pemerintahannya masih belum memperlihatkan suatu pembangunan yang memajukan, yaitu belum adanya pendidikan gratis dan kesehatan gratis. Suhardi Duka salah satu Kepala Daerah/Bupati yang menjabat selama dua periode dan selama masa pemerintahannya ia menjadikan Kabupaten Mamuju menjadi kabupaten yang lebih maju lagi. Perkembangan Kabupaten Mamuju dapat dilihat dari beberapa bidang yaitu, di bidang pendidikan (biaya pendidikan gratis), bidang ekonomi (pertanian), bidang kesehatan (biaya kesehatan gratis dengan dibuatnya kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat) dan bidang pembangunan sarana dan prasarana (infrastruktur desa dan pertanian). Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa pada masa pemerintahan Suhardi Duka di Kabupaten Mamuju dapat memberikan pengaruh terhadap perkembangan kabupaten dan masyarakatnya. Hal tersebut dapat di lihat pada indeks pembangunan manusia di Kabupaten Mamuju 65,40% pada tahun 2005 meninggkat menjadi 71,38% pada tahun 2013. Peningkatan indeks pembangunan manusia juga memberikan dampak pada tingkat kesejahteraan masyarakat, hal ini dapat dibuktikan dengan melihat kemiskinan di Kabupaten Mamuju pada tahun 2005 sebesar 15,96% menurun menjadi 6,67% pada tahun 2014. Kata Kunci : Kabupaten Mamuju Masa Pemerintahan Suhardi Duka
Andi Mannappiang: Raja, Pejuang dan Penegak Hukum, 1905-1962 Narti Narti; Bahri Bahri
PATTINGALLOANG Vol. 6, No. 3, Desember 2019
Publisher : Universitas Negeri Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26858/pattingalloang.v6i3.12153

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang  Andi Mannappiang: Raja, Pejuang dan penegak hukum (1905-1962) dengan mengungkapkan latar belakang kehidupan, Pendidikan, kiprah dan pemikiran Andi Mannappiang sebagai raja, serta kiprah dan pemikiran Andi Mannappiang sebagai pejuang dan penegak hukum. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa sebelum kemerdekaan Indonesia Bantaeng di bawah tekanan Belanda dan Jepang namun setelah kemerdekaan kondisi sosial-politik di Bantaengsangat kacau karena kedatangan NICA oleh karena itu dibentuklah laskar perjuangan untuk  mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia di Bantaeng. Andi Mannappiang merupakan pejuang yang  menggerakkan perlawanan di Bantaeng.Dalam penelitian ini menjelaskan Andi Mannappiang merupakan raja yang memimpin Bantaeng selama 2 kali masa jabatan yakni pada tahun 1939-1945 tetapi karena perjuangan melawan NICA maka Andi Mannappiang ditahan. Periode kedua tahun 1950-1952, setelah mengundurkan diri dari jabatannya beliau bekerja di Kantor Kejaksaan Tinggi Makassar sebagai hakim. Kata Kunci : Raja, Pejuang, Penegak Hukum AbstractThis study aims to describe Andi Mannappiang: King, Warrior and Law Enforcement (1905-1962) by revealing the background of Andi Mannappiang's life, education, and thought as a king, and Andi Mannappiang's gait and thought as a warrior and law enforcer. In this study shows that before Indonesian independence Bantaeng was under pressure from the Netherlands and Japan but after independence socio-political conditions in Bantaeng were very chaotic because of the arrival of the NICA and therefore formed an army of struggle to maintain the independence of the Republic of Indonesia in Bantaeng. Andi Mannappiang is a warrior who stirred up resistance in Bantaeng. In this study explains Andi Mannappiang is the king who led Bantaeng for 2 times a term of office in 1939-1945 but because of the struggle against NICA, Andi Mannappiang was arrested. The second period 1950-1952, after resigning from his position he worked in the Makassar High Prosecutors Office as a judge.Keywords : King, Warrior, Law Enforcement
Upaya Peningkatan Kemampuan Mengajar Guru Sejarah dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD SMA Negeri 1 Polongbangkeng Utara Kabupaten Takalar Nurhayati Nurhayati
PATTINGALLOANG Vol. 7, No. 1, April 2020
Publisher : Universitas Negeri Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (175.644 KB) | DOI: 10.26858/pattingalloang.v7i1.13540

Abstract

Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang bertujuan tujuan yang akan di capai dalam pelaksanaan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan mengajar guru-guru sejarah dengan menggunakan salah satu model pembelajaran yaitu model kooperatif tipe STAD. Pada kedua guru sejarah yang menjadi responden dalam penelitian ini mengikuti pembimbingan/ pembinaan tentang bagaimana strategi model-model pembelajaran kooperatif diterapkan kedalam RPP termasuk model kooperatif Tipe STAD, sekaligus mampu menerapkan dengan baik didalam Kelas.Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus yaitu siklus I dilakukan 2 kali pertemuan dan siklus II juga dilakukan 2 kali pertemuan, yang dilakukan selama 2 bulan dan ditambah dengan merangkum semua hasil penelitian yang ada. Hasilnya peningkatan belajar peserta didik melalui model kooperatif tipe STAD ini adalah dilihat dari  1) Persepsi awal dan akhir siswa bahwa (a).  Pada guru yang mengajar dikelas X.I  yakni Ada perubahan sikap belajar siswa terhadap cara mengajar gururnya dari tidak senang sekitar 62,08 persen pada siklus I menjadi sangat senang sekitar 75,86 persen pada siklus II. Ada kenaikan sekitar 13,78 persen. (b). Pada guru yang mengajar dikelas XI.IPA.1 yakni Ada perubahan sikap belajar siswa terhadap cara mengajar gurunya dari tidak senang sekitar 52,77 persen pada sekitar 52,77 persen pada siklus I, menjadi sangat senang sekitar 75 persen pada siklus II, ada kenaikan sekitar 22,23 persen. 2) Kemampuan Mengajar Guru dimana (a). ada perubahan sikap dan cara mengajar guru dikelas X.I dari kategori kurang sekitar 29,5 pada siklus I, menjadi kategori baik sekitar 53,5 pada siklus II. Ada kenaikan skor sekitar 24. Dan (b)  ada perubahan sikap dan cara mengajar guru di kelas XI.IPA.1 dari kategori cukup sekitar 35,5 pada siklus I, menjadi kategori baik sekitar 62. Pada siklus II ada kenaikan skor sekitar 26,5.Kata Kunci :  Peningkatan, Kemampuan Mengajar Guru Sejarah, model kooperatif tipe STAD. Abstract          This research is a classroom action research that aims at the objectives to be achieved in the implementation of this research is to determine the ability of teaching history teachers by using one of the learning models, namely the STAD cooperative model. The two history teachers who were respondents in this study followed the guidance / coaching on how the strategies of cooperative learning models were applied into the lesson plans, including the STAD Type cooperative model, as well as being able to apply well in the classroom.          This research was conducted in two cycles, namely cycle I conducted 2 meetings and cycle II also held 2 meetings, conducted for 2 months and supplemented by summarizing all existing research results. The result is an increase in student learning through the STAD type cooperative model is seen from 1) the students' initial and final perceptions that (a). In teachers who teach in class X.I namely There is a change in student learning attitudes toward the way of teaching the teacher from not happy about 62.08 percent in the first cycle to very happy about 75.86 percent in the second cycle. There was an increase of around 13.78 percent. (b). In the teacher who teaches in class XI.IPA.1 ie There is a change in students' learning attitudes towards how to teach their teacher from not happy about 52.77 percent to about 52.77 percent in the first cycle, to be very happy about 75 percent in the second cycle, there was an increase around 22.23 percent. 2) Teachers' Ability to Teach where (a). there is a change in the attitudes and ways of teaching teachers in class X.I from the lack of about 29.5 in the first cycle, to a good category around 53.5 in the second cycle. There was an increase in scores of about 24. And (b) there was a change in attitude and way of teaching teachers in class XI.IPA.1 from enough categories around 35.5 in cycle I, to a good category of about 62. In cycle II there was an increase in scores of about 26, 5 In connection with the above results.Keywords: Improvement, History Teacher Teaching Ability, STAD type cooperative model.
Bendungan Langkemme di Kabupaten Soppeng (1970-2008) Anriani Nurul Maghfirah; Patahuddin Patahuddin; Najamuddin Najamuddin
PATTINGALLOANG Vol. 5 No. 2, Agustus 2018
Publisher : Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Fakultas Ilmu Sosial

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (186.763 KB) | DOI: 10.26858/pattingalloang.v5i3.8535

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengemukakan latar belakang pembangunan Bendung Langkemme (1970-1995), perkembangan Bendung Langkemme(1995-2008) dan dampak keberadaan Bendung Langkemme di Kabupaten Soppeng (1995-2008). Penelitian ini bersifat deskriptif analisis dengan menggunakan metode historis. Melalui tahapan-tahapan heuristic (pengumpulan data), kritik (verifikasi), Interpretasi (penafsiran) dan historiografi (penulisan Sejarah). Hasil penelitian ini menunjukkan  bahwa pembangunan Bendung Langkemme di Kabupaten Soppeng dilatarbelakangi oleh perekonomian nasional, adanya perencanaan pengembangan di daerah Sulawesi Selatan, perekonomian daerah, pengembangan daerah, dan adanya kebutuhan irigasi di Kabupaten Soppeng. Perkembangan Bendung Langkemme dan dampak keberadaan Bendung Langkemme terhadap masyarakat di Kabupaten Soppeng dapat dilihat dari bertambahnya luas persawahan beririgasi, peningkatan hasil produksi pertanian yang berarti meningkatnya penghasilan masyarakat. Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa dengan adanya Bendung Langkemme di Kabupaten Soppeng terjadi peningkatan hasil pertanian di 5 (lima) kecamatan yang menggunakan air dari Irigasi Langkemme yaitu Marioriwawo, Lalabata, Liliriaja, Ganra dan Lilirilau, sesuai dengan program pemerintah pada masa Orde Baru yaitu Pembangunan Lima Tahun (PELITA).Kata kunci : Bendung, Pertanian, Kabupaten Soppeng.