cover
Contact Name
Khairiah
Contact Email
khairiah@iainbengkulu.ac.id
Phone
+6285342358888
Journal Mail Official
nazarhusain80@gmail.com
Editorial Address
LP2M IAIN Sultan Amai Gorontalo jl. Gelatik no1 Kota Utara, kota Gorontalo Provinsi Gorontalo, Indonesia.
Location
Kota gorontalo,
Gorontalo
INDONESIA
Al-Ulum
ISSN : 14120534     EISSN : 24428213     DOI : https://doi.org/10.30603/au.v19i2.1051
Core Subject : Religion, Economy,
Al-Ulum adalah jurnal yang terbit berkala pada bulan Juni dan Desember, ditelaah dan direview oleh para ahli dalam bidangnya, diterbitkan oleh lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo, Indonesia ISSN 1412-0534 E-ISSN 2442-8213 Al-Ulum telah diakreditasi dengan peringkat B oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Keputusan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi No. 53/DIKTI/Kep/2013 untuk periode 2013-2018. Sekarang, AL-Ulum telah terakreditasi sistem online dengan peringkat “Sinta 2” untuk periode 2018-2022 oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi SK No. 21/E/KPT/2018.
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 481 Documents
THE SHADOW OF ISLAMIC ORTODOXY AND SYNCRETISM IN CONTEMPORARY INDONESIAN POLITICS Umam, Ahmad Khoirul; Junaidi, Akhmad Arif
Al-Ulum Vol 11, No 2 (2011): Al-Ulum
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1495.734 KB)

Abstract

Pemetaan a filiasi politik masyarakat adalah penting untuk memahami arah dan karakter kekuasaan di masa mendatang. Orientasi politik massa di Indonesia secara general tidak jauh berbeda dengan apa yang digariskan oleh Clifford Geertz dalam karya master piece-nya bertajuk The Religion of Java. Konsep trikotomi yang terdiri atas Santri, Abangan dan Priyayi itu, selama lima dekade terakhir ini telah menjadi karena pembantaian tesis Geertz. Beragam titik lemah dan kekeliruan konseptual karya ini menjadi pintu masuk untuk kembali merekonstruksikan konsep orientasi politik masyarakat Indonesia. Kendati demikian, karya Geertz ini patut diapresiasi sebagai pendekatan awal yang brilian dalam memahami perilaku politik bangsa Indonesia. Dengan pendekatan kritis, napak tilas inteletual Geertz ini akan kembalidimanfaatkan untuk memetakan arah afiliasi politik masyarakat Indonesia kontemporer.---------------------The mapping of political affiliation is important to capture the power direction and its characteristics in the future. Generally, the mass political orientation in Indonesia is not much different than what was outlined by Clifford Geertz in his master piece entitled The Religion of Java. The concept of trikotomi consisting of the Santri, Abangan, and Priyayi, which over the past five decades has been the fundamentally critiqued by various parties. Numerous weak points and fallacy of conceptual framwork then become the entrance to reconceptualize the Indonesian people political orientation. However, the work of Geertzs initial approach should be appreciated as a brilliant in understanding the Indonesian political behavior. With the critical approaches, the Geertzs approaches will again be utilized to map the direction of community in the contemporary Indonesian political orientation.
CORAK DAN METODE INTERPRETASI AISYAH ABDURRAHMAN BINT AL-SYÂTHI’ Wahyuddin, Wahyuddin
Al-Ulum Vol 11, No 1 (2011): Al-Ulum
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (97.823 KB)

Abstract

Artikel ini menyoal corak dan metode interpretasi Bint al-Syâthi’, dengan menelaah  kitab tafsirnya al-Tafsîr al-Bayâni  li al-Qur’ân al-Karîm, penulis menemukan bahwa metode yang diterapkan oleh Bint al-Syâ¯i’ bercorak sastra yang didesain menjadi interpretasi inter-teks Alquran yang secara metodologis, dapat dikategori-kan modern. Metode tersebut menggunakan pendekatan tematik (maudu‘i) dalam menafsirkan Al-Qur’an dan menekankan perlunya interpretasi filologi berdasar pada kronologis teks dan penggunaan semantik bahasa Arab. Pendekatan tematik ini lahir sebagai respon terhadap metode penafsiran klasik yang oleh pakar Al-Qur’an kontemporer dinilai parsial dan atomistik. Metode ini selanjutnya diaplikasikan oleh Bint al-Syathi’ dalam tafsirnya yang memuat empat belas surah Makkiyah awal yang berjudul al-Tafs³r al-Bayân³ li al-Qur’an al-Karim. --------------This article examines the method of interpretation of Bint al-sya-i  by studying his book Tafsir al-Tafsir al-Bayâniy li al-Quran al-Karim. It has been found that the method applied by al-sya-i was patterned literature i.e. literary exegesis which is designed to be inter-interpretation of the Quranic text which methodologically, can be considered modern. The method used a thematic approach (maudui) in interpreting the Koran and stressed the need for interpretation of philology, based on the chronological text and the use of Arabic semantics. This thematic approach was a response to the classical method of interpretation of the Quran by contemporary experts. It is then applied by al-Syathi in his commentary that contains fourteen chapters started Makkiyah entitled “al-Tafsi r  li al-Bayan al-Quran al-Karim.”
PEMBENTUKAN KARAKTER MELALUI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Ainiyah, Nur
Al-Ulum Vol 13, No 1 (2013): Al-Ulum
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (524.358 KB)

Abstract

Tulisan ini akan membahas tentang peran pedidikan agama Islam di sekolah dalam pembentukan karakter peserta didik. Pendidikan Agama Islam (PAI) merupakan salah satu pilar pendidikan karakter yang paling utama. Pendidikan karakter akan tumbuh dengan baik jika dimulai dari tertanamnya jiwa keberagamaan pada anak, oleh karena itu materi PAI disekolah menjadi salah satu penunjang pendidikan karakter. Melalui pembelajaaran PAI siswa diajarkan aqidah sebagai dasar keagamaannya, diajarkan al-Quran dan hadis sebagai pedoman hidupnya, diajarkan fiqih sebagai rambu-rambu hukum dalam beribadah, mengajarkan sejarah Islam sebagai sebuah keteladan hidup, dan mengajarkan akhlak sebagai pedoman prilaku manusia apakah dalam kategori baik ataupun buruk. Oleh sebab itu, tujuan utama dari Pembelajaran PAI adalah pembentukan kepribadian pada diri siswa yang tercermin dalam tingkah laku dan pola pikirnya dalam kehidupan sehari-hari.Disamping itu, keberhasilan pembelajaran PAI disekolah salah satunya juga ditentukan oleh penerapan metode pembelajaran yang tepat. --------------------------This writing is presenting about the role of Pendidikan Agama Islam (PAI) lesson toward students. Pendidikan Agama Islam (PAI) is one of the most importances pilar of character education. Character education will build well, if it is started from cultivating religious sense of students, therefore, PAI lesson become one of supporting lesson of character education. Through PAI teaching and learning, the students is taught belief of God as the basic of their religion, taught al quran and hadits as their way of life, taught fiqih as law signs in doing Islam teaching, taught Islam history as a good life example, and taught ethica as the way of human character.  
MERETAS HUBUNGAN MAYORITAS-MINORITAS DALAM PERSPEKTIF NILAI BUGIS Latif, Syarifuddin
Al-Ulum Vol 12, No 1 (2012): Al-Ulum
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (140.368 KB)

Abstract

Kenaikan konflik karena kesenjangan antara mayoritas dan minoritas dalam strata sosial semakin berkembang baru-baru ini. Konflik, tentu saja, adalah masalah yang serius tham harus diatasi karena dapat merusak kerukunan hidup. Untuk meminimalkan konflik, baik mayoritas dan minoritas harus diselaraskan dengan menggunakan beberapa upaya. Salah satu upaya yang dapat ditawarkan adalah kearifan lokal dari buginesss yang disebut paseng dan pangadereng. Paseng terdiri dari ADA tongeng, sipakatau Sipakalebbi, Dan mappesona ri dewata seuwwae. Sementara itu pangadereng terdiri dari adek, rapang, Bicara, warik, Dan sarak, kearifan lokal buginesss ini diharapkan dapat memberikan kontribusi effectifely dalam upaya memba-ngun hubungan harmonis antara mayoritas dan minoritas. -------------------The raise of conflicts due to the gap between the majority and the minority in the social stratum is getting more and more progressing recently. The conflicts, of course, are a serious problem tham must overcome because they can corrupt the harmony of life. To minimize the conflicts, both the majority and the minority must be harmonized by using some efforts. One effort that can be offered is local wisdom of the buginesss that is called paseng and pangadereng. Paseng consists of ada tongeng, sipakatau sipakalebbi, dan mappesona ri dewata seuwwae. Meanwhile pangadereng consists of adek, rapang, bicara, warik, dan sarak, local wisdom of the buginesss is expected to contribute effectifely in the effort to build a harmony relationship between the majority and the minority.
PENAKLUKAN NEGARA ATAS AGAMA LOKAL Kasus Towani Tolotang di Sulawesi Selatan J, Hasse
Al-Ulum Vol 12, No 2 (2012): Al-Ulum
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (169.934 KB)

Abstract

Tulisan ini merupakan refleksi pembelaan terhadap agama lokal yang selama ini termarginalkan dengan melihat lebih jauh mengenai proses marginalisasi negara terhadap agama lokal. Dalam perkembangannya, negara tidak pernah melepaskan agama dari intervensinya. Bahkan, agama sangat dekat dengan negara. Bagaimana dan melalui media apa negara melakukan penaklukan terhadap agama lokal? Pertanyaan ini menjadi fokus dalam tulisan ini dengan menguraikan tiga sub-tema. Pertama, bentuk atau variasi ide dalam memposisikan agama lokal. Kedua, aktor yang terlibat dalam pemosisian agama lokal. Ketiga, respons lokal termasuk elite terhadap keberadaan agama lokal, terkait dengan perbedaan dengan agama dan kultur masyarakat sekitar. Tulisan ini menunjukkan bahwa negara telah menem-patkan agama pada posisi yang selalu diatur. Bahkan, memposisikan agama sebagai sebuah entitas penting yang harus dikendalikan. Demikian pula, dalam tulisan ini dapat ditemukan bagaimana respons masyarakat lokal terhadap keberadaan agama lokal sehingga agama lokal tidak hanya ditempatkan pada posisi yang diatur, tetapi juga selalu digugat oleh lingkungan di sekitarnya. ---------------------------This paper is a reflection of the local defense of the religion that had been marginalized by looking further into the state of the local religious marginalization. In its development, the country never abandoned the religion of his intervention. In fact, very close to the state religion. How and through what medium the conquest of the local religion? This question is the focus of this paper by outlining the three sub-themes. First, it is form or variety of ideas in local religious position. Second, the actors involved in local religious positioning. Third, local response, including the existence of local religious elite, associated with differences in religion and culture of the surrounding community. This paper shows that the state has put religion at the ‘manageble’ position. In fact, the position of religion as an important entity is frequently controlled. Similarly, in this paper, it can be found how local communities respond to the presence of local religious so local religion not only placed in the controlled set, but also constantly challenged by the surrounding environment.
PENDIDIKAN DALAM PLATFORM POLITIK NURCHOLISH MADJID Suhaimi, Suhaimi
Al-Ulum Vol 14, No 1 (2014): Al-Ulum
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (169.752 KB)

Abstract

Tujuan utama pendidikan, menurut Madjid seperti yang tertulis dalam agenda dasar politiknya tentang pendidikan, adalah peningkatan nilai kesucian manusia yang dianugerahi Tuhan. Hal ini sesuai dengan konsep tarbiyah dan fiṭ̣rah yang menjadi kata kunci pendidikan Islam dengan tujuan pembangunan manusia seutuhnya melalui pembinaan watak dan karakternya serta pengembangan ketakwaannya kepada Allah swt. Tulisan ini menggunakan metode penelitian semiotik dan berdasarkan pada paradigma interpretatif serta menggunakan metodologi kualitatif. Analisis teks di sini peneliti lakukan berdasarkan aktivitas membaca kata atau teks sebagai sistem tanda. Dalam pentas sejarah bangsa Indonesia, pendidikan juga telah membangkitkan ide dan gerakan nasionalisme modern, karena itu pendidikan seyogyanya menjadi bentuk inventaris yang bernilai paling strategis dan produktif yang harus diletakkan pada salah satu tingkat paling tinggi dalam skala prioritas pembangunan bangsa dan negara Indonesia/nation building.----------------------- The main purpose of education, according to Madjid as written in his fundamental political agenda about education, is increasing the value of the purity of human being given from God. This is related to the concept of tarbiyah and fitrah as keywords of Islamic education with the goal of fostering the whole person development through character building as well as the development of piety to Allah. This paper employs the semiotic research method and interpretive paradigm and qualitative methodology. This research was based on text analysis by reading text books as sign system. In Indonesian history, education has also raised the idea and the movement of modern nationalism. Therefore, education should be a form of the foremost strategic and productive inventory that should be put on one of the highest levels in the national development priority of Indonesia.
KONSTRUKSI KEILMUAN MUHAMMADIYAH DAN NU Widodo, Sembodo Ardi
Al-Ulum Vol 11, No 2 (2011): Al-Ulum
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (214.215 KB)

Abstract

Untuk memahami pengetahuan Islam di Indonesia tidak terlepas dari dua organisasi Islam terbesar, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Kedua organisasi ini memiliki struktur keilmuan yang unik, yang masing-masing berbeda dalam keunikannya. Di satu sisi, ada kesamaan dalam sumber, referensi, dan guru dari pendiri kedua organisasi. Namun, karena faktor ideologis dalam memahami Islam dan juga faktor sosial-budaya membuat tubuh pengetahuan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama begitu berbeda. Di sisi lain, ada aspek dibedakan, jika keduanya dianalisa secara kritis maka didapatkan bahwa perbedaan kedua struktur keilmuan dua organisasi ini terletak pada metodologi, bukan pada sumber primer.---------------------To understand Islamic body of knowledge in Indonesia is inseparable from the two biggest Islamic organizations, Muhammadiyah and Nahdlatul Ulama. Both organizations have their unique scientific structure; thus, in any case are different. On the one hand, there are similarities in resources, references, and teachers of the founder of both organizations. Yet, because of ideological factors in understanding Islam and also socio-cultural factors make the body of knowledge of Muhammadiyah and Nahdlatul Ulama so different. On the other hand, there have been distinguished aspects, if they are critically analyzed, that is, the difference on methodology, not on the primer resources.
BIAS GENDER DALAM KEWARISAN MENURUT ULAMA BUGIS Yusuf, Muhammad
Al-Ulum Vol 13, No 2 (2013): Al-Ulum
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (162.825 KB)

Abstract

Dialog berkelanjutan antara kelompok tektualis dan kontektualis dalam format kewarisan dimana kelompok tekstualis berpegang pada “keumuman lafazh” sedangkan kontekstualis menggunakan kaidah “kekhususan sebab”. Kelompok kontektualis berupaya mempertimbangkan aspek eksternal teks untuk menangkap ruhnya berupa keadilan. Format 2 : 1 atau malempa’ orowanewe majjujung makkunraiye meliputi hak kewarisan dan tanggung jawab anak laki-laki terhadap saudara perempuannya. Angka 2 adalah batasan maksimal hak anak laki-laki dan angka 1 adalah batasan minimal hak anak perempuan. Hal ini relevan pula dengan asas asitinajang yang dapat berlaku secara elastis (zhannî al-tanfîdz), karena ruh teks itu adakalanya melampaui tekstualitas ayat. Ulama Bugis memahami format 2 : 1 sebagai makna yang sesuai dengan otoritas teks, karena terpengaruh oleh literatur dan karena metode ijmali dan tahlili yang digunakan keduanya tidak mampu merumuskan konsep kewarisan secara komprehensif.----------------------------Continous dialogue between textualist and contextualist about formula of inheritance where textualist refers to universality of texts and contextualist base on particular background. Most contextualists try to consider various external of texts to find core values that is justice. Formula 2 : 1, that is, “man gets two pieces of inheretances and woman gets one piece inheretance” (malempa’ orowanewe majjujung makkunraiye) covers right and responsibility of son to his doughter. Number 2 is maximum of son’s rigth and number 1 is minimum of daughters right. This inheritance division is implemented within the Bugis culture and yet it is elastically applied. Therefore, it implies that the core value of the texts are conisedred deeper than the texts themselves. Most Bugis scholars understand that 2 : 1 as the true meaning of texts. It is a logical consequence of influence of literatures besides common method and analytical method where mostly cannot formulate concept of inheritance comprehensively.
RELIGION BASED-ANTI-CORRUPTION EDUCATION (An Effort to Strengthen Nation’s Character) Harto, Kasinyo
Al-Ulum Vol 14, No 1 (2014): Al-Ulum
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (277.201 KB)

Abstract

Agama selama ini dipahami sebagai sebuah doktrin normative-tekstual, hanya mengajarkan keimanan dan ketakwaan, tetapi kurang menyentuh realitas. Hal ini menyebabkan kurangnya kepedulian masyarakat terhadap masalah-masalah sosial, seperti masalah korupsi. Karena itu, kajian ini berupaya melihat sejauhmana realitas masyarakat religius dapat diakomodasi dalam Pendidikan Anti-Korupsi (PAK). Penelitian ini menerapkan  riset pustaka murni dalam mencari sumber-sumber data primer tentang teori-teori PAK dalam perspektif agama dengan pendekatan rekonstruksi sosial. Data selanjutnya dianalisis dan dielaborasi  menjadi prinsip-prinsip paradigmatis sebagai dasar filosofis PAK berbasis agama. PAK berbasis agama sangat mungkin diterapkan dalam proses pembelajaran melalui internalisasi nilai-nilai keagamaan dengan tema-tema amanah dan keadilan, serta pendekatan integratif-sintesis; pendekatan saintifik dan spiritual, dalam rangka penguatan karakter bangsa. ---------------------Religion has been understood as a normative-textual doctrine, which teaches faith and devotion; but it doesn’t touch reality. This leads to a lack of people’s awareness of social issues, such as corruption. Therefore, this study attempts to see how far the reality of religious society can be accommodated in the Anti-Corruption Education. This paper is a library research to be applied in collecting data on theories of anti-corruption education in religious perspective through social reconstruction approach. The data were analyzed and elaborated into paradigmatic principles as the basis of religion based-anti-corruption education. Religion based-anti-corruption education is highly feasible to apply in the  learning process through internalization of religious values with themes of trustworthiness and fairness, and integrative-synthesis approach, scientific and spiritual approachs, in order to strengthen nations character.
KEBEBASAN DALAM FILSAFAT EKSISTENSIALISME JEAN PAUL SARTRE Yunus, Firdaus M.
Al-Ulum Vol 11, No 2 (2011): Al-Ulum
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1368.428 KB)

Abstract

Eksistensialisme merupakan paham yang menempatkan manusia pada titik sentrum dari segala relasi kemanusiaan. Eksistensialisme berakar dari upaya untuk bangkit dari segala hegemoni untuk menemukan eksistensi dan esensi diri. Untuk menemukan eksistensi diri tersebut manusia harus sadar karena tidak ada makhluk lain yang bereksistensi selain manusia. Sartre dalam hal ini menempatkan eksistensi manusia mendahului esensi. Eksistensi pada esensialnya menunjukkan kepada kesadaran manusia (l’̑etre-pour-soi), karena manusia berhadapan dengan dunia dimana dia berada sekaligus memikul tanggung jawab untuk diri dan masa depan dunianya. Kebebasan adalah esensi manusia, biasanya manusia yang bebas selalu menciptakan dirinya. Manusia yang bebas dapat mengatur, memilih dan dapat memberi makna pada realitas. ------------------Existentialism puts humans at the center point of all human relationships. It is rooted in an effort to keep a distance with all hegemony to discover the existence and the essence of self. Human must be conscious of his humane to find out the existence of himself (lêtre-en-soi). Since, it is believed that no other creatures besides humans that exists. Freedom is the essence of human beings; usually humans are always free to create him-self. Humans are free to organize, select and can give meaning to reality.

Page 7 of 49 | Total Record : 481